Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Krisis adalah gangguan internal yang diakibatkan oleh suatu
keadaan yang dapat menimbulkan stress, dan dirasakan sebagai ancaman
bagi individu. Krisis terjadi jika seseorang mengalami hambatan dalam
mencapai tujuan hidup yang penting, dan tidak dapat diatasi dengan
penggunaan metode pemecahan masalah (koping) yang biasa digunakan.
Terjadinya suatu kondisi individu tak mampu mengatasi masalah
dengan cara (mekanisme koping yang biasa di pakai. Krisis dapat terjadi
akibat keseimbangan psikologis, yang merupakan hasil adari peristiwa
menegangkan atau mengancam integritas diri. Hal ini merupakan bagian
dari kehidupan yang dapat terjadi dengan bentuk dan penyebab yang
bermacam-macam, dapat disebabkan karena factor eksternal maupun
internal.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan krisis ?
2. Apa penyebab terjadinya krisis ?
3. Apa gejala terjadinya krisis ?
4. Apa periode terjadinya krisis ?
5. Apa saja tahap terjadinya krisis ?
6. Apa saja tipe-tipe krisis ?
7. Apa factor keseimbangan pada krisis ?
8. Bagaimana psikodinamika kejadian krisis?
9. Apa tujuan intervensi krisis ?
10. Apa langkah-langkah untuk mencapai tujuan pada krisis ?
11. Apa peran terapi bagi krisis ?
12. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien krisis ?

1
C. Tujuan
1. Mengetahui definisi krisis
2. Mengetahui penyebab terjadinya krisis
3. Mengetahui gejala terjadinya krisis
4. Mengetahui periode terjadinya krisis
5. Mengetahui tahap terjadinya krisis
6. Mengetahui tipe-tipe krisis
7. Mengetahui factor keseimbangan pada krisis
8. Mengetahui macam-macam koping pada krisis
9. Mengetahui langkah-langkah untuk mencapai tujuan pada krisis
10. Mengetahui peran terapi bagi krisis
11. Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien krisis

D. Manfaat
Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat guna menambah
pengetahuan mengenai asuhan keperawatan klien dengan masalah
psikososial krisis sehingga dapat diaplikasikan dalam pemberian asuhan
keperawatan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Krisis
Dalam kehidupan, individu harus mengatasi masalah secara terus menerus
untuk menjaga keseimbangan (balance) antara strees dan mekanisme koping. Jika
individu tersebut tidak dapat menjaga keseimbangan maka ia akan dapat
mengalami krisis. Krisis merupakan bagian dari kehidupan yang dapat terjadi
dalam bentuk yang berbeda-beda, dengan penyebab yang berbeda, dan bisa
eksternal/internal.
Krisis : konflik/masalah/gangguan internal yang merupakan hasil dari
keadaan stressful/adanya ancaman terhadap self. Krisis adalah suatu kondisi
dimana individu tak mampu mengatasi masalah dengan cara (mekanisme koping)
yang biasa dipakai. Krisis terjadi akibat ketidakseimbangan psikologis, yang
merupakan hasil dari peristiwa menegangkan atau mengancam integritas diri. Hal
ini merupakan bagian dari kehidupan yang dapat terjadi dengan bentuk dan
penyebab yang bermacam-macam, dan dapat disebabkan karena faktor eksternal
maupun internal. Krisis terjadi melalui empat fase, yaitu sebagai berikut :

Fase I : Ansietas meningkat sehingga muncul stimulus individu untuk


menggunakan koping yang biasa dipakai.

Fase II : Ansietas lebih meningkat karena koping yang digunakan gagal.

Fase III : Individu berusaha mencari koping baru, memerlukan bantuan orang lain.

Fase IV : Terjadi ansietas berat/panik yang menunjukkan adanya disorganisasi


psikologis.

Faktor pencetus terjadinya krisis adalah sebagai berikut :


1. Kehilangan : Kehilangan orang yang penting, perceraian, pekerjaan.
2. Transisi : Pindah rumah, lulus sekolah, perkawinan, melahirkan.

3
3. Tantangan : Promosi, perubahan karir
4. Kualitas dan maturitas ego dinilai berdasarkan (G.Caplan 1961) hal-hal
sebagai berikut :

 Kemampuan seseorang untuk menahan stress dan ansietas serta


mempertahankan keseimbangan.
 Kemampuan mengenal kenyataan yang dihadapi serta memecahkan
masalah.
 Kemampuan untuk mengatasi masalah serta mempertahankan
keseimbangan sosial.
B. Penyebab
Gangguan jiwa umumnya disebabkan adanya suatu tekanan
(stressor) yang sangat tinggi pada individu sehingga orang tersebut
mengalami suatu masa yang krisis . Faktor lain penyebab gangguan jiwa
adalah adanya tekanan ekonomi atau kondisi social ekonomi. Krisis
ekonomi yang berat membuat banyak kasus-kasus yang bermunculan
katena stressor social ekonomi adalah stressor pokok bagi pencetus
(Saputri, 2016). Sedangkan berdasarkan hasil penelitian Rinawati dan
Alimansur (2016) menunjukan bahwa analisa factor-faktor penyebab
gangguan jiwa pada factor presipitasi pada aspek psikologis terbanyak
adalah pengalaman yang tidak menyenangkan dan penyebab pada aspek
social terbanyak adalah konflik dengan keluarga atau teman.

C. Gejala Pasien Krisis

Beberapa gejala yang sering ditunjukan oleh individu dalam keadaan krisis
antara lain
1. Perasaan tidak berdaya, kebingungan, depresi, menarik diri, keinginan bunuh
diri atau membunuh orang lain
2. Perasaan diasingkan oleh lingkungannya
3. Kadang – kadang menunjukkan gejala somatic
4. Pasien mondar mandir

4
5. Tatapan mata tajam
6. Pasien susah tidur
7. Pasein mengganggu pasien lain
8. Pasien berteriak-teriak
9. Pasien memukul benda

D. Periode Terjadinya Krisis

Pra krisis → Krisis → Post Krisis

1. Persepsi ancaman/bahaya
2. Sisi disorganisasi
3. Penyelesaian
4. Ketidakseimbangan
 PRAKRISIS :
Individu dapat berfungsi dengan baik dalam memenuhi kebutuhan.
 KRISIS :
Individu mengalami ancaman/bahaya disorganisasi dan ketidakseimbangan.
Individu mencoba menangani krisis dengan berbagai cara yang dimiliki atau
dengan bantuan orang lain.
 POST KRISIS :
Penyelesaian krisis dapat menghasilkan :
1. Sama dengan sebelum krisis
Hasil pemecahan masalah efektif
2. Lebih baik daripada sebelum krisis
Individu menemukan sumber dan cara penanganan yang baru
3. Lebih rendah dari sebelum krisis
Ke maladaptif ----- terjadi depresi, curiga.

