Anda di halaman 1dari 57

PEDOMAN

PELAYANAN GAWAT
DARURAT

RUMAH SAKIT GUNUNG MARIA


TOMOHON
2011

1
PEDOMAN INSTALASI RAWAT DARURAT
RUMAH SAKIT GUNUNG MARIA TOMOHON

I. PENDAHULUAN
Upaya Bangsa Indonesia untuk mencapai derajat kesehatan yang
optimal sebagai perwujudan kesejahteraan umum seperti dimaksud
dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, adalah meliputi
kesehatan badaniah, rohaniah dan sosial dan bukan hanya keadaan
yang bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan.
Kegiatan ini harus bersifat menyeluruh , terpadu, merata, dapat diterima
dan terjangkau oleh seluruh masyarakat, dan masyarakat perlu aktif
berperan serta. Segala upaya ini harus dilakukan secara merata kepada
seluruh lapisan masyarakat dengan menggunakan hasil pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi dan dengan biaya yang dapat dipikul
oleh masyarakat dan negara. Upaya dalam bidang kesehatan telah
dijabarkan dalam Sistem Kesehatan Nasional yang hakikatnya adalah
berupa pemikiran dasar yang memberi arah dan tujuan, terpadu dan
berkesinambungan sebagai bagian dari Pembangunan Nasional.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka Dasar-Dasar Pembangunan
Kesehatan Nasional antara lain adalah:
A. Semua Warga Negara berhak memperoleh derajat kesehatanyang
setinggi-tingginya, agar dapat bekerja dan hidup layak sesuai
dengan martabat manusia.
B. Pemerintah dan masyarakat bertaggung jawab dalam memelihara
mempertinggi derajat kesehatan rakyat.
C. Penyelenggaraan upaya kesehatan diatur oleh Pemerintah dan
dilakukan secara serasi dan seimbang oleh Pemerintah dan
masyarakat, serta dilaksanakan terutama melalui upaya peningkatan
dan pencegahan yang dilakukan secara terpadu dengan upaya
penyembuhan dan pemulihan yang dilakukan.

2
D. Sesuai dengan azas adil dan merata, hasil-hasil yang dicapai dalam
pembangunan kesehatan harus dapat dinikmati secara merata oleh
seluruh penduduk.
Usaha kesehatan di atas mencakup usaha peningkatan (Promotif)
pencegahan (preventif), penyembuhan (kuratif) dan pemulihan
(rehabilitatif). Dalam upaya penyembuhan tercakup upaya
penanggulangan penderita gawat darurat.
Agar upaya penanggulangan penderita gawat darurat dapat berfungsi
dengan baik, Rumah Sakit perlu mengadakan penataan pelayanan
gawat darurat dengan menerbitkan suatu buku pedoman sebagai sumber
informasi.

II. PENGERTIAN
A. Pasien Gawat Darurat
Pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau akan
menjadi gawat dan terancam nyawanya atau anggota badanya
(akan menjadi cacat) bila tidak mendapat pertolongan secepatnya.
B. Pasien Gawat Tidak Darurat
Pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan
tindakan darurat, misalnya kanker stadium lanjut.
C. Pasien Darurat Tidak Gawat
Pasien akibat musibah yang datang tiba-tiba, tetapi tidak
mengancam nyawa dan anggota badannya, misalnya luka sayat
dangkal.
D. Pasien tidak gawat tidak darurat
Misalnya pasien dengan ulkus tropium, TBC kulit, dan sebagainya.
E. Kecelakaan (Accident)
Suatu kejadian dimana terjadi interaksi berbagai faktor yang
datangnya mendadak, tidak dikehendaki sehingga menimbulkan
cedera (fisik, mental , sosial).
Kecelakaan dan cedera dapat diklasifikasikan menurut:

3
1. Tempat kejadian :
a. Kecelakaan lalu lintas
b. Kecelakaan di lingkungan rumah tangga.
c. Kecelakaan di lingkungan pekerjaan
d. Kecelakaan di sekolah
e. Kecelakaan di tempat - tempat umum lain seperti halnya:
tempat rekreasi, perbelanjaan, di arena olah raga, dan lain-
lain.
2. Mekanisme kejadian :
Tertumbuk, jatuh, terpotong, tercekik oleh benda asing,
tersengat atau terbakar baik karena efek kimia, fisik maupun
listrik atau radiasi.
3. Waktu kejadian
a. Waktu perjalanan (traveling / transport time).
b. Waktu bekerja, waktu sekolah, waktu bermain dan lain-lain.
F. Cedera
Masalah kesehatan yang didapat/dialami sebagai akibat
kecelakaan.
G. Bencana
Peristiwa atau rangkaian peristwa yang disebabkan oleh alam dan
manusia yang mengakibatkan korban dan penderitaan manusia,
kerugian harta benda, kerusakan sarana dan prasarana umum serta
menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan dan penghidupan
masyarakat dan pembangunan nasional yang memerlukan
pertolongan dan bantuan.

