Anda di halaman 1dari 132

KEMENTERIAN KESEHATAN

REPUBLIK INDONESIA
SISI BALIK COVER
DEPAN
Daftar Isi

Modul Dasar 1. Kebijakan Penanganan Gizi Dalam Penanggulangan Bencana 5

Modul Inti 1. Manajemen Respon Gizi Pada Masa Tanggap Darurat Bencana 18

Modul Inti 2. Koordinasi Penanganan Gizi Pada Masa Tanggap Darurat Bencana 30

Modul Inti 3. Kajian Dampak Bencana 40

Modul Inti 4. Rencana Respon Gizi 75

Modul Inti 5. Rencana Kesiapsiagaan 114

Panduan Simulasi Gabungan 120

PELATIHAN GIZI BENCANA


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
3
MODUL
DASAR 1
MODUL DASAR 1.
KEBIJAKAN PENANGANAN GIZI DALAM PENANGGULANGAN BENCANA

I. Deskripsi Singkat

Mata pelatihan ini membahas tentang kebijakan penanggulangan bencana dan krisis kesehatan,
strategi penanggulangan krisis kesehatan, dan penanganan gizi dalam penanggulangan bencana.
Kebijakan penanggulangan bencana dan krisis kesehatan membahas tentang peraturan perundang-
undangan terkait penanggulangan bencana dan kaitannya dengan penanganan gizi dalam situasi
bencana. Salah satu peraturan yang menjadi dasar adalah Peraturan Menteri Kesehatan nomor 75
tahun 2019 Tentang penanggulangan Krisis Kesehatan.

Dalam peraturan diatas, salah satu strategi penanggulangan krisis kesehatan adalah mekanisme
koordinasi klaster kesehatan. Dalam mekanisme koordinasi tersebut, sub klaster gizi merupakan
bagian dari klaster kesehatan. Mata pelatihan ini juga membahas tentang tiga fase penanganan gizi
dalam penanggulangan bencana yaitu prabencana, tanggap darurat dan pasca bencana.

II. Tujuan Pembelajaran

A. Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu memahami kebijakan penanganan krisis
kesehatan.
B. Indikator Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu:
1. Menjelaskan kebijakan penanggulangan bencana dan krisis kesehatan
2. Menjelaskan strategi penanggulangan krisis kesehatan
3. Menjelaskan penanganan gizi dalam penanggulangan bencana

III. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok


A. Materi Pokok 1: Kebijakan Penanggulangan Bencana dan Krisis Kesehatan
B. Materi Pokok 2: Strategi penanggulangan Krisis Kesehatan
1. Klaster penanggulangan bencana
2. Klaster kesehatan
3. Sub Klaster gizi
C. Materi Pokok 3: Penanganan Gizi dalam Penanggulangan Bencana
1. Prabencana
2. Tanggap Darurat
3. Pascabencana

IV. Metode
Metode yang digunakan pada materi ini adalah:
1. Ceramah interaktif
2. Curah pendapat

V. Media dan Alat Bantu


Media yang digunakan pada materi ini adalah:
1. LCD
2. Laptop

PELATIHAN GIZI BENCANA


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
5
3. Layar
4. Flip Chart
5. ATK
6. Bahan tayang
7. Modul pelatihan

VI. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran


A. Pembukaan sesi pembelajaran (5 menit), fasilitator
1. Menyapa peserta.
2. Melakukan bina suasana untuk menaikkan semangat peserta dan mengajak fokus peserta agar
siap mengkuti pembelajaran.
3. Memperkenalkan diri.
4. Menyampaikan tujuan pembelajaran dengan menggunakan bahan tayangan dan deskripsi
singkat materi yang akan ajarkan

B. Penyajian (75 menit), fasilitator


1. Mengawali sesi paparan dengan melakukan apersepsi tentang materi yang akan dibahas
2. Menyampaikan materi pokok Kebijakan Penanggulangan Bencana dan Krisis Kesehatan (15
menit)
3. Menyampaikan materi pokok Strategi penanggulangan Krisis Kesehatan (15 menit)
a. Klaster Penanggulangan Bencana
b. Klaster Kesehatan
c. Sub Klaster Gizi
4. Melakukan curah pendapat tentang kegiatan-kegiatan penanganan gizi dalam situasi bencana
5. Mengelompokan pendapat peserta kedalam tiga tahapan penanggulangan bencana, yaitu
prabencana, tanggap darurat dan pascabencana
6. Menyampaikan materi pokok Penanganan Gizi dalam Penanggulangan Bencana (25 menit)
a. Prabencana
b. Tanggap Darurat
c. Pascabencana
7. Memberikan kesempatan bertanya pada peserta
8. Memberikan tanggapan terhadap pertanyaan peserta dan mengubungkan dengan materi
yang telah disampaikan

C. Penutup (10 menit), fasilitator


1. Merangkum pembelajaran dengan mengajak peserta untuk mengulang hal-hal yang penting
sekaligus.
2. Menutup sesi dengan ucapan terima kasih.

VII. Uraian Materi


A. Materi Pokok 1: Kebijakan Penanggulangan Bencana dan Krisis Kesehatan

1. Kebijakan Penanggulangan Bencana


Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor
non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa

PELATIHAN GIZI BENCANA


6
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir,
kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.

Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa
nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah
penyakit. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau
antarkomunitas masyarakat, dan teror.

Gangguan pada layanan dasar dan kondisi kehidupan yang disebabkan oleh kejadian bencana
seperti terganggunya akses terhadap makanan, layanan kesehatan, air bersih dan sanitasi, dapat
meningkatkan risiko kesakitan dan kematian secara signifikan pada balita dengan masalah gizi
serta pada kelompok rentan lainnya yang terdampak.
Penanggulangan bencana bertujuan untuk:
a. Memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana;
b. Menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana, terpadu,
terkoordinasi, dan menyeluruh; menghargai budaya lokal; membangun partisipasi dan
kemitraan publik serta swasta; mendorong semangat gotong royong, kesetiakawanan, dan
kedermawanan; dan
c. Menciptakan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Upaya penanggulangan bencana dipayungi oleh Undang-undang nomor 24 Tahun 2007


tentang penanggulangan bencana. Undang-undang ini menjadi dasar untuk pembentukan
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di tingkat pusat dan Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD) di tingkat daerah. UU penanggulangan bencana menjelaskan bahwa
penanganan bencana bukan hanya peran pemerintah, namun juga peran masyarakat, lembaha
usaha dan lembaga internasional.

UU 24 Tahun 2007 membagi penanganan bencana kedalam tiga tahap yang terdiri dari
prabencana, tanggap darurat dan pascabencana. Pada tahap prabencana, kegiatan
penyelenggaraan penanggulangan becana terdiri dari kegiatan yang dilakukan pada situasi tidak
terjadi bencana dan pada situasi terdapat potensi bencana. Contoh kegiatan penanggulangan
bencana pada tahap prabencana dalam situasi tidak terjadi bencana antara lain perencanaan
penanggulangan bencana, pengurangan risiko bencana, pelatihan dan penyusunan standar
teknis. Pada situasi terdapat potensi bencana, kegiatan penanggulangan bencana termasuk
kesiapsiagaan, peringatan dini dan mitigasi bencana.

Pada tahap tanggap darurat, kegiatan penyelenggaraan penanggulangan bencana mencakup


kaji cepat, penentuan status keadaan darurat bencana, penyelamatan dan evakuasi, pemenuhan
kebutuhan dasar dan perlindungan kelompok rentan serta pemulihan segera sarana dan
prasarana vital. Status keadaan darurat ditetapkan oleh Presiden, skala provinsi dilakukan oleh
gubernur, dan skala kabupaten/kota dilakukan oleh bupati/walikota.

Pada tahap pascabencana, kegiatan penanggulangan mencakup rehabilitasi dan rekonstruksi.


Upaya rehabilitasi mencakup perbaikan lingkungan dan prasarana dan sarana umum, pemulihan
layanan kesehatan, pemulihan sosial psikologis, bantuan perbaikan rumah masyarakat,
pemulihan keamanan dan ketertiban, pemulihan pemerintahan dan fungsi pelayanan publik.
Upaya rekonstruksi meliputi pembangunan kembali prasarana dan sarana; pembangunan

PELATIHAN GIZI BENCANA


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
7
kembali sarana sosial masyarakat; pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat;
penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih baik dan tahan
bencana; partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan, dunia usaha, dan
masyarakat; peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya; peningkatan fungsi pelayanan
publik; dan peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat.

Diatur dalam UU bahwa pendanaan dan pengelolaan bantuan bencana merupakan tanggung
jawab bersama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dan tidak menutup sumber dana
lain dari masyarakat. Pengelolaan dana bantuan diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah
(PP)nomor 2 tahun 2008. Pada masa tanggap darurat BNPB menggunakan Dana Siap Pakai yang
diatur dalam peraturan Kepala BNPB no 2 tahun 2018.

Penyelenggaraan penanggulangan bencana diatur lebih lanjut pada PP Nomor 21 Tahun


2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana. Peran pemerintah daerah dalam
penanggulangan bencana diatur dalam Permendagri No 101 tahun 2018 tentang Standar Teknis
Pelayanan Dasar Pada Standar Pelayanan Minimal Sub-Urusan Bencana Daerah Kabupaten/Kota.
Dalam kaitannya dengan bidang kesehatan, kejadian bencana dapat menimbulkan situasi krisis
kesehatan. Sebaliknya, krisis kesehatan juga dapat memicu kejadian bencana. Oleh karena itu
penanganan kesehatan dalam penanggulangan bencana sangat penting untuk dapat mencapai
tujuan penanggulangan bencana yang disebutkan diatas.

2. Kebijakan Penanggulangan Krisis Kesehatan


Landasan kebijakan penanggulangan krisis kesehatan diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan
(PMK) nomor 75 tahun 2019 tentang Penanggulangan Krisis Kesehatan. Disebutkan didalam
peraturan tersebut bahwa gizi merupakan salah satu pelayanan yang perlu dilakukan sebagai
bagian dari penanggulangan krisis kesehatan. Tujuan dari pelayanan gizi tersebut adalah untuk
meningkatkan dan mempertahankan status gizi dan kesehatan korban bencana.

Disebutkan bahwa Krisis Kesehatan adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengakibatkan timbulnya korban jiwa, korban luka/sakit, pengungsian, dan/atau adanya potensi
bahaya yang berdampak pada kesehatan masyarakat yang membutuhkan respon cepat di luar
kebiasaan normal dan kapasitas kesehatan tidak memadai. Penanggulangan Krisis Kesehatan
adalah serangkaian upaya yang meliputi kegiatan prakrisis kesehatan, tanggap darurat Krisis
Kesehatan, dan pascakrisis kesehatan.

Penanggulangan pada tahap prakrisis kesehatan ditujukan untuk peningkatan sumber daya
kesehatan, pengelolaan ancaman terjadinya Krisis Kesehatan, dan pengurangan kerentanan.
Kelompok rentan yang harus diperhatikan menurut PMK 75 tahun 2019 antara lain bayi, balita,
ibu hamil, ibu menyusui, lansia, disabilitas, pengungsi dengan penyakit kronis yang memerlukan
pengobatan berkesinambungan.

Penanggulangan pada tahap prakrisis kesehatan meliputi upaya pencegahan dan mitigasi,
dan kesiapsiagaan. Upaya pencegahan dan mitigasi pada tahap prakrisis kesehatan meliputi
kegiatan:
a. kajian risiko Krisis Kesehatan;
b. menyusun, mensosialisasikan dan menerapkan kebijakan atau standar Penanggulangan
Krisis Kesehatan;
c. mengembangkan sistem informasi Penanggulangan Krisis Kesehatan;

PELATIHAN GIZI BENCANA


8
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
d. menyusun rencana Penanggulangan Krisis Kesehatan; dan
e. melaksanakan peningkatan kapasitas Fasilitas Pelayanan Kesehatan Aman Bencana.

Penanggulangan pada tahap tanggap darurat Krisis Kesehatan ditujukan untuk merespon
seluruh kondisi kedaruratan secara cepat dan tepat guna menyelamatkan nyawa, mencegah
kecacatan lebih lanjut, dan memastikan program kesehatan berjalan dengan terpenuhinya
standar minimal pelayanan kesehatan. Kebijakan yang mengatur standar minimal pelayanan
kesehatan adalah PMK nomor 4 tahun 2019 tentang standar teknis pelayanan kesehatan.
Termasuk didalamnya pelayanan kesehatan bagi penduduk terdampak krisis kesehatan akibat
bencana dan/atau berpotensi bencana.
Penanggulangan Krisis Kesehatan dilaksanakan secara berjenjang oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi, dan Kementerian Kesehatan sesuai dengan tugas
dan fungsinya.

Penanggulangan Krisis Kesehatan pada tahap tanggap darurat Krisis Kesehatan harus didahului
dengan penetapan status keadaan darurat Krisis Kesehatan. Penetapan status keadaan darurat
Krisis Kesehatan dilakukan oleh:
a. Menteri untuk status keadaan darurat Krisis Kesehatan tingkat nasional;
b. kepala dinas kesehatan provinsi untuk status keadaan darurat Krisis Kesehatan tingkat
provinsi; atau kepala dinas kesehatan kabupaten/kota untuk status keadaan darurat Krisis
Kesehatan tingkat kabupaten/kota.

Dalam hal Presiden, Gubernur, atau Bupati/Walikota menetapkan status keadaan darurat Bencana,
kegiatan Penanggulangan Krisis Kesehatan pada tahap tanggap darurat dapat dilaksanakan
tanpa penetapan status keadaan darurat Krisis Kesehatan.

Status keadaan darurat Krisis Kesehatan terdiri atas:


a. status siaga darurat Krisis Kesehatan;
b. status tanggap darurat Krisis Kesehatan; dan
c. status transisi darurat Krisis Kesehatan.

B. Materi Pokok 2:Strategi penanggulangan Krisis Kesehatan


Salah satu strategi penanggulangan krisis kesehatan yang diterapkan oleh sektor kesehatan
adalah mekanisme koordinasi klaster. Mekanisme koordinasi klaster memungkinkan para pelaku
penanggulangan krisis kesehatan baik dari pemerintah dan non-pemerintah untuk bekerjasama
dan berkolaborasi baik pada masa prabencana, tanggap darurat dan pascabencana. Klaster
kesehatan merupakan bagian dari klaster penanggulangan bencana yang di koordinir oleh BNPB.

Penanganan gizi merupakan bagian dari klaster kesehatan yang disebut dengan mekanisme
sub klaster gizi. Sub klaster gizi di koordinir oleh Kementerian Kesehatan dan dines kesehatan
di masing-masing wilayah. Penjelasan mengenai Klaster penanggulangan bencana, klaster
kesehatan dan sub klaster gizi dijelaskan sebagai berikut.

1. Klaster penanggulangan bencana


Klaster merupakan sekelompok badan, organisasi, dan/atau lembaga yang bekerja sama untuk
mencapai tujuan bersama, yaitu untuk mengatasi kebutuhan pada sektor tertentu (seperti
kesehatan). Pendekatan klaster adalah salah satu pendekatan koordinatif yang menyatukan
semua pihak terkait baik pemerintah maupun non pemerintah dalam upaya penanggulangan

PELATIHAN GIZI BENCANA


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
9
bencana. Pendekatan klaster bertujuan untuk:
a. Menguatkan sistem kepemimpinan dan akuntabilitas kemanusiaan yang jelas di tiap sektor
dan tingkatan; dan
b. Memberikan kerangka kerja kemitraan yang efektif bagi berbagai aktor bantuan kemanusiaan
di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota dan internasional pada tiap sektor.

Pendekatan klaster ditujukan untuk memastikan bahwa dukungan internasional sejalan dengan
struktur organisasi nasional dan daerah serta untuk memfasilitasi hubungan yang erat antara
lembaga pemerintah, masyarakat, internasional, dan pemangku kepentingan lainnya. Pendekatan
klaster juga merupakan upaya untuk memastikan dukungan nasional sejalan dengan struktur
organisasi daerah.

Gambar 1. Klaster Penanggulangan Bencana Nasional

BNPB bersama Kementerian/Lembaga terkait menyepakati pembentukan sistem klaster nasional


melalui keputusan Kepala BNPB Nomor 173 tahun 2015, yang terdiri dari 8 (delapan) klaster yaitu:
(1) Kesehatan, (2) Pendidikan, (3) Pengungsian dan Perlindungan, (4) Sarana dan Prasarana, (5)
Pemulihan Dini, (6) Ekonomi, (7) Logistik, (8) Pencarian dan Penyelamatan.

Pada klaster nasional, penanggung jawab bidang kesehatan adalah klaster kesehatan dalam hal
ini Kementerian Kesehatan sebagai koordinator. Pelayanan gizi merupakan bagian dari kegiatan
pelayanan kesehatan dalam penanggulangan bencana. Oleh karena itu, di dalam pendekatan
koordinasi klaster di Indonesia, koordinasi kegiatan gizi bencana merupakan tugas dari sub-
klaster gizi yang berada dibawah naungan Klaster Kesehatan. Badan Nasional Penanggulangan
Bencana adalah merupakan koordinator lintas klaster di tingkat nasional. Kegiatan utama klaster
penanggulangan bencana beserta koordinatornya disebutkan pada tabel dibawah ini.

PELATIHAN GIZI BENCANA


10
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
Tabel 1. Kegiatan dan Koordinator Klaster Penanggulangan Bencana

No Klaster Kegiatan Utama Koordinator


Medis, identifikasi korban,
kesehatan reproduksi, dampak KEMENKES/DINKES
1 Kesehatan
psikososial dan juga kualitas gizi, POLRI PUSDOKKES
air dan sanitas
Pencarian dan BASARNAS
2 Pencarian dan penyelamatan
Penyelamatan TNI
Permakanan, sandang, sitim
BNPB/BPBD
3 Logistik logistik distribusi darang bantuan
TNI
dan peralatan
Keamanan, tempat penampungan
Pengungsian dan sementara (huntara), manajemen
4 KEMENSOS
Perlindungan pengunsian, perlindungan
kelompok rentan, psikosial
Belajar mengajar formal dan
informal, sekolah darurat, KEMENDIKBUD/Dinas
5 Pendidikan
bimbingan penyuluhan bagi anak Pendidikan
dan dewasa, kerohanian
Akses transportasi,
telekomunikasi, energy,
Sarana dan
6 transportasi, perumahan (huntap), PUPR/Dinas PU
Prasarana
pembersihan puing, air dan
sanitasi
Pertanian perkebunan
peternakan, perdagangan,
perikanan. Kegiatan ekobomi
7 Ekonomi KEMENTAN/DInas Pertanian
pada masa tanggap darurat
bersifat sementara dan menuju
pemulihan
MENDAGRI/Pemerintah
8 Pemulihan Dini
Daerah

2. Klaster kesehatan
Penanggulangan Krisis Kesehatan dilakukan dengan sistem klaster. Sistem klaster
diimplementasikan melalui pembentukan Klaster Kesehatan pada tingkat pusat dan tingkat
daerah yang bertujuan untuk meningkatkan koordinasi, kolaborasi, dan integrasi dalam
Penanggulangan Krisis Kesehatan. Klaster Kesehatan merupakan bagian integral dari klaster
penanggulangan Bencana.

Klaster Kesehatan dari sub klaster yang meliputi:


a. sub klaster pelayanan kesehatan, yang bertugas menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan terutama pelayanan pertolongan darurat pra fasilitas pelayanan kesehatan dan
rujukan;
b. sub klaster pengendalian penyakit dan kesehatan lingkungan, yang bertugas melakukan
pengendalian penyakit dan upaya kesehatan lingkungan;
c. sub klaster kesehatan reproduksi, yang bertugas menyelenggarakan kegiatan pelayanan
kesehatan reproduksi;
d. sub klaster kesehatan jiwa, yang bertugas menyelenggarakan upaya penanggulangan

PELATIHAN GIZI BENCANA


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
11
masalah kesehatan jiwa dan psikososial secara optimal;
e. sub klaster pelayanan gizi, yang bertugas menyelenggarakan pelayanan gizi; dan
f. sub klaster identifikasi korban mati akibat bencana (Disaster Victim Identification /DVI), yang
bertugas menyelenggarakan identifikasi korban meninggal dan penatalaksanaannya.

Klaster Kesehatan didukung oleh:


a. tim logistik kesehatan, yang bertugas menyelenggarakan perencanaan, pengadaan,
penyimpanan, pendistribusian, dan penyerahan logistik kesehatan untuk memenuhi
kebutuhan Penanggulangan Krisis Kesehatan; dan
b. tim data dan informasi, yang bertugas menyelenggarakan manajemen data dan informasi
serta penyebarluasan informasi Penanggulangan Krisis Kesehatan; dan
c. tim promosi kesehatan, yang bertugas menyelenggarakan upaya promosi kesehatan.

Gambar 2. Tim dan Sub Klaster pada Klaster Kesehatan

Klaster Kesehatan terdiri atas:


a. Klaster Kesehatan Nasional;
b. Klaster Kesehatan Provinsi; dan
c. Klaster Kesehatan Kabupaten/Kota.

Klaster Kesehatan Nasional dibentuk oleh Menteri dan dikoordinasikan oleh Kepala Pusat yang
menangani bidang krisis kesehatan. Klaster kesehatan Provinsi dibentuk dan dikoordinasikan
oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Klaster Kesehatan Kabupaten/Kota dibentuk dan
dikoordinasikan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

3. Sub Klaster gizi


Sub klaster gizi bertugas untuk menyelenggarakan pelayanan gizi. Tujuan dari pelayanan dan
respon gizi adalah untuk meningkatkan dan mempertahankan status gizi dan kesehatan korban
bencana.

PELATIHAN GIZI BENCANA


12
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
Mekanisme koordinasi penanganan gizi bertujuan untuk menghindari terjadinya tumpang
tindih kegiatan di antara mitra/instansi yang bergerak di dalam penanganan gizi serta untuk
meningkatkan efektivitas respon gizi. Koordinasi penanganan gizi pada masa tanggap darurat
dilakukan melalui mekanisme sub klaster gizi.

Sub klaster gizi adalah bagian dari mekanisme koordinasi klaster kesehatan dalam
penanggulangan bencana dan krisis kesehatan. Pendekatan klaster adalah pendekatan
koordinatif yang menyatukan semua pihak terkait baik pemerintah maupun non-pemerintah
dalam upaya penanggulangan bencana. Koordinator sub klaster gizi adalah penanggung jawab
gizi di Kemenkes dan Dinas Kesehatan Provinsi, Kabupaten/Kota, yang ditunjuk oleh pejabat
yang berwenang pada masing-masing tingkatan.

Mekanisme koordinasi sub klaster gizi juga bertujuan untuk memastikan agar koordinasi
penanganan gizi yang dilakukan oleh pemerintah dan mitra sesuai dengan prioritas pemerintah
daerah terdampak.

Sub klaster gizi diaktifkan oleh Koordinator Klaster Kesehatan di masing-masing tingkatan
sebagai berikut:
a. Pada keadaan darurat bencana tingkat Kabupaten/ Kota, Sub Klaster Gizi diaktifkan oleh
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
b. Pada keadaan darurat bencana tingkat Provinsi, sub klaster gizi diaktifkan oleh Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi.
c. Pada bencana atau krisis kesehatan tingkat nasional, sub klaster gizi diaktifkan oleh Pusat
Krisis Kesehatan.

Sub klaster gizi dapat diaktifkan pada setiap tingkatan pemerintahan untuk memfasilitasi
koordinasi vertikal antara Kabupaten/Kota, Provinsi dan Nasional. Setelah sub klaster gizi
diaktifkan, koordinator sub klaster gizi perlu menginformasikan aktivasi sub klaster gizi kepada
para mitra sub klaster gizi di masing-masing tingkatan. Idealnya sub klaster gizi telah dibentuk
pada masa kesiapsiagaan untuk kemudian diaktifkan segera setelah ada peringatan dini bencana
atau krisis kesehatan.

Untuk mendukung pengelolaan sub klaster gizi diwilayah terdampak, Kemenkes dan Dinkes
dapat melakukan mobilisasi Tim Gerak Cepat (TGC) Gizi. Tim tersebut dibentuk oleh Kemenkes,
Dinkes Provinsi dan Dinkes Kabupaten/ Kota merupakan bagian dari sub klaster gizi yang dapat
dimobilisasi secara cepat guna mendukung upaya penanganan gizi di wilayah terdampak. TGC
Gizi bertugas untuk memberikan dukungan teknis/ pendampingan kepada Dinkes terdampak di
dalam mengelola kegiatan penanganan gizi pada situasi bencana, termasuk dukungan koordinasi
maupun intervensi teknis. TGC Gizi dapat dimobilisasi untuk bencana tingkat Provinsi maupun
tingkat Kabupaten/Kota berdasarkan kebutuhan dan arahan dari Pusat Krisis Kesehatan.

TGC Gizi dapat dimobilisasi ke lokasi bencana segera setelah terjadinya bencana atau sejak fase
siaga darurat. Dinkes Provinsi bertugas untuk memfasilitasi mobilisasi TGC Gizi pada bencana
tingkat Kabupaten/Kota. Kemenkes bertugas untuk memfasilitasi mobilisasi TGC Gizi pada
bencana tingkat Provinsi atau Kabupaten.

PELATIHAN GIZI BENCANA


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
13
C. Materi Pokok 3:Penanganan gizi dalam penanggulangan bencana
Penanganan gizi merupakan aspek penting dalam perencanaan pembangunan. Dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional RPJMN (2020-2024), percepatan perbaikan gizi
masyarakat untuk pencegahan dan penanggulangan permasalahan gizi ganda merupakan
salah satu kebijakan dan strategi yang diterapkan. Termasuk pelaksanaan respon cepat untuk
perbaikan gizi dalam kondisi darurat.

Aspek gizi juga telah dipertimbangkan didalam strategi pennguatan pelaksanaan penyaluran
bantuan sosial dan subsidi yang terintegrasi dan tepat sasaran. Diantaranya melalui
pengembangan variasi bantuan pangan dan sistim perlindungan sosial adaptif untuk menjamin
asupan gizi bagi ibu hamil, anak usia dibawah dua tahun dan perbaikan gizi anak usia sekolah
dari keluarga penerima bantuan sosial baik disituasi normal dan pada situasi darurat.

Selaras dengan kebijakan penanggulangan bencana dan krisis kesehatan dalam PMK 75 tahun
2019, Penanganan gizi dalam penanggulangan bencana dilakukan pada tahap pra bencana,
tanggap darurat dan pasca bencana. Kegiatan kunci pada setiap tahapan dapat dilihat pada
gambar berikut:

Gambar 3.Sistim Penaganan Gizi pada Bencana. Dimodifikasi dari The Management of Nitrition in Major Emergencies; WHO, 2000. p75-77

PELATIHAN GIZI BENCANA


14
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
1. Prabencana
Penanganan gizi pada masa prabencana terdiri dari dua bagian yaitu penanganan pada situasi
tidak terjadi bencana dan pada situasi terdapat potensi bencana. Kegiatan-kegiatannya
mencakup dibawah ini.

a. Dalam situasi tidak terjadi bencana kegiatan yang perlu dilakukan meliputi
1) Analisis dan pengurangan Risiko Masalah Gizi
2) Sosialisasi dan orientasi termasuk Pelatihan teknis terkait materi gizi
3) Pengadaan Sarana dan Prasarana Standar Penanganan Gizi
4) Surveilans gizi

b. Dalam situasi terdapat potensi terjadinya bencana, kegiatannnya adalah:


1) Penyusunan Rencana Kontinjensi Gizi
2) Penyediaan Buffer stock Suplementasi Gizi
3) Penggerakan Sumber Daya
4) Perencanaan Penyelenggaraan Makanan Banyak bagi masuarakat terdampak
5) Penyedian tenaga kesehatan yang mempunyai kemampuan konseling menyusui/PMBA
pada situasi bencana alternatif lainnya Penyediaan tenaga konselor menyusui /PMBA
pada situasi Bencana
6) Pembinaan teknis
7) Simulasi penanganan gizi

2. Tanggap Darurat
Respon gizi pada masa tanggap darurat dilaksanakan mengikuti pedoman pelaksanaan respon
gizi pada masa tanggap darurat, Kemenkes RI, 2020. Kegiatan respon gizi pada masa tanggap
darurat terdiri dari
a. Kajian Dampak Bencana dan analisis kebutuhan gizi
b. Perencanaan respon gizi
c. Intervensi respon gizi & mobilisasi sumberdaya
d. Monitoring & evaluasi
e. Koordinasi
f. Komunikasi Risiko dan Pelibatan Masyarakat
g. Manajemen logistik
h. Surveilans gizi

3. Paskabencana
Kegiatan penanganan gizi paskabencana meliputi:
a. Bimbingan teknis pascabencana
b. Pengumpulan data dan perkembangan status gizi korban bencana
c. Analisis kebutuhan gizi pascabencana
d. Surveilans gizi

VIII. Rangkuman
Modul dasar 1 membahas tentang kebijakan penanganan gizi dalam penanggulangan bencana
disampaikan melalui kegiatan ceramah interaktif dan curah pendapat. Ceramah interaktif
menyampaikan materi pokok 1) kebijakan penanggulangan bencana dan krisis kesehatan
yang memuat mengenai kebijakan penanggulangan bencana dan kebijakan penanggulangan
krisis kesehatan; 2) Strategi penanggulangan krisis kesehatan yang membahas tentang klaster

PELATIHAN GIZI BENCANA


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
15
penanggulangan bencana, klaster kesehatan dan subklaster gizi; dan 3) Penanganan gizi dalam
penanggulangan bencana yang memuat penanganan dalam pasa prabencana, tanggap darurat
dan pascabencana.

IX. Referensi
1. UU No 24 Th 2007 tentang bencana
2. UU No 36 Th 2009 tentang kesehatan
3. UU No. 23 tahun 2013 tentang pemerintahan daerah
4. PP No 2 Th 2018 tentang SPM
5. PERMENDAGRI No 101 Th 2018 tentang penerapan SPM
6. PERMENKES 4 TAHUN 2019 tentang standar teknis pelayanan kesehatan
7. Pedoman penanganan gizi dalam penanggulangan bencana. Kemenkes RI 2018.