5
E. Tahap Krisis

Dalam menjalani kehidupan individu akan berusaha memenuhi kebutuhan


dan menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi. Gambar 2-4 menunjukkan
tahap terjadinya krisis. Pada tahap pra krisis individu mampu memenuhi
kebutuhan dengan baik. Kemudian tahap berikutnya dalah tahap krisis. Pada tahap
krisis individu mengalami ancaman atau bahaya yang menyebabkan disorganisasi
dan ketidakseimbangan. Individu mencoba menangani krisis dengan berbagai cara
yang dimiliki atau dengan bantuan orang lain. Tahap akhir adalah post krisis,
merupakan tahap penyelesaian masalah. Penyelesaian krisis dapat menghasilkan
keadaan individu yang sama dengan sebelum krisis karena hasil pemecahan
masalah efektif, lebih baik daripada sebelum krisis karena individu menemukan
sumber dan cara penanganan yang baru atau lebih rendah dari sebelum krisis
karena masalah individu menimbulkan perilaku yang maladaptif (individu dapat
mengalami depresi, curiga, atau agresif).

F. Tipe Krisis
1. Krisis Perkembangan (Maturasi)
Sepanjang daur kehidupan manusia (lahir sampai meninggal) terjadi
perkembangan dimana manusia mengalami perubahan. Sigmund freud
membagi perkembangan kepribadiaan menjadi 5 fase yaitu : fase oral, fase
anal, fase laten dan fase pubertas. Sedangkan erik erikson membagi menjadi 8
fase : masa bayi, masa kanak-kanak, masa prasekolah, masa remaja, masa
dewasa muda, masa dewasa pertengahan, masa dewasa lanjut.
Dalam teori yang mereka kemukakan menekankan bahwa perkembangan
tersebut merupakan satu rentang yang setiap tahap mempunyai tugas dan
masalah yang harus diselesaikan untuk menuju kematangan pribadi individu.
Keberhasilan seseorang menyelesaikan masalah pada fase-fase tersebut akan
mempengaruhi individu mengatasi stress yang terjadi dalam hidupnya. Krisis
maturasi terjadi dalam satu periode transisi yang dapat mengganggu
keseimbangan psikologis seperti pada masa pubertas, masa perkawinan,
menjadi orangtua, menupause, dan masa lanjut usia. Krisis maturasi

6
membutuhkan perubahan peran yang memadai, sumber-sumber interpersonal,
dan penerimaan orang lain terhadap peran baru.
2. Krisis Situasi
Krisis situasi terjadi apabila keseimbangan psikologis terganggu akibat
suatu kejadian yang spesifik seperti : kehilanga, kehamilan yang tidak
diinginkan, atau penyakit akut, kehilangan orang yang dicintai dan kegagalan
hidup.
Krisis situasi terjadi jika peristiwa eksternal tertentu menimbulkan
ketidakseimbangan. Peristiwa tersebut dapat berupa :
 Peristiwa dapat diduga
Peristiwa tersebut dapat terjadi dalam peristiwa hidup (missal :
mulai sekolah, gagal sekolah), hubungan dalam keluarga (misal:
bertambah anggota keluarga, perpisahan, perceraian) dan diri sendiri
(misal : putus pacar)
 Peristiwa tidak dapat diduga
Peristiwa yang sangat traumatic dan tidak pernah diharapkan.
Peristiwa tersebut misalnya individu mengalami peristiwa seperti kematian
orang yang dicintai akibat PHK, diperkosa, dipenjara, kecelakaan atau
bencana.

3. Krisis Sosial
Krisis sosial adalah krisis yang disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak
diharapkan, menyebabkan kehilangan yang besar dan terjadi sejumlah
perubahan dilingkungannya seperti gunung meletus, kebakaran, banjir, dan
perang. Krisis ini tidak dialami oleh semua orang seperti halnya krisis
maturasi.

7
Gambar 1 Krisis Sosial : kebakaran

Gambar 2. Krisis Sosial : banjir

Gambar 3 krisis sosial : gempa bumi

G. Faktor Keseimbangan (Balance Factor)


1. Persepsi terhadap peristiwa atau kejadian
a. Apa arti kejadian pada individu
b. Pengaruh kejadian pada masa depan
c. Apakah individu memandang masalah secara realistis.

8
Persepsi yang realistis mendorong individu untuk menerima kenyataan
sehingga dapat menemukan pemecahan positif dalam menyelesaikan
masalahnya. Sebaliknya persepsi yang tidak realistis membuat individu sulit
untuk menerima kenyataan sehingga dalam menyelesaikan masalah
menggunakan cara yang maladaptive.

2. Situasi pendukung/pendorong
Hubungan intim yang bermakna dengan lingkungan akan memberi
dukungan dan sumber koping pada individu. Krisis dapat terjadi jika kurang
atau tidak memiliki dukungan dari lingkungan.
3. Koping (kemampuan menangani masalah)
Individu mempunyai koping yang siap dipakai setiap saat dalam
menghadapi berbagai masalah. Jika individu tidak mengetahui apa yang akan
dilakukan dalam menyelesaikan masalah, maka dapat meningkatkan
kecemasan. Dalam keadaan cemas yang meningkat (panic), penyelesaian
masalah menjadi tidak rasional sehingga menimbulkan krisis.