III. PENANGGULANGAN PENDERITA GAWAT DARURAT (PPGD)


A. Tujuan
1. Mencegah kematian dan cacat (to save life and limb) pada
penderita gawat darurat, hingga dapat hidup dan berfungsi
kembali dalam masyarakat sebagaimana mestinya.

4
2. Merujuk penderita gawat darurat melalui sistem rujukan untuk
memperoleh penanganan yang lebih memadai.
3. Menanggulangi korban bencana.
B. Prinsip Penanggulangan Penderita Gawat Darurat
Kematian dapat terjadi bila seseorang mengalami kerusakan atau
kegagalan dari salah satu sistim / organ di bawah ini yaitu:
1. Susunan saraf pusat
2. Pernapasan
3. Kardiovaskuler
4. Hati
5. Ginjal
6. Pancreas
Kegagalan (kerusakan) sistim / organ tersebut dapat disebabkan
oleh:
1. Trauma / cedera
2. Infeksi
3. Keracunan (poisoning)
4. Degerasi (failure)
5. Asfiksi
6. Kehilangan cairan dan elektrolit dalam jumlah besar (excessive
loss of water and electrolite)
7. dan lain-lain.
Kegagalan sistim susunan saraf pusat, kardiovaskuler, pernapasan
dan hipoglikemia dapat menyebabkan kematian dalam waktu
singkat (4 – 6 menit), sedangkan kegagalan sistim organ/organ
yang lain dapat menyebabkan kematian dalam waktu yang lama.
Dengan demikian keberhasilan penanggulangan Penderita Gawat
Darurat (PPGD) dalam mencegah kematian dan cacat ditentukan
oleh:
1. Kecepatan menemukan penderita gawat darurat.
2. Kecepatan meminta pertolongan.
3. Kecepatan dan kualitas pertolongan yang diberikan.

5
a). di tempat kejadian.
b). dalam perjalanan.
c). pertolongan selanjutnya secara mentap di Puskesmas atau
rumah sakit.

IV. SISTIM PENANGGULANGAN PENDERITA GAWAT DARURAT


A. TUJUAN
Tercapainya suatu pelayanan kesehatan yang optimal, terarah dan
terpadu bagi setiap anggota masyarakat yang berada dalam
keadaaan gawat darurat.
Upaya pelayanan kesehatan pada penderita gawat darurat pada
dasarnya mencakup suatu rangkaian kegiatan yang harus
dikembangkan meliputi:
1. Penanggulangan penderita di tempat kehadian.
2. Transportasi penderita gawat darurat dari tempat kejadian ke
sarana kesehatan yang memadai.
3. Upaya penyediaan sarana komunikasi untuk menunjang kegiatan
penanggulangan penderita gawat darurat.
4. Upaya rujukan ilmu pengetahuan, pasien dan tenaga ahli.
5. Upaya penanggulangan penderita gawat darurat di tempat
rujukan.
6. Upaya pembiayaan penderita gawat darurat.
Dengan memahami bahwa penanggulangan penderita gawat darurat
menyangkut baik aspek medik maupun non medik dan keadaan
gawat darurat dapat terjadi pada siapa saja, kapan saja, dan dimana
saja, maka agar upaya penanggulangan penderita gawat darurat
tersebut dapat terarah dan terpadu perlu dilaksanakan dengan cara
pendekatan sistim.
Dengan cara pendekatan sistim, penanggulangan penderita gawat
darurat dapat dikembangkan seoptimal mungkin.