X. Lampiran
A. Daftar istilah
Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan
kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana,
tanggap darurat, dan rehabilitasi.

PELATIHAN GIZI BENCANA


16
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
MODUL
INTI 1
MODUL INTI 1.
MANAJEMEN RESPON GIZI PADA MASA TANGGAP DARURAT BENCAN

I. Deskripsi Singkat
Mata pelatihan ini membahas tentang risiko bencana terkait gizi dan manajemen respon gizi. Respon
gizi pada situasi bencana menjadi sangat penting untuk dilakukan mengingat masalah-masalah gizi
yang terdapat di wilayah rawan bencana. Manajemen respon gizi dilakukan berdasarkan Pedoman
Pelaksanaan Respon Gizi pada Masa Tanggap Darurat Kemenkes RI 2020. Setelah membahas
risiko bencana terkait gizi, modul ini menyajikan kerangka manajemen respon gizi yang digunakan
dalam perdoman tersebut. Bagian-bagiannya akan dibahas lebih lanjut pada mata pelatihan inti
lainnya.

II. Tujuan Pembelajaran


A. Hasil Belajar
Setelah mengikuti Mata Pelatihan ini peserta mampu memahami manajemen respon gizi pada masa
tanggap darurat bencana

B. Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu:
1. Menjelaskan risiko bencana terkait gizi pada masa tanggap darurat bencana
2. Menjelaskan manajemen respon gizi pada masa tanggap darurat bencana

III. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok


A. Materi Pokok 1: Risiko Bencana Terkait Gizi

B. Materi Pokok 2: Manajemen Respon Gizi


1. Kajian Dampak Bencana
2. Perencanaan respon gizi
3. Intervensi& mobilisasi sumberdaya
4. Monitoring & evaluasi
5. Koordinasi
6. Komunikasi Risiko dan Pelibatan Masyarakat
7. Manajemen logistik
8. Kesiapsiagaan

IV. Metode
Metode yang digunakan pada materi ini adalah:
1. Ceramah interaktif
2. Curah pendapat
3. Diskusi kelompok(IHB 1&2)

V. Media dan Alat Bantu


Media yang digunakan pada materi ini adalah:
1. LCD
2. Laptop
3. Layar
4. Flip Chart
5. ATK

PELATIHAN GIZI BENCANA


18
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
6. Metaplan
7. Bahan tayang/video
8. Modul pelatihan
9. Panduan diskusi kelompok (IHB 1&2)

VI. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran


A. Pembukaan sesi pembelajaran (5 menit), fasilitator
1. Menyapa peserta.
2. Melakukan bina suasana untuk menaikkan semangat peserta dan mengajak fokus peserta agar
siap mengkuti pembelajaran.
3. Memperkenalkan diri.
4. Menyampaikan tujuan pembelajaran dengan menggunakan bahan tayangan dan deskripsi
singkat materi yang akan ajarkan

B. Penyajian (75 menit), fasilitator


1. Mengawali sesi paparan dengan melakukan apersepsi tentang materi yang akan dibahas (5
menit)
2. Menyampaikan materi pokok Risiko Bencana Terkait Gizi (15 menit)
a. Masalah-masalah gizi akibat bencana
b. Kelompok Rentan
3. Menyampaikan materi pokok manajemen respon gizi (15 menit)
a. Kajian dampak bencana
b. Perencanaan respon gizi
c. Intervensi & Mobilisasi Sumberdaya
d. Monitoring & Evaluasi
e. Koordinasi
f. Komunikasi Risiko dan Pelibatan Masyarakat
g. Manajemen Logistik
h. Kesiapsiagaan
4. Melaksanakan penugasan diskusi kelompok (45 menit)

C. Penutup (10 menit), fasilitator


1. Merangkum pembelajaran dengan mengajak peserta untuk mengulang hal-hal yang penting
sekaligus.
2. Menutup sesi dengan ucapan terima kasih.

VII. Uraian Materi

A. Materi Pokok 1: Risiko bencana terkait gizi

1. Masalah-masalah gizi akibat bencana


Indonesia saat ini mengalami masalah triple burden of malnutrition (beban gizi ganda). Lebih dari
7 juta anak balita terhambat pertumbuhannya. Indonesia merupakan negara dengan peringkat
tertinggi kelima di dunia untuk stunting. Lebih dari 2 juta anak di bawah usia lima tahun menderita
gizi kurang (berat badan rendah untuk tinggi badan), sementara 2 juta lainnya kelebihan berat
badan atau obesitas. Hampir setengah dari semua ibu hamil menderita anemia karena makanan
yang mereka konsumsi kekurangan vitamin dan mineral (gizi mikro) yang dibutuhkan.

PELATIHAN GIZI BENCANA


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
19
Malnutrisi atau masalah gizi adalah kekurangan atau defisiensi, kelebihan, atau ketidakseimbangan
dalam asupan energi dan / atau gizi seseorang. Malnutrisi terbagi menjadi 3 kelompok besar yaitu
kekurangan gizi, kelebihan gizi, dan kekurangan gizi mikro.

Kekurangan gizi terdiri dari (1) gizi kurang atau wasting yang ditandai dengan terlalu kurus dan
diukur melalui perbandingan berat badan terhadap panjang/tinggi badan; (2) pendek atau stunting
yang ditandai dengan terlalu pendek untuk usianya dan dapat diukur melalui perbandingan tinggi
badan terhadap umur; (3) berat badan kurang yang diukur melalui berat badan terhadap umur.

Kelebihan gizi atau yang biasa disebut dengan kegemukan atau obesitas diukur dengan indeks
masa tubuh (IMT) dan rasio pinggang dan pinggul. Kelebihan gizi berkaitan dengan penyakit tidak
menular seperti stroke, diabetes, dan jantung.

Kekurangan gizi mikro yaitu kekurangan vitamin dan mineral penting -. Kekurangan - gizi mikro
dapat ditandai secara klinis atau sub-klinis seperti buta senja karena kekurangan vitamin A atau
dengan melakukan pengujian biokimia seperti anemia karena kekurangan zat besi.

Masalah gizi, baik itu kekurangan maupun kelebihan akan memberikan dampak tidak hanya bagi
individu itu sendiri, tapi juga bagi generasi selanjutnya bahkan bagi Negara. Dampak yang timbul
tidak hanya dalam jangka waktu dekat tapi juga dalam jangka waktu yang lama. Berikut ini beberapa
dampak yang muncul berdasarkan bentuk-bentuk malnutrisi, yaitu:
a. Pada ibu hamil
1. Anemia
2. Kurang energi kronis
3. Kekurangan kalsium, vitamin D, dan folat - dapat memengaruhi perkembangan janin
4. Kematian

b. Balita:
1. Gangguan pertumbuhan
2. Sistem kekebalan tubuh melemah (kekurangan vitamin A
3. Infeksi
4. Kematian
5. Biaya ekonomi

c. Remaja putri
1) Kekurangan Zat Besi - anemia, berimplikasi pada kemampuan belajar remaja (terutama
remaja putri)

Gambar 4. Prevalensi dan Estimasi jumlah Balita


gizi Kurang & Gizi Buruk Per Provinsi

PELATIHAN GIZI BENCANA


20
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
Sumber:
• Indeks Risiko Bencana Indonesia (Multi Ancaman), BNPB 2020
• Prevalensi Wasting Riskesdas 2018
• Jumlah balita wasting diperkirakan berdasarkan proyeksi jumlah penduduk tahun 2020, Pusdatin
Kemenkes

Situasi bencana membuat kelompok rentan seperti ibu hamil, bayi, anak-anak dan lanjut usia mudah
terserang penyakit dan mengalami malnutrisi. Akses terhadap layanan kesehatan dan pangan
menjadi semakin berkurang. Air bersih menjadi sangat langka akibat terbatasnya persediaan dan
banyaknya jumlah orang yang membutuhkan serta sarana sanitasi yang terbatas. Dalam keadaan
yang seperti ini risiko dan penularan penyakit dapat meningkat.

B. Materi Pokok 2:Manajemen respon gizi


Pada tahun 2018, Kemenkes telah menyusun Pedoman Penanganan Gizi Dalam Penanggulangan
Bencana dalam rangka meningkatkan kesiapsiagaan respon gizi. Untuk melengkapi Pedoman
tersebut, disusun pedoman pelaksanaan respon gizi pada masa tanggap darurat untuk memberikan
panduan terkait langkah-langkah operasional penanganan gizi pada masa tanggap darurat bagi
para pihak yang terlibat. Pedoman disusun bagi para pengampu program gizi di berbagai tingkatan
dan digunakan sebagai salah satu referensi utama dalam pelaksanaan pelatihan ini.

Respon gizi berperan penting di dalam penanganan bencana dan krisis kesehatan untuk
mempertahankan status gizi masyarakat dan mencegah risiko kesakitan dan kematian akibat
kekurangan gizi, khususnya pada kelompok rentan. Manajemen respon gizi (pada masa tanggap
darurat bencana) dilakukan berdasarkan alur penanganan gizi pada masa tanggap darurat pada
gambar berikut

PELATIHAN GIZI BENCANA


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
21
Gambar 5. Alur Penanganan Gizi Pada Masa Tanggap Darurat

PELATIHAN GIZI BENCANA


22
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
1. Kajian Dampak Bencana
Kajian dampak bencana dan analisis kebutuhan gizi bertujuan untuk mengidentifikasi dampak
bencana terhadap kelompok sasaran gizi dan kelompok rentan. Kajian dampak bencana dan
analisis kebutuhan gizi mencakup pengumpulan data jumlah dan lokasi kelompok rentan, serta
dukungan yang diperlukan untuk penyelamatan jiwa guna mempertahankan status gizi mereka.
Hasil kajian digunakan sebagai dasar penyusunan rencana respon gizi.
Kajian dampak bencana dan analisis kebutuhan gizi pada masa tanggap darurat dilakukan sejak
tahap siaga darurat melalui berbagai rangkaian kegiatan kajian yang terdiri dari analisis data pra-
krisis dan penilaian kebutuhan awal, Rapid Health Assessment (RHA) Gizi, Penapisan Balita, Ibu
Hamil dan Ibu Menyusui, Kajian multi sektor, dan Survei Cepat Gizi.

2. Perencanaan respon gizi


Rencana respon gizi dikembangkan berdasarkan kajian dampak dan analisa kebutuhan gizi dan
dapat diperbaharui secara berkala seiring dengan ketersediaan hasil kajian terbaru.
Penyusunan rencana respon terdiri dari analisis situasi, serta penyusunan rencana intervensi
untuk setiap komponen penanganan gizi yang diikuti oleh identifikasi sumber daya untuk setiap
komponen intervensi.

3. Intervensi& mobilisasi sumberdaya


Terdiri dari intervensi Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA), Pencegahan dan Penanganan Gizi
Kurang dan Gizi Buruk, Suplementasi Gizi, dan Dukungan Kelompok Rentan Lainnya. Mobilisasi
sumberdaya mencakup mobilisasi sumberdaya mitra sub klaster gizi baik pemerintah dan mitra
non pemerintah termasuk LSM nasional dan internasional, Organisasi Profesi, Akademisi, Media,
swasta, mitra pembangunan yang tergabung dalam mekanisme sub klaster gizi.

4. Monitoring & evaluasi


Pemantauan dan evaluasi dilakukan terhadap pelaksanaan rencana respon gizi yang telah disusun.
Kegiatan ini dilakukan diberbagai tingkatan oleh masing-masing organisasi yang terlibat dalam
respon gizi. Koordinator sub klaster gizi bertugas untuk memastikan agar monitoring dan evaluasi
dilakukan dan dilaporkan. Pemantauan dan evaluasi bertujuan untuk memberikan rekomendasi
dan langkah-langkah penyesuaian yang diperlukan. Indikator pemantauan pada setiap komponen
respon gizi dibahas lebih rinci pada modul rencana intervensi dan monitoring repon gizi.

5. Koordinasi
Mekanisme koordinasi penanganan gizi bertujuan untuk menghindari terjadinya tumpang tindih
kegiatan di antara mitra/instansi yang bergerak di dalam penanganan gizi serta untuk meningkatkan
efektivitas respon gizi. Koordinasi penanganan gizi dilakukan melalui mekanisme sub klaster gizi.

Mekanisme koordinasi sub klaster gizi bertujuan untuk memastikan agar koordinasi penanganan
gizi yang dilakukan oleh pemerintah dan mitra sesuai dengan prioritas pemerintah daerah
terdampak. Beberapa kegiatan kunci koordinasi penanganan gizi antara lain, pelaksanaan
pertemuan koordinasi sub klaster gizi, koordinasi lintas sektor dengan klaster terkait serta
pembentukan kelompok kerja (Pokja) untuk setiap intervensi gizi yang diperlukan.

Intervensi gizi sensitf adalah berbagai penanganan bencana diluar sektor kesehatan yang
diperlukan untuk mendukung kesehatan kelompok dan pemenuhan gizi kelompok rentan.
Misalnya memastikan ketersediaan air bersih di dapur umum dan dapur PMBA serta penyediaan
ruang ramah ibu dan anak di pengungsian.

PELATIHAN GIZI BENCANA


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
23
6. Komunikasi Risiko dan Pelibatan Masyarakat
Komunikasi risiko dan pelibatan masyarakat merupakan komponen respon gizi yang tidak dapat
dipisahkan. Komunikasi risiko pada situasi bencana bertujuan untuk memberikan informasi tepat
bagi masyarakat agar dapat mengambil tindakan yang efektif dan efisien dalam menghadapi
risiko-risiko yang timbul pada situasi bencana.
Komunikasi yang efektif tentang risiko bencana yang mungkin timbul, serta cara mendapatkan
bantuan, bertujuan untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam respon bencana.
Pelibatan masyarakat merupakan menjadi bagian integral dari setiap respon sejak awal bencana
untuk memastikan kualitas, efektivitas dan ketepatan waktu respon gizi melalui keterlibatan dari
masyarakat.

7. Manajemen logistik
Pada situasi bencana, sering dihadapi tantangan keterbatasan transportasi, keterbatasan obat
dan perbekalan kesehatan, penyimpanan dan pergudangan serta akses ke wilayah sasaran. Oleh
karena itu diperlukan perencanan logistik gizi, penyediaan, penyimpanan dan pendistribusian
obat dan perbekalan kesehatan yang diperlukan, serta pencatatan dan pelaporan yang memadai.
Manajemen logistik gizi dalam situasi bencana bertujuan untuk memastikan ketersediaan alat dan
bahan agar intervensi gizi yang dibutuhkan dapat terlaksana.

Manajemen logistik gizi merupakan bagian dari manajemen logistik, obat dan perbekalan
kesehatan. Tim logistik sub klaster gizi harus berkoordinasi dan bekerjasama dengan tim logistik
klaster kesehatan dalam setiap tahapan kegiatan. Fungsi manajemen logistik gizi pada situasi
bencana dilakukan oleh staf/tim yang ditunjuk oleh penanggung jawab gizi didukung oleh mitra
sub klaster gizi (apabila ada).

8. Kesiapsiagaan
Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi krisis
kesehatan dan bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan
berdaya guna. Kegiatan kesiapsiagaan respon gizi perlu dilakukan pada masa prabencana untuk
meningkatkan kemampuan instansi/daerah/masyarakat dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan
kunci manajemen respon gizi yang disebutkan pada poin 1-7 diatas.

Respon gizi pada masa pandemi/epidemi COVID-19 dan penyakit menular lainnya perlu
memperhatikan upaya pembatasan transmisi penyakit. Pelaku respon gizi perlu memperhatikan
anjuran pemerintah seperti 5M yaitu Memakai Masker, Mencuci Tangan Pakai Sabun, Menjaga
Jarak, Menghindari Kerumunan, dan Mengurangi Mobilitas. Pada masa pendemi/epidemi
COVID-19, penanganan gizi dapat dilakukan mengacu pada Pedoman Pelayanan Gizi Pada Masa
Tanggap Darurat COVID-19 untuk tenaga kesehatan.

VIII. Rangkuman
Modul inti 1 membahas tentang manajemen respon gizi pada masa tanggap darurat disampaikan
melalui ceramah interaktif, curah pendapat dan diskusi kelompok (IHB 1&2). Ceramah interaktif
menyampaikan materi pokok 1) risko bencana terkait gizi yang terdiri dari masalah-masalah gizi
akibat bencana dan kelompok rentan; 2) manajemen respon gizi yang memuat kajian dampak
bencana, perencanaan respon gizi, intervensi dan mobilisasi sumberdaya, monitoring & evaluasi,
koordinasi, komunikasi risiko dan pelibatan masyarakat, manajemen logistik, dan kesiapsiagaan.

PELATIHAN GIZI BENCANA


24
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
IX. Referensi
1. Committed to Nutrition. A Toolkit for Action. Fulfilling UNICEF’s Core Commitments for Children
in Humanitarian Action, UNICEF: June 2017
2. Pedoman Pelaksanaan Respon Gizi Pada Masa Tanggap Darurat, Direktorat Gizi, Kementerian
Kesehatan RI: 2020
3. Pedoman Penanganan Gizi dalam Penanggulangan Bencana, Direktorat Gizi, Kementerian
Kesehatan RI: 2018
4. Pedoman Pelayanan Gizi Pada Masa Tanggap Darurat COVID-19, Kementerian Kesehatan RI:
2020
5. SNI Bantuan Kemanusiaan
6. SPHERE standard 2018
7. https://www.who.int/activities/addressing-nutrition-in-emergencies

X. Lampiran
A. Penugasan Mata Pelatihan Inti 1. Manajemen respon gizi pada masa tanggap darurat
1. Tujuan penugasan
Pada akhir diskusi kelompok, peserta mampu menjelaskan manajemen respon gizi pada masa
tanggap darurat bencana

2. Metode penugasan
Diskusi kelompok

3. Bahan Penugasan
a. Flip Chart
b. ATK
c. Lembar siklus respon gizi pada masa tanggap darurat
d. Lembar Kasus
e. Panduan Diskusi Kelompok

4. Alokasi Waktu: 1 Jam Pelajaran = 45 menit


5. Langkah-langkah penugasan
a. Fasilitator membagi peserta kedalam empat kelompok.
b. Tugas yang harus dikerjakan oleh kelompok:
i. Isi kotak yang kosong pada lembar siklus respon gizi
ii. Temukan masalah gizi yang ada pada lembar kasus.
c. Berikan 15 menit dalam kelompok untuk mengerjakan tugas dan 5 menit untuk setiap
kelompok mempresentasikan hasilnya. Agar waktu presentasi efektif, minta kelompok
yang mendapat giliran presentasi ke 2 dan 3 untuk menambahkan dan tidak mengulang
poin-poin yang disampaikan oleh kelompok sebelumnya.
d. Fasilitator memberikan klarifikasi apabila diperlukan dan menyimpulkan hasil diskusi.

PELATIHAN GIZI BENCANA


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
25
Lembar Siklus Respon Gizi Pada masa Tanggap Darurat

PELATIHAN GIZI BENCANA


26
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
Lembar Kasus Mata Pelatihan Inti 1
Kabupaten Z merupakan salah satu kabupaten di Provinsi A dengan kondisi wilayah yang
berbukit-bukit. Berdasarkan catatan tahun-tahun sebelumnya ada beberapa daerah yang
rawan terjadinya banjir bandang terutama di musim penghujan. Dua hari yang lalu sekitar pukul
04.00 waktu setempat telah terjadi bencana banjir bandang yang melanda beberapa wilayah
di Kecamatan Bukit Raya, Kecamatan Punai dan Kecamatan Senarai di Kabupaten Z.

1) Penduduk
a. Kec. Bukit Raya
Jumlah penduduk kecamatan adalah 15.783 jiwa, dengan persentase penduduk terancam
sebesar 45%. Perkiraan penduduk yang mengungsi ada 80% dari penduduk terancam.

b. Kec. Punai
Jumlah penduduk 8.452 jiwa, dengan persentase penduduk terancam sebesar 30%.
Perkiraan penduduk yang mengungsi ada 65%.

c. Kec. Senarai
Jumlah penduduk 12.662 jiwa, dengan persentase penduduk terancam sebesar 40%.
Perkiraan penduduk yang mengungsi ada 85% dari penduduk terancam.

2) Status Gizi
Berdasarkan data laporan rutin terakhir pada Kabupaten Z, diperoleh informasi status gizi
sebagai berikut:

Data Nilai
Prevalensi anemia pada ibu hamil 46,8%
Cakupan ASI Eksklusif 20%
Prevalensi balita mengonsumsi susu formula 3%
Prevalensi balita mengalami anemia 57%
Prevalensi balita gizi kurang 14,6%
Prevalensi balita gizi buruk 3,6%

• Prevalensi balita gizi kurang dan gizi buruk di Kecamatan terdampak pada tabel di bawah ini:

Kecamatan % Gizi Kurang % Gizi Buruk


Bukit Raya 14 5
Punai 18 3
Senarai 12 3

3) Fasilitas Umum
• Sarana jalan menuju lokasi tidak dapat dilalui oleh kendaraan karena tergenang dan
tertimbun longsor.
• Aliran listrik ke daerah bencana terputus sama sekali. Beberapa tempat seperti kantor
pemerintahan dan rumah penduduk menggunakan genset.
• Fasilitas PDAM di daerah bencana terputus, demikian pula sarana air bersih penduduk
yang umumnya sumur gali banyak yang terkubur.
• Sarana komunikasi yang berfungsi adalah radio komunikasi dengan menggunakan Rig
dan HT.

PELATIHAN GIZI BENCANA


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
27
4) Keadaan sumber daya kesehatan
Sumber daya kesehatan yang ada di Kabupaten Z antara lain :
• Sebuah RSUD dengan kapasitas 100 TT dengan tenaga kesehatan yang dimiliki: dr. sp.
Dalam 2 orang, dr. umum 15 orang, perawat 40 orang, bidan 4 orang, apoteker 1 orang,
asisten apoteker 2 orang, ahli gizi 2 orang. Sarana ambulans 1 unit dan mobil jenazah 1
unit.
• Puskesmas di Kabupaten Z ada 10 unit, 2 diantaranya adalah puskesmas rawat inap
dengan kapasitas masing-masing 20 TT. Setiap Puskesmas yang ada di Kabupaten Z
memiliki tenaga dokter umum 1 orang, 6 orang perawat, 1 orang sanitarian.
• Puskesmas yang berada di lokasi bencana bukan merupakan Puskesmas Rawat Inap dan
masing-masing Puskesmas juga telah memiliki 1 unit kendaraan operasional Pusling yang
masih layak operasional. Puskemas Kecamatan Bukit Raya masih beroperasi namun di
Kecamatan Punai tidak beroperasi karena tergenang. Tidak tersedia fasilitasi Therapeutic
Feeding Centre (TFC) di wilayah terdampak

5) Ekonomi
• Dari sektor ekonomi diperkirakan bencana banjir bandang mempunyai dampak lumpuhnya
pasar penduduk selama 2 minggu akibat tergenangnya pasar kecamatan Bukit Raya dan
beberapa toko/warung.
• Dampak bencana juga diperkirakan akan berpengaruh terhadap rusaknya lingkungan
berupa persawahan 100 ha dan perkebunan 3.800 ha.

6) Pemerintahan
• Dampak bencana yang diperkirakan akan berpengaruh terhadap pemerintahan dengan
tergenangnya kantor Kecamatan Bukit Raya dan Kecamatan Punai.

PELATIHAN GIZI BENCANA


28
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
MODUL
INTI 2
KOORDINASI PENANGANAN GIZI PADA MASA TANGGAP DARURAT BENCANA
MODUL INTI 2
KOORDINASI PENANGANAN GIZI PADA MASA TANGGAP DARURAT
BENCANA

I. Deskripsi Singkat
Mata pelatihan ini membahas tentang peran pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan tanggap
bencana, dan pertemuan koordinasi penanganan gizi. Koordinasi penanganan gizi pada masa
tanggap darurat dilakukan melalui mekanisme sub klaster gizi yang merupakan sub materi pokok
pada modul dasar 1. Modul ini akan membahas operasionalisasi dari sub klaster gizi dalam melalui
pertemuan sub klaster gizi dan pelaksanaan koordinasi lintas sektor terkait penanganan gizi pada
masa tanggap darurat.

II. Tujuan Pembelajaran


A. Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini peserta mampu melakukan koordinasi penanganan gizi pada
masa tanggap darurat

B. Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu:
1. Mengidentifikasi peran pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan tanggap darurat bencana
2. Melakukan koordinasi sub klaster gizi

III. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok


A. Materi Pokok 1: Peran pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan tanggap darurat bencana
1. Pemerintah
2. Mitra non pemerintah

B. Materi Pokok 2: Koordinasi subklaster gizi


1. Memfasilitasi pertemuan subklaster gizi
2. Koordinasi lintas sektor terkait

IV. Metode
Metode yang digunakan pada materi ini adalah:
1. Ceramah interaktif
2. Curah pendapat
3. Simulasi(IHB 1-3)

V. Media dan Alat Bantu


Media yang digunakan pada materi ini adalah:
1. LCD
2. Laptop
3. Layar
4. Flip Chart
5. ATK
6. Metaplan
7. Bahan tayang/video
8. Modul pelatihan
9. Panduan simulasi

PELATIHAN GIZI BENCANA


30
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
VI. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran
A. Pembukaan sesi pembelajaran (5 menit), fasilitator
1. Menyapa peserta.
2. Melakukan bina suasana untuk menaikkan semangat peserta dan mengajak fokus peserta agar
siap mengikuti pembelajaran.
3. Memperkenalkan diri.
4. Menyampaikan tujuan pembelajaran dengan menggunakan bahan tayangan dan deskripsi
singkat materi yang akan ajarkan

B. Penyajian (120 menit), fasilitator


1. Menyampaikan materi pokok Peran pihak-pihak yang terlibat dalam tanggap darurat bencana
(10 menit)
a. Pemerintah
b. Mitra Non Pemerintah
2. Menyampaikan materi pokok koordinasi subklaster gizi (15 menit)
a. Memfasilitasi pertemuan subklaster gizi
b. Koordinasi lintas sektor terkait
3. Memberikan kesempatan bertanya pada peserta (5 menit)
4. Melakukan penugasan simulasi pertemuan koordinasi sub klaster gizi (90 menit)

C. Penutup (10 menit), fasilitator


1. Merangkum pembelajaran dengan mengajak peserta untuk mengulang hal-hal yang penting
sekaligus.
2. Menutup sesi dengan ucapan terima kasih.

VII. Uraian Materi


A. Materi Pokok 1: Peran pihak-pihak yang terlibat dalam tanggap darurat

1. Pemerintah
Komando penanganan bencana oleh pemerintah dilakukan melalui Sistem Komando Penanganan
Darurat Bencana (SKPDB) dan melalui Koordinasi Klaster Penanggulangan Bencana. Mekanisme
klaster dan SKPDB saling melengkapi dan bukan menggantikan yang satu dengan yang lainnya.
Mekanisme SKPDB mengatur rantai komando penanganan darurat bencana berdasarkan tingkatan
bencana. Sementara itu, mekanisme klaster membantu perangkat SKPDB dalam mengkoordinir
mobilisasi sumberdaya dan pihak-pihak yang terlibat dalam respon bencana berdasarkan sektor
kerja.

SKPDB diaktifkan berdasarkan penetapan status keadaan darurat bencana yang ditetapkan oleh
pemerintah atau pemerintah daerah terdampak. Status keadaan darurat tingkat nasional ditetapkan
oleh presiden, status keadaan darurat tingkat provinsi ditetapkan oleh gubernur, sedangkan status
keadaan darurat tingkat kabupaten/kota ditetapkan oleh bupati/walikota. Mekanisme SPDB dapat
dipelajari lebih lanjut pada Perka BNPB no 3 tahun 2016.

Peran Khusus pemerintah dalam mekanisme klaster penanggulangan bencana adalah sebagai
koordinator klaster dengan pembagian tugas sebagai berikut. Badan Nasional Penanggulangan
Bencana dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah merupakan badan pemerintah yang memiliki
peran untuk mengkoordinir upaya tanggap darurat. Mereka didukung kementerian dan lembaga
terkait termasuk TNI dan POLRI baik di tingkat nasional maupun di tingkat daerah, bergantung

PELATIHAN GIZI BENCANA


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
31
pada skala bencana yang terjadi. Perlu diingat, pada situasi bencana pemerintah daerah setempat
juga dapat terdampak oleh bencana.

2. Mitra Non pemerintah


Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana dan Krisis Kesehatan harus mengoptimalkan
penggunaan sarana prasarana kesehatan dan Perbekalan Kesehatan yang tersedia, serta
mendayagunakan sumber daya manusia Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, badan usaha,
lembaga non pemerintah, dan masyarakat. Badan usaha, lembaga nonpemerintah, dan masyarakat
harus berpartisipasi dalam penyelenggaraan Penanggulangan Krisis Kesehatan.

Masing-masing berkontribusi dalam penanganan dampak bencana yang terjadi dengan sumber
daya yang mereka miliki. Keterlibatan masing-masing pihak dapat berbeda-beda dari satu
kejadian bencana dengan kejadian bencana lainnya. Hal ini bergantung pada skala bencana,
tahapan respon, dan sumber daya yang dibutuhkan dalam kegiatan tanggap bencana. Beberapa
organisasi/instansi yang berperan dalam Pencarian dan Penyelamatan biasanya hanya terlibat di
masa awal terjadinya bencana. Namun, organisasi/instansi yang memberikan dukungan pemulihan
mata pencaharian para penyintas biasanya terlibat hingga akhir masa transisi ke pemulihan.

LSM bersifat independen, berkomitmen terhadap kepentingan dan nilai tertentu. Kepentingan dan
nilai ini mendorong prioritas operasional kelompok dan membentuk sumber daya yang mereka
berikan.Setiap LSM dapat berperan dalam satu atau lebih sektor penanggulangan bencana,
bergantung kapasitas sumber daya dan pengalaman yang mereka miliki. Misalnya, LSM A hanya
mendukung penyediaan makanan, sedangkan LSM B menyediakan dukungan pangan, gizi serta
dukungan hunian bagi para penyintas.

LSM juga terdiri dari organsiasi profesi contohnya Persatuan Alhi Gizi (PERSAGI) dan Asosiasi Ibu
Menyusui Indonesia (AIMI) yang juga dapat terlibat dalam penanganan bencana bidang gizi. LSM
juga dapat terdiri dari organisasi berbasis keagaamaan.