1. Macam-macam koping

Koping dapat diidentifikasi melalui respon manifestai ( tanda dan gejala)


koping dapat dikaji melalui beberapa aspek yaitu fisiologis dan psikologis
(Kelliat, 2007) koping yang efektif menghasilkan adaptif sedangkan yang
tidak efektif menyebabkan maladaptif.
1. Fisiologis
Manifestasi stress pada aspek fisik bergantung pada:
a.Persepsi/ penerimaan individu pada stress
b.Keefektifan pada strategi koping
2. Psikologis
Dalam aspek ini di bagi menjadi dua yaitu cara penyesuaian yang
berorientasi pada tugas dan berorientasi pada pembelaan ego :

9
a. Cara penyesuaian yang berorientasi pada tugas
Cara penyesuaian ini bertujuan menghadapi tuntutan secara sadar,
realistic, obyektif, rasional.
Cara ini mungkin terbuka atupun mungkin terselubung dan dapat berupa:
1). Serangan atau menghadapi tuntutan secara frontal
2). Penarikan diri atau tidak tahu akan hal itu
3). Kompromi

Umpamanya bila seseorang gagal dalam suatu usaha, maka


mungkin ia akan bekerja lebih keras(serangan) atau menghadapinya secara
terang terangan ataupun menarik diri dan tidak mau berusaha
lagi(penarikan diri) atau mengurangi keinginannya lalu memilih jalan
tengah (kompromi)

b. Cara penyesuaian yang berorientasi pada pembelaan ego atau


pembelaan diri. Sering disebut mekanisme pertahanan mental. Reaksi ini
berguna untuk melindung diri yang merupakan garis pertahanan jiwa
pertama.

2. Jenis-jenis koping
Lazarus membagi koping menjadi dua jenis, yaitu:
1. Tindakan langsung (Direct Action)

koping jenis ini adalah setiap usaha tingkah laku yang dijalankan
oleh individu untuk mengatasi kesakitan dan luka. Ancaman atau
tantangan dengan cara mengubah hubungan yang bermasalah dengan
lingkungan. Individu menjalankan koping jenis direct action atau tindakan
langsung bila dia melakukan perubahan posisi terhadap masalah yang di
alami.

10
Ada empat macam koping jenis tindakan langsung:

a. Mempersiapkan diri untuk menghadapi luka


Individu melakukan langkah aktif dan antisipatif (beraksi) untuk
menghilangkan atau mengurangi bahaya dengan cara menempatkan diri
secara langsung pada keadaan yang mengancam dan melakukan aksi yang
sesuai dengan bahaya tersebut.
b. Agresi
Agresi adalah tindakan yang dilakukan oleh individu dengan
menyerang agen yang dinilai mengancam atau akan melukai. Agresi
dilakukan bila individu merasa atau menilai dirinya lebih kuat atau
berkuasa terhadap agen yang mengancam tersebut.
c. Penghidaran (Avoidance)
terjadi bila agen yang mengancam dinilai lebih berkuasa dan
berbahaya sehingga individu memilh cara menghindari atau melarikan diri
dari situasi yang mengancam tersebut
d. Apati
Jenis koping ini merupakan pola orang yang putus asa. Apati
dilakukan dengan cara individu yang bersangkutan tidak bergerak dan
menerima begitu saja agen yang melukai dan tidak ada usaha apa-apa
untuk melawan ataupun melarikan diri dari situasi yang mengancam
tersebut.
2. Peredaan atau Peringanan (pallitation)
koping jenis ini mengacu pada mengurangi atau menghilangkan
atau mentoleransi tekanan-tekanan kebeutuhan atau fisik, motorik atau
gambaran afeksi dari tekanan emosi yang dibangkitkan oleh lingkungan
yang bermasalah. Atau bisa di artikan bahwa bila individu menggunakan
koping jenis ini, posisinya dengan masalah relatif tidak berubah, yang
berubah adalah diri individu, yaitu dengan cara merubah persepsi atau
reaksi emosinya.

11
Ada 2 macam koping jenis peredaan atau pallitation:
a. Diarahkan pada gejala (Symptom Directed Modes)
Macam koping ini digunakan bila gejala-gejala gangguan muncul
dari diri individu, kemudian individu melakukan tindakan dengan cara
mengurangi gangguan yang berhubungan dengan emosi-emosi yang
disebabkan oleh tekanan atau ancaman tersebut.
b. Cara Intrapsikis ( Intrapsykis Modes)
Koping jenis ini peredaan dengan cara intra psikis adalah cara-cara
yang menggunakan perlengkapan-perlengkapan psikologis kita, yang biasa
dikenal dengan istilah defense mechanism ( mekanisme pertahanan diri)
1. Macam-macam mekanisme pertahanan diri (defense mechanism atau
pembelaan ego)
a. Fantasi: Memuaskan keinginan yang terhalang dengan prestasi
dan khayalan.
b. Penyangkalan: Melindungi diri sendiri terhadap kenyataan
yang tak menyenangkan, dengan menolak menghadapi hal itu,
sering dengan melarikan diri seperti menjadi sakit atau
kesibukan dengan hal-hal lain.
c. Rasionalisasi: Berusaha membuktikan bahwa perilakunya itu
masuk akal dan dapat dibenarkan sehingga dapat di setujui oleh
diri sendiri dan masyarakat.
d. Identifikasi: Menambah rasa harga diri, dengan menyamakan
dirinya dengan orang atau institusi yang mempunyai nama
e. Introyeksi: Menyatukan nilai dan norma luar dengan sturktur
egonya sehingga individu tidak tergantung pada belas kasihan,
hal-hal itu yang dirasakn sebagai ancaman luar.
f. Represi: Mencegah pikiran yang menyakitkan atau berbahaya
masuk ke alam sadar.

12
g. Regresi : Mundur ke tingkat perkembangan yang lebih rendah,
dengan respon yang kurang matang dan biasanya dengan
aspirasi yang kurang.
h. Proyeksi: menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau
keinginannya yang tidak baik.
i. Penyusunan reaksi: Mencegah keinginan yang berbahaya, bila
di ekspresikan dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku
yang berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan.
j. Sublimasi: Mencari pemuasan atau menghilangkan keinginan
sexual dalam kegiatan non sexual
k. Kompensasi: Menutupi kelemahan, dengan menonjolkan sifat
yang dinginkan atau pemuasan secara berlebihan dalam suatu
bidang karena mengalami frustasi dalam bidang lain.
l. Salah pindah: Melepaskan perasaan yang terkekang, biasanya
permusuhan, pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti
yang pada mulanya membangkitkan emosi itu.
m. Pelepasan: Menebus dan dengan demikian meniadakan
keinginan atau tindakan yang tak bermoral.
n. Penyekatan emosional: Mengurangi keterlibatan ego dan
menarik diri menjadi pasif untuk melindungi diri sendiri dari
kesakitan.
o. Isolasi: memutuskan pelepasan afektif karena keadaan yang
menyakitkan atau memisahkan sikap-sikap yang bertentangan,
dengan tembok-tembok yang tahan logika.
p. Simpatisme: berusaha memperoleh simpati dari orang lain dan
demikian menyokong rasa harga diri, meskipu gagal.
q. Pemeranan: Menurangi kecemasan yang dibangkitkan oleh
keinginan yang terlarang, dengan membiarkan ekspresinya.
(W.F.Maramis, 2005)