6
B. KOMPONEN SISTIM PENANGULANGAN PENDERITA GAWAT
DARURAT.
1. KOMPONEN PRA RUMAH SAKIT (LUAR R.S)
a. Upaya Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan
Orang Awam dan Petugas Kesehatan (SUB – SISTIM
KETENAGAAN).
Pada umumnya yang pertama menemukan penderita gawat
darurat ditempat musibah adalah masyarakat yang dikenal
dengan istilah masyarakat awam. Oleh karena itu,
sangatlah bermanfaat sekali bila orang awam diberi dan
dilatih pengetahuan dan keterampilan dalam
penanggulangan penderita gawat darurat.
1). Klasifikasi orang awam :
Ditinjau dari segi peranan dalam masyarakat awam
dibagi 2 (dua) golongan:
a). Golongan awam biasa antara lain :
(1). Guru – guru.
(2). Pelajar.
(3). Pengemudi kendaraan bermotor.
(4). Ibu – ibu rumah tangga.
b). Golongan awam khusus antara lain:
(1). Anggota polisi.
(2). Petugas Dinas Pemadam Kebakaran.
(3). Satpam / Hansip.
(4). Petugas DLLAJR.
(5). Petugas SAR (Search and Rescue).
(6). Anggota pramuka (PMR).
Kemampuan Penanggulangan Penderita Gawat
Darurat (Basic Life Support) yang harus dimiliki
oleh orang awam:
(1). Cara meminta pertolongan.

7
(2). Resusitasi kardiopulmuner sederhana.
(3). Cara menghentikan pendarahan.
(4). Cara memasang balut / bidai.
(5). Cara transportasi penderita gawat darurat.
Anak – anak lebih mudah menerima pelajaran
penanggulangan penderita gawat darurat, terutama
kalau dimasukkan dalam kurikulum pendidikan.
Anak – anak akan menjadi dewasa dan
pengetahuan ini akan tetap dimilikinya.
Kemampuan yang harus dimiliki oleh orang awam
khusus antara lain:
(1). Kemampuan penanggulangan penderita gawat
darurat.
(2). Kemampuan menangulangi keadaan gawat
darurat sesuai bidang pekerjaannya.
2). Tenaga Perawat / paramedis.
Disamping pengetahuan dasar keperawatan yang telah
dimiliki oleh perawat, mereka harus memperoleh
tambahan pengetahuan penanggulangan penderita
gawat darurat (Advance Life Suppport) termasuk
PHTLS dan PHCLS untuk melanjutkan pertolongan
yang sudah diberikan. Kemampuan PPGD yang harus
dimiliki tenaga paramedik adalah:
a). Untuk sistim pernapasan
(1). Mengenal adanya sumbatan jalan napas.
(2). Membebaskan jalan napas (oropharyngeal air
way) sampai dengan intubasi endotracheal.
(3). Memberikan napas buatan ;
(a). pernapasan mulut ke mulut.
(b). dengan resusitator manual dan otomatik.
(4). Melakukan resusitasi kardiopulmuner.

8
b). Untuk sistim sirkulasi (jantung)
(1). Mengenal aritmia jantung, shock, infark
jantung.
(2). Memberi pertolongan pertama pada aritmia,
infark jantung.
(3). Membuat rekaman jantung (EKG).
c). Untuk sistim vaskuler
(1). Menghentikan pendarahan.
(2). Memasang infus / transfusi.
(3). Merawat infus – infus CVP.
d). Untuk sistim saraf
(1). Mengenal koma dan memberi pertolongan.
(2). Memberikan pertolongan pertama pada trauma
kepala.
(3). Mengenal stroke dan memberi pertolongan
pertama.
Kemampuan a) + b) + c) + d) + dalam
penanggulangan pra rumah sakit yaitu Pre Hospital
Trauma life Support (PHTLS) dan Pre hospital
Cardiac Life Support (PHLCS).
e). Untuk sistim imunolog
(1). Mengenal renjatan shock anafilaksis.
(2). Memberikan pertolongan pertama shock.
f). Untuk sistim gastro intestional
(1). Mampu merawat / mempersiapkan operasi
pada penderita dengan akut abdomen.
g). Untuk sistim skeletal
(1). Mengenal patah tulang.
(2). Mampu memasang bidai.
(3). Mampu mentransportasi penderita dengan
patah tulang (tungkai dan tulang punggung).