Khususnya LSM yang berada pada lokasi bencana seringkali menjadi salah satu kelompok yang
memberikan dukungan pertama kepada para penyintas. Biasanya mereka miliki informasi awal
tentang dampak bencana serta memiliki pemahaman tentang lokasi dan kondisi sosial budaya
masyarakat terdampak.

Pada situasi bencana, organisasi-organisasi Badan PBB berperan dalam mendukung pemerintah
pada sektor-sektor penanganan bencana yang relevan sesuai dengan mandat dari masing-masing
organisasi.Organisasi Badan PBB ini berkerja sama dengan kementerian/lembaga yang terkait.
UNICEF misalnya, berperan untuk membantu penanganan bencana pada sektor Gizi, Air Bersih
dan Sanitasi, serta Pendidikan.

Badan PBB, mitra pembangunan termasuk negara-negara donor bermitra dengan LSM nasional
untuk melakukan respon gizi. Peran lembaga internasional dan lembaga non-pemerintah dalam
penanggulangan bencana secara umum diatur dalam PP nomor 23 tahun 2008.

Palang Merah Indonesia (PMI) merupakan pendukung layanan kemanusiaan dari Pemerintah
Indonesia. PMI bekerja berkoordinasi dengan BNPB dan BPBD dalam aktivitas penanganan darurat
bencana. PMI memiliki staf dan relawan terlatih di bidang tanggap bencana di seluruh Indonesia

PELATIHAN GIZI BENCANA


32
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
yang sering melakukan respon pertama saat kejadian bencana. PMI menerima dukungan jika terjadi
bencana dari komponen internasional yaitu Federasi Internasional Gerakan Palang Merah dan
Bulan Sabit Merah (IFRC) dalam konteks bencana dan Komite Palang Merah dan Bulan Sabit Merah
(ICRC) dalam penanganan konflik. Pada respon gizi seringkali PMI terlibat dalam penyelenggaraan
pangan melalui dapur umum.

Keterlibatan lembaga usaha merupakan salah satu dari 3 pillar penanganan bencana di Indonesia.
Keterlibatan lembaga usaha dalam penanganan becana dapat berupa bantuan tunai maupun non-
tunai. Lembaga usaha dapat terlibat dalam setiap sektor penanggulangan bencana seperti pada
sektor bantuan pangan, telekomunikasi, transportasi, infrastruktur, pemulihan mata pencaharian,
hunian dan lain sebagainya bergantung pada kapasitas dan sumberdaya yang dimiliki. Peran
lembaga usaha dalam penanganan bencana diatur dalam Perka BNPB nomor 12 tahun 2014.

Peran institusi pendidikan universitas dan politeknik kesehatan respon gizi antara lain yaitu
menyediakan dukungan teknis dan SDM untuk mendukung pelaksanaan kajian dampak dan
analisa kebutuhan, pemetaan sasaran, pelaksanaan penapisan, pemantauan dan evaluasi, serta
berbagai pelaksanaan kegiatan intervensi. Dukungan yang diberikan bergantung pada kapasitas
masing-masing institusi.

Relawan memberikan dukungan dan kontribusi untuk tanggap bencana secara individu dan
kelompok. Relawan dapat berasal dari berbagai pihak yang terlibat mulai dari instansi pemerintah,
organisasi masyrakat dan LSM, perguruan tinggi dan dunia usaha.
Peran relawan dari berbagai kalangan sangat penting pada situasi bencana namun dapat
menimbulkan beban apabila tidak terorganisir dan disalurkan sesuai dengan kompetensinya.
Host: Terdapat sejumlah kelompok relawan terorganisir yang terkemuka di indonesia, seperti:
Relawan Satgana di bawah PMI, Tagana (Unit Kesiapsiagaan Siaga Bencana) di bawah naungan
Kementerian Sosial, DASIPENA di bawah bimbingan Kementerian Kesehatan, dan lain sebagainya.
Peran relawan dalam penanganan bencana diatur dalam Perka BNPB nomor 17 tahun 2011.

B. Materi Pokok 2: Pertemuan Koordinasi Sub klaster gizi


Kegiatan koordinasi penanganan gizi pada situasi bencana terdiri dari:
a. Aktivasi mekanisme koordinasi penanganan gizi;
b. Pertemuan koordinasi sub klaster gizi;
c. Pertemuan koordinasi kelompok kerja;
d. Penugasan Tim Gerak Cepat (TGC) gizi; dan
e. Koordinasi lintas program dan lintas sektor.
Alur koordinasi respon gizi pada masa tanggap darurat dapat dilihat pada bagan di bawah ini.

PELATIHAN GIZI BENCANA


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
33
Gambar 2. ALur kegiatan Koordinasi Penanganan Gizi pada Masa Tanggap Darurat

1. Memfasilitasi pertemuan subklaster gizi


Pertemuan koordinasi berfungsi untuk memastikan agar mitra sub klaster gizi memiliki gambaran
yang sama tentang prioritas respon gizi, serta langkah-langkah operasional yang perlu dilakukan.
Pertemuan koordinasi dipimpin oleh koordinator sub klaster gizi di masing-masing tingkatan dan
diikuti oleh mitra sub klaster gizi. Pertemuan koordinasi sub klaster gizi dilaksanakan secara rutin
selama masa tanggap darurat.

Sebelum pertemuan sub klaster gizi dilakukan, lokasi secretariat sub klaster gizi perlu ditetapkan
sebagai pusat koordinasi sub klaster. Sekretariat sub klaster gizi merupakan ruangan pada
bangunan atau tenda yang memenuhi syarat keamanan yang ditetapkan sebagai pusat koordinasi
dan pertukaran informasi terkait dengan respon gizi. Idealnya sekretariat sub klaster gizi di wilayah
bencana terletak berdekatan dengan sekretariat klaster kesehatan. Setelah lokasi sekretariat
ditetapkan, koordinator sub klaster gizi di masing-masing tingkatan perlu menginformasikan lokasi
yang menjadi pusat koordinasi dan pertukaran informasi tersebut kepada para mitra sub klaster
gizi dan klaster kesehatan.

Persiapan pertemuan koordinasi sub klaster gizi terdiri dari:


a. Identifikasi mitra sub klaster gizi. Koordinator sub klaster gizi berkoordinasi dengan posko PDB
untuk mendapatkan daftar kontak lembaga yang bergerak dalam pelayanan gizi.
b. Menyusun agenda pertemuan sub klaster gizi. Agenda pertemuan dipersiapkan berdasarkan
fokus pembahasan respon antara lain analisis situasi dan kesenjangan respon gizi, serta
pembagian tugas siapa melakukan apa dimana. Lihat topik pembahasan
c. Menyebarkan undangan pertemuan. Sedapat mungkin undangan disebarluaskan kepada
organisasi yang turut serta dalam respon gizi agar dapat berpartisipasi dalam pertemuan sub
klaster gizi.
PELATIHAN GIZI BENCANA
34
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
Topik-topik pembahasan pada pertemuan koordinasi sub klaster gizi, antara lain:
a. Identifikasi pelaku penanggulangan bencana di bidang gizi serta memetakan sumber daya dan
wilayah kerja mitra sub klaster gizi;
b. Koordinasi pengkajian cepat dan analisa kebutuhan;
c. Penyusunan rencana respon gizi;
d. Koordinasi dan kerjasama dengan sektor/sub klaster/klaster lain yang terkait dengan upaya
pelaksanaan pelayanan gizi;
e. Pedoman dan standar yang digunakan;
f. Peningkatan kapasitas SDM;
g. Pemantauan, evaluasi pelaporan dan pembelajaran;
h. Advokasi untuk mendukung respon gizi.
i. Memfasilitasi penyusunan rencana tindak lanjut, termasuk menyepakati jadwal pertemuan
berikutnya.
j. Memastikan isu-isu terkait anak dan perempuan penyandang disabilitas dan dukungan untuk
kelompok tersebut dimasukkan ke dalam rencana kerja.

Setelah pertemuan selesai, perlu dipastikan akan notulensi pertemuan Sub Klaster Gizi dan
rencana tindak lanjut dibagikan kepada peserta pertemuan serta mitra terkait. Dokumen tersebut
perlu di dokumentasikan di platform yang disepakati (misalnya: situs web/google drive1) dan dapat
diakses oleh para mitra sub klaster gizi.

Gambar 3. Alur diseminasi notulen pertemuan sub klaster gizi

Pertemuan Koordinasi Kelompok Kerja (Pokja). Pokja merupakan mekanisme koordinasi teknis
penanganan gizi di bawah Sub Klaster Gizi. Berdasarkan kebutuhan, Pokja dapat dibentuk untuk
setiap komponen intervensi gizi, yaitu Pokja PMBA, Pokja Pencegahan dan Penanganan Gizi Buruk
dan Pokja Suplementasi Gizi. Koordinator Pokja merupakan anggota sub klaster gizi yang dipilih
berdasarkan kesepakatan para pertemuan sub klaster gizi.

1. Koordinasi lintas sektor terkait


Koordinasi lintas program dan lintas sektor bertujuan untuk mengoptimalkan intervensi gizi bagi
kelompok rentan di wilayah bencana. Termasuk untuk memastikan agar dukungan bagi anak- anak
dan perempuan penyandang disabilitas dapat diberikan. Misalnya dengan klaster pendidikan,
PELATIHAN GIZI BENCANA
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
35
dan klaster pengungsian dan perlindungan untuk memastikan agar intervensi gizi di sekolah dan
layanan ruang ramah ibu dan anak memperhatikan dukungan bagi anak-anak dan perempuan
penyandang disabilitas.

Koordinasi lintas sektor pada situasi bencana dilakukan diantaranya melalui pertemuan koordinasi
lintas sektor atau pertemuan lintas klaster. Pertemuan lintas sektor atau lintas klaster dipimpin oleh
pemerintah daerah/ BPBD di wilayah terdampak.

Pertemuan lintas sektor merupakan wadah untuk mendapatkan dukungan teknis maupun kebijakan
dari pemerintah daerah maupun sektor terkait, terhadap permasalahan gizi yang terkait dengan
sektor lain.

Melalui mekanisme klaster kesehatan, koordinator Sub Klaster gizi dan mitra perlu memastikan
agar permasalahan dan tantangan yang dihadapi di dalam upaya penanganan gizi dibahas pada
pertemuan koordinasi klaster kesehatan dan pertemuan koordinasi lintas sektor.

PELATIHAN GIZI BENCANA


36
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
PELATIHAN GIZI BENCANA
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
37
VIII. Rangkuman
Modul inti 2 membahas tentang koordinasi penanganan gizi pada masa tanggap darurat
disampaikan melalui ceramah interaktif, curat pendapat dan simulasi. Ceramah interaktif
menyampaikan materi pokok 1) peran pihak-pihak yang terlibat dalam tanggap darurat bencana
meliputi pemerintah dan mitra non pemerintah; dan 2) koordinasi sub klaster gizi yang memuat
memfasilitasi pertemuan sub klaster gizi dan koordinasi lintas sektor terkait.

IX. Referensi
1. Pedoman Pelaksanaan Respon Gizi Pada Masa Tanggap Darurat, Direktorat Gizi, Kementerian
Kesehatan RI: 2020
2. Peraturan BNPB nomor 03 tahun 2016, tentang Sistem Komando Penanganan Darurat Bencana
(SKPDB)
3. Pedoman Penanganan Gizi dalam Penanggulangan Bencana, Direktorat Gizi, Kementerian
Kesehatan RI: 2018

PELATIHAN GIZI BENCANA


38
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
MODUL
INTI 3
MODUL INTI 3.
KAJIAN DAMPAK BENCANA

I. Deskripsi Singkat
Mata pelatihan ini membahas tentang jenis dan tahapan kajian dampak bencana, tahapan manajemen
informasi subklaster gizi dan kajian dampak bencana. Pelaksanaan kajian dampak bencana berperan
sebagai dasar penyusunan analisis kebutuhan dan rencana respon gizi. Manajemen informasi
sub klaster gizi merupakan sebuah proses pengelolaan data dan informasi yang didapatkan dari
kegiatan kajian dampak untuk menghasilkan produk informasi dalam rangka mendukung kegiatan
respon gizi.

II. Tujuan Pembelajaran


A. Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini peserta mampu melakukan kajian dampak bencana.

B. Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu:
1. Menjelaskan jenis dan tahapan pelaksanaan kajian dampak bencana
2. Menjelaskan tahapan manajemen informasi subklaster gizi
3. Melakukan kajian dampak bencana

III. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok


A. Materi Pokok 1: Jenis dan tahapan pelaksanaan kajian dampak bencana
1. Analisis data pra bencana dan penilaian kebutuhan awal
2. RHA Gizi
3. Penapisan Ibu hamil dan balita
4. Kajian multi sektor
5. Survei cepat gizi

B. Materi Pokok 2: Tahapan Manajemen Informasi subklaster gizi


1. Perencanaan
2. Pengumpulan data
3. Pengolahan dan penyajian data
4. Analisis dan pemanfaatan data
5. Penyebaran & Dokumentasi produk informasi

C. Materi Pokok 3: Melakukan Kajian Dampak Bencana


1. Perencanaan
2. Pengumpulan data
3. Analisis
4. Pelaporan
5. Diseminasi

IV. Metode
Metode yang digunakan pada materi ini adalah:
1. Ceramah interaktif
2. Diskusi Kelompok (IHB 2&3)
3. Simulasi(IHB 2&3)

PELATIHAN GIZI BENCANA


40
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
V. Media dan Alat Bantu
Media yang digunakan pada materi ini adalah:
1. LCD
2. Laptop
3. Layar
4. Flip Chart
5. ATK
6. Metaplan
7. Bahan tayang
8. Modul pelatihan
9. Panduan Diskusi Kelompok
10. Panduan Simulasi

VI. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran


A. Pembukaan sesi pembelajaran (5 menit), fasilitator
1. Menyapa peserta.
2. Melakukan bina suasana untuk menaikkan semangat peserta dan mengajak fokus peserta
agar siap mengkuti pembelajaran.
3. Memperkenalkan diri.
4. Menyampaikan tujuan pembelajaran dengan menggunakan bahan tayangan dan deskripsi
singkat materi yang akan ajarkan

B. Penyajian (255 menit), fasilitator


1. Menyampaikan materi pokok Jenis dan tahapan pelaksanaan kajian dampak bencana (20
menit)
a. Analisis data pra bencana dan penilaian kebutuhan awal
b. RHA Gizi
c. Penapisan Ibu hamil dan balita
d. Kajian multi sektor
e. Survei cepat gizi
2. Menyampaikan materi pokok tahapan manajemen informasi subklaster gizi (20 menit)
a. Perencanaan
b. Pengumpulan data
c. Pengolahan dan penyajian data
d. Analisis dan pemanfaatan data
e. Penyebaran dan dokumentasi produk informasi
3. Menyampaikan materi materi pokok Melakukan kajian dampak bencana (20 menit)
a. Perencanaan
b. Pengumpulan data
c. Analisis
d. Pelaporan
e. Diseminasi
4. Melakukan diskusi kelompok (90 menit)
5. Memberikan kesempatan bertanya pada peserta (5 menit)
6. Memberikan tanggapan terhadap pertanyaan peserta dan mengubungkan dengan materi
yang telah disampaikan (10 menit)
7. Melakukan simulasi gabungan (90 menit)

PELATIHAN GIZI BENCANA


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
41
C. Penutup (10 menit), fasilitator
1. Merangkum pembelajaran dengan mengajak peserta untuk mengulang hal-hal yang
penting sekaligus.
2. Menutup sesi dengan ucapan terima kasih.

VII. Uraian Materi


A. Materi Pokok 1: Jenis dan tahapan pelaksanaan kajian dampak bencana
Jenis dan tahapan pelaksanaan kajian dampak bencana sesuai dengan waktu pelaksanaannya
terdiri dari analisis data pra bencana dan penilaian kebutuhan awal, Rapid health assessment
gizi, penapisan balita, ibu hamil dan ibu menyusui, kajian multi sektor dan survei gizi. Alur
kegiatan kunci kajian dampak bencana terkait gizi dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 1. Jenis dan tahapan pelaksanaan kajian dampak bencana

B. Analisis data pra bencana dan penilaian kebutuhan awal


Analisis data pra-bencana dan penilaian kebutuhan awal dilakukan pada fase siaga darurat
atau segera setelah kejadian bencana dengan menggunakan informasi pra-bencana, untuk
melakukan estimasi dampak bencana dan kebutuhan terhadap sasaran gizi. Analisis data
pra-bencana dan penilaian kebutuhan awal bertujuan untuk sedini mungkin menyiapkan
rencana intervensi serta mengidentikasi sumberdaya yang diperlukan untuk penanganan gizi
berdasarkan estimasi dampak bencana terhadap pelayanan gizi di daerah terdampak dengan
menggunakan data-data yang tersedia seperti data status gizi sebelum bencana, data kelompok
sasaran dan rencana kontinjensi yang telah disusun.
Analisis data pra-bencana dilakukan dengan melakukan estimasi jumlah dan sebaran kelompok
sasaran, status layanan kesehatan, status gizi pada wilayah terdampak, akses terhadap makanan
bergizi dan akses terhadap layanan dasar.
Data-data yang diperlukan antara lain adalah:
• Status gizi
• Data-data kapasitas dan summberdaya (SDM, Obat dan perbekalan kesehatan)
• Jumlah TAG
• Jumlah konselor
• Jumlah peserta terlatih gizi bencana
• Sebaran kelompok rentan
• Potensi bencana

PELATIHAN GIZI BENCANA


42
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
Data-data yang dikumpulkan dan sumbernya dapat dilihat pada lampiran C Tabel indikator
dan sumber data kajian dampak bencana dan analisis kebutuhan gizi.

Gambar 2. Sigizi terpadu sebagai sumberdata status gizi prabencana

Gambar 3. Contoh analisis situasi gizi . Sumber: https://gizi.kemkes.go.id/gizi_bencana/respon_bencana

PELATIHAN GIZI BENCANA


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
43
C. RHA Gizi
RHA gizi merupakan bagian dari RHA yang dilaksanakan oleh klaster kesehatan yang bertujuan
untuk mengukur dampak bencana terhadap sektor kesehatan serta mengidentifikasi kebutuhan
prioritas penduduk terdampak yang memerlukan respon cepat. RHA dilaksanakan oleh dinas
kesehatan setempat dan dilaporkan pada 24 jam setelah kejadian dan di perbaharui secara
berkala sampai dengan 72 jam setelah kejadian. RHA gizi bertujuan untuk memberikan
gambaran awal tentang dampak bencana terhadap kelompok sasaran gizi, jumlah sasaran gizi
yang terdampak, serta sebarannya.
Penanggung jawab gizi/koordinator sub klaster gizi di masing-masing wilayah terdampak
bertugas untuk membentuk Tim RHA Gizi yang akan terlibat dalam pelaksanaan RHA.
Informasi yang dilaporkan pada RHA mencakup:
1. Jumlah dan sebaran sasaran diwilayah terdampak
2. Respon gizi yang sudah dilakukan
3. Infrastruktur kesehatan yang terdampak dan yang masih beroperasi
4. Ketersediaan SDM
5. Ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan
Format laporan RHA disediakan pada lampiran D.

D. Penapisan Ibu hamil dan balita


Penapisan dilaksanakan melalui pengumpulan data antropometri, dengan menggunakan pita
LiLA dan alat antropometri lainnya pada sasaran kelompok rentan. Penapisan pada balita berusia
6-59 bulan dan ibu hamil dilakukan dengan menggunakan pita Lingkar Lengan Atas (LiLA).
Penapisan pada bayi 0-5 bulan menggunakan pengukuran berat badan dan panjang badan,
atau menggunakan pitting edema bilateral. Balita yang teridentifikasi mengalami masalah gizi
harus dikonfirmasi dengan pengukuran berat badan dan tinggi badan.

Penapisan perlu dilaksanakan segera setelah bencana untuk mengidentifikasi jumlah dan
sebaran balita gizi kurang dan gizi buruk sehingga dapat segera ditangani mengingat tingginya
risiko kesakitan dan kematian pada balita gizi kurang dan gizi buruk pada situasi bencana.
Apabila situasi memungkinkan, penapisan pada kelompok rentan lainnya (Lansia, Penderita
Penyakit Kronik) juga perlu dilakukan.

Untuk merencanakan pelaksanaan penapisan, maka lokasi daerah terdampak dan lokasi
-lokasi pengungsian perlu diidentifikasi terlebih dahulu. Identifikasi lokasi pengungsian dapat
dilaksanakan melalui kunjungan lapangan atau melalui daftar lokasi pengungsian yang dimiliki
oleh pemerintah daerah, BPBD atau klaster perlindungan dan pengungsian. Penanggung jawab
gizi di masing-masing wilayah perlu memeriksa ketersediaan pita LiLA & antropometri kit.

Apabila jumlah yang tersedia tidak mencukupi untuk dapat melaksanakan penapisan secara
cepat, maka penanggung jawab program gizi perlu segera menginformasikan kebutuhan kepada
Dinkes/ Kemenkes secara berjenjang. Dukungan Sumber Daya Manusia (SDM) pelaksana
penapisan antara lain dapat diperoleh dari koordinator relawan Posko PDB yang dikelola oleh
BNPB/BPBD, atau melalui dukungan mitra sub klaster gizi dan relawan.

Perlu dipastikan agar SDM yang akan terlibat telah dilatih untuk melaksanakan penapisan.
Pelaksanaan penapisan dilakukan berdasarkan petunjuk teknis pelaksanaan penapisan dan
surveilans gizi. Balita gizi kurang dan gizi buruk yang ditemukan segera dirujuk ke fasilitas
kesehatan yang ditentukan.

PELATIHAN GIZI BENCANA


44
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
Koordinator sub klaster gizi perlu melaporkan data- data terkait kepada koordinator klaster
kesehatan. Data-data yang perlu dilaporkan antara lain:
a. Jumlah Balita yang diskrining
b. Jumlah Balita Gizi Kurang dan Jumlah Balita Gizi Buruk
c. Jumlah Balita Gizi Kurang dan Jumlah Balita Gizi Buruk yang telah dirujuk
d. Jumlah Ibu Hamil KEK
e. Jumlah Ibu Hamil KEK yang telah dirujuk

Gambar 4. Pelaksanaan Penapisan di Pengungsian

E. Kajian multi sektor


Kajian multi sektor dilakukan secara terpadu oleh perwakilan dari berbagai sektor/klaster
penanggulangan bencana yang dikoordinir oleh BNPB/pemerintah daerah/ BPBD (tergantung
skala bencana.Kajian multi sektor bertujuan untuk mendapatkan gambaran situasi umum
tentang dampak bencana terhadap berbagai sektor penanggulangan bencana.

Kajian multi sektor merupakan kajian lanjutan dari pelaksanaan RHA dan dilaksanakan segera
setelah situasi memungkinkan, idealnya pada minggu pertama kejadian bencana (hari ke 3-7
setelah bencana.

Sub klaster gizi bertugas untuk memastikan agar sektor gizi dapat terwakili didalam kajian multi
sektor, langkah-langkah berikut perlu dilakukan:
a. Berkoordinasi dengan pemerintah daerah/BPBD/ BNPB (koordinator kajian multi sektor)
untuk dapat dilibatkan dalam perencanaan kajian multi sektor.
b. Mengirimkan perangkat kajian gizi kepada koordinator pelaksana kajian multi sektor.

Berdasarkan tingkatan status kedaruratan (Kabupaten/ Kota, Provinsi atau Nasional), penanggung
jawab gizi/ koordinator sub klaster gizi pada tingkatan tersebut menugaskan SDM yang terlatih
dalam kajian gizi untuk dapat mendukung proses pelaksanaan kajian multi sektor.

PELATIHAN GIZI BENCANA


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
45
SDM yang terlibat berperan dalam memberikan dukungan teknis dari aspek penanganan
masalah gizi di dalam perencanaan, pelaksanaan, analisa data dan pelaporan kajian multi
sektor. Apabila SDM yang tersedia tidak mencukupi, maka penanggung jawab gizi di wilayah
terdampak dapat mengajukan dukungan SDM secara berjenjang kepada Dinkes/Kemenkes
serta dukungan dari mitra sub klaster gizi.
Perangkat kajian multi sektor disediakan pada lampiran E.

Gambar 5. Contoh visualisasi data hasil kajian multi sektor

F. Survei cepat gizi

Survei cepat gizi dilakukan pada saat kondisi


sudah mulai stabil memasuki fase transisi
darurat ke pemulihan (paling cepat dalam
7-14 hari setelah bencana). Survei cepat gizi
bertujuan untuk mendapatkan informasi yang
relevan sebagai dasar intervensi penanganan
gizi pada masa transisi ke pemulihan serta
rencanaintervensi paska bencana (rehabilitasi
dan rekonstruksi).

Survei gizi dilaksanakan secara terkoordinir


bersama dengan anggota kelompok kerja dan
mitra sub klaster gizi.

Penanggung jawab gizi/koordinator sub klaster


gizi atau Koordinator Pokja penanganan gizi
yang terkait bertugas untuk membentuk tim Gambar 6. Pelaksanaan Survey PMBA
survei cepat gizi.

PELATIHAN GIZI BENCANA


46
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
Koordinator survei perlu untuk memastikan ketersediaan sumber daya yang dibutuhkan (SDM,
alat dan bahan, dukungan operasional) termasuk melakukan pelatihan tata cara pengumpulan
data bagi enumerator yang akan terlibat. Contoh perangkat survei cepat gizi disediakan pada
lampiran F.

G. Materi Pokok 2: Tahapan Manajemen Informasi subklaster gizi


Manajemen informasi dan surveilans gizi mencakup kegiatan analisis yang dilakukan secara
sistimatis dan terus menerus terhadap masalah gizi serta faktor-faktor yang berpengaruh.
Analisis yang dilakukan antara lain analisis tren status gizi masyarakat di daerah terdampak,
serta analisis kesenjangan respon gizi. Koordinator sub klaster gizi bertugas untuk memastikan
berjalannya fungsi manajemen informasi dan surveilans gizi.

Teknis pelaksanaan manajemen informasi sub klaster gizi dilakukan oleh tenaga pelaksana
yang ditunjuk oleh koordinator sub klaster gizi dengan dukungan dari TGC Gizi, Tim Data dan
Informasi Klaster Kesehatan serta mitra yang kompeten. Tim Data dan Informasi di sub klaster
gizi kabupaten/kota, provinsi dan nasional memberikan informasi terkait upaya respon gizi pada
Tim Data dan Informasi Klaster Kesehatan Nasional.

Gambar 7. Alur Kegiatan Kunci Manajemen Informasi Subklaster gizi

1. Perencanaan
Rencana manajemen informasi dan surveilans gizi dibuat oleh staf yang ditunjuk oleh
penanggung jawab gizi/ koordinator sub klaster gizi. Rencana manajemen informasi dan
surveilans gizi mencakup pembuatan alur penyampaian informasi, daftar sumber data, sistem
pengarsipan, daftar pembagian tugas, daftar jenis produk informasi yang akan dibuat, jadwal
dan frekuensi pelaporan, serta metode penyebaran yang akan digunakan. Contoh rencana
manajemen informasi dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Frekwensi Penanggung Diseminasi


No Produk Informasi Sumber Data Pembaharuan/ Jawab Kepada Status
pelaporan

1 Daftar Kontak

2 Peta Sasaran

3 Peta Kesenjangan

4 Informasi 4W

PELATIHAN GIZI BENCANA


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
47
2. Pengumpulan data
Data yang diperlukan dalam pelaksanaan manajemen informasi dan surveilans gizi adalah:
a. Data pengungsi, jumlah sasaran yang terdampak berdasarkan usia, jenis kelamin, kerentanan
termasuk disabilitas
b. Data penyakit
c. Data status layanan kesehatan (fasilitas kesehatan, SDM kesehatan)
d. Status gizi masyarakat sebelum dan setelah bencana dan praktik yang terkait seperti praktik
PMBA dan PHBS
e. Sumber daya terkait penanganan gizi yang tersedia termasuk sumberdaya mitra (SDM, alat
dan bahan, dukungan operasional)
f. Ketersediaan logistik gizi

Sumber data-data di atas diperoleh dari:


a. RHA Gizi
b. Penapisan/pengukuran antropometri
c. Kajian multi sektor
d. Kajian sektor kesehatan dan sektor lain yang terkait (sektor air bersih, pangan dll)
e. Survei Gizi
f. Informasi dari mitra sub klaster gizi dan instansi terkait
g. Data sekunder yang tersedia sebelum bencana (pra-bencana)

3. Pengolahan dan penyajian data


Tim data dan informasi sub klaster gizi mengolah dan menyajikan data yang dikumpulkan berupa
produk-produk informasi dalam bentuk, diagram, tabel, peta, infografis dan lain sebagainya.
Contoh-contoh produk informasi yang diperlukan antara lain:
a. Peta jumlah dan sebaran kelompok sasaran (contoh pada Gambar 3);
b. Peta Intervensi Gizi yang sudah dilakukan, misalnya: peta dapur PMBA yang sudah
dilaksanakan, peta sebaran kasus gizi kurang dan gizi buruk yang diidentifikasi dan
ditangani, dan peta sebaran sasaran suplementasi gizi (contoh pada Gambar 4);
c. Pemetaan 4W: siapa melakukan apa, dimana, dan kapan (contoh pada Gambar 5); dan
d. Infografis Kemajuan dan Kesenjangan respon gizi (contoh pada Gambar 6).