13
Pada dasarnya mekanisme pertahanan diri terjadi tanpa disadari dan
bersifat membohongi diri sendiri terhadap realita yang ada, baik realita
yang ada diluar (fakta atau kebenaran) maupun realita yang ada di dalam (
dorongan atau impuls atau nafsu). Mekanisme pertahanan bersifat
menyaring realita yang ada sehingga individu bersangkutan tidak bisa
memahami hakekat dari keseluruhan realita yang ada. Ini membuat
sebagian besar ahli menyatakan koping jenis mekanisme pertahanan diri
merupakan yang tidak sehat kecuali sublimasi.
Mekanisme pertahanan tidak dapat disadari, akan dapat disadari
melalui refleksi diri yang terus menerus. Dengan cara begitu individu bisa
mengetahui jenis meekanisme pertahanan diri yang biasa dilakukan dan
kemudian menggantikannya dengan koping yang lebih konstruktif.

3. Jenis-jenis koping yang konstruktif atau yang sehat


Harber & Runyon (1984) yang di kutip dalam siswanto menyebutkan
jenis-jenis koping yang di anggap konstruktif, yaitu:
1. Penalaran (Reasioning)
Yaitu pengguanaan kemampuan kognitif untuk mengeksplorasi berbagai
macam alternatif pemecahan masalah dan kemudian memilh salah satu
alternative yang di anggap paling menguntungkan. Individu secara sadar
mengumpulkan berbagai informasi yang relevanberkaitan dengan persoalan
yang di hadapi, kemudian membuat alternatif-alternatif pemecahannya,
kemudian memilh alternatif yang paling menguntungkan dimana resiko
kerugiannya paling kecil dan keuntungan yang di peroleh paling besar.

2. Objektifitas
Yaitu kemampuan untuk membedakan antara-antara komponen emosional
dal logis dalam pemikiran, penalaran, maupun tingkah laku. Kemampuan
untuk melakukan koping jenis ini masyarakat individu yang bersangkutan
memiliki kemampuan untuk mengelola emosinya sehingga individu mampu

14
memilah dan membuat keputusan yang tidak semata di dasari oleh pengaruh
emosi.
3. Konsentrasi
Yaitu kemampuan untuk memusatkan perhatian secara penuh pada
pesoalan yang sedang di hadapi.
4. Humor
Yaitu kemampuan untuk melihat segi yang lucu dari persoalan yang
sedang dihadapi, sehingga perspektif persoalan tersebut menjadi lebih luas,
terang dan tidak terasa sebagai menekan lagi ketika dihadapi dengan humor.
Humor memungkinkan individu yang bersangkutan untuk memandang
persoalan dari sudut manusiawinya, sehingga persoalan di artikan secara baru,
yaitu sebagai persoalan yang biasa, wajar dan dialami oleh orang lain juga.
5. Supresi
Yaitu kemampuan untuk menekan reaksi yang mendadak terhadap situasi
yang ada sehingga memberikan cukup waktu untuk lebih menyadari dan
memberikan reaksi yang lebih konstruktif. Koping supresi juga mengandaikan
individu memililki kemampuan untuk mengelola emosi sehingga pada saat
tekanan muncul , pikiran sadarnya tetap bisa melakukan control secara baik
6. Ambiguitas
Yaitu kemampuan untuk memahami bahwa banyak hal dalam kehidupan
yang bersifat tidak jelas dan oleh karenanya perlu memberikan ruang bagi
ketidakjealasan tersebut. Kemampuan melakukan toleransi mengandaikan
individu sudah memiliki perspektif hidup yang matang, luas dan memeiliki
rasa aman yang cukup.
7. Empati
Yaitu kemampuan untuk melihat sesuatau dari pandangan orang lain.
Kemampuan empati ini memungkinkan individu mampu memperluas dirinya
dan mengahayati perspektif pengalaman orang lain sehingga individu yang
bersangkutan menjadi semakin kaya dalam kehidupan batinnya.

15
APA (1994) yang menerbitkan DSM-IV juga menyebutkan sejumlah
koping yang sehat merupakan bentuk penyesuaian diri yang paling tinggi dan
paling baik dibandingkan dengan jenis koping lainnya. Maka jenis koping
yang sehat lainnya adalah:
1. Antisipasi
Antisipasi merupakan berkaitan dengan kesiapan mental individu untuk
menerima suatu perangsang. Ketika individu berhadap dengan konflik –
konflik emosional atau pemicu stress baik dari dalam maupun dari luar, dia
mampu mengantisipasi akibat dari konflik atau stress tersebut dengan cara
menyediakan alternatif respon atau solusi yang paling sesuai.
2. Afiliasi
Afiliasi berhubungan dengan kebutuhan untuk berhubungan atau bersatu
dengan orang lain dan bersahabat dengan mereka. Dia mampu mencari
sumber-sumber dari orang lain dan mendapatkan dukungan dan pertolongan.
3. Altruisme
Merupakan salah satu bentuk koping dengan cara mementingkan
kepentingan orang lain.
4. Penegasan diri (self assertion)
Individu berhadapan dengan konflik emosional yang menjadi pemicu
stress dengan cara mengekspresikan perasaan dan pikiran secara langsung
tetapi dengan cara yang tidak memaksa atau memanipulasi orang lain.
5. Pengamatan diri( self observation)
Pengamatan diri sejajar dengan introspeksi, yaitu individu melakukan
pengujian secara objektif peroses – peroses kesadaran sendiri atau
mengadakan pengamatan terhadap tingkah laku, motif, ciri, sifat sendiri, dan
setrusnya untuk mendapatkan pemahaman mengenai diri sendiri yang semakin
dalam.