9
h). Untuk sistim kulit
(1). Memberkan pertolongan pertama pada luka.
(2). Memberikan pertolongan pada luka bakar.
i). Untuk sistim reproduksi
(1). Mampu melayani persalinan.
(2). Memberikan pertolongan pertama pada luka
bakar.
j). Untuk Farmakologi/Toksikologi
(1). Mampu memberikan pertolongan pertama
pada keracunan.
(2). Mampu memberikan pertolongan pertama
pada penyalahgunaan obat.
(3). Mampu memberikan pertolongan pertama
pada gigitan binatang.
k). Untuk Organisasi
(1). Mengetahui sistim penanggulangan penderita
gawat darurat.
(2). Mengetahui sistim penanggulangan korban
bencana di rumah sakit dan kota tempat
bekerja.
3). Tenaga Medis (Dokter Umum)
Disamping pengetahuan medis yang telah dikuasai,
dokter umum perlu mendapat pengetahuan dan
keterampilan tambahan agar mampu menanggulangi
penderita gawat darurat.
Kemampuan yang harus dimiliki adalah :
a). Untuk sistim pernafasan
(1). Mengenal adanya sumbatan jalan nafas.
(2). Membebaskan jalan nafas (oropharyngeal air
way)
(a). intubasi endotracheal.

10
(b). melakukan tricothyroidectomi
(3). Melakukan resusitasi kardiopulmoner (ABCD)
dan memberikan obat – obatan yang perlu.
b). Untuk sistim sirkulasi
(1). Mengenal aritma jantung.
(2). Memberikan pertolongan pertama pada aritma.
(3). Mengenal infark jantung.
(4). Memberikan pertolongan pertama pada
penderita infark miokard (DC).
(5). Membuat / membaca EKG.
(6). Menanggulangi renjatan / syok.
c). Untuk sistim vaskuler
(1). Menghentikan pendarahan.
(2). Memberikan transfusi darah dan terapi cairan /
elektrolit.
(3). Memasang / membaca dan merawat CVP.
d). Untuk sistim saraf
(1). Menegakkan diagnosa / diagnosa diferensial
koma dan kelainan darurat sistim saraf pusat.
(2). Mengatahui pemeriksaan – pemeriksaan yang
diperlukan pada keadaan koma, keadaan
darurat SSP.
a) + b) + c) + d) adalah kemampuan ATLS dan
ACLS.
e). Untuk sistim imunolog
(1). Menanggulangi keadaan alergi akut.
(2). Menanggulangi keadaan renjatan / syok
anafilaksis.
f). Untuk sistim kulit
(1). Mengenal berbagai jenis luka.
(2). Mampu menanggulangi berbagai perlukaan.
g). Untuk sistim gastrointestinal.

11
(1). Mendiagnosis akut abdomen.
(2). Menanggulangi akut abdomen (memasang
nasogastric tube).
h). Untuk sistim skeletal
(1). Mengenal dan mendiagnosis patah tulang.
(2). Memasang bidai.
(3). Mengetahui cara pengangkutan penderita
dengan fraktur/patah tulang.
(4). Merawat patah tulang secara konservatif.
i). Untuk sistim reproduksi
(1). Mengenal kelainan daruarat
obstetri/ginekologi.
(2). Memberikan pertolongan pertama dan
pengobatan pada keadaan gawat darurat
obstettri / ginekologi.
j). Mengenal gagal hati, gagal ginjal, gagal pankreas
dan mampu menanggulangi koma.
k). Untuk farmakologi/toksikologi
(1). Mengenal keadaan penyalahgunaan obat /
keracunan / gigitan binatang.
(2). Memberikan pertolongan pertama pada
penyalahgunaan obat / keracunan / gigitan
binatang.
l). Untuk Organisasi
(1). Mengetahui sistim penangulangan penderita
gawat darurat.
(2). Mengetahui sistim penanggulangan korban
bencana di rumah sakit dan kota tempat
bekerja.
Dalam memasyarakatkan penanggulangan penderita
gawat darurat yang penting adalah:

12
(1). Semua pusat pendidikan penanggulangan
penderita gawat darurat mempunyai kurikulum
yang sama.
(2). Mempunyai sertifikat dan lencana tanda lulus yang
sama.
Dengan demikian instansi maupun yang
menyelenggarakan pendidikan penanggulangan
penderita gawat darurat, para siswa akan mempunyai
kemampuan yang sama. Lencana akan memudahkan
mereka memberikan pertolongan dalam keadaan sehari
– hari maupun bila ada lencana.

b. Upaya Pelayanan Transportasi Penderita Gawat Darurat


( SUB – SISTIM TRANSPORTASI)
1). Tujuan
Memindahkan penderita gawat darurat dengan aman
tanpa memperberat keadaan penderita ke sarana
kesehatan yang memadai.
2). Sarana transportasi terdiri dari:
a). Keadaan pengangkat.
b). peralatan medis dan non medis.
c). petugas (tenaga medis / paramedis).
d). Obat – obatan life saving dan life support.
3). Persyaratan yang harus dipenuhi untuk transportasi
penderita gawat darurat :
a). Sebelum diangkat
(1). Gangguan pernafasan dan kardiovaskuler
telah ditanggulangi.
(2). Perdarahan telah dihentikan.
(3). Luka – luka telah ditutup.
(4). Patah tulang telah difiksasi.