Gambar 8. Contoh pemetaan sasaran kelompok rentan

PELATIHAN GIZI BENCANA


48
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
Gambar 9. Contoh Pemetaan Kesenjangan Intervensi

Gambar 10. Contoh Pemetaan Siapa Melakukan Apa Dimana

PELATIHAN GIZI BENCANA


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
49
Dashboard Respon Sub Klaster Gizi [Nama Bencana] - Periode [Bulan & Tahun]

Gambar 11. Contoh Infografis Siapa Melakukan Apa dimana

4. Analisis dan pemanfaatan data


Analisis dilakukan oleh koordinator sub klaster gizi bersama dengan mitra sub klaster gizi
berdasarkan data yang telah diolah dan disajikan oleh staf pelaksana manajemen informasi.
Aspek-aspek yang dianalisis antara lain:
a. Status gizi kelompok rentan (meningkat/menurun/sama saja, faktor-faktor yang
mempengaruhi perubahan tersebut);
b. Kesenjangan intervensi (kelompok sasaran atau wilayah yang belum tertangani);
c. Kesenjangan implementasi respon gizi (sejauh mana rencana respons gizi sudah terlaksana,
apakah diperlukan penyesuaian intervensi); dan
d. Kesenjangan sumberdaya (apakah sumberdaya yang tersedia baik SDM, obat dan perbekalan
kesehatan terkait gizi telah mencukupi, sumber daya apa saja yang masih dibutuhkan, apa
yang mungkin terjadi apabila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi dalam kurun waktu satu,
dua atau tiga minggu kedepan).
Rekomendasi hasil analisis data/RHA dimanfaatkan sebagai dasar pengambilan keputusan
di dalam menyesuaikan rencana respon gizi serta mobilisasi sumber daya untuk memenuhi
kesenjangan.

5. Penyebaran & Dokumentasi produk informasi


Diseminasi hasil surveilans gizi dan analisis kesenjangan respons disampaikan secara berjenjang
kepada Tim Data dan Informasi Klaster Kesehatan serta Dinkes/Kemenkes (Bagan 13).
Produk-produk informasi disebarkan melalui:
a. Pertemuan koordinasi penanganan gizi dan pertemuan antar klaster/lintas sektor;
b. Laporan situasi (harian) Sub Klaster Gizi;
c. Papan informasi di sekretariat sub klaster;
d. SitusWeb/portal penanggulangan bencana dan portal lainnya yang disepakati; dan
e. Sirkulasi softcopy melalui e-mail dan media sosial.

PELATIHAN GIZI BENCANA


50
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
Produk-produk informasi yang telah dibuat kemudian disimpan di platform yang disepakati antara
staf pelaksana manajemen informasi dan koordinator sub klaster gizi di setiap tingkatan serta
memastikan agar produk-produk tersebut dapat diakses dengan mudah. Diseminasi Produk
informasi mengikuti alur penyebaran informasi krisis kesehatan dibawah ini. Tim manajemen
informasi sub klaster gizi perlu memberikan data dan produk informasi kepada koordinator sub
klaster gizi, dengan tembusan kepada tim data dan informasi Klaster Kesehatan.

Gambar 12. Alur penyampaian informasi dan konfirmasi krisis kesehatan

H. Materi Pokok 3: Melakukan kajian dampak bencana


1. Perencanaan
Perencanaan adalah tahapan pertama dari siklus kajian dampak bencana
Untuk merencakan pengkajian kebutuhan, berikut ini hal-hal yang perlu ditentukan/disepakati.
a. Tujuan pengkajian perlu ditentukan untuk menyepakati cakupan dan tipe assessment
(apakah kaji cepat, kajian multi sektor, survey dll)
b. Target lokasi dan sampling perlu disepakati. Wialayah mana yang akan dijadikan target.
Penentuan dilakukan umumnya seacara purposive (apakah area Urban/rural) ataupun
secara convenient – yang paling mungkin untuk di kunjungi baik secara waktu maupun
akses. Target lokasi juga dapat ditentukan berdasarkan kesenjangan informasi dari daerah
tersebut.
c. Menentukan metode dan tools (kuisioner) Pengkajian.. Khususnya assessment multi sektor,
penting untuk memastikan parangkat yang akan digunakan memiliki pertanyaan gizi
d. Pembagian tugas. Siapa yang melakukan pengambilan data, mencatata, menganalisa,
admin dan logistik, pertimbangkan keseimbangan gender di dalam tim,
e. Menyepakati kapan waktu pengambilan data dan waktu pelaporan.
f. Sumberdaya yang diperlukan: rencana transportasi dan mobilisasi, akomodasi, makanan
dan minuman, perlengkapan, komunikasi dll.

2. Pengumpulan data
Sumber data terbagi menjadi dua yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data
yang diperoleh secara langsung (dari tangan pertama), sementara data sekunder adalah data
yang diperoleh dari sumber yang sudah ada.
PELATIHAN GIZI BENCANA
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
51
Contoh data primer adalah data yang diperoleh dari responden melalui kuesioner, kelompok
fokus, dan panel, atau juga data hasil wawancara dengan narasumber.

Contoh data sekunder misalnya catatan atau dokumentasi, laporan rutin, laporan pemerintah,
hasil survei, dan lain sebagainya. Sumber data kajian dampak yaitu sumber subjek dari tempat
mana data bisa didapatkan. Jika memakai kuisioner atau wawancara didalam pengumpulan
datanya, maka sumber data itu dari responden, yakni orang yang menjawab pertanyaan, yaitu
tertulis ataupun lisan. Sumber data berbentuk responden ini digunakan didalam kajian.

Data dan sumber data kajian dampak bencana bidang gizi dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Selalu tinjau perangkat/kuisioner dan rencana yang sudah ada atau digunakan di masa lalu
dan pertimbangkan bagaimana memanfaatkannya sebaik mungkin. Luangkan waktu untuk
mengadaptasi alat Pengkajian berdasarkan hasil dari data sekunder, kerangka kerja yang
disesuaikan, dan konteksnya. Terjemahkan dengan cermat, lakukan uji lapangan, dan perbaiki
dengan semestinya.

Batasi jumlah pertanyaan yang akan ditanyakan di tingkat lapangan dan jangan mengumpulkan
informasi yang tersedia dari sumber lain, atau yang tidak dapat disusun dan dianalisis dalam
jangka waktu yang diinginkan. Jangan mencari lebih detail dari yang diperlukan.

Pastikan bahwa prioritas yang diungkapkan oleh populasi dan diidentifikasi oleh tim penilai
ditangkap secara sistematis dan konsisten; keduanya dilihat.
a. Pertimbangkan volume data. Saat unit pengukuran semakin kecil (mis. Pada tingkat RT atau
individu) volume data menjadi lebih besar.
b. Pertimbangkan masalah perlindungan data / privasi

Pemilihan sample data primer sebaiknya mempertimbangkan variasi responden. Untuk


memastikan sampel yang terpilih dalam Pengkajian primer telah mewakili populasi yang ada
perlu diperhatikan variasi responden yang diwakili oleh usia, jenis kelamin, dan lainya
Variasi responden sangat penting untuk memastikan kualitas data yang dikumpulkan dan
keterwakilan dari kelompok rentan.
Berikut cara memastikan variasi responden dapat diperoleh:
a. Wawancara jumlah perempuan dan laki-laki yang seimbang
b. Gunakan informan kunci dari berbagai perwakilan kelompok masyarakat
c. Sertakan LSM atau jaringan yang bekerja dengan kelompok yang sulit dijangkau
d. Adakan wawancara pengkajian dengan berbagai segmen populasi secara bersamaan (mis.
Pria dan wanita)

3. Analisis
Pengertian analisis situasi gizi adalah kegiatan pengamatan terhadap kondisi gizi masyarakat
yang bertujuan agar pengambilan keputusan dalam penentuan kebijakan dan program-program
dapat terarah kepada perbaikan gizi masyarakat.

Analisis situasi gizi bertujuan untuk menyediakan informasi secara berkesinambungan tentang
keadaan gizi masyarakat dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Lima tujuan khusus dilakukannya analisis situasi gizi adalah:
a. Memberikan gambaran tentang keadaan pangan dan gizi penduduk terutama golongan
penduduk berisiko tinggi terhadap kerawanan pangan dan gizi. ◊ Sehingga diketahui sifat

PELATIHAN GIZI BENCANA


52
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
dan besaran masalah pangan dan gizi, serta perubahannya. ◊ Dengan mengetahui masalah
gizi kelompok rawan ini maka manajemen program perbaikan gizi yang bersifat promotif,
preventif dan rehabilitatif dapat lebih ditingkatkan, termasuk dalam hal penentuan sasaran
wilayah maupun individunya.
b. Menyediakan informasi bagi analisis penyebab dan faktor-faktor yang berkaitan sehingga
dapat menetapkan pilihan upaya pencegahan yang mungkin langsung atau tidak langsung
terkait dengan program pangan dan gizi.
c. Untuk menunjang pengambilan keputusan oleh pemerintah di berbagai tingkat admnistrasi
yang berkaitan dengan penyusunan prioritas dan pengaturan sumberdaya dan dana untuk
memenuhi kebutuhan program pangan dan gizi baik dalam keadaan normal maupun darurat.
d. Meningkatkan kemampuan prediksi daerah didasarkan atas kecenderungan yang terjadi
saat ini, dalam memperkirakan kemungkinan perubahan keadaan pangan dan gizi yang
akan terjadi. ◊ Bila hal ini dikaitkan dengan potensi, sumberdaya dan dana yang tersedia,
maka akan membantu dalam merumuskan kebijakan.
e. Memantau program pangan dan gizi serta menilai efektivitas dalam pelaksanaannya.

Saat melakukan analisis gizi, perlu memahami hubungan sebab akibat langsung dan yang
mendasar terhadap status gizi. Berdasarkan framework UNICEF, faktor-faktor yang berkontribusi
terhadap masalah gizi dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 13. Kerangka konseptual UNICEF

Berdasarkan kerangka konseptual UNICEF diatas, terdapat 3 tingkatan yang menjadi faktor
penyebab malnutrisi, yaitu:
a. Penyebab langsung, terdiri dari asupan makanan yang tidak memadai dan penyakit.
b. Penyebab tidak langsung, terdiri dari kerawanan pangan rumah tangga, pola asuh dalam
perawatan dan pemberian makanan, dan lingkungan rumah yang tidak sehat dan layanan
kesehatan yang tidak memadai
c. Akar masalah, akses rumah tangga terhadap kuantitas dan kualitas sumber daya yang
memadai seperti tanah, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan teknologi; keuangan yang
tidak memadai; dan konteks sosiokultural, ekonomi, dan politik.

PELATIHAN GIZI BENCANA


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
53
4. Pelaporan
Hal yang perlu diperhatikan untuk membuat pelaporan kajian yang jelas dan tepat:
a. Laporkan secara jelas dan transparan metode, batasan, dan kepercayaan diri atas temuan
b. Gunakan istilah-istilah kunci yang didefinisikan dengan jelas dan menghindari
kesalahpahaman
c. Bedakan antara asumsi dan informasi yang diverifikasi
d. Sertakan peta / visualisasi
e. Pastikan keterwakilan suara mayarakat terdampak dan disagregasi untuk menangkap efek
pada kelompok yang berbeda.
f. Jadikan temuan dapat diakses oleh pemangku kepentingan

Identifikasi dengan jelas kesenjangan informasi / pengkajian kebutuhan lebih lanjut. Referensi
format Laporan RHA gizi dapat dilihat pada lampiran.

5. Diseminasi
Strategi diseminasi harus memberikan detail, format, dan saluran yang berbeda untuk audiens
yang berbeda dalam serangkaian laporan, catatan, atau briefing. Berikut ini adalah beberapa
hal yang dapat dipertimbangkan di dalam merencanakan diseminasi hasil laporan pengkajian
kebutuhan.
a. Gunakan pertemuan rutin klaster kesehatan dan sub klaster gizi
b. Dalam lingkungan yang tidak aman, hasil kajian mungkin mengandung informasi sensitif
yang tidak dapat dibagikan secara public
c. Ingat, kurang berbagi informasi dapat menyebabkan pemrograman yang tidak efisien dan
tidak terencana, kemungkinan terjadinya duplikasi pengkajian ataupun kelelahan (fatigue)
di antara penduduk yang terkena dampak
d. Media informasi yang efektif di masyarakat (toa masjid, broadcast pesan singkat kader,
papan informasi di pengungsian, dll)

VIII. Rangkuman
Modul inti 3 membahas tentang kajian dampak bencana disampaikan melalui kegiatan ceramah
interaktif, diskusi kelompok dan simulasi. Ceramah interaktif menyampaikan materi pokok 1)
jenis dan tahapan kajian dampak bencana memuat analisis data prabencana dan penilaian
kebutuhan awal, RHA gizi, penapisan ibu hamil dan balita, kajian multi sektor dan survei cepat
gizi; 2) Tahapan manajemen informasi subklaster gizi terdiri dariperencanaan, pengumpulan data,
pengolahan dan penyajian data, analisis dan pemanfaatan data, dan penyebaran & dokumentasi
produk informasi; dan 3)Kajian dampak bencana memuat perencanaan, pengumpulan data,
analisis, pelaporan dan diseminasi.

IX. Referensi
1. Pedoman Pelaksanaan Respon Gizi Pada Masa Tanggap Darurat, Direktorat Gizi, Kementerian
Kesehatan RI: 2020
2. Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Buku
Saku Petugas lapangan penanggulangan krisis kesehatan. Jakarta, 2020.

X. Lampiran

A. Penugasan Mata Pelatihan Inti 3. Kajian Dampak Bencana

PELATIHAN GIZI BENCANA


54
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
1. Tujuan penugasan
Pada akhir penugasan, peserta mampu melakukan kajian dampak bencana

2. Metode penugasan
Diskusi kelompok

3. Bahan Latihan
a. Flip Chart
b. Lembar Kasus
c. Peta Kabupaten Z

4. Alokasi Waktu: 2 jam pelajaran @ 45 Menit = 90 menit

5. Langkah-langkah penugasan
a. Fasilitator membagi peserta kedalam kelompok
b. Fasilitator meminta kelompok untuk membuat:
1) Estimasi jumlah sasaran gizi di lokasi terdampak
2) Minta kelompok membuat peta estimasi jumlah sasaran gizi yang mungkin
terdampak bencana
c. Berikan waktu 40 menit bagi kelompok untuk melakukan analisis tersebut
d. Fasilitator meminta kelompok mempresentasikan hasil diskusi dengan waktu 5 menit
per kelompok.
e. Fasilitator memberikan klarifikasi terhadap jawaban apabila di perlukan dan memberikan
rangkuman terhadap langkah-langkah analisis situasi.

Lembar Kasus Mata Pelatihan Inti 3

6. Tujuan penugasan
Pada akhir penugasan, peserta mampu melakukan kajian dampak bencana

7. Metode penugasan
Diskusi kelompok

8. Bahan penugasan
d. ATK
e. Flip Chart
f. Lembar Kasus
g. Post it besar
h. Metaplan
i. Panduan diskusi kelompok

9. Alokasi Waktu: 2 jam pelajaran @ 45 Menit = 90 menit

10. Langkah-langkah penugasan


a. Fasilitator membagi peserta kedalam kelompok
b. Fasilitator meminta kelompok untuk membuat:
3) Estimasi jumlah sasaran gizi di lokasi terdampak
4) Minta kelompok membuat peta estimasi jumlah sasaran gizi yang mungkin

PELATIHAN GIZI BENCANA


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
55
terdampak bencana
c. Berikan waktu 40 menit bagi kelompok untuk melakukan analisis tersebut
d. Fasilitator meminta kelompok mempresentasikan hasil diskusi dengan waktu 5 menit
per kelompok.
e. Fasilitator memberikan klarifikasi terhadap jawaban apabila di perlukan dan memberikan
rangkuman terhadap langkah-langkah analisis situasi.


Lembar Kasus Mata Pelatihan Inti 3

1) Penduduk
a. Kec. Bukit Raya
Jumlah penduduk kecamatan adalah 15.783 jiwa, dengan persentase penduduk
terdampak banjir dan mengungsi sebesar 45%.

Data Prabencana menunjukan:


• Rasio Laki-laki dan perempuan 40% (L) : 60% (P)
• Balita : 15%
• Baduta : 5%
• Lansia : 8%
• Ibu Hamil : 3%
• Ibu Nifas : 2%
• Penderita penyakit kronik/Penyakit Tidak Menular (Diabetes, Jantung, Hipertensi) :
4%
• Remaja putri : 3%
• Penyandang Disabilitas : 2%

b. Kec. Punai
Jumlah penduduk 8.452 jiwa, dengan persentase penduduk terdampak banjir sebesar
30%.

Data Prabencana menunjukan:


• Rasio Laki-laki dan perempuan 45% (L) : 55% (P)
• Balita : 17%
• Baduta : 4%
• Lansia : 11%
• Ibu Hamil : 3%
• Ibu Nifas : 3%
• Penderita penyakit kronik/Penyakit Tidak Menular (Diabetes, Jantung, Hipertensi) :
2%
• Remaja putri : 5%
• Penyandang Disabilitas : 3%

c. Kec. Senarai
Jumlah penduduk 12.662 jiwa, dengan persentase penduduk terdampak banjir sebesar
40%.
• Rasio Laki-laki dan perempuan 47% (L) : 53% (P)
• Balita : 13%

PELATIHAN GIZI BENCANA


56
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
• Baduta : 4%
• Lansia : 9%
• Ibu Hamil : 6%
• Ibu Nifas : 3%
• Penderita penyakit kronik/Penyakit Tidak Menular (Diabetes, Jantung, Hipertensi) :
5%
• Remaja putri : 6%
• Penyandang Disabilitas : 1%

2) Status Gizi
Berdasarkan data laporan rutin terakhir pada Kabupaten Z, diperoleh informasi status gizi
sebagai berikut

Data Nilai
Prevalensi anemia pada ibu hamil 46,8%
Cakupan ASI Eksklusif 20%
Prevalensi balita mengonsumsi susu formula 3%
Prevalensi balita mengalami anemia 57%
Prevalensi balita gizi kurang 14,6%
Prevalensi balita gizi buruk 3,6%

• Prevalensi balita gizi kurang dan gizi buruk di Kecamatan terdampak pada tabel di bawah
ini:

Kecamatan % Gizi Kurang % Gizi Buruk


Bukit Raya 14 5
Punai 18 3
Senarai 12 3

Peta Kabupaten Z

PELATIHAN GIZI BENCANA


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
57
B. Tabel Indikator dan Sumber Data Kajian Dampak Bencana dan Analisis Kebutuhan Gizi

Komponen Pencegahan dan Dukungan


Sumber Dat a
Intervensi Penanganan Gizi Supl ement asi Gizi Sumber Dat a
PMBA Paska
& Sumber Kurang dan Gizi Gizi Kel ompok Pra Bencana
Bencana
Data Buruk: Rentan
• Anak usia
0-5 bulan
• Anak usia
6-11 bulan,
• Anak usia • Ibu Hamil, Ibu
12-23 Nifas dan Ibu
• Pendataan
bulan Menyusui • Lansia
• Balita Gizi Buruk • Badan Pusat Pengungsi
Kel ompok • Anak usia Berisiko • Disabilitas
• Balita Gizi Statistik dan
Sasaran 24-59 Kurang Energi • Penderita
Kurang • Profil Wilayah populasi
bulan Kronis penyakit
terdampak
• Ibu Hamil • Balita kronik
• Ibu • Remaja putri
Menyusui
• Ibu Baduta
(target
konseling)
• Cakupan
Bumil KEK
• Cakupan
Bumil anemia
• Cakupan
Vitamin A
Balita 6-11
• Cakupan bulan dan 12-
Inisiasi 59 bulan
• Elektronik
Menyusu • Cakupan
Pencatatan
Dini Vitamin A
dan
• ASI pada Ibu
Pelaporan
Eksklusif Nifas • Disabilitas
Gizi Berbasis
<6 bulan • Cakupan Anak (5-
Indikator Masyarakat
• Menyusui Tablet 17 tahun)
Status (e-PPGBM)
pada usia 1 Tambah • Disabilitas
Gizi/status • Riset
dan 2 • Cakupan (%) Darah pada Dewasa
kerentanan Kesehatan
tahun balita gizi buruk Remaja Putri (18-59 • Survei Gizi
disabilitas Dasar
• • balita gizi • Cakupan Tahun) • Penapisan
dan (Riskesdas)
Pemberian kurang Tablet • Disabilitas
penyakit • Studi Status
(cakupan asupan Tambah Lansia (>
Gizi Balita
%) makanan Darah Ibu 60),
Indonesia
yang tepat hamil Penderita
(SSGBI)
bagi anak • Cakupan penyakit
• Data
usia 6-23 pemberian
Dinkes/Puske
bulan Makanan
smas
(cakupan Tambahan Ibu
setempat
Minimum Hamil
Acceptable • Cakupan
Diet) pemberian
Makanan
Tambahan
Balita
• Cakupan Zinc
dan obat
cacing.

PELATIHAN GIZI BENCANA


58
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
• Jumlah Ibu
Hamil, Ibu
• Indeks Risiko
Nifas dan Ibu
bencana
• Jumlah Menyusui • RHA
Indonesia
Anak usia Berisiko • Kajian Multi
(IRBI), Peta
Juml ah 0-23 bulan Kurang Energi • Lansia, Sektor
• Jumlah Balita Risiko
dan • Ibu Hamil Kronis • disabilitas • Pendataan
Gizi Buruk • Rencana
Sebaran • Ibu • Balita 0-5 • penderita Pengungsi
• Balita Gizi Kontinjensi
Sasaran Menyusui bulan, 6-23 penyakit dan
• Data
• Ibu bulan, 24-59 populasi
Dinkes/Puske
Baduta. bulan, dan terdampak
smas
balita Gizi
setempat
Kurang per
wilayah
• Kapasitas Puskesmas dan fasilitas pelayanan kesehatan
• Therapeutic Feeding Centre (TFC) • Profil
Status
Kesehatan
Layanan • Tim Asuhan Gizi (TAG) terlatih • RHA
daerah
Kesehatan • Ketersediaan Konselor PMBA dan Menyusui • Kajian Multi
• Dinkes/Puske
(fasilitas, • Ketersediaan Makanan Tambahan Ibu hamil dan balita Sektor
smas
sdm) • Kecukupan alat, bahan dan obat, Setempat
• Ketersediaan sarana air bersih dan sanitasi di fasilitas kesehatan
• Indeks
• Kajian Multi
Ketahanan
Sektor
dan
• Food
Akses Kerawanan
security
Terhadap • Status kerawanan pangan, ketersediaan pangan domestik dab Pangan
and
Makanan daya beli masyarakat (KEMENTAN)
livelihood
Bergizi • Survey Sosial
assessment
Ekonomi
atau survei
Nasional
pasar
(SUSENAS),
• Kajian Multi
Sektor
• Laporan
situasi
pemerintah
daerah
Status • Kajian
• Ketersediadan sumber Air bersih, transportasi, logistik, listrik, • Profil wilayah
Layanan sektor
telekomunikasi, serta layanan umum lainnya setempat
Dasar spesifik
(kajian air
bersih,
kajian
kapasitas
logisitik
dsb)

PELATIHAN GIZI BENCANA


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
59
C. Format RHA

PELATIHAN GIZI BENCANA


60
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
PELATIHAN GIZI BENCANA
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
61
D. Perangkat Kajian Multi Sektor

PELATIHAN GIZI BENCANA


62
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
PELATIHAN GIZI BENCANA
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
63
PELATIHAN GIZI BENCANA
64
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
PELATIHAN GIZI BENCANA
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
65
PELATIHAN GIZI BENCANA
66
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
PELATIHAN GIZI BENCANA
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
67
PELATIHAN GIZI BENCANA
68
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
PELATIHAN GIZI BENCANA
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
69
PELATIHAN GIZI BENCANA
70
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
PELATIHAN GIZI BENCANA
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
71
PELATIHAN GIZI BENCANA
72
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
PELATIHAN GIZI BENCANA
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
73
MODUL
INTI 4
MODUL INTI 4.
RENCANA RESPON GIZI

I. Deskripsi Singkat
Mata pelatihan ini membahas tentang penyusunan rencana respon gizi yang terdiri dari rencana
intervensi gizi dan rencana monitoring respons gizi. Rencana respon gizi disusun berdasarkan
kajian dampak dan analisa kebutuhan gizi dan dapat diperbaharui secara berkala seiring dengan
ketersediaan hasil kajian terbaru. Penyusunan rencana respon terdiri dari analisis situasi, serta
penyusunan rencana intervensi untuk setiap komponen penanganan gizi yang diikuti oleh
identifikasi sumber daya untuk setiap komponen intervensi.

II. Tujuan Pembelajaran


A. Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini peserta mampu menyusun rencana respon gizi

B. Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu:
1. Menyusun rencana intervensi gizi
2. Menyusun rencana monitoring Respon Gizi

III. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok


A. Materi Pokok 1: Rencana intervensi gizi
1. Pemberian makan bayi dan anak
2. Pencegahan dan Penanganan Gizi Kurang dan Gizi Buruk
3. Suplementasi gizi
4. Dukungan gizi pada kelompok rentan lainnya
5. Komunikasi Risiko dan Pelibatan masyarakat

B. Materi Pokok 2: Rencana Monitoring Respon Gizi


1. Indikator monitoring Pemberian makan bayi dan anak
2. Indikator monitoring Pencegahan dan Penanganan Gizi Kurang dan Gizi Buruk
3. Indikator monitoring Suplementasi gizi
4. Indikator monitoring Dukungan gizi pada kelompok rentan lainnya
5. Indikator monitoring Komunikasi Risiko dan Pelibatan masyarakat

IV. Metode
Metode yang digunakan pada materi ini adalah:
1. Ceramah interaktif
2. Curah pendapat
3. Diskusi Kelompok (IHB 1)
4. Simulasi (IHB 1&2)

V. Media dan Alat Bantu


Media yang digunakan pada materi ini adalah:
1. LCD
2. Laptop
3. Layar
4. Flip Chart

PELATIHAN GIZI BENCANA


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
75
5. ATK
6. Metaplan
7. Bahan tayang/video
8. Modul pelatihan
9. Panduan diskusi kelompok
10. Panduan simulasi

VI. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran


A. Pembukaan sesi pembelajaran (5 menit), fasilitator
1. Menyapa peserta.
2. Melakukan bina suasana untuk menaikkan semangat peserta dan mengajak fokus peserta
agar siap mengkuti pembelajaran.
3. Memperkenalkan diri.
4. Menyampaikan tujuan pembelajaran dengan menggunakan bahan tayangan dan deskripsi
singkat materi yang akan ajarkan

B. Penyajian (345 menit), fasilitator


1. Mengawali sesi paparan dengan melakukan apersepsi tentang materi yang akan dibahas
(5 menit)
2. Menyampaikan materi pokok Rencana Respon Gizi (70 menit)
a. Pemberian makan bayi dan anak
b. Pencegahan dan penanganan Gizi Kurang dan Gizi Buruk
c. Suplementasi Gizi
d. Dukungan Gizi pada kelompok rentan lainnya
e. Komunikasi Risiko dan pelibatan masyarakat
3. Melakukan curah pendapat tentang indikator monitoring gizi (10 menit), fasilitator
a. Meminta peserta untuk memyebutkan indikator monitoring untuk setiap komponen
b. Mencatat jawaban peserta
c. Menghubungkan jawaban peserta dengan indikator monitoring pada materi pokok
selanjutnya sebagai pengantar.
4. Menyampaikan materi pokok rencana monitoring respon gizi (20 menit)
a. Indikator monitoring Pemberian makan bayi dan anak
b. Indikator monitoring Pencegahan dan penanganan Gizi Kurang dan Gizi Buruk
c. Indikator monitoring Suplementasi Gizi
d. Indikator monitoring Dukungan Gizi pada kelompok rentan lainnya
e. Indikator monitoring Komunikasi Risiko dan pelibatan masyarakat
5. Memberikan peserta kesepatan untuk bertanya (5 menit)
6. Memberikan jawaban dan klarifikasi (10 menit)
7. Melakukan diskusi kelompok (2 jpl @ 45 menit = 90 menit)
8. Melakukan simulasi (3 jpl @ 45 menit = 135 menit)
C. Penutup (10 menit), fasilitator
1. Merangkum pembelajaran dengan mengajak peserta untuk mengulang hal-hal yang
penting sekaligus.
2. Menutup sesi dengan ucapan terima kasih.

PELATIHAN GIZI BENCANA


76
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
VII. Uraian Materi
A. Materi Pokok 1: Rencana intervensi gizi
Rencana respon gizi dikembangkan berdasarkan kajian dampak dan analisa kebutuhan gizi
dan dapat diperbaharui secara berkala seiring dengan ketersediaan hasil kajian terbaru.
Penyusunan rencana respon terdiri dari analisis situasi, serta penyusunan rencana intervensi
untuk setiap komponen penanganan gizi yang diikuti oleh identifikasi sumber daya untuk setiap
komponen intervensi. Apabila upaya pelayanan gizi terganggu akibat dampak bencana, maka
respons gizi perlu dilakukan untuk mempertahankan status gizi dan apabila memungkinkan,
meningkatkan status gizi masyarakat (build back better).

Rencana respon gizi dibuat oleh sub klaster gizi melibatkan mitra subklaster gizi dan dipimpin
oleh koordinator sub klaster. Rencana respon gizi merupakan bagian dari rencana operasi
klaster kesehatan. Penyusunan rencana respon gizi dapat dilakukan berdasarkan rencana
kontinjensi kesehatan dan gizi yang dikembangkan pada masa prabencana. Perlu dipastikan
agar rencana respon gizi diperbaharui berdasarkan perbaharuan analisis situasi, kemajuan
pelaksanaan serta tantangan yang dihadapi pada pelaksanaan respon gizi. Rencana intervensi
gizi terdiri dari perencanaan pada masing-masing komponen intervensi gizi yaitu PMBA,
Pencegahan dan Penanganan Gizi Kurang dan Gizi Buruk, Suplementasi Gizi, Dukungan Gizi
pada kelompok rentan lainnya, dan komunikasi risiko dan pelibatan masyarakat.