16
4. Sumber koping
Menurut Wiscar dan Sandra Sumber koping terdiri menjadi 2 faktor.
Faktor dari dalam (internal) dan faktor dari luar (eksternal).
1. Faktor dari dalam
meliputi : umur dimana semakin tinggi umur koping individu semakin
baik, kesehatan dan energi , system kepercayaan termasuk kepercayan
ekstensial (iman, kepercayaan, agama) komitmen atau tujuan hidup,
pengalaman masa lalu, tingkat pengetahuan atau pendidikan semakin tinggi
individu mudah untuk mencari informasi, jenis kelamin perempuan lebih
sensitive dari laki-laki, perasaan seseorang seperti harga diri, control dan
kemahiran, keterampilan, pemecahan masalah. Teknik pertahanan, motivasi.
2. Faktor dari luar
Meliputi : dukungan sosial, sumber material atau pekerjaan, pengaruh dari
orang lain, media massa. Dukungan sosial sebagai rasa memiliki informasi
terhadap seseorang atu lebih dengan tiga ktegori yaitu dukungan emosi
dimana seseorang merasa dicintai, dukungan harga diri dimana mendapat
pengakuan dari orang lain akan kemampuan yang dimiliki, perasaan memiliki
dalam sebuah kelompok.
5. Penggolongan mekanisme koping
Mekanisme koping berdasarkan penggolongannya dibagi menjadi 2 (dua)
(Stuart dan Sundeen, 1995), yaitu:
a. Mekanisme Koping Adaptif
Mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan,
belajar dan mencapai tujuan.
b. Mekanisme Koping Maladaptif
Mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah
pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung menguasai lingkungan.
Menurut Stuart & Sudden rentang mekanime koping digambarkan sebagai
berikut:

17
a. Adaptif
1. Masih mengontrol emosi pada dirinya dengan cara berbicara pada orang
lain
2. Melakukan aktifitas yang kontruktif
3. Memiliki persepsi yang luas
4. Dapat menerima dukungan dari orang lain
5. Dapat memecahkan masalah secara efektif
b. Maladaptif
1. Perilaku cenderung merusak
2. Melakukan aktifitas yang kurang sehat seperti obat-obatan dan alkohol.
3. Tidak mampu berfikir apa-apa atudisorientasi
4. Perilaku cenderung menghindar atau menarik diri
5. Tidak mampu menyelesaikan masalah. (Stuart & Sudden, 2008)

6. Strategi koping

Para ahli menggolongkan dua strategi koping yang biasanya di gunakan


oleh individu:
1. Problem-solving focused coping
Dimana individu secara aktif mencari penyelesaian masalah untuk
menghilangkan kondisi atau situasi yang menimbulkan stress.
2. Emotion-focused coping
Dimana individu melibatkan usaha-usaha untuk mengatur emosinya dalam
rangaka menyesuaikan diri dengan dampak yang akan di timbulkan suatu
kondisi dari suatu tekanan.

7. Faktor yang mempengaruhi koping

Cara individu menangani situasi yang mengandung tekanan ditentukan


oleh sumber daya individu, yaitu:

18
1. Kesehatan fisik
Merupakan hal yang penting karena dalam hal mengatasi stress individu
dituntut menggunakan energy yang lebih besar.
2. Keyakinan atau pandangan positif
Keyakinan menjadi sumber daya psikologis yang sangat penting yang
akan mengarahkan individu pada ketidak berdayaan yang akan menurunkan
kemampuan strategi koping.
3. Keterampilan memecahkan masalah
Ketrampilan ini meliputi kemampuan untuk mencari informasi,
menganalisa situasi, mengidentifikasi masalah, dengan tujuan untuk
alternative tindakan.
4. Keterampilan sosial
Keterampilan ini meliputi kemampuan berkomunikasi dan bertingkah laku
sesuai norma sosial di masyarakat
5. Dukungan sosial
Dukungan ini meliputi pemenuhan kebutuhan informasi dan emosional
serta pengaruh dari orang lain( teman, keluarga, guru, petugas kesehatan, dll)
6. Materi atau Pekerjaan
Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan sesorang memperoleh
pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung.
7. Umur
Umur mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin
bertambah umur akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola
pikirnya sehingga pengetahuan yang diperoleh semakin membaik.

8. Jenis kelamin
Bahwa jenis kelamin adalah faktor penting dalam perkembangan koping
seseorang.

19
9. Pendidikan
Bimbingan yang diberikan seseorang terhadap perkembangan orang lain
menuju kearah cita-cita tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat dan
mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pada
umumnya makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima
informasi.(ahyarwahyudi,2010)

8. Metode koping
Ada dua metode koping yang digunakan oleh individu dalam mengatasi
masalah psikologis seperti yang dikemukakan oleh Bell, 1977 yang di kutip
Rasmun, dua metode tersebu antara lain:

1. Metode koping jangka panjang. cara ini adalah konstruktif dan merupakan
cara efektif dan realistis dalam menangani masalah psikologis dalam kurun
waktu yang lama.
Contohnya adalah:
 Berbicara dengan orang lain”curhat” (curah pendapat dari hati ke hati)
dengan teman, keluarga, atau profesi tentang masalah yang di hadapi.
 Mencoba mencari informasi lebih banyak tentang masalah yang di hadapi.
 Menghubungkan situasi atau masalah yang sedang dihadapi dengan
kekuatan supranatural.
 Melakukan latihan fisik untuk mengurangi ketegangan atau masalah.
 Membuat berbagai alternatif tindakan atau untuk mengurangi situasi
 Mengambil pelajaran dan peristiwa atau pengalaman masa lalu.

2. Metode jangka pendek, cara ini digunakan untuk mengurangi stress atau
ketegangan psikologis dan cukup efektif untuk waktu sementara, tetapi tidak
efektif untuk di gunakan dalam jangka panjang.
 Contohnya adalah:
o Menggunakan alcohol atau obat
o Melamun atau fantasi

20
o Mencoba melihat asoek humor dari situasi yang tidak menyenangkan
o Tidak ragu, dan merasa yakin bahwa semua akan kembali stabil.
o Banyak tidur
o Banyak merokok
o Menangis
o Beralih pada aktifitas lain agar dapat melupakan masalah.
(Rasmun,2004)