13
b). Selama Perjalanan
Selama perjalanan harus selalu diperhatikan dan
dimonitor:
(1). Kesadaran.
(2). Pernafasan.
(3). Tekanan darah.
(4). Denyut nadi.
(5). Keadaan luka.
4). Sesuai dengan keadaan geografis di Indonesia yang
terdiri dari ribuan pulau, maka jenis kendaraan yang
dapat digunakan pada umumnya adalah :
a). Kendaraan Darat
(1). Angkutan tradisional.
(a). kereta kuda / lembu.
(b). tandu / digotong.
(2). Angkutan modern
(a). kendaraan umum roda empat berupa truk
dan “ pick up station”, kereta api dan lain –
lain.
(b). kendaraan roda tiga : berupa bajaj, beca
dan lain – lain.
(c). kendaraan khusus untuk penderita yaitu
ambulans darat.
b). Kendaraan Laut
(1). Angkuta tradisional.
(a). perahu.
(b). rakit.
(2). Angkutan modern.
(a). kapal, perahu motor.
(b). ambulans laut.
c). Kendaraan udara (ambulans udara).

14
5). Ambulans (Kendaraan Pelayanan Medik).
a). Ambulans darat
(1). Fungsi ambulans darat secara umum adalah :
(a). Alat untuk transporatsi penderita (200 km).
(b). Sebagai sarana kesehatan untuk
menanggulangi gawat darurat di tempat
kejadian.
(c). Sebagai rumah sakit lapangan pada
penanggulangan penderita gawat darurat
dalam keadaan bencana.
(2). Klasifikasi ambulans sesuai fungsinya sebagai
berikut :
(a). Ambulans transportasi.
(b). Ambulans gawat darurat.
(c). Ambulans rumah sakit lapangan.
(d). Ambulans pelayanan medik bergerak.
(e). Kereta jenazah.
Tujuan penggunaan, persayaratn kendaraan
secara teknis, medis dan kebutuhan tenaga
pengelola lihat lampiran I.
b). Ambulans air
Sama dengan ambulans darat.
c). Ambulans Udara
(1). Fungsi ambulans udara adalah :
Sebagai alat angkut udara penderita gawat
darurat dari lokasi kejadian rumah sakit.
(2). Jenis pesawat udara yang digunakan sebagai
ambulans udara adalah :
(a). Jenis Rotary Wing (helikopter – 500 km).
(b). Jenis Fixed Wing (sayap tetap – tak
terbatas).
Helikopter dibagi dalam 2 jenis :

15
(a). Helikopter kecil (3 - 5 tempat duduk + 1-2
tandu).
(b). Helikopter besar (7 -15 tempat duduk +
lebih 2 tandu).
Untuk peralatan, personil dan persyaratan
lainnya lihat lampiran II.
c. Upaya Pelayanan Komunuikasi Medik untuk
Penanggulangan Penderita Gawat Darurat.
( SUB – SISTIM KOMUNUKASI)
Pada dasarnya pelayanan komunikasi disektor kesehatan
terdiri dari :
1). Komunikasi kesehatan.
Sistim komunikasi ini digunakan untuk menunjang
pelayanan kesehatan di bidang adminstratif.
2). Komunikasi Medis.
Sistim komunikasi ini digunakan untuk menunjang
pelayanan kesehatan di bidang teknis – medis.
a). Tujuan.
Untuk mempermudah dan mempercepat
penyampaian dan penerimaan informasi dalam
menanggulangi penderita gawat darurat.
b). Fungsi komunikasi medis dalam penanggulangan
penderita gawat darurat adalah :
(1). Untuk memudahkan masyarakat dalam
meminta pertolongan ke sarana kesehatan
(askes kedalam sistim GD).
(2). Untuk mengatur dan membimbing pertolongan
medis yang diberikan ditempat kejadian dan
selama perjalanan ke sarana kesehatan yang
lebih memadai.