1. Pemberian makan bayi dan anak


Pada saat bencana, standar emas PMBA, yang dimulai, dari Inisiasi Menyusu Dini dalam satu
jam pertama setelah kelahiran, Pemberian ASI Eksklusif selama enam bulan pertama, dan
pemberian Makanan Pendamping ASI berkualitas dimulai usia 6 bulan, dan terus memberikan
ASI hingga dua tahun atau lebih, sangat penting untuk melindungi gizi dan kesehatan ibu, bayi
dan anak. Tujuan dari dukungan kepada kelompok tersebut di atas adalah untuk memberikan
perlindungan dari masalah kekurangan gizi dan berbagai penyakit lain yang mungkin timbul
sebagai dampak bencana. Alur intervensi PMBA pada masa tanggap darurat dapat dilihat pada
gambar berikut ini

PELATIHAN GIZI BENCANA


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
77
Penyusunan kegiatan pokok intervensi PMBA dilakukan berdasarkan analisis situasi untuk
memastikan agar keluaran-keluaran berikut ini dapat tercapai:
• Adanya kebijakan dan mekanisme pengelolaan donasi produk pengganti ASI, untuk
mencegah donasi yang tidak terkontrol;
• Adanya akses terhadap makanan bergizi bagi kelompok bayi dan anak usia 6 - 23 bulan;
• Tersedianya akses terhadap konseling PMBA dan menyusui;
• Tersedianya akses terhadap Ruang Ramah Ibu dan Anak; dan
• Adanya dukungan dari sektor terkait serta intervensi PMBA yang terkoordinir.

a. Mekanisme Pengelolaan Donasi Produk Pengganti ASI, Botol Dan Dot Bayi Yang
Tidak Terkontrol
Penggunaan produk-produk pengganti ASI, botol dan dot pada situasi bencana dapat
meningkatkan risiko kesakitan dan kematian pada bayi dan anak karena terbatasnya air
bersih serta kondisi lingkungan yang kotor.

Segera setelah terjadinya bencana, penanggung jawab program gizi perlu memastikan
agar kebijakan terkait donasi produk pengganti ASI, botol dan dot bayi untuk di sebarkan
kepada Instansi terkait diantaranya Dinkes, Puskesmas, Klaster Perlindungan dan
Pengungsian (Kemensos/Dinsos), Klaster Logistik (BPBD), mitra sub klaster gizi termasuk
LSM dan organisasi profesi.
Contoh surat edaran kebijakan donasi susu formula pada situasi bencana dapat dilihat
pada lampiran

Untuk mencegah donasi produk pengganti ASI, botol, dan dot bayi yang tidak terkontrol,
mekanisme pengelolaan donasi tersebut perlu disepakati bersama dengan pihak yang
terkait termasuk pengelolaan donasi di tingkat masyarakat, donasi yang diberikan oleh
pemerintah, donasi yang diberikan oleh publik

Koordinator dan mitra sub klaster gizi memastikan adanya sosialisasi dan kerjasama
dengan instansi/ organisasi sebagai berikut:
1) BPBD & Dinsos untuk bersama-sama melakukan pengawasan donasi pada alur pasok
bantuan.
2) Dinsos, sebagai koordinator perlindungan dan pengungsian, untuk bersama-sama
melakukan pengawasan donasi di masyarakat/pengungsian.
3) Tagana, sebagai pelaksana dapur umum, untuk bersama-sama melakukan promosi
menyusui dan pengelolaan donasi melalui dapur umum.

Mekanisme pengelolaan dapat disosialisasikan melalui berbagai saluran informasi antara


lain pertemuan- pertemuan koordinasi, media masa, serta penyuluhan di masyarakat.
Sub klaster gizi perlu memastikan agar donasi dan pemanfaatan produk pengganti ASI
termasuk botol dan dot sesuai indikasi medis diawasi secara ketat oleh petugas kesehatan,
Puskesmas dan Dinas Kesehatan setempat.

Langkah-langkah pemantauan donasi terdiri dari:


1) Pembentukan gugus tugas pengelolaan donasi produk pengganti ASI. Gugus tugas
yang berfungsi untuk menangani dan memantau donasi produk penggati ASI, botol dan
dot harus segera dibentuk di daerah (provinsi/kabupaten), paling lambat satu minggu
setelah bencana. Gugus tugas setidaknya terdiri dari sekitar 5-7 anggota termasuk di

PELATIHAN GIZI BENCANA


78
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
antaranya Pemerintah Daerah (Sekretaris Daerah, Bappeda, Dinas Kesehatan Provinsi,
Dinas Sosial, BPOM dan BPBD), Mitra Pembangunan dan Lembaga Kemanusiaan
(Donor, PBB, LSM, dsb), Organisasi Profesi (Persagi, IBI, IDI), dan Akademisi/Perguruan
Tinggi.

2) Pembuatan Nota Kesepakatan. Pemerintah Daerah dan Sub-Klaster gizi yang


diwakili oleh Gugus Tugas bersepakat dan memutuskan perlunya sebuah tindakan
sehubungan dengan adanya donasi produk pengganti ASI. Kesepakatan antara lain
berisi tindakan untuk mengumpulkan dan menarik donasi berupa produk pengganti
ASI (penarikan dapat dilakukan dengan penggunaan produk pengganti ASI dalam
campuran pembuatan produk makanan atau pemusnahan produk itu sendiri).

3) Rencana Kerja Gugus Tugas. Dalam membuat rencana kerja, perlu diperhatikan bahwa
penanganan donasi membutuhkan (i) Pendanaan (ii) keahlian (iii) sumber daya manusia
(iv) waktu (v) peralatan (vi) materi/pedoman (vii) menentukan opsi tempat pembuangan
yang tersedia.

4) Pembentukan Tim Lapangan. Tim Lapangan terdiri dari berbagai instansi yang ditunjuk
untuk melakukan pengawasan, mengumpulkan donasi dan menyimpannya sebelum
digunakan untuk keperluan lain atau dimusnahkan. Tim Lapangan ini dipimpin Dinas
Kesehatan setempat yang akan menjadi narahubung dan bertanggung jawab untuk
memastikan bahwa terdapat pencatatan tentang asal donasi, jenis, jumlah, dll. Laporan
mingguan perlu dibuat dan disampaikan kepada Gugus Tugas.

5) Pembentukan tim pengawas harian. Tim pengawas harian adalah tim yang berasal
dari petugas/ relawan, tokoh dan masyarakat yang bertugas atau berada di posko
pengungsian. Tim ini dipimpin oleh koordinator posko yang akan mengawasi semua
bentuk bantuan susu atau hasil olahannya dan melaporkan ke Tim Lapangan setiap
donasi tersebut yang masuk.

6) Penyortiran. Donasi kemungkinan terdiri dari berbagai jenis produk pengganti ASI,
dengan beragam tanggal kedaluwarsa. Tim Lapangan bertugas memisahkan berbagai
bantuan produk pengganti ASI yang telah dikumpulkan, dan memilah menjadi yang
‘Sesuai’ dan ’Tidak Sesuai’. Bila ’Sesuai’ berarti bahwa donasi dapat digunakan sesuai
perencanaan dan kesepakatan awal. Sedangkan untuk donasi yang ‘Tidak Sesuai’
adalah produk dengan tanggal kedaluwarsa kurang dari 6 bulan ke depan, produk
telah terbuka, atau produk dengan label tidak menggunakan bahasa Indonesia dan
tidak dimengerti.

7) Penggunaan Kembali. Strategi untuk menggunakan kembali donasi berupa susu formula
dan produk susu yang tidak diinginkan termasuk: Mengembalikan ke pemberi bantuan/
donatur (dengan pihak donatur menanggung biaya pengembalian) Menggunakan
kembali produk pengganti ASI seperti susu: a) Sebagai bahan campuran makanan
untuk program pemberian makanan tambahan di posyandu maupun untuk Pemberian
Makanan Tambahan untuk Anak Sekolah (PMTAS). Produk dapat digunakan sebagai
bahan campuran makanan seperti bubur kacang hijau, roti, pudding, biskuit dan kue. b)
Pencampuran susu untuk pembuatan makanan tambahan bayi/anak di atas enam bulan
harus dilakukan di luar tempat pengungsian, jauh dari lokasi distribusi logistik dan tidak

PELATIHAN GIZI BENCANA


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
79
dilakukan di tingkat rumah tangga (per-individu). Disalurkan untuk pemenuhan gizi
untuk kelompok lainnya misalnya untuk lansia atau kelompok rentan lainnya sebagai
pasien rawat inap rumah sakit. Dapat pula digunakan untuk pakan ternak (namun perlu
pula dikonsultasikan dengan organisasi terkait kesehatan dan kesejahteraan hewan).
Tidak direkomendasikan untuk produk pengganti ASI yang disumbangkan untuk
dilabel ulang dengan label generik, dikemas ulang dan didistribusikan kepada bayi
karena sulitnya pengendalian distribusi tanpa adanya pengawasan yang ketat.

8) Susu formula, botol, dan dot bayi dan yang ditemukan diberikan kepada Dinas
Kesehatan setempat untuk diatur penggunaannya.

Memastikan bahwa donasi produk pengganti ASI yang dikumpulkan tidak hilang dicuri
selama penyortiran atau diambil dari lokasi TPA (kaleng berisi susu formula yang belum
dibuka tidak boleh dibuang ke lokasi TPA). Pemusnahan agar barang donasi tidak digunakan
lagi (imobilisasi) misalnya dengan melubangi botol, atau membuat makanan tidak bisa
digunakan, adalah yang terbaik untuk dilakukan. Dibutuhkan pengawasan ketat untuk
memastikan bahwa barang yang sudah dibuang tidak dapat digunakan kembali. Mitra sub
klaster gizi yang menemukan pelanggaran donasi ASI, dot dan botol perlu melaporkan
pelanggaran kepada koordinator sub klaster gizi. Koordinator sub klaster gizi atau staf
yang ditunjuk bertugas untuk melaporkan segera berkala pelanggaran yang ditemukan
kepada Gugus Tugas Pengelolaan Donasi Produk Pengganti ASI.

b. Penyelenggaraan Dapur Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA)


Dapur PMBA merupakan dapur umum yang diselenggarakan di lokasi bencana yang
berfungsi sebagai berikut:
1) Penyediaan MPASI bagi anak usia 6-23 bulan.
2) Memberikan informasi terkait pemberian makan bayi dan anak usia 0-23 bulan,
termasuk konseling menyusui.

Pada situasi bencana, ketersediaan MPASI dengan aneka ragam jenis bahan pangan yang
sesuai bagi bayi dan anak usia 6-23 bulan menjadi sangat terbatas. Penyelenggaraan
Dapur PMBA bertujuan untuk memastikan agar bayi dan anak, khususnya yang berusia
6-23 bulan mendapatkan makanan dengan tekstur dan kecukupan gizi yang sesuai dengan
usia.

Selain menyediakan makanan bayi dan anak, penyelenggaraan dapur PMBA juga dapat
dimanfaatkan untuk memperluas jangkauan diseminasi informasi tentang pemberian
makan bayi dan anak yang tepat, termasuk memberikan dukungan/konseling agar ibu
dapat terus menyusui di lokasi bencana.

Penyelenggaraan dapur PMBA pada situasi bencana adalah bagian dari dapur umum.
Logistik pangan dan bahan bakar/gas dipasok oleh dapur umum yang menjadi tanggung
jawab Kemensos/Dinsos, dengan terlebih dahulu berkoordinasi dengan Tagana. Peran Sub
klaster gizi dalam penylenggaraan

Penanggung jawab gizi DinkesnProvinsi/Kabupaten/Kota perlu berkoordinasi dengan


Dinas Sosial (Tagana), mitra sub klaster gizi, serta institusi/lembaga yang berkecimpung
dalam dapur umum, untuk menyelenggarakan dapur PMBA di titik-titik pengungsian.

PELATIHAN GIZI BENCANA


80
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
Peran sub klaster didalam penyelenggaraan dapur umum adalah memberikan dukungan
teknis kepada pengelola atau pelaksana dapur umum. Apabila terdapat kebutuhan dapur
PMBA yang belum terpenuhi oleh dapur umum, maka mitra sub klaster gizi yang memiliki
kapasitas dapat menyelenggarakan dapur PMBA berkoordinasi Dinsos/Tagana serta
dengan organisasi penyelenggara.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan dapur PMBA sebagai berikut:
1) Perencanaan penyelengaraan dapur PMBA mencakup:
• Rencana pembiayaan
• Penyimpanan bahan makanan: suhu penyimpanan, sarana penyimpanan dan cara
penyimpanan.
• Pengolahan bahan makanan: kebersihan tempat pengolahan dan peralatan. Tempat
pengolahan makanan bayi dan anak perlu terpisah dengan tempat pengolahan
dapur umum.
• Tenaga pengolah makanan: tenaga terlatih untuk mengolah makanan bayi dan
anak yang didampingi oleh tenaga gizi/konselor PMBA.
• Pendistribusian dan penyajian makanan yang memenuhi prinsip keamanan pangan.
• Tersedia alat pelindung diri (APD) petugas, alat masak dan perlengkapannya, alat
makan dan alat distribusi makanan.
2) Memantau dan mengevaluasi cakupan penyediaan makanan.

c. Dukungan Konseling Menyusui dan PMBA


Pada situasi bencana, risiko anak tidak mendapatkan ASI dapat meningkat akibat terbatasnya
pengetahuan tentang pentingnya menyusui, kondisi stres yang dialami oleh ibu menyusui
serta terbatasnya layanan kesehatan pada situasi bencana. Sesuai dengan kebutuhan,
penugasan konselor dilakukan segera setelah kejadian bencana untuk memberikan
dukungan terhadap ibu menyusui dengan meningkatkan akses konseling menyusui/PMBA.
Konseling juga bertujuan untuk memberikan pengetahuan tentang makanan pendamping
ASI yang tepat bagi anak usia 6-23 bulan sehingga anak tetap mendapatkan asupan gizi
yang cukup pada situasi bencana. Penugasan konselor perlu dilakukan secara terkoordinir
untuk menghindari tumpang tindih dan meningkatkan akses/cakupan konseling.

d. Pelaksanaan Orientasi/Pelatihan Konseling Menyusui/ PMBA


Orientasi konseling PMBA dan menyusui bertujuan untuk memastikan ketersediaan SDM
terlatih dalam pelaksanaan konseling PMBA dan menyusui bagi Ibu hamil dan Ibu menyusui
di wilayah terdampak khsusnya pada masa tanggap darurat bencana. Sasaran orientasi
konseling PMBA adalah tenaga kesehatan dan non-kesehatan, termasuk kader masyarakat.

Untuk memastikan ketersediaan SDM dalam melanjutkan kegiatan konseling khususnya


pada masa rehabilitasi dan rekonstruksi, maka kegiatan pelatihan yang lebih komprehensif
dari pelaksanaan orientasi dapat dilakukan pada masa transisi ke pemulihan. Diharapkan
tidak terjadi kesenjangan SDM untuk pelaksanaan kegiatan konseling setelah penugasan
konselor yang berasal dari luar daerah telah berakhir.

e. Akses Terhadap Ruang Ramah Ibu dan Anak (RRIA)


Ruang Ramah Ibu dan anak adalah bangunan permanen atau tenda khusus yang memenuhi
syarat keamanan, kesehatan dan kebersihan. RRIA bertujuan untuk memberikan ruangan
yang aman dan nyaman bagi ibu dan anak untuk beraktivitas sehingga dapat mengurangi
stres yang disebabkan oleh bencana. RRIA juga dapat digunakan oleh ibu untuk menyusui,
beristirahat, makan, serta mengikuti konseling PMBA dan menyusui.
PELATIHAN GIZI BENCANA
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
81
Penyediaan RRIA di lokasi bencana merupakan bagian dari penanganan bencana dari
klaster perlindungan dan pengungsian yang dikoordinir oleh Dinsos.

Peran dari penanggung jawab gizi dan mitra pelaku gizi adalah untuk memastikan agar
RRIA tersedia di pengungsian-pengungsian dan dapat diakses oleh ibu hamil dan menyusui
agar dapat melakukan praktik PMBA dengan aman dan nyaman.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan RRIA terkait pelayanan gizi antara
lain:
1) Pastikan lokasi RRIA terletak di lokasi yang aman dan di daerah yang tenang jauh
dari kebisingan dan bau yang berlebihan, seperti di dekat pasar, tempat pembuangan
sampah dan jalan utama.
2) Pastikan ukuran ruangan yang sesuai, berdasarkan perkiraan jumlah ibu di area
tersebut. Jika area yang terkena dampak situasi darurat besar, perkirakan jumlah total
lokasi yang dibutuhkan sehingga ibu dan anak hanya perlu berjalan kaki seminimal
mungkin untuk mencapai lokasi RRIA.
3) Pastikan ruangan yang nyaman untuk menyusui, memiliki ruang bersekat atau tenda
individu untuk menyusui. Sediakan alas atau kursi untuk ibu yang sedang menyusui.
Jika ibu sedang duduk di alas lantai, sediakan bantal atau barang lain agar ibu bisa
mengistirahatkan punggungnya agar menyusui lebih nyaman. Bantal atau kain yang
digulung juga berguna untuk membantu ibu menggendong bayi agar nyaman saat
menyusui.
4) Pastikan para ibu memiliki akses yang mudah ke air bersih dan makanan selama berada
di RRIA. Dalam keadaan di mana ibu mengalami malnutrisi dan dehidrasi, pemberian
makanan tambahan bagi ibu menyusui di ruang tersebut dapat diindikasikan sebagai
layanan terpadu melalui RRIA. Idealnya, jamban dan tempat cuci tangan mudah
dijangkau oleh tenda atau bagian dari tenda itu sendiri.
5) Libatkan tenaga kesehatan, anggota masyarakat atau orang lain yang dilatih dalam
konseling menyusui dan PMBA untuk mendukung ibu di dalam RRIA.
6) Menggunakan RRIA untuk mengidentifikasi dan merujuk ibu atau bayi dengan gizi
buruk dan/atau masalah PMBA untuk mendapatkan bantuan segera.
7) Apabila pemberian makanan pengganti ASI dilakukan di RRIA, pastikan dukungan
disediakan di area tenda yang terpisah dan berbeda dari area tempat dukungan untuk
menyusui diberikan.
8) Berkoordinasi dengan program lainnya seperti program dukungan pendidikan anak
usia dini dan dukungan psikososial agar kegiatan yang dilakukan di RRIA dapat saling
melengkapi serta menyelaraskan jadwal pelaksanaan kegiatan.

f. Pelaksanaan koordinasi PMBA


Koordinasi lintas sektor yang diperlukan dalam mendukung kegiatan PMBA antara lain
adalah:
1) Koordinasi terkait pemenuhan kebutuhan gizi melalui dapur umum dengan Dinsos/
Klaster Penanganan Pengungsi,
2) Koordinasi untuk mendukung pengelolaan donasi produk-produk pengganti ASI, botol
dan dot, serta makanan minuman tidak sehat yang tidak terkontrol, melalui koordinasi
dengan Klaster Perlindungan dan Pengungsian, Klaster Kesehatan, Klaster Logistik,
Koordinator Klaster penanggulangan bencana, kelompok masyarakat dan pemerintah
daerah; serta

PELATIHAN GIZI BENCANA


82
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
3) Koordinasi untuk memastikan ketersediaan Ruang Ramah Ibu dan Anak dengan Dinsos/
Klaster Penanganan Pengungsi.

Koordinasi lintas sektor perlu dilakukan diberbagai tingkatan khususnya di tingkat


kabupaten/kota.
Pokja PMBA merupakan bagian dari sub klaster gizi yang berfungsi sebagai wadah
koordinasi di antara organisasi yang memiliki intervensi PMBA serta sektor/ klaster terkait.

Pokja PMBA hanya diaktifkan apabila diperlukan. Pokja PMBA diaktifkan oleh penanggung
jawab program gizi Kemenkes/Dinkes atau sub klaster gizi pada masing- masing tingkatan.
Aktivasi Pokja PMBA mencakup penunjukan koordinator, identifikasi anggota Pokja serta
pelaksanaan koordinasi rutin.
Contoh kerangka acuan Pokja PMBA dapat dilihat pada lampiran.

2. Pencegahan dan Penanganan Gizi Kurang dan Gizi Buruk


Pada saat terjadi bencana, risiko kesakitan dan kematian pada balita dengan gizi kurang
meningkat secara signifikan. Oleh karena itu, pencegahan dan penanganan yang dilakukan
secara cepat dan tepat akan menyelamatkan jiwa, dan mencegah terjadinya penurunan
status gizi balita, khususnya balita dengan gizi buruk atau gizi kurang.

Standar dan indikator kunci penanganan gizi buruk dan gizi kurang berdasarkan piagam
kemanusian (SPHERE standard) adalah sebagai berikut:

Standar 1 Kasus gizi kurang ditangani (berdasarkan standar bantuan kemanusiaan SPHERE):
a. Lebih dari 90 persen dari penduduk sasaran berada dalam jangkauan/radius sekitar
1 hari perjalanan (termasuk waktu untuk melakukan pengobatan) dari lokasi program
untuk memudahkan pemberian makanan siap saji, dan jarak lokasi tidak lebih dari 1
jam berjalan kaki untuk pemberian makanan tambahan.
b. Cakupan > 50 persen di daerah pedesaan, > 70 persen di daerah perkotaan, dan > 90
persen di dalam lokasi pengungsian.

Standar 2 Kasus Gizi buruk ditangani (berdasarkan standar bantuan kemanusiaan SPHERE):
a. Lebih dari 90 persen dari sasaran penduduk berada dalam jangkauan tidak lebih dari
1 hari perjalanan (termasuk waktu untuk melakukan pengobatan) dari lokasi program.
b. Cakupan > 50 persen di daerah pedesaan, > 70 persen di daerah perkotaan, dan > 90
persen di tempat pengungsian.

Alur pencegahan dan penanganan gizi kurang dan gizi buruk dapat dilihat pada gambar di
bawah ini.

PELATIHAN GIZI BENCANA


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
83
a. Mengidentifikasi Fasilitas Kesehatan Rujukan
Berdasarkan ketersediaan dan kapasitas layanan kesehatan di wilayah bencana atau
di wilayah terdekat (dari hasil kajian), penanggung jawab gizi mengidentifikasi fasilitas
kesehatan (TFC/Puskesmas rawat inap/Rumah sakit lapangan) dengan logistik dan kapasitas
yang memadai untuk rujukan kasus gizi buruk yang ditemukan, serta memastikan fasilitas
kesehatan rujukan tersebut memiliki Tim Asuhan Gizi.
Berdasarkan fasilitas kesehatan yang diidentifikasi dan memenuhi kriteria, koordinator sub
klaster gizi menyepakati fasilitas dan membuat alur proses rujukanbalita gizi kurang dan
balita gizi buruk.

b. Tata laksana Gizi Kurang


Berdasarkan hasil penapisan, balita gizi kurang ditangani mengacu pada Petunjuk Teknis
Pemberian Makanan Tambahan Berupa Biskuit Bagi Balita Kurus dan Ibu Hamil Kurang
Energi Kronis (KEK), Kemenkes 2019. Balita gizi kurang usia 6-59 bulan adalah balita yang
memiliki satu atau lebih tanda berikut: i) BB/TB (BB/PB) berada di antara -3 sampai kurang
dari -2 standar deviasi; ii) lingkar lengan atas (LiLA) diantara 11,5 cm sampai kurang dari 12,5
cm.

c. Tata laksana Gizi Buruk Rawat Inap dan Rawat Jalan


Penyusunan kegiatan pokok intervensi Pencegahan dan Penanganan Gizi Kurang dan Gizi
Buruk dilakukan berdasarkan analisis situasi dengan memastikan agar tatalaksana gizi
kurang dan gizi buruk yang sedang berjalan tetap dilaksanakan pada situasi bencana.
Intervensi juga dilakukan untuk mencegah bertambahnya kasus balita gizi kurang dan gizi
buruk termasuk untuk mencegah terjadinya kasus gizi buruk pada anak yang sama atau
re-lapse (kambuh).
PELATIHAN GIZI BENCANA
84
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
Penyusunan kegiatan pokok intervensi pencegahan dan penanganan gizi kurang dan gizi
buruk dilakukan berdasarkan analisis situasi untuk memastikan agar keluaran-keluaran
berikut ini dapat tercapai:
• Terlaksananya pencegahan dan tata laksana balita gizi kurang dan gizi buruk; dan
• Pelaksanaan intervensi pencegahan dan tatalaksana balita gizi kurang dan gizi buruk
secara terkoordinir serta adanya dukungan dari program/sektor/klaster terkait.

Berdasarkan hasil penapisan, balita gizi buruk ditangani mengacu pada Pedoman
Pencegahan dan Tata laksana Gizi Buruk pada Balita, Kemenkes 2019 dan Buku Saku
Pencegahan dan Tatalaksana Gizi Buruk pada Balita di Layanan Rawat Jalan bagi Tenaga
Kesehatan, Kemenkes 2020.
Balita gizi buruk adalah balita usia 0-59 bulan ditandai oleh satu atau lebih tanda berikut: i)
edema, minimal pada kedua punggung kaki; ii) BB/ PB atau BB/TB kurang dari - 3 standar
deviasi; iii) lingkar lengan atas (LiLA) < 11,5 cm (pada balita usia 6-59 bulan).
Tatalaksana gizi buruk terdiri dari rawat jalan dan rawat inap. Khusus bayi gizi buruk usia 0-6
bulan dan balita >= 6 bulan dengan berat badan dibawah 4 kg, harus dilakukan rawat inap
di fasilitas kesehatan rujukan (rumah sakit).

PELATIHAN GIZI BENCANA


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
85
d. Memastikan Ketersediaan Obat dan Perbekalan Kesehatan Untuk Tatalaksana Gizi
Kurang dan Gizi Buruk
Berkoordinasi dengan tim logistik sub klaster gizi untuk memastikan agar obat dan
perbekalan kesehatan yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan kegiatan dapat
tersedia.

e. Penugasan Tim Asuhan Gizi (TAG) Terlatih


Berdasarkan kebutuhan, penugasan TAG terlatih ke lokasi bencana dilakukan untuk
memastikan ketersediaan SDM dalam menangani balita gizi kurang dan gizi buruk yang
ditemukan. Penugasan TAG ke lokasi bencana perlu dilakukan secara terkoordinir.

f. Pelacakan Aktif dan Deteksi Dini Kasus Kekurangan Gizi pada Balita oleh Masyarakat
Pelibatan masyarakat dalam deteksi dini kasus kekurangan gizi bertujuan untuk menemukan
balita gizi kurang atau buruk serta yang memiliki potensi masalah gizi, melalui penapisan
masal di lokasi pengungsian dan daerah terdampak lainnya. Pelibatan masyarakat untuk
deteksi dini perlu dilakukan segera setelah terjadinya bencana agar bayi dan balita yang
memiliki potensi kurang gizi dan yang mengalami kurang gizi dapat dirujuk dan ditangani
segera.

g. Koordinasi Pencegahan dan Penanganan Gizi Kurang & Gizi Buruk


Keluaran yang diharapkan dari koordinasi lintas program dan lintas sektor terkait pencegahan
dan penanganan gizi kurang dan gizi buruk antara lain:
1) Terlaksananya kerjasama dengan sub klaster pelayanan kesehatan untuk memastikan
rujukan dan penanganan balita gizi kurang dan gizi buruk.
2) Terlaksananya Kerjasama dengan sub klaster kesehatan lingkungan untuk memastikan
berjalannya kegiatan promosi kesehatan dan tersedianya sarana dan prasarana air
bersih bagi kelompok sasaran.
3) Adanya pelibatan masyarakat untuk deteksi dini dan pelacakan status gizi melalui
penapisan masal dan mencegah balita yang sama mengalami gizi buruk kembali (re-
lapse/kambuh) dengan klaster perlindungan dan pengungsian (Kemensos).
4) Tersedianya dukungan bahan makanan/dana untuk pemenuhan gizi keluarga
dengan balita gizi buruk melalui program ketahanan pangan dengan klaster ekonomi
(Kementan).
5) Tersedianya alokasi dana pemerintah daerah, termasuk dana desa, untuk pencegahan
dan penanganan gizi kurang dan gizi buruk.
6) Mitra sub klaster gizi telah menerima informasi tentang adaptasi penanganan malnutrisi
untuk anak-anak dan perempuan penyandang disabilitas (misalnya, panduan tentang
makanan tambahan yang sesuai untuk anak-anak dan perempuan dengan kesulitan
makan, pemberian makan peralatan makan khusus, penggunaan alat bantu).

3. Suplementasi gizi
Penyusunan kegiatan pokok intervensi suplementasi gizi dilakukan berdasarkan analisis
situasi untuk mencegah risiko kekurangan gizi mikro akibat terhentinya pelayanan gizi.
Pada situasi bencana, pemenuhan zat gizi mikro pada anak balita, ibu hamil dan ibu nifas,
serta balita dengan penyakit infeksi tertentu, berperan penting untuk melindungi gizi dan
kesehatan ibu, bayi dan anak. Tujuan dari dukungan kepada kelompok tersebut adalah
untuk memberikan perlindungan dari berbagai masalah kekurangan zat gizi mikro yang
mungkin timbul sebagai dampak bencana.

PELATIHAN GIZI BENCANA


86
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
Penyusunan kegiatan pokok intervensi suplementasi gizi dilakukan memastikan agar
keluaran-keluaran berikut ini dapat tercapai:
• Tersedianya akses terhadap makanan tambahan Ibu
• hamil KEK, Balita kurang gizi serta serta Ibu Hamil, Ibu Menyusui dan Balita di wilayah
terdampak;
• Tersedianya akses terhadap vitamin A bagi bayi 6-11 bulan dan balita 12-59 bulan;
• Tersedianya akses terhadap TTD bagi Ibu Hamil dan Remaja Putri; dan
• Adanya dukungan dari program/sektor terkait suplementasi gizi.

Alur intervensi dan kegiatan kunci suplementasi gizi pada situasi bencana dapat dilihat
pada gambar berikut ini.

a. Penyediaan Makanan Tambahan (MT) Ibu Hamil dan Balita


Distribusi MT berupa makanan pabrikan dilakukan sebagai salah satu upaya respon
cepat untuk menyediakan asupan gizi bagi Ibu hamil dan balita usia 6-59 bulan. Hal
tersebut dilakukan karena dalam situasi bencana makanan sangat terbatas sementara
layanan dapur umum belum tersedia.

Estimasi kebutuhan MT dilakukan berdasarkan Petunjuk Teknis Pemberian Makanan


Tambahan Berupa Biskuit Bagi Balita Kurus dan Ibu Hamil Kurang Energi Kronis (KEK).
Estimasi kebutuhan dapat dilakukan berdasarkan data pra-bencana berdasarkan jumlah
ibu hamil dan balita 6-59 bulan di wilayah terdampak ditambah dengan 10% cadangan
dari estimasi kebutuhan. Semakin besar dampak bencana, semakin besar cadangan
yang perlu disiapkan. Estimasi kemudian diperbaharui setelah kajian dampak bencana
dan pendataan pengungsi tersedia.