9. Tipe Skala Pengukuran Koping


Skala pengukuran merupakan kesepakatan yang digunakan sebagai acuan
untuk menentukan panjang pendeknya interval yang ada dalam alat ukur,
sehingga alat ukur tersebut bila digunakan dalam pengukuran akan
menghasilkan data kuantitatif (Sugiyono, 2010).
Berbagai skala koping yang dapat digunakan untuk penelitian Administrasi,
pendidikan dan sosial antara lain adalah:
1.Skala likert
Skala likert di gunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi
seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dalam penelitian,
fenomena sosial ini telah di tetapkan secara spesifik oleh peneliti, yang
selanjutnya disebut sebagai variabel penelitian. Dengan skal likert, maka
variabel yang akan di ukur di jabarkan menjadi indicator variabel. Kemudian
indicator tersebut di jadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item
instrument yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan.
Jawaban setiap instrument yang menggunakan skala likert mempunyai
gradasi dari sangat positif samapai sangat negative, yang dapat berupa kata-
kata antara lain:
a.Sangat setuju a. Selalu
b.Setuju b. Sering
c.Ragu- ragu c. Kadang-kadang
d.Tidak setuju d. Tidak pernah

21
e.Sangat tidak setuju

a.Sangat positif a. Sangat baik


b.Positif b. Baik
c.Negatif c. Tidak baik
d.Sangat negative d. Sangat tidak baik

Untuk keperluan analisis kuantitatif, maka jawaban itu dapat di beri skor,
misalnya:
1.Setuju/ Selalu/ Sangat positif diberi skor 5
2.Setuju / Sering / positif diberi skor 4
3.Ragu-ragu/ Kadang-kadang/ Netral di beri skor 3
4.Tidak setuju/ Hampir tidak pernah/ Negatif di beri skor 2
5.Sangat tidak setuju/ Tidak pernah di beri skor 1

Pernyataan negatif
1.Setuju / Selalu / Sangat positif diberi skor 1
2.Setuju / Sering / Positif di beri skor 2
3.Ragu-ragu / Kadang-kadang / Netral di beri skor 3
4.Tidak setuju/ Hampir tidak pernah/ negative di beri skor 4
5.Sangat tidak setuju/ Tidak pernah di beri skor 5

Tingkatan koping dinilai dari hasil jawaban kuesioner dengan Model Skala
Likert yang dikategorikan menjadi koping positif atau adaptif dan negatif atau
maladaptif. Agar perbandingan itu mempunyai arti, haruslah dinyatakan dalam
satuan deviasi standar kelompok itu sendiri yang berarti harus mengubah skor
individual menjadi skor standar. Salah satu skor standar yang biasanya
digunakan dalam skala model likert adalah skor T, yaitu :
Keterangan :

22
Skor responden pada skala koping yang hendak diubah menjadi skor T
= Mean skor kelompok
s = Deviasi standar skor kelompok
Untuk mengetahui koping responden relatif lebih positif atau adaptif bila nilai
T > mean T sedangkan pada koping relatif negatif atau maladaptif bila T≤
mean T, yaitu kopinf adaptif jika T skor > 50, koping maladaptif jika T skor ≤
50 (Azwar, 2011).

Menurut Caplan (1961) aspek penting pada kesehatan jiwa yaitu :

a. Kemampuan seseorang untuk menahan stress, ansietas serta mempertahankan


keseimbangan.
b. Kemampuan mengenal kenyataan yang dihadapi serta memecahkan masalah.
c. Kemampuan mengatasi problema serta mempertahankan keseimbangan
psikososial.

Gambaran berikut memperlihatkan pengaruh faktor keseimbangan yang


mempengaruhi individu dalam menghadapi masalah.

23
H. Psikodinamika Kejadian Krisis

Fase I  Memakai coping yang biasa, jika tidak efektif timbul ketegangan.

Fase II  Respon problem solving yang bisa, jika tidak efektif ketegangan
meningkat

Fase III  Emergency problem solving diaktifkan

I. Tujuan Intervensi Krisis


1. Meredakan inpact/krisis
2. Menolong individu mengembangkan perilaku yang efektif untuk menangani
krisis
3. Meningkatkan fungsi klien lebih tinggi daripada prekrisis (mengembalikan
individu pada tingkat fungsi sebelum krisis)

J. Langkah-Langkah Untuk Mencapai Tujuan


1. Pengkajian individu dan masalahnya
a. Persepsi terhadap masalah dan pencetus
b. Kekuatan dan keterampilan koping
c. Kekuatan support system (situasi pendudkung)
2. Diagnose yang mungkin timbul
Contoh : coping individu tidak efektif (individu/keluarga)
3. Intervensi terapeutik
a. Organisasi dan analisa data
b. Menggali alternative pemecahan masalah dan cara pemecahan masalah
c. Menentukan dukungan atau support system
d. Menolong individu memperoleh pengertian tentang krisisnya
e. Menolong individu mengembangkan perasaannya
f. Menyelidiki mekanisme penanganan
g. Memulihkan hubungan sosial
4. Implementasi krisis
1) Program antisipasi

24
Pendidikan kesehatan tentang pencegahan krisis dan respon adaptif secara
dini terhadap situasi yang penuh stress.
Ditujukan kepada : individu, kelompok, keluarga, masyarakat.
Mengidentifikasi individu yantg mempunyai resiko dan untuk
berkembangnya krisis dan mengajarkan strategi koping untuk menghindari
berkembangnya krisis.
2) Program intervensi krisis
a. Manipulasi lingkungan
Merubah lingkungan fisik dan interpersonal untuk support dan jauhkan
stressor
Tujuan : menjauhkan sumber stress dan memberi dukungan.
b. General support (dukungan umum)
Klien merasa perawat selalu ada dan akan membantu, hangat,
menerima, empati, melindungi (sikap terapeutik perawat).
c. Pendekatan umum
Memberi asuhan pada kelompok resiko yang mempunyai masalah
krisis yang sama.
d. Individual approach
Tujuan : Tercapainya penyelesaian masalah dengan cepat
1. Menentukan persepsi perawat-klien
2. Menghubungkan arti peristiwa dan krisis
3. Mengklarifikasi miskonsepsi
4. Perhatian perasaan yang menyertai krisis
5. Gali alternatif pemecahan masalah
6. Coba memecahkan masalah yang sesuai
7. Rangsang perilaku dan koping baru
8. Reinforcement untuk meningkatkan harga diri