16
(3). Untuk mengatur dan memonitor rujukan
penderita gawat darurat dari puskesmas ke
rumah sakit atau antar rumah sakit.
(4). Untuk mengkoordinir penanggulangan medik
korban bencana.
d. Jenis Komunikasi.

Teknologi komunikasi di Indonesia telah berkembang pesat


dan semakin modern, namun demikian sarana komunikasi
medis belum sepenuh nya menjangkau dan dikembangkan
di seluruh pelosok tanah air. Oleh karena itu, jenis
komunikasi dalam penanggulangan penderita gawat darurat
dapat berupa :
1). Komuniksi tradisional :
a). kentongan.
b). beduk.
c). terompet.
d). kurir / mulut ke mulut.
2). Komunikasi modern :
a). telepon / telepon genggam.
b). radio komunikasi.
c). teleks / telegram.
d). faksimile.
e). komputer.
f). telemetri ( EKG data transmission).
e. Sarana Komunikasi.
Yang dimaksud dengan sarana komunikasi adalah berupa :
1). Sentral komunikasi (Pusat komunikasi).
a). Fungsi Pusat Komunikasi :
(1). Mengkoordinir penanggulangan pendeita
gawat darurat mulai dari tempat kejadian
sampai ke sarana kesehatan yang sesuai
(rumah sakit) yaitu dengan :

17
(a). Menerima dan menganalisa permintaan
pertolongan.
(b). Mengatur ambulans terdekat ke tempat
kejadian.
(c). Menghubungi rumah sakit terdekat untuk
mengetahui fasilitas yang tersedia (tempat
tidur kosong) pada saat itu yang dapat
diberikan untuk penderita gawat darurat.
(d). Mengatur / memonitor rujukan penderita
gawat darurat.
(2). Menjadi pusat komando dan mengkoordinir
penanggulangan medis korban bencana.
(3). Berhubungan dengan sentral komunikasi
medis dari kota
lain, instansi lain dan kalau perlu dengan
negara lain.
(4). Dapat diambil alih oleh aparat keamanan (TNI)
bila negara berada dalam keadaan gawat
darurat (perang).
b). Syarat – syarat sentral komunikasi :
(1). Harus mempunyaio nomor telepon khusus
(sebaiknya 3 digit).
(2). Mudah menghubungi dan memberikan
pelayanan 24 jam sehari.
(3). Dilayani oleh tenaga medis atau paramedis
perawatan yang tampil dan berpengalaman.
c). Syarat – syarat sentral komunikasi :
(1). Telepon.
(2). Radio komunikasi.
(3). Teleks / facsimile.
(4). Komputer bila diperlukan.
(5). Tenaga yang terampil dan komunikatif.

18
(6). Konsulen medis yang menguasai masalah
kedaruratan medis.

2). Jaringan Komunikasi

POLISI BAKORNAS
DPK RADIO
AMATIR PUSAT

PMI KOMUNIKASI TNI

PUSAT RUMAH
AMBULANS SAKIT PUSKESMAS

AMBULANS

KORBAN
MASYARAKAT

19
Agar rahasia medis setiap penderita tetap terjamin, maka
tenaga untuk keperluan komunikasi seyogianya adalah
tenaga medis atau paramedis perawatan yang telah dididik
dalam bidang penanggulangan penderita gawat darurat
bidang komunikasi.

2. KOMPONEN INTRA RUMAH SAKIT (DALAM RS)


a. Upaya Pelayanan Penderita Gawat Darurat di Unit
Gawat Darurat Rumah Sakit (SUB - SISTIM PELAYANAN
GAWAT DARURAT).
Seringkali Puskesmas berperan sebagai pos terdepan
dalam menaggulangi penderita sebelum memperoleh
penanganan yang memadai di rumah sakit.
Oleh karena itu Puskesmas dalam wilayah kerja tertentu
harus buka 24 jam dan mampu dalam hal :
1). Melakukan resusitasi dan “life support”.
2). Melakukan rujukan penderita – penderita gawat darurat
sesuai dengan kemampuan.
3). Menampung dan menanggulangi korban bencana.
4). Melakukan komunikasi dengan pusat komunikasi dan
rumah sakit rujukan.
5). Menanggulangi “false emergency” baik medikal dan
surgikal (bedah minor).
Puskesmas tersebut harus dilengkapi dengan :
1). Laboratorium untuk menunjang diagnostik.
Seperti : Hb, Ht, leukosit, urine dan gula darah.
2). Tenaga : Dokter umum dan paramedis (2-3 orang
paramedis yang sudah mendapat pendidikan tertentu
dalam PPGD).