PELATIHAN GIZI BENCANA


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
87
Pada kondisi darurat, MT dapat diberikan kepada seluruh populasi terdampak apabila
stok tersedia. Pemenuhan persediaan stok MT di wilayah rawan bencana mulai
dilakukan pada masa kesiapsiagaan bencana untuk mempercepat mobilisasi dan
distribusi kepada kelompok rentan.

Apabila memungkinkan, penyediaan stok MT ke gudang-gudang terdekat dapat


dilakukan pada fase siaga darurat untuk mempercepat distribusi ke masyarakat.
Permintaan tambahan stok MT dilakukan secara berjenjang melalui Dinkes Kabupaten/
Kota kepada Dinkes Provinsi untuk diteruskan ke Kemenkes berdasarkan ketersediaan
stok dan penilaian estimasi kebutuhan MT pada wilayah terdampak.

Distribusi MT Ibu Hamil dan Balita pada tiga hari pertama kejadian bencana diberikan
secara menyeluruh, yaitu kepada seluruh balita 6-59 bulan dan seluruh Ibu Hamil.
Setelah itu, diharapkan pemenuhan kebutuhan ibu hamil dan baduta dapat dipenuhi
dari olahan pangan lokal melalui dapur umum dan dapur PMBA.

Distribusi MT Ibu Hamil dan Balita pada sasaran prioritas dilakukan setelah dapur umum
dan dapur PMBA berjalan. Pemberian MT diberikan sesuai dengan indikasi status gizi
sasaran yang diperoleh melalui penapisan: Pada Ibu Hamil Kurang Energi Kronis (LiLA
< 23,5 cm) dan pada balita gizi kurang usia 6-59 bulan (LiLA diantara 11,5 cm sampai
kurang dari 12,5 cm)

b. Suplementasi Vitamin A pada Bayi, Balita dan Ibu Nifas


Sasaran pemberian vitamin A adalah bayi (6-11 bulan), balita (12-59 bulan) dan ibu nifas
untuk mencegah kekurangan vitamin A dan untuk meningkatkan daya tahan tubuh bayi
dan balita terhadap infeksi, serta mencegah Kejadian Luar Biasa (KLB) campak dan
diare.
Bayi usia 6-11 bulan diberikan vitamin A dosis 100.000 IU (kapsul biru), dan anak usia 12-
59 bulan diberikan vitamin A dosis 200.000 IU (kapsul merah). Bila kejadian bencana
terjadi dalam waktu kurang dari 30 hari setelah pemberian kapsul vitamin A yaitu pada
bulan kapsul vitamin A (Februari dan Agustus) maka balita tidak perlu diberikan kapsul
vitamin A.
Ibu nifas (0-40 hari) diberikan 2 kapsul vitamin A dosis 200.000 IU. Kapsul pertama
diberikan pada hari pertama setelah persalinan sedangkan kapsul berikutnya diberikan
pada hari berikutnya dengan selang waktu minimal 24 jam.

c. Suplementasi Tablet Tambah Darah (TTD) Bagi Ibu Hamil dan Remaja Putri
Sasaran pemberian TTD adalah seluruh ibu hamil dan remaja putri untuk mencegah
anemia dan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi. Ibu hamil perlu diberikan
1 TTD setiap hari selama minimum 90 hari (90 tablet) selama masa kehamilan sedangkan
Remaja putri perlu diberikan 1 TTD setiap minggu sepanjang tahun (52 tablet).

Pemberian TTD pada ibu hamil dengan malaria berisiko memperburuk kondisi anemia.
Oleh karena itu, pemberian TTD pada ibu hamil di daerah endemis malaria perlu
berkoordinasi dengan penanggung jawab program Pencegahan Penanggulangan
Penyakit (P2P).

PELATIHAN GIZI BENCANA


88
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
d. Koordinasi Suplementasi Gizi
Berkoordinasi dengan program Pelayanan Kesehatan untuk memastikan agar
suplementasi zink untuk terapi diare pada balita tanpa gizi buruk serta pemberian obat
cacing kepada sasaran.

4. Dukungan gizi pada kelompok rentan lainnya


Dukungan gizi bagi kelompok rentan yaitu ibu hamil, ibu menyusui, lansia dan penyandang
disabilitas dilakukan dengan memastikan agar kebutuhan gizi kelompok rentan tersebut
dapat dipenuhi melalui dapur umum yang dilakukan oleh Kemensos/Dinsos serta instansi/
organisasi lain yang memiliki intervensi dapur umum pada situasi bencana.

Melibatkan anak penyandang disabilitas dalam upaya kesiapsiagaan sangat penting untuk
mengurangi risiko dan membangun ketangguhan pada anak penyandang disabilitas dan
keluarganya dalam menghadapi bencana, tetapi juga untuk membangun kapasitas, sumber
daya dan kemampuan respon dan pemulihan bencana yang inklusif. Oleh karena itu, sangat
penting untuk melibatkan anak-anak dan remaja, termasuk penyandang disabilitas dalam
setiap tahapan penanggulangan bencana. Apabila mereka belum dilibatkan pada masa
kesiapsiagaan, maka mereka perlu dilibatkan di dalam setiap tahapan respon.

Penyusunan kegiatan pokok intervensi dukungan Gizi bagi kelompok rentan dilakukan
berdasarkan analisis situasi untuk memastikan adanya akses bagi kelompok rentan,
termasuk disabilitas, terhadap asupan gizi yang berkualitas. Dukungan gizi bagi pengungsi
penderita penyakit kronis dilakukan melalui kerjasama dengan program/sub klaster
pelayanan kesehatan untuk memastikan agar penderita penyakit mendapatkan asupan gizi
sesuai kebutuhannya. Alur intervensi dan kegiatan kunci dukungan gizi pada kelompok
rentan lainnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini

a. Orientasi Dan Pendampingan Pemenuhan Gizi Melalui Dapur Umum


Dapur umum menyiapkan makanan banyak (bagi lebih dari 50 porsi) untuk memenuhi
kebutuhan gizi pengungsi dan kelompok rentan. Penyelenggaraan dapur umum
merupakan tanggung jawab Kemensos/Dinsos/Tagana (Klaster Perlindungan dan
Pengungsian). Dapur umum bertujuan untuk menyediakan makanan sesuai kebutuhan
gizi yang higienis, aman dan dapat didistribusikan secara cepat.
Sub Klaster Gizi Bekerjasama dengan Kemensos/ Dinsos/Tagana, dan BPBD, serta

PELATIHAN GIZI BENCANA


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
89
instansi yang memiliki kapasitas pelaksanaan dapur umum untuk melakukan orientasi
tentang penyusunan menu, termasuk menu untuk ibu hamil dan menyusui, bayi, anak,
dan lansia.

Berdasarkan penyusunan menu bagi kelompok rentan, sub klaster gizi dan mitra
memastikan agar dapur umum dapat menyiapkan makanan yang sesuai AKG serta
memperhatikan lima kunci keamanan makanan, yaitu:
1) Terjaga kebersihannya (cuci tangan pakai sabun dan air mengalir, peralatan makan
sebelum digunakan disiram menggunakan air panas);
2) Pisahkan makanan mentah dan makanan yang sudah dimasak;
3) Gunakan makanan segar dan masak sampai matang (daging, ayam, telur dan ikan);
4) Simpan makanan dalam suhu yang tepat sesuai dengan jenis makanannya; dan
5) Gunakan air bersih yang aman.

Memastikan agar kelompok disabilitas dan kelompok rentan lainnya memiliki akses
terhadap makanan yang disediakan oleh dapur umum. Apabila bantuan khusus
diperlukan bagi korban bencana dengan disabilitas, sampaikan informasi tersebut
kepada Klaster Perlindungan dan Pengungsian/Dinsos setempat.

b. Memastikan Asupan Gizi Yang Sesuai Bagi Penderita Penyakit Kronik


Penderita penyakit kronik memiliki kebutuhan asupan gizi khusus. Koordinator sub
klaster gizi dan mitra sub klaster bekerjasama dengan program/sub klaster pelayanan
kesehatan perlu memastikan agar penderita penyakit kronik dapat dirujuk untuk
mendapatkan layanan kesehatan yang tepat dan asupan gizi yang sesuai. Berdasarkan
data penderita penyakit (dari hasil RHA/ pendataan pengungsi terpadu) koordinator sub
klaster gizi berkoordinasi dengan sub klaster pelayanan kesehatan untuk menentukan
asupan gizi yang sesuai bagi pada penderita penyakit.

c. Pengawasan Bantuan Bahan Makanan Dan Minuman


Pengawasan bantuan makanan bertujuan untuk melindungi korban bencana dan
kelompok rentan dari risiko diare, infeksi, keracunan dan lain sebagainya akibat
konsumsi bahan makanan yang tidak sesuai dengan syarat kesehatan.

Pengawasan bantuan makanan dan minuman dilakukan di jalur pasok bantuan berkerja
sama dengan klaster logistik (BNPB/BPBD) mencakup:
1) Pemisahan tempat penyimpanan bantuan bahan makanan antara bahan makanan
umum dan makanan khusus bayi dan anak;
2) Jenis-jenis bahan makanan yang diwaspadai termasuk makanan dalam kemasan,
produk pengganti ASI, botol dan dot bayi serta makanan kemasan; dan
3) Bantuan makanan produk dalam negeri dan luar negeri harus diteliti nomor
registrasi (MD/ML), tanggal kadaluarsa, sertifikasi halal, aturan cara penyiapan dan
target penerima manfaat.

Bekerjasama dengan sektor perlindungan dan pengungsian (Dinsos/Kemensos) dan


instansi/lembaga terkait lainnya untuk melakukan pengawasan bantuan bahan makanan
dan minuman di pengungsian dan lokasi- lokasi distribusi bantuan. Apabila ditemukan
bantuan makanan dan minuman yang tidak sesuai syarat di atas, petugas harus segera
melaporkannya kepada koordinator sub klaster gizi untuk diteruskan kepada klaster
kesehatan/kepala Dinkes setempat.
PELATIHAN GIZI BENCANA
90
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
5. Komunikasi Risiko dan Pelibatan masyarakat
Komunikasi risiko dan pelibatan masyarakat merupakan komponen respon gizi yang tidak
dapat dipisahkan. Komunikasi risiko pada situasi bencana bertujuan untuk memberikan
informasi tepat bagi masyarakat agar dapat mengambil tindakan yang efektif dan efisien
dalam menghadapi risiko-risiko yang timbul pada situasi bencana. Komunikasi yang efektif
tentang risiko bencana yang mungkin timbul, serta cara mendapatkan bantuan, bertujuan
untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam respon bencana.

Pelibatan masyarakat merupakan menjadi bagian integral dari setiap respon sejak awal
bencana untuk memastikan kualitas, efektivitas dan ketepatan waktu respon gizi melalui
keterlibatan dari masyarakat. Alur komunikasi risiko dan pelibatan masyarakat dapat dilihat
pada gambar berikut.

a. Kaji Cepat Komunikasi Risiko


Penanggung jawab program gizi/koordinator sub klaster gizi bertugas untuk memastikan
agar kaji cepat komunikasi risiko gizi dilakukan pada fase siaga darurat atau segera
setelah bencana.

Kaji cepat risiko dapat dilakukan secara terkoordinir bersama dengan klaster kesehatan
maupun secara terintegrasi dengan klaster lainnya seperti klaster perlindungan dan
pengungsian.

Kaji cepat komunikasi risiko bertujuan untuk mengidentifikasi saluran komunikasi yang
sesuai serta informasi yang dibutuhkan oleh populasi terdampak khususnya kelompok
sasaran gizi. Aspek-aspek yang perlu dikaji adalah:
1) Kanal informasi yang paling tepat dan tersedia untuk menyampaikan pesan kepada
kelompok sasaran gizi (radio, TV, kegiatan sosial, dll);
PELATIHAN GIZI BENCANA
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
91
2) Persepsi audiens terhadap pesan yang ingin disampaikan, misalnya persepsi Ibu
hamil dan menyusui terhadap praktik pemberian ASI dan perilaku hidup bersih dan
sehat; dan
3) Kelompok/orang yang berpengaruh di masyarakat seperti misalnya tokoh agama,
tokoh masyarakat maupun organisasi masyarakat yang memiliki perhatian khusus
pada isu gizi untuk dapat dilibatkan dalam diseminasi pesan kunci.

b. Diseminasi Pesan Kunci


Penanggung jawab program gizi/koordinator sub klaster bersama dengan mitra sub
klaster perlu memastikan agar pesan-pesan kunci terkait risiko gizi masyarakat dalam
situasi bencana perlu dikembangkan sesegera mungkin sejak fase siaga darurat. Apabila
pesan kunci telah dikembangkan sebelum bencana (di masa kesiapsiagaan), pesan-
pesan tersebut perlu diulas sebelum didiseminasikan untuk memastikan kesesuaian
pesan dengan konteks dan situasi sosial budaya di lokasi bencana.

Koordinator sub klaster gizi dan mitra perlu memastikan agar pesan komunikasi risko
disebarkan melalui kanal informasi yang ramah bagi penyandang disabilitas, setidaknya
dalam dua format berbeda (misalnya, brosur, audio pengumuman. Material komunikasi,
informasi dan edukasi yang dikembangkan juga perlu memberikan gambaran positif
tentang anak-anak dan perempuan penyandang disabilitas pada kelompok sasaran gizi
(misalnya, Ibu hamil penyandang disabilitas atau penyandang disabilitas Ibu menyusui).
Pesan-pesan yang perlu dikembangkan dan disampaikan kepada populasi terdampak
mencakup informasi terkait risiko terkait gizi yang mungkin timbul akibat bencana
serta informasi terkait akses terhadap bantuan. Beberapa pesan kunci yang perlu
dikembangkan dan disampaikan antara lain adalah:
Pesan Kunci Terkait PMBA & Menyusui:
1) Tetap memberikan ASI pada situasi bencana;
2) Pemberian susu formula botol, dot bayi dan produk-produk pengganti ASI pada
situasi bencana dapat menimbulkan risiko diare akibat keterbatasan air besih.
Diare pada situasi bencana beresiko meningkatkan risiko kematian akibat layanan
kesehatan yang terbatas;
3) Dapur umum perlu memperhatikan pemenuhan gizi bagi kelompok rentan; dan

Pesan Kunci Terkait Pencegahan dan Penanganan Gizi Kurang dan Gizi Buruk pada
Balita:
1) Risiko kesakitan dan kematian balita dengan gizi buruk meningkat secara signifikan
(11x) pada situasi bencana.
2) Kelompok rentan perlu mendapatkan asupan gizi yang sesuai dengan kebutuhan
dan usia
3) Balita gizi kurang dan gizi buruk yang ditemukan perlu segera dirujuk ke fasilitas
kesehatan

Pesan Kunci Terkait suplementasi gizi:


1) Suplementasi gizi pada situasi bencana membantu meningkatkan daya tahan
tubuh dan mengurangi risiko kesakitan.

c. Pelibatan Masyarakat
Koordinator sub klaster gizi memastikan agar pelibatan masyarakat dilakukan pada

PELATIHAN GIZI BENCANA


92
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
setiap tahapan respon gizi yang relevan misalnya dalam kajian dampak dan analisis
kebutuhan gizi, penapisan, pelaksanaan kegiatan dan pemantauan. Mitra sub klaster
gizi berperan untuk memastikan agar pelibatan masyarakat dapat dilaksanakan secara
optimal pada kegiatan dukungan gizi yang dilakukan oleh masing- masing organisasi.
Koordinator sub klaster gizi dan mitra bersama-sama memastikan agar mekanisme
umpan balik dan pemberian saran terkait respon gizi dapat tersedia. Antara lain
dengan menyepakati narahubung untuk program gizi di masing-masing wilayah
kerja/di pengungsian, membuat kotak saran, memberikan nomor telepon pengaduan
untuk memudahkan penerima manfaat yang ingin memberikan umpan balik terhadap
dukungan gizi.

Koordinator sub klaster gizi dan mitra memastikan agar kelompok rentan dilibatkan
di dalam perencanaan kegiatan serta melibatkan perwakilan dari masing-masing
kelompok, baik laki-laki maupun perempuan. Perwakilan dari sub klaster gizi untuk
terlibat di dalam kelompok kerja pelibatan masyarakat (apabila dibentuk) di masing-
masing wilayah untuk memastikan agar pelibatan masyarakat dilakukan secara
terkoordinir dan terstruktur bersama dengan organisasi dan instansi yang terlibat di
dalam penanggulangan bencana.

B. Materi Pokok 2: Rencana monitoring respon gizi


Pemantauan dan evaluasi dilakukan berdasarkan kemajuan dari pelaksanaan rencana
respon/intervensi yang telah disusun.Pemantauan dan evaluasi bertujuan untuk memberikan
rekomendasi dan langkah-langkah penyesuaian yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan
gizi korban bencana. Pemantauan dan evaluasi respon gizi dilakukan berdasarkan indikator
pada masing-masing intervensi sebagai berikut.

1. Indikator monitoring Pemberian makan bayi dan anak

Keluaran Intervensi PMBA:


Melindungi bayi, dan anak mempromosikan praktik PMBA melalui penyediaan akses terhadap
dukungan PMBA
Indikator keluaran:
% Cakupan IMD
% Cakupan ASI Ekslusif < 6 bulan, Menyusui usia 1 dan 2 tahun
% Cakupan Minimum Acceptable Diet
Keluaran Jangka Pendek 1:
Adanya mekanisme pengelolaan donasi produk pengganti ASI, botol dan dot bayi untuk bayi
yang tidak di susui
Kegiatan Kunci Indikator
1.1. Diseminasi surat edaran kebijakan
pemberian susu formula bagi bayi dan Surat edaran telah di keluarkan dan diedarkan
anak korban bencana kepada instansi kepada dinas dan instansi terkait
dan sektor terkait
1.2. Sosialisasi mekanisme monitoring dan jumlah kegiatan orientasi yang sudah
pelaporan dilakukan
donasi produk pengganti ASI, botol dan
dot bayi yang tidak terkontrol jumlah peserta orientasi

Jumlah dan lokasi pelaksanaan pemantauan


1.3. Pelaksanaan pemantauan dan pelaporan
donasi produk pengganti ASI, PELATIHAN GIZI BENCANA
botol dan dot bayi yang tidak terkontrol Jumlah pelanggaran
KEMENTERIAN yang dilaporkan
KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
93

Jumlah pelaporan yang ditindaklanjuti


1.1. Diseminasi surat edaran kebijakan
pemberian susu formula bagi bayi dan Surat edaran telah di keluarkan dan diedarkan
anak korban bencana kepada instansi kepada dinas dan instansi terkait
dan sektor terkait
1.2. Sosialisasi mekanisme monitoring dan jumlah kegiatan orientasi yang sudah
pelaporan dilakukan
donasi produk pengganti ASI, botol dan
dot bayi yang tidak terkontrol jumlah peserta orientasi

Jumlah dan lokasi pelaksanaan pemantauan


1.3. Pelaksanaan pemantauan dan pelaporan
donasi produk pengganti ASI,
botol dan dot bayi yang tidak terkontrol Jumlah pelanggaran yang dilaporkan

Jumlah pelaporan yang ditindaklanjuti

Keluaran Jangka Pendek 2:


Adanya akses terhadap makanan bergizi bagi kelompok bayi dan anak usia 6-23 bulan
Kegiatan Kunci Indikator
% anak usia 6-23 bulan yang memiliki akses
1.1. Penyelenggaraan Dapur PMBA terhadap dapur PMBA/makanan pendamping
ASI
1.2. Orientasi dan pendampingan Jumlah orientasi dan pendampingan dapur
pemenuhan gizi melalui dapur umum umum yang sudah dilakukan
Keluaran Jangka Pendek 3:
Tersedianya Akses Terhadap Konseling PMBA dan Menyusui
Kegiatan Kunci Indikator
1.1 Konseling PMBA dan menyusui di lokasi Jumlah Ibu/pengasuh yang menerima
pengungsian konseling menyusui dan atau PMBA
1.2 Mobilisasi Konselor PMBA dan Jumlah konselor PMBA dan menyusui yang
menyusui dimobilisasi
Jumlah peserta pelatihan konselor PMBA dan
1.3 Pelatihan konselor PMBA dan menyusui
menyusui
Keluaran Jangka Pendek 4:
Tersedianya akses terhadap Ruang Ramah Ibu dan Anak
Kegiatan Kunci Indikator
Jumlah koordinasi yang dilakukan dengan
.1 Memastikan ketersediaan Ruang
pihak terkait untuk mendorong ketersediaan
Ramah Ibu dan Anak
RRIA
Keluaran Jangka Pendek 5:
Adanya dukungan dari sektor terkait serta pelaksanaan intervensi PMBA yang terkoordinir

Kegiatan Kunci Indikator


1.1. Koordinasi lintas sektor untuk jumlah dukungan/kerjasama lintas sektor yang
mendukung PMBA telah dilakukan

1.2. Pembentukan Pokja PMBA Terbentuknya Pokja PMBA

Jumlah pertemuan koordinasi Pokja PMBA


1.3. Pertemuan Koordinasi Pokja PMBA
yang dilaksanakan

PELATIHAN GIZI BENCANA


94
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
2. Indikator monitoring Pencegahan dan Penanganan Gizi Kurang dan Gizi Buruk

Keluaran Intervensi Pencegahan dan Penanganan Gizi Kurang dan Gizi Buruk:
Perlindungan Jiwa melalui pencegahan dan tatalaksana balita gizi kurang dan gizi buruk yang
berkualitas

Indikator Keluaran:
• Cakupan Balita Gizi Kurang
• Cakupan Balita Gizi Buruk

Keluaran Jangka Pendek 1:


Terlaksananya Pencegahan dan Tatalaksana Balita Gizi Kurang dan Gizi Buruk

Kegiatan Kunci Indikator


% dan jumlah Balita Gizi Buruk yang ditangani

% dan jumlah Balita Gizi Buruk yang ditangani


dan sembuh
% dan jumlah balita gizi buruk yang ditangani
dan meninggal
% dan jumlah balita gizi buruk yang ditangani
1.1 Tatalaksana Balita Gizi Kurang & Gizi dan re-lapse
Buruk
% dan jumlah Balita Gizi Kurang yang
ditangani/mendapat PMT dan konseling gizi
% dan jumlah Balita Gizi Kurang yang
ditangani/mendapat PMT, konseling gizi dan
sembuh
Jumlah fasilitas kesehatan rujukan yang
diidentifikasi mampu melaksanakan tata
laksana gizi buruk
1.2 Pelacakan aktif dan deteksi dini kasus
kekurangan gizi pada balita oleh Jumlah pelaksanaan penapisan massal yang
masyarakat telah dilakukan

Jumlah TAG yang ditugaskan ke lokasi


1.3 Penugasan TAG Terlatih
bencana
Keluaran Jangka Pendek 2:
Pelaksanaan intervensi pencegahan dan tatalaksana balita gizi kurang dan gizi buruk secara
terkoordinir serta adanya dukungan dari program/sektor/klaster terkait

Kegiatan Kunci Indikator


2.1 Koordinasi lintas sektor untuk mendukung
Jumlah dukungan/kerjasama lintas sektor yang
intervensi Pencegahan dan Penanganan Gizi
telah dilakukan
Kurang & Gizi Buruk
2.2 Pembentukan Pokja Pencegahan dan Terbentuknya Pokja Pencegahan dan
Penanganan Gizi Kurang & Gizi Buruk Penanganan Gizi Kurang & Gizi Buruk
2.3 Pertemuan Koordinasi Pokja Pencegahan Jumlah pertemuan koordinasi Pokja
dan Penanganan Gizi Kurang & Gizi Buruk Pencegahan dan Penanganan Gizi Kurang &
Gizi Buruk yang dilaksanakan

PELATIHAN GIZI BENCANA


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
95
3. Indikator monitoring Suplementasi gizi

Keluaran Intervensi Suplementasi Gizi:


Perlindungan status gizi melalui pencegahan kekurangan zat gizi mikro
Indikator keluaran
• Cakupan Makanan Tambahan Pada Ibu Hamil
• Cakupan Makanan Tambahan Pada Balita
• Cakupan Vitamin A pada Bayi
• Cakupan Vitamin A pada Balita
• Cakupan Vitamin A pada Ibu Nifas
• Cakupan TTD pada Ibu Hamil
• Cakupan TTD pada remaja putri
Keluaran Jangka Pendek 1:
Terlaksananya Pemberian MT Ibu Hamil , dan Balita.

Kegiatan kunci: Indikator

Jumlah Ibu Hamil yang diberikan MT


1.1. Distribusi menyeluruh MT Ibu Hamil, dan
Balita
Jumlah Balita 6-59 bulan yang diberikan MT

Jumlah Ibu Hamil KEK yang diberikan MT (LiLA


1.2 Distribusi MT Ibu Hamil dan Balita pada <23,5 cm)
sasaran prioritas Jumlah Balita gizi kurang yang diberikan MT
(LiLA <12,5 cm)
Keluaran Jangka Pendek 2:
Terlaksananya Pemberian Vitamin A pada Bayi, Balita dan Ibu Nifas
Kegiatan Kunci Indikator

1.1 Pemberian Vitamin A pada Balita dan Ibu Jumlah Bayi (6-11 bulan), Balita (12-59 bulan)
Nifas untuk peningkatan daya tahan yang diberikan Vitamin A
tubuh serta pencegahan campak dan
diare Jumlah Ibu Nifas yang mendapatkan Vitamin A

Keluaran Jangka Pendek 3:


Terlaksananya Pemberian TTD Pada Ibu Hamil dan Remaja Putri
Kegiatan Kunci Indikator

Jumlah Ibu Hamil yang menerima TTD sesuai


3.1 Pemberian TTD pada Ibu Hamil dan standar
remaja putri Jumlah remaja putri yang menerima TTD
sesuai standar

Keluaran Jangka Pendek 4:


Terlaksananya Pemberian Obat Cacing dan Zinc pada balita untuk terapi diare
Kegiatan Kunci Indikator
Jumlah koordinasi yang dilakukan dengan
4.1 Koordinasi dengan program/sub klaster
program/sub klaster pelayanan kesehatan
pelayanan kesehatan untuk pemberian obat
untuk pemberian obat cacing dan zinc untuk
cacing dan zinc pada sasaran
terapi diare pada sasaran

PELATIHAN GIZI BENCANA


96
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
4. Indikator monitoring Dukungan gizi pada kelompok rentan lainnya

Keluaran Intervensi Dukungan Gizi Pada Kelompok Rentan Lainnya:


Perlindungan status gizi kelompok rentan lansia, penderita penyakit dan penyandang
disabilitas

Indikator Keluaran:
• Jumlah kegiatan Kerjasama, koordinasi yang dilakukan untuk mendukung pemenuhan gizi
lansia, penderita penyakit dan penyandang disabilitas

Keluaran Jangka Pendek 1:


Pemenuhan Gizi Pengungsi dan kelompok rentan melalui dapur umum

Kegiatan Kunci Indkator

Jumlah orientasi pemenuhan gizi yang


1.1. Orientasi dan Pendampingan dilakukan bagi penyelenggara dapur umum
Pemenuhan Gizi melalui dapur umum Jumlah pendampingan yang dilakukan
terhadap penyelenggaraan dapur umum

Keluaran Jangka Pendek 2:


Korban bencana penderita penyakit mendapatkan asupan gizi yang sesuai

Kegiatan Kunci Indikator

Jumlah kerjasama yang dilakukan bersama


2.1. Merujuk penderita penyakit kronik ke dengan program/sub klaster layanan
dietisien di pelayanan kesehatan kesehatan untuk memastikan korban bencana
penderita penyakit mendapatkan asupan yang
sesuai

Keluaran Jangka Pendek 3:


Terlaksananya pengawasan bantuan makanan dan minuman

Kegiatan kunci Indikator

Jumlah kerjasama yang dilakukan dengan


sektor/klaster/instansi terkait dalam
3.1. Pengawasan bantuan makanan dan
pengawasan bantuan bahan makanan dan
minuman
minuman di jalur pasok bantuan termasuk di
masyarakat

PELATIHAN GIZI BENCANA


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
97
5. Indikator monitoring Komunikasi Risiko dan Pelibatan masyaraka

Keluaran Intervensi komunikasi risiko dan pelibatan masyarakat:


Kelompok rentan dan sasaran gizi mengenali potensi risiko masalah gizi yang mungkin timbul
di situasi bencana dan dapat mengambil keputusan untuk melakukan tindakan pencegahan
atau perlindungan.

Indikator Keluaran:
• Jumlah sasaran yang menerima pesan komunikasi risiko

Keluaran Jangka Pendek 1: Terlaksananya kaji cepat komunikasi risiko

Kegiatan Kunci Indkator

Jumlah kegiatan kaji cepat komunikasi risiko


yang telah dilakukan
1.1 Kaji Cepat komunikasi risiko
Jumlah laporan kaji cepat komunikasi risiko
yang disusun

Keluaran Jangka Pendek 2: Pesan kunci respon gizi di sebarluaskan kepada kelompok sasaran

Kegiatan Kunci Indikator

Jumlah pesan kunci terkait gizi yang di


diseminasikan
2.1 Diseminasi pesan kunci
Jumlah kelompok sasaran yang menerima
pesan kunci
Keluaran Jangka Pendek 3: Respon gizi tepat sasaran dan jangkauan diperluas melalui
pelibatan masyarakat

Kegiatan kunci Indikator


Jumlah masyarakat yang di libatkan dalam
pelaksanaan dapur PMBA (dipisahkan
berdasarkan gender)
Jumlah masyarakat yang di libatkan dalam
3.1 Pelibatan masyarakat penapisan (dipisahkan berdasarkan gender)

Jumlah masyarakat yang di libatkan dalam


kegiatan respon gizi lainnya (dipisahkan
berdasarkan gender dan kegiatan)

PELATIHAN GIZI BENCANA


98
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
VIII. Rangkuman
Modul inti 4 membahas tentang Rencana respon gizi disammpaikan melalui ceramah interaktif,
curah pendapat, diskusi kelompok dan simulasi. Ceramah interaktif menyampaikan materi
pokok 1) Rencana intervensi gizi memuat Pemberian makan bayi dan anak, Pencegahan dan
Penanganan Gizi Kurang dan Gizi Buruk, Suplementasi gizi, Dukungan gizi pada kelompok rentan
lainnya dan Komunikasi Risiko dan Pelibatan masyarakat; dan 2) Rencana monitoring repon gizi
memuat indikator monitoring Pemberian makan bayi dan anak, Indikator monitoring Pencegahan
dan Penanganan Gizi Kurang dan Gizi Buruk, Indikator monitoring Suplementasi gizi, Indikator
monitoring Dukungan gizi pada kelompok rentan lainnya, dan Indikator monitoring Komunikasi
Risiko dan Pelibatan masyarakat.