25
Teknik :

1. Mengungkapkan perasaan
Klien mengungkapkan perasaan dengan bicarakan area emosi yang
membebani.
2. Klarifikasi
Klien didorong untuk menguraikan secara lebih jelas, hubungan
beberapa peristiwa dalam kehidupan.
3. Saran
Klien dipengaruhi untuk menerima ide atau keyakinan khususnya
yang dapat dilakukan oleh perawat untuk membantu klien.
4. Manipulasi
Mengguanakan keinginan, nilai, emosi klien untuk kepentingannya
melalui proses yang terapeutik.
5. Reinforcement
Memberi respon yang positif terhadap perilaku yang adaptif
6. Sokong koping
Mendorong klien menggunakan koping yang adaptif dan menekan
koping yang maladptif.
7. Meningkatkan harga diri
Membantu klien untuk merasa berarti dan berguna.
8. Mengidentifikasi cara pemecahan
Bersama klien mengidentifikasi alternatif pemecahan masalah dan
menilai konsekuensinya.
e. Intervensi krisis yang lain
1. Terapi keluarga : Keluarga sebagai sistem pendukung
2. Kelompok krisis : Perawat dan kelompok membantu klien
memecahkan masalah
3. Tim bencana
4. Konseling melalui telepon
5. Klinik krisis
6. Kunjungan rumah

26
K. Peran Terapis
1. Segera bina hubungan terapeutik
2. Pengkajian cepat dan akurat
3. Aktif langsung terlibat
4. Eksplorasi problem
5. Konfrontasi dan interpretasi

27
L. Asuhan Keperawatan Pada Klien Krisis
1. Pengkajian
Mengingat batas waktu krisis dan penyelesaiannya sangat singkat yaitu paling
lama 6 minggu, maka pengkajian harus dilaksanakan secara spresifik dan pada
masalah yang actual.

Beberapa aspek yang harus dikaji adalah:

a. Peristiwa pencetus, termasuk kebutuhan yang terancam oleh kejadian dan


gejala yang timbul misalnya :
1. Kehilangan orang yang dicintai, baik karena perpisahan maupun
karena kematian
2. Kehilangan bi-psiko-sosio seperti kehilangan salah satu bagian tubuh
karena operasi, sakit, kehilangan pekerjaan, kehilangan peran, social,
kehilangan kemampuan, melihat dan sebagainya.
3. Kehilangan milik pribadi misalnya harta benda, kewarganegaraan,
rumah digusur.
4. Ancaman kehilangan misalnya anggota keluarga yang sakit,
perselisihan yang hebat dengan pasangan hidup.
5. Perubahan – perubahan seperti penggantian pekerjaan, pindah rumah,
garis kerja yang berbeda.
6. Ancaman – ancaman lain yang dapat yang diidentifikasi, termasuk
semua ancaman terhadap pemenuhan kebutuhan.
7. Kualitas dan maturitas ego dinilai berdasarkan (G. Caplan 1961) hal-
hal sebagai berikut.
a) Kemampuan seseorang untuk menahan stress dan ansietas serta
mempertahankan keseimbangan.
b) Kemampuan mengenal kenyataan yang dihadapi serta
memecahkan masalah.
c) Kemampuan untuk mengatasi masalah serta mempertahankan
keseimbangan sosial.

28
b. Mengidentifikasi persepsi pasien terhadap kejadian
Persepsi terhadap kejadian yang menimbulkan krisis termasuk pokok-
pokok pikiran dan ingatan yang berkaitan dengan kejadian tersebut.
1. Apa makna atau arti kejadian bagi individu
2. Pengaruh kejadian terhadap masa depan
3. Apakah individu mamandang kejadian tersebut secara realistik
c. Mengidentifikasi sikap dan kekuatan dari system pendukung meliputi:
keluarga, sahabat, dan orang-orang penting bagi pasien yang mungkin
dapat membantu.
1. Dengan siapa tinggal? Sendiri? Dengan keluarga? Dengan teman?
2. Apakah punya teman tempat mengeluh atau curhat?
3. Apakah bisa menceritakan masalah yang dihadapi Bersama keluarga?
4. Apakah ada orang atau Lembaga yang dapat memberi bantuan ?
5. Apakah punya keterampilan untuk menggangti fungsi orang hilang
dsb.
d. Mengidentifikasikan hal kekuatan dan mekanisme koping sebelumnya
yang meliputi strategi koping yang berhasil dan tidak berhasil.
1. Apakah yang biasa dilakukan dalam mengatasi masalah yang dihadapi
2. Cara apa yang pernah berhasil dan tidak berhasil serta apa saja yang
menyebabkan kegagalan tersebut
3. Apa saja yang sudah dilakukan untuk mengatasi masalah sekarang
4. Apakah suka meninggalkan lingkungan untuk sementara agar dapat
bepikir dengan jernih?
5. Apakah suka mengikuti latihan olahraga untuk mengurangi
ketegangan? Apakah mencetuskan perasaannya dengan menangis?

 Perilaku

Beberapa gejala yang sering ditunjukan oleh individu dalam keadaan krisis antara
lain :

29
a. Perasaan tidak berdaya, kebingungan, depresi, menarik diri, keinginan bunuh
diri atau membunuh orang lain
b. Perasaan diasingkan oleh lingkungan nya
c. Kadang-kadang menunjukan gejala somatic

Pada krisis malapetaka (bencana) perilaku individu dapat diidentifikasi


berdasarkan fase respon terhadap musibah yang dialami. Lima fase respon
terhadap musibah yang dialami.

a. Dampak emosional
Fase ini termasuk kejadian itu sendiri dengan karakteristik sebagai berikut:
syok, panik, takut yang berlebihan, ketidakmampuan mengambil keputusan
dan menilai realitas serta mungkin terjadi perilaku menarik diri.
b. Pemberani (heroic)
Terjadi satu semangat kerjasama yang tinggi antara teman, tetangga dan
tim kedaruratan mengatasi kecemasan dan depresi. Akan tetapi aktifitas yang
terlalu berlebihan dapat menyebabkan keletihan.
c. Honeymoon (bulan madu)
Fase ini mulai terlihat satu minggu sampai beberapa bulan setelah terjadi
malapetaka. Bantuan orang lain berupa uang, sumber daya serta dukungan dari
berbagai pihak terkumpulkan, atau membantu membentuk masyarakat baru.
Masalah psikologis dan masalah perilaku mungkin terselubung.
d. Kekecewaan
Fase ini berakhir dalam 2 bulan sampai 1 tahun. Pada saat ini individu
merasa sangat kecewa, timbul kebencian, prustasi dan perasaan marah.
Korban sering membandingkan keadaan tetanggannya dengan dirinya dan
mulai tumbuh rasa benci atau bermusuhan terhadap orang lain.

e. Rekontruksi reorganisasi

30
Individu mulai menyadari bahwa ia harus menghadapi dan mengatasi
masalahnya. Mereka mulai membangun rumah, bisnis dan hidupnya. Fase ini
akan berakhir dalam beberapa tahun setelah terjadinya musibah.