IX. Referensi
1. Pedoman Pelaksanaan Respon Gizi Pada Masa Tanggap Darurat, Direktorat Gizi, Kementerian
Kesehatan RI: 2020
2. Pedoman Penanganan Gizi dalam Penanggulangan Bencana, Direktorat Gizi, Kementerian
Kesehatan RI: 2018
3. SNI 7937:2013. Layanan Kemanusiaan dalam bencana
4. Pedoman Penatalaksanaan Pemberian Tablet Tambah Darah, Kementerian Kesehatan RI:
2015
5. Panduan Manajemen Terintegrasi Suplementasi Vitamin A, Kementerian Kesehatan RI: 2016
6. Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan Anemia Pada Remaja Putri dan Wanita Usia
Subur (WUS), Kementerian Kesehatan RI: 2018
7. Pedoman Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita, Kementerian Kesehatan RI:
2019
8. Buku Saku Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita di Layanan Rawat Jalan bagi
Tenaga Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI: 2020
9. Pedoman Pemberian Makan pada Bayi dan Anak, Kementerian Kesehatan RI: 2020
10. Pedoman Pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) Ibu Hamil Pada Masa Pandemi Covid 19
bagi Tenaga Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI: 2020
11. Pedoman Pencegahan dan Tata Laksana Balita Gizi Buruk pada Masa Pandemi Covid 19,
Kementerian Kesehatan RI, 2020
12. Buku Saku Tahap Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan Bagi Kader, kemenkes RI,
2019
13. Pedoman Komunikasi Risiko Untuk Penanggulangan Krisis Kesehatan, Kemenkes RI, 2021
14. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2019 Tentang Pemberdayaan
Masyarakat Bidang Kesehatan

X. Lampiran
A. Penugasan Mata Pelatihan Inti 4. Rencana Intervensi dan monitoring respon gizi

1. Tujuan
Setelah menyelesaikan penugasan ini, peserta mampu menyusun rencana respon gizi.
2. Metode penugasan
Diskusi kelompok
3. Bahan penugasan
a. ATK
b. Flipchart

PELATIHAN GIZI BENCANA


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
99
c. Lembar Kasus
d. Panduan diskusi kelompok
e. Form Rencana Respon Gizi
f. Form Analisis Kebutuhan Respon Gizi
g. Tabel Obat dan Perbekalan Kesehatan yang diperlukan untuk Intervensi Penanganan
Gizi

4. Alokasi Waktu: 3 jam pelajaran @ 45 menit = 135 menit


5. Langkah-langkah
a. Bagi peserta ke dalam kelompok
b. Fasilitator meminta kelompok untuk membuat rencana respon gizi. Rencana dibuat
berdasarkan hasil analisis situasi wilayah prabencana yang telah dilakukan sebelumnya
pada diskusi kelompok mata pelatihan inti 3.A. Rencana respon dan rencana monitoring
respon gizi terdiri dari:
1) Analisis Situasi.
2) Kegiatan Pokok Intervensi
3) Analisis Kebutuhan Sumberdaya
4) Koordinasi sub klaster gizi
5) Rencana Monitoring
c. Fasilitator membagikan form rencana respon gizi, form analisis kebutuhan respon
gizi dan tabel Obat dan Perbekalan Kesehatan yang diperlukan untuk Intervensi
Penanganan Gizi
d. Berikan waktu 60 menit bagi kelompok untuk membuat rencana respon gizi. Minta
anggota kelompok untuk berbagi tugas.
e. Fasilitator mendampingi kelompok dalam proses diskusi dan memberikan klarifikasi
yang diperlukan.
f. Fasilitator meminta kelompok mempresentasikan hasil diskusi dengan waktu 7 menit
per kelompok.
g. Fasilitator memberikan klarifikasi terhadap jawaban apabila di perlukan dan memberikan
rangkuman terhadap langkah-langkah penyusunan rencana respon gizi.

PELATIHAN GIZI BENCANA


100
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
Form Rencana Respon Gizi

A. Analisis Situasi
• Bagaimana status gizi sebelum bencana?
• Bagaimana dampak bencana terhadap pelayanan gizi?
• Berapa estimasi jumlah kelompok sasaran gizi dan kelompok rentan (berdasarakan
gender)yang membutuhkan dukungan? Diwilayah mana lokasinya (per wilayah
administratif dan per pengungsiaan apabila informas sudah tersedia)
• Wilayah mana yang prioritas untuk didukung?
• Intervensi prioritas yang perlu disiapkan?
B. Kegiatan Pokok Intervensi
Tuliskan kegiatan pokok yang akan dilakukan dan prioritasnya untuk masing-masing
komponen intervensi dibawah ini
• Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA)
• Pencegahan dan penanganan gizi kurang dan gizi buruk
• Suplementasi gizi
• Dukungan kelompok rentan lainnya
• Komunikasi Risiko dan Pelibatan Masyarakat
• Kajian dampak bencana lanjutan
C. Analisis Kebutuhan Sumberdaya (SDM, Obat dan Perbekalan Kesehatan, Anggaran)->
Lihat Form Analisis Kebutuhan Respon Gizi
• Apasaja sumberdaya yang dibutuhkan dan berapa jumlahnya untuk masing komponen
intervensi?
• Apasaja Sumberdaya yang tersedia?
• Apasaja sumberdaya yang TIDAK tersedia?
• Bagaimana kesenjangan sumberdaya akan dipenuhi?
D. Koordinasi Sub Klaster Gizi
Jelaskan:
• Bagaimana koordinasi sub klaster gizi akan dilakukan?
• Siapa yang akan dilibatkan?
• Kapan/seberapa sering akan dilakukan?
• Dimana lokasinya pertemuan akan dilakukan?
• Ditingkatan wilayah mana koordinasi sub klaster gizi akan dilakukan?
• Bagaimana informasi dari sub klaster gizi akan disampaikan ke klaster kesehatan?
• Dengan siapa saja dan mengenai apa koordinasi lintas sektor akan dilakukan?
• Bagaimana hasil pertemuan akan disebarkan?
E. Rencana monitoring
• Apa saja indikator yang akan dilaporkan untuk setiap komponen intervensi?
• Seberapa sering monitoring akan dilakukan?
• Siapa saja yang akan terlibat didalam monitoring?

PELATIHAN GIZI BENCANA


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
101
Form Analisis Kebutuhan Respon Gizi

A B C D E F G H I J
Item Jumlah Kebutuhan Satuan Ketersediaan Kesenjangan Harga Frekuensi Satuan Total
Kegiatan/SDM/O Sasaran (Estimasi) (kolom C -E) Satuan (RP) (2) (F x G x
bat dan H)
Pebekalan
Kesehatan
A. PMBA
Contoh: dapur
pmba

B. Pencegahan
dan
Penanganan
Gizi Kurang dan
Gizi Buruk
Contoh: Pita LiLa

C. Suplementasi
Gizi
Contoh: MT
balita

C. Dukungan
kelompok
rentan

PELATIHAN GIZI BENCANA


102
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
Tabel Obat dan Perbekalan Kesehatan yang diperlukan untuk Intervensi Penanganan Gizi

Intervensi PMBA
Obat dan Perbekalan
Komponen Estimasi
Kegiatan Kesehatan yang Sumber
Perhitungan kebutuhan
Diperlukan

Sosialisasi,
pemantauan dan • Berdasarkan
• Media KIE bahaya
pelaporan donasi estimasi jumlah
susu formula dalam
produk pengganti ASI, pengungsian/desa
situasi bencana
botol dan dot bayi terdampak
yang tidak terkontrol

• Dinkes,
• Jumlah dan
Kemenkes,
sebaran ibu hamil
Mitra
• Bahan Makanan dan baduta
(BUMN/CSR)
• Kapasitas Dapur , Organisasi
• Alat Saji MPASI
Penyelenggaraan Profesi
PMBA/MP-ASI
Dapur PMBA (Persagi,
• Alat masak (Jumlah orang
yang akan dilayani AIMI)
• Bahan bakar dan frekuensi
• Instansi
pemberian
terkait
makanan perhari)
(misalnya
Dinsos untuk
• Kit Konseling: PMBA), dana
Boneka, model cadangan
payudara, gelas pemerintah
kecil, spuit 1 cc pusat,
provinsi,
• Kit Relaktasi: Spuit kabupaten,
20 cc, NGT fr 5 40 kota
cm
• Jumlah Konselor • Permintaan
Dukungan konseling • Formulir kajian survei PMBA & menyusui berjenjang
PMBA dan menyusui PMBA yang akan melalui
dimobilisasi Dinkes
• Lembar balik/Kartu
Konseling PMBA

• Kit PMBA: Box kecil


berisi mangkuk 250
ml, sendok, talenan,
pisau, saringan dan
ulegan kayu

PELATIHAN GIZI BENCANA


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
103
Intervensi Penegahan dan Tata Laksana Gizi Kurang dan Gizi Buruk

Obat dan Perbekalan


Komponen Estimasi
Kegiatan Kesehatan yang Sumber
Perhitungan kebutuhan
Diperlukan

• Antrophometri Kit,
termasuk pita LiLA

• Tabel z-score

• Formulir pencatatan
hasil penapisan
Penapisan balita gizi
kurang dan gizi buruk • SOP Deteksi Dini dan • Estimasi jumlah dan
Rujukan Balita Gizi sebaran balita • Dinkes,
Buruk Atau yang Kemenkes,
Beresiko Gizi Buruk Mitra
(BUMN/CSR)
• SOP Penetapan dan , Organisasi
Klasifikasi Balita gizi Profesi
buruk di fasilitas (Persagi,
Pelayanan Kesehatan AIMI)

• Makanan Tambahan • Instansi


Tata Laksana Gizi
untuk pemulihan • Berdasarkan terkait, dana
Kurang
estimasi jumlah cadangan
• Media KiE, food balita gizi kurang pemerintah
model pusat,
provinsi,
• Kartu MTBS
kabupaten,k
• Bahan untuk ota
membuat F-75, & F-
• Permintaan
100.
• Berdasarkan berjenjang
• Home economic set estimasi jumlah melalui
Tata Laksana Gizi
(alat untuk mengolah balita gizi buruk Dinkes
Buruk Rawat Inap
dan menyajikan F-75, (kurang lebih 20%
F-100 seperti gelas dari estimasi
ukur, kompor, panci, jumlah balita gizi
sendok makan, buruk )
piring, mangkok,
gelas dan
penutupnya dan lain-
lain.

PELATIHAN GIZI BENCANA


104
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
• Obat-obatan:
antibiotika, mineral
mix, resomal, obat
cacing, vitamin A dan
obat-obatan lain
sesuai protokol.

• Formulir pasien,
formulir rujukan,
formulir pencatatan
dan pelaporan.

• Media KiE, food


model

• SOP tata laksana gizi


buruk pada balita di
layanan rawat inap
(mengacu pada
Pedoman
Pencegahan Dan
Tata Laksana Gizi
Buruk Pada Balita)

• Kartu MTBS

• Bahan untuk
membuat F-100 atau
formula untuk gizi
buruk lainnya
termasuk Ready to
Use Therapeutic • Berdasarkan
Tata Laksana Gizi Food (RUTF) sesuai estimasi jumlah
Buruk Rawat Jalan dengan pedoman. balita gizi buruk
(kurang lebih 80%
• Home economic set dari estimasi jumlah
(alat untuk mengolah balita gizi buruk )
dan F-100 seperti
gelas ukur, kompor,
panci, sendok
makan, piring,
mangkok, gelas dan
penutupnya dan lain-
lain)

PELATIHAN GIZI BENCANA


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
105
• Obat-obatan:
antibiotika, mineral
mix, resomal, obat
cacing, vitamin A dan
obat-obatan lain
sesuai protokol.

• Media KIE & food


model

• Formulir pasien,
formulir rujukan,
formulir pencatatan
dan pelaporan.

• SOP tata laksana gizi


buruk pada balita
usia 6-59 bulan di
layanan rawat jalan
(mengacu pada
pedoman
pencegahan dan tata
laksana gizi buruk
pada balita dan buku
saku pencegahan
dan tata laksana gizi
buruk pada balita
bagi tenaga
kesehatan)

Suplementasi Gizi

Obat dan Perbekalan


Komponen Estimasi
Kegiatan Kesehatan yang Sumber
Perhitungan kebutuhan
Diperlukan
Prioritas sasaran:

• Estimasi jumlah ibu • Dinkes,


• Makanan
hamil dan balita 6- Kemenkes,
Distribusi menyeluruh Tambahan Ibu
59 bulan Mitra
MT Ibu Hamil dan Hamil
(BUMN/CSR)
Balita • Estimasi jumlah ibu , Organisasi
• Makanan
menyusui Profesi
Tambahan Balita
(Persagi,
Catatan: pada kondisi AIMI)
darurat dapat diberikan

PELATIHAN GIZI BENCANA


106
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
kepada setiap populasi
terdampak tanpa • Instansi
terkecuali apabila stok terkait, dana
tersedia. cadangan
pemerintah
pusat,
• Makanan provinsi,
• Estimasi jumlah ibu kabupaten,k
Distribusi MT Ibu Hamil Tambahan Ibu
hamil KEK ota
dan Balita pada Hamil
sasaran prioritas Permintaan
• Estimasi jumlah
• Makanan berjenjang
balita gizi kurang
Tambahan Balita melalui
Dinkes
• Tablet vitamin A
dengan dosis
Pemberian Vitamin A 100.000 SI (warna
pada Balita dan Ibu biru) untuk pada
Nifas untuk bayi 6-11 bulan. • Estimasi jumlah bayi
peningkatan daya 6-11 bulan, anak 12-
tahan tubuh serta • Tablet vitamin A 59 bulan dan Ibu
pencegahan campak dosis 200.000 SI Nifas
dan diare (warna merah)
untuk anak berusia
12-59 bulan dan Ibu
nifas.
Pemberian TTD pada
• Estimasi Jumlah Ibu
Ibu Hamil dan remaja • Tablet Tambah
hamil dan remaja
putri Darah
putri

PELATIHAN GIZI BENCANA


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
107
Lembar Kasus Mata Pelatihan Inti 4

1) Estimasi kelompok rentan


a. Bukit Raya

Estimasi Pengungsi
Proporsi
Kelompok Total Total Laki-laki Perempuan
Penduduk
45% 40% 60%
Balita 15% 2367 1065 426 639
Baduta 5% 789 355 142 213
Lansia 8% 1263 568 227 341
Ibu Hamil 3% 473 213 85 128
Ibu Nifas 2% 316 142 57 85
Penderita penyakit
kronik/Penyakit Tidak
4% 631 284 114 170
Menular (Diabetes,
Jantung, Hipertensi)
Remaja putri 3% 473 213 85 128
Penyandang
2% 316 142 57 85
Disabilitas
Total 6628 2982 1193 1789

b. Punai
Estimasi Pengungsi
Proporsi
Kelompok Total Total Laki-laki Perempuan
Penduduk
30% 45% 55%
Balita 17% 1437 647 259 388
Baduta 4% 338 152 61 91
Lansia 11% 930 418 167 251
Ibu Hamil 3% 254 114 46 68
Ibu Nifas 3% 254 114 46 68
Penderita penyakit
kronik/Penyakit Tidak
2% 169 76 30 46
Menular (Diabetes,
Jantung, Hipertensi)
Remaja putri 5% 423 190 76 114
Penyandang
3% 254 114 46 68
Disabilitas
Total 4057 1825 731 1094

PELATIHAN GIZI BENCANA


108
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
c. Senarai

Estimasi Pengungsi
Proporsi
Kelompok Total Total Laki-laki Perempuan
Penduduk
40% 47% 53%

Balita 13% 1646 741 296 444

Baduta 4% 506 228 91 137

Lansia 9% 1140 513 205 308

Ibu Hamil 6% 760 342 137 205

Ibu Nifas 3% 380 171 68 103


Penderita penyakit
kronik/Penyakit Tidak
5% 633 285 114 171
Menular (Diabetes,
Jantung, Hipertensi)
Remaja putri 6% 760 342 137 205
Penyandang
1% 127 57 23 34
Disabilitas
Total 5952 2679 1071 1607

2) Hasil Penapisan

Balita Gizi Kurang Gizi Buruk Ibu


# Ibu
Kecamatan Hamil
pengungsian Tota Tota Hamil
Total L P L P L P KEK
l l

Bukit Raya 19 1567 627 940 157 94 63 63 25 38 350 28

Punai 12 1332 533 799 200 120 80 67 27 40 220 18

Senarai 8 989 396 593 119 71 47 30 12 18 420 34

Total 39 3888 1555 2333 475 285 190 159 64 95 990 79

3) Situasi

Pertemuan sub klaster gizi tingkat kabupaten baru saja dilakukan. Informasi penting dari
pertemuan tersebut sebagai berikut:
1. Adanya keterbatasan air bersih untuk penyelenggaraan dapur PMBA.
2. Kapasitas Dapur PMBA baru mencukupi untuk 2000 balita (1000 di Bukit Raya, 500 di Punai
dan 500 di Senarai).
3. Ditemukan donasi susu formula yang tidak terkontrol di 22 pengungsian.
4. Konselor menyusui terlatih yang tersedia di kabupaten Z hanya dapat memenuhi kebutuhan
untuk di 12 penngungsian.
PELATIHAN GIZI BENCANA
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
109
5. Suplementasi vitamin A telah dilakukan dua bulan yang lalu.
6. Stok PMT ibu hamil dan balita telah disalurkan kepada pengungsi. Sisa stok PMT yang tersedia
mencukupi untuk diberikan kepada 500 balita dan 200 ibu hamil.
7. Stok TTD untuk ibu hamil, remaja putri tersedia 3.000 tablet
8. Banyak dari ibu berhenti memberikan ASI kepada baduta akibat susu formula yang diberikan
secara gratis.
9. Stok obat dan perbekalan kesehatan untuk penanganan gizi buruk hanya tersedia 50% dari
kebutuhan.
10. Tim Asuhan Gizi (TAG) terlatih di Kabupaten Z hanya dapat memenuhi 30% dari kebutuhan.
11. Sebagian besar fasilitas kesehatan untuk penanganan gizi buruk di wilayah bencana tidak
dapat beroperasi.
12. Masyarakat mengkhawatirkan terjadinya banjir susulan.
13. Gudang penyimpanan di Dinas Kesehatan dan Puskesmas tidak dapat digunakan karena
tergenang.
14. Beberapa mitra subklaster gizi baru saja tiba di posko sub klaster gizi dan menunggu instruksi
wilayah kerja. Sumberdaya yang dimiliki oleh para mitra merupakan sumberdaya baru yang
belum dimobilisasi ke wilayah terdampak. Sumberdaya yang mereka miliki sebagai berikut:
a. Yayasan Sayonara
i. Dapur PMBA: 1 unit dengan kapasitas 100 orang perhari
ii. Konselor Menyusui: 10 orang
b. Yayasan Sayur Mayur
i. Dapur PMBA : 2 unit @ kapasitas 100 orang perhari
ii. SDM terlatih tata laksana gizi buruk : 10 orang
c. Yayasan silumba-lumba
i. Suplementasi TTD untuk 100 remaja putri dan 100 ibu hamil
d. Universitas ABCD
i. Suplementasi vitamin A untuk 200 balita
ii. Ahli gizi : 10 orang

B. Volume dan Dosis PMT

PELATIHAN GIZI BENCANA


110
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
PELATIHAN GIZI BENCANA
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
111
PELATIHAN GIZI BENCANA
112
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
MODUL
INTI 5
MODUL INTI 5. RENCANA KESIAPSIAGAAN GIZI

I. Deskripsi Singkat
Mata pelatihan ini membahas tentang pendekatan kesiapsiagaan bencana; dan rencana
Kesiapsiagaan gizi. Rencana kesiapsiagaan gizi merupakan bagian dari rencana penanggulangan
kedaruratan krisis kesehatan yang merupakan acuan bagi pelaksanaan krisis kesehatan dalam
keadaan darurat.

II. Tujuan Pembelajaran


A. Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini peserta mampu menyusun rencana kesiapsiagaan gizi

B. Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu:
1. Menjelaskan kesiapsiagaan bidang gizi
2. Menyusun rencana kesiapsiagaan gizi

III. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok

A. Materi Pokok 1: Pendekatan kesiapsiagaan bencana bidang gizi

B. Materi Pokok 2: Rencana kesiapsiagaan gizi

IV. Metode
Metode yang digunakan pada materi ini adalah:
1. Ceramah interaktif
2. Curah pendapat
3. Latihan (IHB 2)

V. Media dan Alat Bantu


Media yang digunakan pada materi ini adalah:
1. LCD
2. Laptop
3. Layar
4. Flip Chart
5. ATK
6. Bahan tayang
7. Format rencana kesiapsiagaan gizi
8. Modul pelatihan
9. Panduan latihan

VI. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran


A. Pembukaan sesi pembelajaran (5 menit), fasilitator
1. Menyapa peserta.
2. Melakukan bina suasana untuk menaikkan semangat peserta dan mengajak fokus peserta
agar siap mengikuti pembelajaran.

PELATIHAN GIZI BENCANA


114
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
3. Memperkenalkan diri.
4. Menyampaikan tujuan pembelajaran dengan menggunakan bahan tayangan dan deskripsi
singkat materi yang akan ajarkan

B. Penyajian (120 menit), fasilitator


1. Menyampaikan materi pokok Pendekatan Kesiapsiagaan Respon gizi (15 menit)
2. Melakukan curah pendapat sebagai berikut (10 menit)
a. Minta peserta untuk menyebutkan kegiatan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
kesiapsiagaan respon gizi diwilayahnya berdasarkan materi yang telah diberikan pada
pelatihan.
b. Tuliskan jawaban pada flipchart
c. Beri tanda kegiatan yang dapat dimasukan kedalam rencana kesiapsiagaan gizi sebagai
pengantar penyampaian materi pokok rencana kesiapsiagaan gizi
3. Menyampaikan materi pokok Rencana kesiapsiagaan gizi (25 menit)
4. Memberikan kesempatan bertanya pada peserta (5 menit)
5. Melaksanakan penugasan mata pelatihan inti 5 yaitu penyusunan rencana kesiapsiagaan
respon gizi mengacu pada petunjuk penugasan pada lampiran penugasan (90 menit).

C. Penutup (10 menit), fasilitator


1. Merangkum pembelajaran dengan mengajak peserta untuk mengulang hal-hal yang
penting sekaligus.
2. Menutup sesi dengan ucapan terima kasih.

VII. Uraian Materi


A. Materi Pokok 1: Pendekatan Kesiapsiagaan bidang gizi
Penanggulangan pada tahap prakrisis kesehatan meliputi upaya pencegahan dan mitigasi,
dan kesiapsiagaan. Upaya pencegahan dan mitigasi pada tahap prakrisis kesehatan meliputi
kegiatan
1. Kajian risiko Krisis Kesehatan;
2. Menyusun, mensosialisasikan dan menerapkan kebijakan atau standar Penanggulangan
Krisis Kesehatan;
3. Mengembangkan sistem informasi Penanggulangan Krisis Kesehatan;
4. Menyusun rencana Penanggulangan Krisis Kesehatan; dan
5. Melaksanakan peningkatan kapasitas Fasilitas Pelayanan Kesehatan Aman Bencana.

Kesiapsiagaan respon bencana merupakan bagian dari penylenggaraan penanggulangan


bencana dalan situasi terdapat potensi situasi bencana. Kesiapsiagaan dilakukan untuk
memastikan upaya yang cepat dan tepat dalam menghadapi kejadian bencana. Kesiapsiagaan
adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi Krisis Kesehatan melalui
pengorganisasian dengan langkah yang tepat guna dan berdaya guna. Upaya kesiapsiagaan
pada tahap prakrisis kesehatan sebagaimana dimaksud pada meliputi kegiatan:
1. Perencanaan
2. Simulasi/geladi bidang kesehatan;
3. Pemberdayaan masyarakat;
4. Mengembangkan sistem peringatan dini krisis kesehatan;
5. Membentuk EMT, tim RHA, PHRRT, dan tim kesehatan lainnya;
6. Menyiapkan ketersediaan sarana prasarana kesehatan, dan Perbekalan Kesehatan yang
memadai untuk upaya tanggap darurat; dan
7. Meningkatkan kapasitas sumber daya manusia baik dalam hal manajerial maupun teknis.
PELATIHAN GIZI BENCANA
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
115
Gambar 6. Siklus Kesiapsiagaan Bencana

Penanganan gizi pada masa prabencana terdiri dari dua bagian yaitu penanganan pada
situasi tidak terjadi bencana dan pada situas terdapat potensi bencana. Kegiatan-kegiatannya
mencakup dibawah ini.

e. Dalam situasi tidak terjadi bencana kegiatan yang perlu dilakukan meliputi
1) Analisis dan pengurangan Risiko Masalah Gizi
2) Sosialisasi dan orientasi termasuk Pelatihan teknis terkait materi gizi
3) Pengadaan Sarana dan Prasarana Standar Penanganan Gizi
4) Surveilans gizi

f. Dalam situasi terdapat potensi terjadinya bencana, kegiatannnya adalah:


8) Penyusunan Rencana Kontinjensi Gizi
9) Penyediaan Buffer stock Suplementasi Gizi
10) Penggerakan Sumber Daya
11) Perencanaan Penyelenggaraan Makanan Banyak bagi masuarakat terdampak
12) Penyedian tenaga kesehatan yang mempunyai kemampuan konseling menyusui/PMBA
pada situasi bencana alternatif lainnya Penyediaan tenaga konselor menyusui /PMBA
pada situasi Bencana
13) Pembinaan teknis
14) Simulasi penanganan gizi

B. Materi Pokok 2: Rencana kesiapsiagaan Gizi


Rencana kesiapsiagaan gizi merupakan bagian dari rencana penanggulangan kedaruratan
krisis kesehatan. Rencana kesiapsiagaan disusun oleh Sub Klaster gizi melibatkan organisasi/
instansi yang terlibat dalam penanganan gizi. Rencana tersebut digunakan sebagai acuan
untuk meningkatkan kapastias sub klaster gizi didalam melaksanakan respon gizi pada masa
tanggap darurat bencana. Khususnya pada wilayah yang memiliki risiko bencana Rencana
Kesiapsiagaan sebaiknya dilengkapi dengan penyusunan rencana kontinjensi untuk mencegah,
atau menanggulangi dampak bencana secara lebih efektif dalam situasi darurat atau kritis
dengan menyepakati skenario dan tujuan, menetapkan tindakan teknis dan manejerial, serta
tanggapan dan pengerahan potensi yang telah disetujui bersama.
PELATIHAN GIZI BENCANA
116
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
Pada masa tanggap darurat, dalam melaksanakan respon gizi, sub klaster gizi menyusun
Rencana respon gizi yang digunakan sebagai acuan bagi setiap instansi/lembaga mitra sub
klaster yang terlibat dalam respon gizi. Proses penyusunan rencana memerlukan keterlibatan
dan komitmen ditataran pimpunan untuk menyatukan komitmen diantara pihak yang terlibat
sebelum emergensi terjadi. Saat proses penyusunan dokumen perencanaan secara otomatis
terjadi sharing informasi sekaligus mengedukasi pihak – pihak yang terlibat dalam penanganan
darurat bencana sehingga terbangun jejaring dan memperkuat koordinasi antar pihak-pihak
terkait.

Rencana Kesiapsiagaan gizi memuat rincian kegiatan-kegiatan yang dibutuhkan untuk


meningkatkan kesiapsiagaan respon gizi. Kegiatan yang di susun perlu memenuhi prinsip-
prinsip SMART yaitu Specific (spesifik), Measurable (dapat diukur), Agreeable (sesuai), Realistic
(realistis), dan Time-bound (ada batas waktu yang jelas). Kegiatan dapat dirincikan dari setiap
kegiatan kesiapsiagaan gizi dibawah ini:
1. Perencanaan. Contohnya rencana kesiapsiagaan gizi dan rencana kontinjensi di tingkat
instansi maupun di tingkat daerah.
2. Simulasi/geladi bidang kesehatan. Contohnya simulasi respon gizi berdasarkan rencana
kontinjensi yang sudah disusun. Simulasi respon gizi dapat dilakukan sebagai bagian dari
simulasi penanggulangan krisis kesehatan atau penanggulangan bencana yang dilakukan
oleh pemerintah daerah.
3. Pemberdayaan masyarakat. Contohnya penguatan kader masyarakat terkait respon gizi.
4. Mengembangkan sistem peringatan dini krisis kesehatan. Contohnya mengembangkan
sistim surveilans gizi, dan menyiapkan sistim informasi situasi gizi.
5. Membentuk EMT, tim RHA, PHRRT, dan tim kesehatan lainnya. Misalnya membentuk
Subklaster gizi dan Tim Gerak Cepat Gizi di masing-masing wilayah.
6. Menyiapkan ketersediaan sarana prasarana kesehatan, dan Perbekalan Kesehatan yang
memadai untuk upaya tanggap darurat. Contohnya menyiapkan buffer stock obat dan
perbekalan kesehatan yang dibutuhkan untuk respon gizi.
7. Meningkatkan kapasitas sumber daya manusia baik dalam hal manajerial maupun teknis.
Misalnya melakukan sosialisasi pedoman respon gizi pada masa tanggap darurat, pelatihan
gizi bencana serta pelatihan terkait intervensi gizi spesifik antara lain pelatihan konselor
menyusui, suplementasi gizi, tatalaksana gizi kurang dan gizi buruk.

VIII. Rangkuman
Modul inti 5 membahas tentang rencana kesiapsiagaan gizi melalui ceramah interaktif, curat
pendapat dan simulasi. Ceramah interaktif menyampaikan materi pokok 1) Pendekatan
kesiapsiagaan bencana; dan 2) Rencana kesiapsiagaan gizi. Di akhir materi, diharapkan peserta
dapat Menyusun rencana kesiapsiagaan gizi yang memuat upaya kesiapsiagaan respon gizi
berdasarkan materi pelatihan gizi bencana.

IX. Referensi
1. PMK 75 tahun 2019 tentang Penanggulangan Krisis Kesehatan
2. Pedoman Pelaksanaan Respon Gizi Pada Masa Tanggap Darurat, Direktorat Gizi, Kementerian
Kesehatan RI: 2020

X. Lampiran
A. Penugasan Mata Pelatihan Inti 5. Rencana kesiapsiagaan gizi

PELATIHAN GIZI BENCANA


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
117
1. Tujuan
Setelah menyelesaikan penugasan, peserta mampu menyusun rencana kesiapsiagaan gizi

2. Metode : Latihan

3. Bahan penugasan
a. ATK
b. Flip Chart
c. Laptop
d. Hasil penugasan Modul Pelatihan Inti 3 & 4
e. Format rencana kesiapsiagaan gizi

4. Alokasi Waktu : 2 Jam Pelajaran @ 45 menit = 90 menit

5. Langkah-langkah
a. Bagi peserta ke dalam kelompok
b. Fasilitator meminta kelompok untuk melihat kembali analisis analisis situasi dan rencana
kesiapsiagaan respon gizi yang telah dibuat sebelumnya pada diskusi kelompok mata
pelatihan inti 3 dan 4.
c. Berdasarkan situasi dan rencana respon yang telah dibuat pada mata pelatihan inti 3
dan 4, Fasilitator meminta kelompok untuk mengidentifikasi upaya-upaya yang perlu
dilakukan (upaya kesiapsiagaan) oleh dinas kesehatan dan mitra sub klaster gizi untuk
pada tahap prabencana untuk mengurangi risiko bencana terhadap layanan gizi
d. Fasilitator membacakan pertanyaan berikut untuk memperjelas intruksi “Seandainya
kita mundur sebelum kejadian bencana terjadi, upaya-upaya apa saja yang harus anda
lakukan pada tahap prabencana untuk mengurangi risiko krisis kesehatan terkait gizi?”
e. Bagikan lembar format rencana kesiapsiagaan kepada kelompok. Minta kelompok
untuk membuat memasukan upaya kesiapsiagaan yang diidentifikasi kedalam format
rencana kesiapsiagaan respon gizi.
f. Berikan waktu 45 menit bagi kelompok untuk membuat rencana kesiapsiagaan respon
gizi.
g. Fasilitator mendampingi kelompok dalam proses diskusi dan memberikan klarifikasi
yang diperlukan di setiap kelompok.
h. Kelompok mempresentasikan hasil penugasan penyusunan rencana kesiapsiagaan
respon gizi
i. Fasilitator memberikan rangkuman terhadap langkah-langkah penyusunan rencana
kesiapsiagaan gizi.

Format Rencana Kesiapsiagaan Gizi


Durasi Waktu yang
Tingkatan Pelaksa- Diperlukan untuk
Upaya yang Perlu naan (Desa/Kelu- melaksanakan Sumber Pendanaan
No Hambatan Pihak Yang Terlibat
dilakukan rahan/ Puskesmas/ kegiatan (dalam Potensial
Dinkes bulan – Maksimal
12 bulan)

PELATIHAN GIZI BENCANA


118
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
Panduan
Simulasi
Gabungan
Panduan Simulasi Gabungan

Tujuan
Setelah melakukan simulasi, peserta mampu melakukan manajemen respon gizi pada masa tanggap
darurat

Petunjuk:
1. Fasilitator membagi peserta kedalam 4 kelompok Latihan (maksimal).
2. Fasilitator meminta setiap peserta untuk melakukan praktik manajemen respon gizi berdasarkan
kasus yang diberikan untuk dijadikan satu rencana respon gizi (rencana intervensi dan monitoring
respon gizi) dengan langkah langkah sebagai berikut:
a. Lakukan pertemuan subklaster gizi (lihat panduan simulasi mata pelatihan inti 2). Waktu
penugasan 2 JPL (90 menit).
b. Lakukan kajian dampak bencana (lihat panduan simulasi mata pelatihan inti 3). Waktu
penugasan 2 JPL (90 menit).
c. Buatlah rencana intervensi dan monitoring untuk setiap intervensi gizi (lihat panduan simulasi
mata pelatihan inti 4). Waktu penugasan 3 JPL (135 menit).
3. Faslitator melakukan evaluasi simulasi serta memberikan umpan balik untuk setiap penugasan
pada simulasi.

Waktu:
7 JPL x 45 Menit = 315 menit

Simulasi Mata Pelatihan Inti 2. Melakukan Pertemuan Koordinasi Subklaster Gizi

1. Tujuan
Pada akhir kegiatan simulasi, peserta diharapkan mampu untuk melakukan pertemuan koordinasi
subklaster gizi.

2. Bahan Latihan
a. Flip Chart
b. Area/ruang pertemuan
c. Lembar kasus
d. Lembar peran
e. Agenda pertemuan sub klaster gizi
f. Form Siapa melakukan apa dimana kapa (4W)

3. Alokasi Waktu: 2 x 45 menit


4. Langkah-langkah
a. Fasilitator membagi peserta menjadi 2 kelompok untuk mensimulasikan pertemuan secara
parallel.
b. Fasilitator menentukan area/ruang pertemuan untuk setiap kelompok dan meminta setiap
kelompok untuk berpindah ke lokasi atau ruang kelas yang telah ditentukan
c. Fasilitator menjelaskan lembar kasus dan skenario bermain peran.
d. Fasilitator membagikan set lembar peran untuk setiap kelompok. Fasilitator menentukan
peran masing-masing anggota kelompok berdasarkan lembar peran. Apabila jumlah anggota
kelompok melebihi jumlah peran yang ada, maka 1 peran dapat mainkan oleh lebih dari 1
orang.

PELATIHAN GIZI BENCANA


120
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
e. Berikan setiap kelompok 5 menit untuk persiapan
f. Fasilitator memberikan 20 menit kepada setiap kelompok untuk melaksanakan pertemuan
koordinasi subklaster gizi dan anggota kelompok berperan sesuai dengan peran yang
ditentukan.
g. Fasilitator meminta kelompok kembali ke ruangan kelas
h. Fasilitator memberikan waktu 5 menit kepada setiap kelompok untuk menyampaikan evaluasi
terhadap pelaksanaan pertemuan koordinasi dan tidak mengulang poin-poin yang disampaikan
oleh kelompok sebelumnya.

Lembar Kasus

• Telah terjadi gempa 7,2 SR di Provinsi Sanubari yang berdampak terhadap 3 kabupaten/kota.
• Gubernur telah menetapkan status tanggap darurat selama 14 hari.
• Pemerintah dan Lembaga Swadaya Masyarakat dari daerah setempat dan dari luar daerah
mulai menyelenggarakan penanganan darurat bencana, termasuk respon gizi.
• Koordinasi klaster kesehatan dan subklaster gizi telah diaktifkan oleh pemerintah setempat.
• Pertemuan subklaster gizi akan segera dilakukan. Salah satu agenda yang akan dibahas adalah
analisis situasi dan persiapan kajian dampak bencana.
• Profil provinsi Sanubari sebagai berikut

Profil Provinsi Sanubari

Provinsi Sanubari adalah provinsi dengan status gizi yang tidak terlalu baik. Meskipun tidak ada data
pasti mengenai situasi di tiga kabupaten/kota terdampak. Banyak dari mereka tinggal di daerah yang
sulit dijangkau sehingga jumlah pastinya tidak diketahui.

Walaupun demikian, ini hanya perkiraan yang mungkin tidak menggambarkan seluruh situasi di provinsi
ini, terutama untuk daerah terpencil dan sulit dijangkau. Salah satu contohnya adalah Sudarto yang
berusia 6 bulan. Dia menderita gizi buruk, dengan berat hanya 3,4 kg. Keluarganya tinggal di Desa
Javita yang terletak di kabupaten Saliwa yang terpencil dan sulit dijangkau. Akses terhadap air bersih
juga salah satu kendala yang dihadapi di provinsi ini.

Dalam 2 tahun terakhir ini, terjadi kenaikan harga bahan-bahan pokok. Kenaikan harga makanan ini
memaksa keluarga, termasuk ibu hamil dan anak-anak, khususnya balita, mengkonsumi makanan lebih
dengan kualitas gizi yang sangat minim. Dengan berbagai situasi yang melanda provinsi Sanubari,
beberapa bayi dilahirkan dengan berat 1,2 kg saat lahir.

Data terakhir menunjukkan bahwa hanya 20 persen ibu mempraktikkan pemberian ASI eksklusif di
Provinsi Sanubari. Banyak anak menderita stunting dan gizi kurang/buruk. Selain itu, tantangan utama
adalah tidak ada yang tahu secara pasti situasi sebenarnya, karena banyaknya daerah yang tidak
terjangkau.

Demografi
#Balita (0-59 #Baduta (0-23
Kabupaten/Kota Populasi % populasi #Lansia #Ibu Hamil #Bayi (0-5 bulan)
bulan) bulan)
Ambara 7,784,400 49.90% 155,688 272,454 334,729 171,257 62,275
Saliwa 4,914,000 31.50% 98,280 171,990 211,302 108,108 39,312
Rawang 2,901,600 18.60% 58,032 101,556 124,769 63,835 23,213
Total 15,600,000 100% 312,000 546,000 670,800 343,200 124,800

PELATIHAN GIZI BENCANA


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
121
• Ibukota Provinsi Sanubari adalah, Kota Ambara yang memiliki populasi 7,7 juta penduduk.
• 44,9% dari populasi berusia di bawah 15 tahun dan 17% dari mereka berusia <5 tahun.
• 70,8% pria dan 36,3% wanita berbicara bahasa Indonesia
• Literasi perempuan diperkirakan 24%
• Rasio laki-laki dan perempuan adalah 62% laki-laki dan 38% perempuan

Pendidikan
• Hanya seperempat perempuan (24%) berusia 15-24 tahun yang melek huruf.

Ekonomi dan infrastruktur


• Diperkirakan 30% populasi hidup di bawah garis kemiskinan.
• Provinsi Sanubari memiliki sistem telepon seluler yang lengkap dengan jangkauan luas hampir
di seluruh daerah.
• Jalan raya utama antar kabupaten/kota dalam kondisi baik, akan tetapi kondisi jalan ke daerah
lain dalam kondisi buruk. Akses ke kecamatan dan desa terpencil dihubungkan oleh jalan
tanah yang kondisinya akan semakin buruk saat musim hujan.

Kesehatan
• Rasio dokter per 1000 penduduk adalah 0,03.
• Diantara anak-anak berusia 6-59 bulan, 21% menerima kapsul vitamin A sebanyak satu kali dan
hanya 9% anak menerima kapsul vitamin A sebanyak dua kali dalam setahun.
• 46% anak di bawah usia satu tahun telah menerima vaksinasi campak.
• Masih terdapat penularan kasus COVID-19
• Merupakan wilayah Endemik malaria

Gizi
• Berdasarkan data laporan rutin terakhir, diperoleh data status gizi di Provinsi Sanubari sebagai
berikut:

Data Nilai
Cakupan ASI Ekslusif 20%
Prevalensi Anemia pada balita 57%
Prevalensi Anemia pada wanita hamil 46,8%
Prevalensi Anemia pada usia reproduksi 44,4%
Prevalensi Gizi Kurang 19%
Prevalensi Gizi Buruk 6.3%

• Berdasarkan data laporan rutin terakhir dari kabupaten/kota terdampak, diperoleh data status
gizi Per kabupaten/kota sebagai berikut:

Kabupaten/Kota % Gizi Kurang % Gizi Buruk


Ambara 16 5
Saliwa 27 10.9
Rawang 14 3

PELATIHAN GIZI BENCANA


122
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
Kebijakan kesehatan dan gizi
• Pasien diharuskan membayar semua kecuali perawatan yang paling mendasar. Sudah ada
dukungan dari pemerintah untuk menyediakan obat-obatan penting untuk anak-anak dan wanita
hamil tanpa biaya.
• Kebijakan gizi nasional di Indonesia mencakup distribusi vitamin A, zat besi dan pemantauan dan
promosi pertumbuhan.

Air dan Sanitasi


• Ketersediaan air di Provinsi Sanubari bervariasi antara daerah. Di daerah yang dekat sungai, air
tersedia sangat banyak akan tetapi sangat sulit di daerah lainnya. Secara umum sumber air sangat
terbatas untuk sepanjang tahun.

Ketahanan Pangan
• Provinsi Sanubari merupakan wilayah dengan kerawanan pangan tinggi akibat banjir yang sering
terjadi. Hal in menyebabkan 20% dari populasi mengalami kerawanan pangan tingkat sedang.
Berdasarkan kajian, keluarga hanya dapat mengkonsumsi protein hewani satu kali seminggu.
Sementara gagal panen telah terjadi dan menyebabkan keluarga lebih sering mengkonsumsi
karbohidrat saja sebagai makanan utama.

Lembar Peran

1. Penanggung Jawab Program Gizi (koordinator Subklaster Gizi):


• Anda bertugas untuk memfasilitasi pertemuan koordinasi subklaster gizi sesuai dengan agenda
pertemuan (gunakan referensi pada lampiran agenda pertemuan subklaster pada Pedoman
Respon Gizi Pada Masa Tanggap Darurat, Kemenkes 2020).
• Sampaikan situasi umum status gizi sebelum bencana (lihat profil provinsi Sanubari diatas)
“ -------------------------------------------------------------------------------

2. Aksi Cepat Tepat (LSM):


• Anda memiliki kapasitas dan sumberdaya untuk melakukan Distribusi mother baby kit, dignity kit
& hygiene kit
• Mobilisasi konselor ASI
• Organisasi anda juga memiliki staf yang siap untuk melakukan kaji cepat multi sektor joint needs
analisis.
• Tanyakan kepada subklaster gizi apa rencana terkait pelaksanaan pengkajian cepat gizi dan
bagaimana mitra subklaster dapat terlibat.
“ -------------------------------------------------------------------------------

3. BSM Ummat (LSM):


• Anda dapat menyediakan pendamping teknis, dukungan dana dan bahan untuk pelaksanaan
dapur MPASI akan tetapi perlu tenaga lokal, baik dari dinas setempat maupun dari masyarakat
• Akan melaksanakan distribusi bahan makanan
• Akan melakukan mobilisasi Konselor ASI
“ -------------------------------------------------------------------------------

4. PERSAGI:
• Memiliki konselor yang siap dimobilisasi ke pengungsian-pengungsian akan tetapi tidak
mencukupi karena sebagian besar konselor juga terdampak

PELATIHAN GIZI BENCANA


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
123
• Memiliki tenaga pendamping sebanyak 5 orang yang siap untuk melakukan Pendampingan
Puskesmas untuk tata laksana gizi buruk.
• Perlu arahan terkait lokasi prioritas untuk pendampingan tata laksana gizi buruk
“ -------------------------------------------------------------------------------

5. Universitas Sanubari Jaya:


• Siap untuk membantu kaji cepat
• Mempunyai stok bahan makanan anak dan bayi yang dapat dimobilisasi besok. akan tetapi
memerlukan informasi lokasi target distribusi
• 5 orang Ahli Gizi akan tiba besok dan dapat melakukan pendampingan dapur MPASI dan juga
penanganan gizi buruk di PUSKESMAS apabila diperlukan
“ -------------------------------------------------------------------------------

6. Dompet Bencana (LSM):


• Membawa bubur bayi dan susu formula yang saat ini siap untuk dibagikan ke camp pengungsian
• Memiliki 50 relawan yang siap membantu untuk surveilans dan kaji cepat dampak bencana
“ -------------------------------------------------------------------------------

7. Media:
• Siap membantu diseminasi pesan kunci komunikasi risiko terkait pelayanan gizi kepada
masyarakat
• Siap membantu pelaksanaan kaji cepat komunikasi risiko
“ -------------------------------------------------------------------------------

8. Tim Gerak Cepat Gizi (TGC) Kemenkes:


• Anda ditugaskan oleh Direktorat Gizi Masyarakat Kemenkes melalui Pusat Krisis Kesehatan
untuk membantu pengelolaan respon gizi di provinsi sanubari.
• Memberikan informasi bahwa Kemenkes sedang melakukan Mobilisasi PMT Ibu Hamil sebanyak
2,81 Ton dan PMT Balita sebanyak 3 Ton

Agenda Pertemuan Sub Klaster Gizi

1. Pembukaan
2. Analisis Situasi Terkini
3. Update dari peserta pertemuan (siapa melakukan apa dimana)
4. Pembahasan kendala dan kesenjangan apabila ada
5. Rencana tindak lanjut
6. Penutupan

Form Siapa Melakukan Apa Dimana Kapan

Form dapat diunduh di: https://bit.ly/4Wgizi

PELATIHAN GIZI BENCANA


124
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
Simulasi Mata Pelatihan Inti 3. Melakukan Kajian Dampak Bencana

1. Tujuan
Pada akhir kegiatan simulasi, peserta mampu untuk melakukan kajian dampak bencana

2. Bahan penugasan
a. ATK
b. Flipchart
c. Lembar Kasus
d. Lembar Hasil RHA Gizi
e. Lembar siapa melakukan apa dimana (4W)

3. Alokasi Waktu: 2 jam pelajaran @ 45 Menit = 90 menit

4. Langkah-langkah
a. Fasilitator menjelaskan dan membagikan lembar kasus dan lembar hasil RHA Gizi
b. Fasilitator menjelaskan instruksi latihan yang terdiri dari:
1) Minta peserta membuat peta sasaran gizi provinsi Sanubari berdasarkan data laporan hasil
RHA.
2) Minta peserta melakukan analisis situasi paskabencana berdasarkan hasil RHA
3) Minta peserta membuat pertanyaan terkait gizi untuk dimasukan kedalam kajian multi sektor
(pendataan dan kajian pengungsian terpadu)
4) Minta peserta membuat rencana survei cepat gizi berdasarkan kesenjangan informasi
c. Berikan waktu 45 menit bagi kelompok untuk melakukan tugas tersebut. Minta anggota kelompok
untuk berbagi tugas.
d. Fasilitator meminta kelompok mempresentasikan hasil diskusi dengan waktu 7 menit per
kelompok.
e. Fasilitator memberikan klarifikasi jawaban apabila di perlukan dan memberikan rangkuman.

Lembar Kasus

• Saat ini kita berada pada hari ke tiga paska kejadian gempa 7,2 SR di Provinsi Sanubari yang
berdampak terhadap 3 kabupaten/kota.
• Anda adalah Tim Gerak Cepat Gizi yang ditugaskan untuk membantu penanggung jawab gizi
provinsi sanubari dalam mengelola respon gizi.
• Tim reaksi cepat dan Tim Klaster kesehatan Provinsi Sanubari telah melakukan kaji cepat termasuk
Rapid Health Assessment (RHA). Rangkuman hasil RHA telah tersedia (lihat rangkuman di bagian
selanjutnya).
• Saat ini, klaster perlindungan dan pengungsian (Dinsos) sedang merencanakan kajian multi sektor
(pendataan dan kajian pengungsian terpadu) dan meminta masukan pertanyaan terkait gizi kepada
subklaster gizi.

Tugas yang harus dikerjakan oleh tiap kelompok

a. Buat peta sasaran gizi provinsi sanubari berdasarkan data laporan hasil RHA Gizi.
b. Lakukan analisis situasi pascabencana berdasarkan hasil RHA.
c. Buat pertanyaan terkait gizi untuk dimasukan kedalam kajian multi sektor (pendataan dan kajian
pengungsian terpadu).
d. Buat rencana survei cepat gizi berdasarkan kesenjangan informasi.
PELATIHAN GIZI BENCANA
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
125
Lembar Hasil RHA Gizi

Jumlah kelompok rentan yang mengungsi dan lokasi terdampak

Kab/Kota Ambara Saliwang Rawang Total


Jumlah Titik Pengungsian 47 28 19 94
Lansia 1441 864 576 2882
Ibu Hamil 7684 4610 3074 15368
Ibu Nifas 33 21 15
Bayi 0-5 bulan 720 432 288 1441
Bayi 6-11 Bulan 1100 800 750 2650
Anak 12-23 Bulan 800 550 655 2005
Anak 24-59 Bulan 900 442 375 1717
Remaja Putri 545 233 112 890
Penyandang Disabilitas 12 9 6 27
Penderita Penyakit Kronis 21 13 17 51

Gempa mengakibatkan banyak kerusakan dan korban jiwa. Ribuan keluarga kehilangan rumah,
kehilangan akses terhadap layanan, dan mencari perlindungan di daerah yang lebih aman. Diperkirakan
1,5 juta jiwa terkena dampak, termasuk 7.800 balita. Lebih dari 20.000 orang saat ini tinggal di kamp-
kamp pengungsi dan sebagian besar di pemukiman informal mendadak.

Perkiraan awal menunjukkan sekitar 80.000 orang telah meninggalkan daerah yang terkena dampak.
Sekitar 50% Fasilitas kesehatan di wilayah terdampak rusak dan tidak dapat berfungsi.

Kebutuhan prioritas yaitu air bersih, sanitasi dan kebersihan, kesehatan dan gizi, pemulihan infrastruktur
dan layanan publik, tempat tinggal, perlindungan, makanan, logistik dan pemulihan ekonomi.

Banyak pusat-pusat pengungsian tidak memiliki tempat berlindung yang layak, akses terbatas ke Mandi,
Cuci, Kakus (MCK) dan air dengan penerangan yang tidak baik, sehingga menyebabkan berbagai
persoalan terkait keamanan dan perlindungan. Kondisi sanitasi telah memburuk secara signifikan
sejak dimulainya bencana, dengan diare dan infeksi kulit meningkat serta peningkatan risiko penyakit
menular dan malaria.

Penduduk sangat terkejut, hidup dalam ketakutan yang terus-menerus akibat gempa susulan yang
berkelanjutan. Kondisi kehidupan pun sulit dengan sejumlah besar masyarakat hidup bersama di ruang-
ruang kecil, di tenda sementara dengan akses air yang terbatas dan hampir tidak ada akses ke MCK.

PELATIHAN GIZI BENCANA


126
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
Simulasi Mata Pelatihan Inti 4. Membuat Rencana Respon Gizi

1. Tujuan
Setelah mengikuti simulasi ini peserta diharapkan dapat membuat rencana respon gizi.

2. Metode : simulasi

3. Bahan
a. ATK
b. Flipchart
c. Hasil analisis situasi paska bencana yang telah dibuat pada diskusi kelompok mata pelatihan Inti
d. Skenario dan Instruksi Latihan
e. Format rencana respon gizi
f. Format analisis kebutuhan

4. Alokasi Waktu: 3 jam pelajaran @ 45 menit = 135 menit


5. Langkah-langkah
a. Fasilitator menjelaskan skenario dan membagikan lembar skenario dan instruksi
b. Fasilitator menjelaskan instruksi latihan yang terdiri dari:
• Minta peserta membuat rencana intervensi dan monitoring berdasarkan kajian dampak
bencana yang sudah dilakukan pada simulasi mata pelatihan inti 3.
• Mengingatkan peserta agar komponen rencana intervensi dan monitoring respon gizi yang
perlu dibuat mencakup:
o Pemberian makan bayi dan anak
o Pencegahan dan Penanganan Gizi Kurang dan Gizi Buruk
o Suplementasi gizi
o Dukungan gizi pada kelompok rentan lainnya
o Komunikasi Risiko dan Pelibatan masyarakat

c. Berikan waktu 60 menit bagi kelompok untuk melakukan tugas tersebut. Minta anggota
kelompok untuk berbagi tugas.
d. Fasilitator meminta kelompok mempresentasikan hasil diskusi dengan waktu 10 menit per
kelompok.
e. Fasilitator memberikan klarifikasi jawaban apabila di perlukan dan memberikan rangkuman.

Lembar Kasus

• Suplementasi vitamin A di Provinsi Sanubari dijadwalkan di bulan depan. Di laporkan juga bahwa
Provinsi Sanubari merupakan wilayah endemik malaria.
• Saat ini kita berada pada hari ke lima paska kejadian gempa. Anda adalah Tim Gerak Cepat
Gizi yang ditugaskan untuk membantu penanggung jawab gizi provinsi sanubari dalam mengelola
respon gizi.
• Pusat Krisis Kesehatan meminta Anda (TGC) untuk membuat rencana intervensi dan monitoring
respons gizi di Provinsi Sanubari.
• Hasil sementara kaji cepat multi sektor menginformasikan hal-hal berikut:
o Baru 60% fasilitas kesehatan yang beroperasi pada wilayah terdampak, hanya beberapa
diantaranya yang memiliki fasilitas rawat inap untuk penanganan anak gizi kurang dan gizi
buruk. Selain itu, tenaga kesehatan yang terlatih penanganan gizi buruk terpadu pada balita

PELATIHAN GIZI BENCANA


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
127
sangat terbatas.
o 52 pengungsian kekurangan tenda keluarga.
o Banyak pengungsi dan kelompok rentan termasuk ibu hamil dan keluarga dengan anak balita
yang berjalan kaki dari Kabupaten Saliwang dan Rawang menuju ke Kota Ambara. Hal tersebut
dikarenakan terhambatnya distribusi bantuan dari Kota Ambara ke Kabupaten Saliwang dan
Kabupaten Rawang.
o Pita LiLA dan formula mix untuk penanganan anak gizi buruk yang tersedia tidak mencukupi
terutama di kabupaten Rawang.
o Terdapat donasi susu formula pada 63 penungsian. Sementara itu, 89 pengungsian tidak
memiliki akses terhadap konselor menyusi. Ibu menyusui melaporkan ketidaknyamanan
didalam memberikan ASI karena tidak adanya privasi.
o Media masa melaporkan bahwa Susu Formula adalah salah satu kebutuhan mendesak
dilapangan.
o Dilaporkan adanya keracunan makanan di Kora Ambara dan Kabupaten Saliwang akibat
konsumsi donasi makanan minuman yang kadaluarsa.
o Distribusi PMT terkendala kertersediaan transportasi dan pergudangan di Kabupaten. Kardus
PMT berserakan di halaman terbuka kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Saliwang dan Rawang.
o Terdapat 54 pengungsian yang tidak memiliki akses terhadap sanitasi dan air bersih.
o Dapur Umum yang ada di 72 pengungsian belum menyediakan Makanan khsus bayi dan anak.
o 33 pengungsian melaporkan adanya penyandang disabilitas yang membutuhkan bantuan
untuk merawat diri mereka.

Tugas yang dilaksanakan oleh tiap kelompok:


• Buat rencana intervensi dan monitoring berdasarkan kajian dampak bencana yang sudah dilakukan
pada mata pelatihan inti 3.B
• Komponen rencana intervensi dan monitoring respon gizi yang perlu dibuat mencakup:
o Pemberian makan bayi dan anak
o Pencegahan dan Penanganan Gizi Kurang dan Gizi Buruk
o Suplementasi gizi
o Dukungan gizi pada kelompok rentan lainnya
o Komunikasi Risiko dan Pelibatan masyarakat

PELATIHAN GIZI BENCANA


128
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
Form Rencana Respon Gizi

F. Analisis Situasi
• Bagaimana status gizi sebelum bencana?
• Bagaimana dampak bencana terhadap pelayanan gizi?
• Berapa estimasi jumlah kelompok sasaran gizi dan kelompok rentan (berdasarakan gender)
yang membutuhkan dukungan? Diwilayah mana lokasinya (per wilayah administratif dan per
pengungsiaan apabila informas sudah tersedia)
• Wilayah mana yang prioritas untuk didukung?
• Intervensi prioritas yang perlu disiapkan?
G. Kegiatan Pokok Intervensi
Tuliskan kegiatan pokok yang akan dilakukan dan prioritasnya untuk masing-masing komponen
intervensi dibawah ini
• Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA)
• Pencegahan dan penanganan gizi kurang dan gizi buruk
• Suplementasi gizi
• Dukungan kelompok rentan lainnya
• Komunikasi Risiko dan Pelibatan Masyarakat
• Kajian dampak bencana lanjutan
H. Analisis Kebutuhan Sumberdaya (SDM, Obat dan Perbekalan Kesehatan, Anggaran)-> Lihat
Form Analisis Kebutuhan Respon Gizi
• Apasaja sumberdaya yang dibutuhkan dan berapa jumlahnya untuk masing komponen
intervensi?
• Apasaja Sumberdaya yang tersedia?
• Apasaja sumberdaya yang TIDAK tersedia?
• Bagaimana kesenjangan sumberdaya akan dipenuhi?
I. Koordinasi Sub Klaster Gizi
Jelaskan:
• Bagaimana koordinasi sub klaster gizi akan dilakukan?
• Siapa yang akan dilibatkan?
• Kapan/seberapa sering akan dilakukan?
• Dimana lokasinya pertemuan akan dilakukan?
• Ditingkatan wilayah mana koordinasi sub klaster gizi akan dilakukan?
• Bagaimana informasi dari sub klaster gizi akan disampaikan ke klaster kesehatan?
• Dengan siapa saja dan mengenai apa koordinasi lintas sektor akan dilakukan?
• Bagaimana hasil pertemuan akan disebarkan?
J. Rencana monitoring
• Apa saja indikator yang akan dilaporkan untuk setiap komponen intervensi?
• Seberapa sering monitoring akan dilakukan?
• Siapa saja yang akan terlibat didalam monitoring?

PELATIHAN GIZI BENCANA


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
129
Form Analisis Kebutuhan Respon Gizi

A B C D E F G H I J

Harg
Item Kegiatan/SDM/Obat Jumlah Kebutuhan Kesenjangan Satuan Total
Satuan Ketersediaan Satuan Frekuensi
dan Pebekalan Kesehatan Sasaran (Estimasi) (kolom C -E) (2) (F x G x H)
(RP)
A. PMBA
Contoh: dapur pmba

B. Pencegahan dan Pen-
anganan Gizi Kurang dan
Gizi Buruk
Contoh: Pita LiLa

C. Suplementasi Gizi
Contoh: MT balita

C. Dukungan kelompok
rentan

PELATIHAN GIZI BENCANA


130
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
Sisi Balik Cover Belakang
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
2021

Anda mungkin juga menyukai