2. Diagnosa Keperawatan
Beberapa diagnosa keperawatan pada pasien krisis antara lain :
a. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan anak dalam keadaan
sakit yang ditandai dengan terbatasnya kemampuan berkonsentrasi, agitasi
motoric.
b. Koping individual yang tidak efektif berhubungan dengan perpisahan
dengan orang terdekat atau yang dicintai, yang dimanisfestasikan dengan
menangis, perasaan tidak berharga dan bersalah.
c. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kematian putrinya yang
ditandai dengan ketidakmampuan mengingat kecelakaan yang dialami
bersama putrinya tersebut.
d. Koping keluarga tidak efektif untuk mencapai kata sepakat berhubungan
dengan perpisahan dengan suami yang ditandai dengan ketergantungan
berlebihan terhadap temannya, selalu berfikir tentang kepulangan
suaminya.
e. Koping keluarga tidak efektif untuk mendapat persetujuan berhubungan
dengan istri di diagnosa kanker, ditandai perasaan berduka, takut dan
merasa bersalah.
f. Perubahan proses interaksi keluarga berhubungan dengan anggota
keluarga yang dirawat dirumah sakit, ditandai dengan perasaan khawatir,
takut, dan bersalah.
g. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan pernikahan putrinya
ditandai dengan kasta keluarga yang tidak jelas, pola komunikasi yang
menyimpang.
h. Risiko perilaku kekerasan berhubungan dengan fungsi control otak yang
terganggu akibat gangguan neurologis otak.

31
 Diagnosa Medic ( PTGJ II, 1983 )
1. Gangguan penyesuaian dengan efek (mood) depresi
2. Gangguan penyesuaian kecemasan
3. Gangguan penyesuaian emosional
4. Gangguan penyesuaian dan gangguan tingkah laku
5. Gangguan penyesuaian dengan campuran gangguan tingkah laku dan
emosi
6. Gangguan penyesuaian menarik diri
7. Gangguan stress pasca trauma
 Diagnosa keperawatan ( NANDA )
1. Ansietas
2. Koping keluarga tidak efektip
3. Koping individu tidak efektip
4. Perubahan proses keluarga
5. Berduka
6. Takut
7. Perubahan tumbuh kembang
8. Defisit pengetahuan
9. Perubahan menjadi orang tua
10. Respon pasca trauma
11. Gangguan harga diri
12. Isolasi social
13. Distress spiritual.

3. Perencanaan
Langkah selanjutnya dari intervensi krisis adalah membuat perencanaan.
Dinamika yang mendasari krisis diformulasikan berdasarkan informasi dengan
memperhatikan :
a. Faktor pencetus

32
b. Alternatif pemecahan masalah
Langkah-langkah untuk mencapai pemecahan masalah seperti
menentukan lingkungan pendkung yang membantu pemecaha masalah
serta bagaimana memperkuat system tersebut. Mekanisme koping yang
perlu dikembangkan dan diperkuat.
Tujuan :
a. Membantu pasien agar dapat berfungsi kembali seperti sebelum terjadi
krisis
b. Meningkatkan fungsi pasien dari sebelum terjadi krisis ( bila mungkin
)
c. Mencegah terjadinya dampak serius dari krisis misalnya bunuh diri

4. Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan yang utama dapat dibagi 4 tingkat dengan urutan
dari dangkal sampai yang paling dalam, yaitu sebagai berikut :
a. Manipulasi lingkungan untuk memperoleh dukungan situasi
b. Dukungan umum ( general support ) : buatlah pasien merasa bahwa
perawat ada disampingnya dan siap membantu. Sikap perawat hangat,
menerima, empati secara penuh perhatian merupakan dukungan bagi
pasien.
c. Pendekatan umum ( general approach ), membantu klien menghadapi
proses berduka dengan diikut sertakan dalam kelompok yang memiliki
masalah krisis yang sama. Misalnya pada korban bencana alam.
d. Pendekatan individual ( individual approach ), terapi terhadap masalah
spesipic pada pasien tertentu. Pendekatan ini efektip untuk semua tife
krisis dan kombinasi krisis atau jika ada risiko bunuh diri/ membunuh
orang lain.

5. Evaluasi
Beberapa hal yang perlu di evaluasi antara lain :

33
1. Apakah individu dapat menjalankan fungsinya kembali, seperti sebelum
terjadi krisis ?
2. Apakah sudah ditemukan kebutuhan utama yang dirasakan terancam oleh
kejadian yang menjadi faktor pencetus ?
3. Apakah perilaku maladptif atau gejala yang ditunjukkan telah berkurang ?
4. Apakah mekanisme koping yang adaptif telah berfungsi kembali ?
5. Apakah individu telah mempunyai sitem pendukung sebagai tempat dia
bertumpu ?.

34
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Krisis adalah suatu kondisi individu tak mampu mengatasi masalah
dengan cara (mekanisme koping) yang biasa di pakai. Krisis dapat terjadi
akibat keseimbangan psikologis, yang merupakan hasil adari peristiwa
menegangkan atau mengancam integritas diri. Hal ini merupakan bagian
dari kehidupan yang dapat terjadi dengan bentuk dan penyebab yang
bermacam-macam, dapat disebabkan karena factor eksternal maupun
internal.

B. Saran

Keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan masalahnya tiap


tahap dipengaruhi kemampuan individu mengatasi stress yang terjadi
dalam kehidupannya. Penyelesaian krisis dapat menghasilkan keadaan
individu yang sama dengan sebelum krisis karena hasil pemecahan
masalah efektif, lebih baik daripada sebelum krisis karena individu
menemukan sumber dan cara penanganan yang baru atau lebih rendah dari
sebelum krisis karena masalah individu menimbulkan perilaku yang
maladaptive (individu dapat mengalami depresi, curiga, atau agresif).

35
DAFTAR PUSTAKA

Purwaningsih,W., dan Karlina,I. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa. Jogjakarta :


NUH MEDIKA Press.

Riyadi,S., dan Purwanto,T. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta :


GRAHAILMU.

Kusumawati,F., dan Hartono,Y. (2011). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta :


Salemba Medika.

36

Anda mungkin juga menyukai