20
Rumah Sakit merupakan terminal terakhir dalam menanggulangi
penderita gawat darurat. Oleh karena itu fasilitas rumah sakit,
khususnya unit gawat darurat harus dilengkapi sedemikian rupa
sehingga mampu menanggulangi penderita gawat darurat (”to save
life and limb”).
Unit Gawat Darurat merupakan salah satu unit di rumah sakit yang
memberikan pelayanan kepada penderita gawat darurat dan
merupakan bagian dari rangkaian upaya penanggulangan penderita
gawat darurat yang perlu diorganisir.
Tidak semua rumah sakit harus mempunyai bagian gawat darurat
yang lengkap dengan tenaga memadai dan perlatan canggih,
karena dengan demikian akan terjadi penghamburan dana dan
sarana. Oleh karena itu pengembangan unit gawat darurat harus
memperhatikan 2 (dua) aspek yaitu :
1). Sistim rujukan penderita gawat darurat.
2). Beban kerja rumah sakit dalam menanggulangi penderita gawat
darurat.
Dengan memperhatikan kedua aspek tersebut, maka kategorisasi
(akreditasi) unit gawat darurat tidak selalu sesuai dengan kelas
rumah sakit yang bersangkutan.
Rumah Sakit tertentu dapat mengembangkan unti gawat darurat
dengan kategorisasi yang lebih tinggi atau lebih rendah dari kelas
rumah sakit tersebut.

Pedoman Pengembangan Pelayanan Gawat Darurat di Rumah


Sakit.
1). Tujuan :
Suatu unit gawat darurat (UGD) harus mampu memberikan
pelayanan dengan kualitas tinggi pada masyarakat dengan
problem medis akut.
Interpretasi :

21
Harus mampu ;
a). mencegah kematian dan cacat.
b). melakukan rujukan.
c). menanggulangi korban bencana.

Kriteria :
a). Unit Gawat Darurat harus buka 24 jam.
b). Unit Gawat Darurat juga harus melayani penderita –
penderita “false emergency” tetapi tidak boleh
mengganggu / mengurangi mutu pelayanan penderita –
penderita Gawat Darurat.
c). Unit Gawat Darurat sebaiknya hanya melakukan ”primary
care”.
Sedangkan ”definitive care” dilakukan di tempat lain denga
cara kerjasama yang baik.
d). Unit Gawat Darurat harus meningkatkan mutu
personalianya maupun masyarakat sekitarnya dalam
penanggulangan penderita gawat darurat.
Interpretasi :
Mengadakan kursus – kursus untuk personalianya sendiri
maupun penyuluhan kepada masyarakat dalam
penanggulangan penderita gawat darurat (PPGD).
e). Unit Gawat Darurat harus melakukan riset guna
meningkatkan mutu / kualitas pelayanan kesehatan
masyarakat sekitarnya.
2). Organisasi, Administrasi, Catatan Medis :
Unit Gawat Darurat harus memenuhi kebutuhan masyarakat
dalam penanggulangan Penderita Gawat darurat dan dikelola
sedemikian rupa sehingga terjalin kerjasama yang harmonis
dengan unit – unit lain dan instalasi – instalasi lain dalam rumah
sakit.

22
Kriteria :
a). Seorang petugas medis harus menjadi penanggungjawab
Unit Gawat Darurat.
Interpretasi :
Petugas medis ini dapat seorang dokter ahli, dokter umum,
maupun perawat, tergantung pada kelas rumah sakit. Yang
penting ialah :
(1). Tertarik / mempunyai perhatian khusus dalam bidang
kedokteran gawat darurat ;
(2). Mempunyai kemampuan memimpin ; dan
(3). Ia harus dibantu oleh perwakilan – perwakilan unit –
unit lain yang bekerja di Unit Gawat Darurat.
b). Harus ada seorang perawat / dokter yang menjadi
penanggung jawab harian.
Interpretasi :
Ia bertanggungjawab atas mutu pelayanan pada hari itu.
c). Harus ada kerjasama yang saling menunjang antar Unit
Gawat Darurat dengan :
(1). Unit – unit lain dan instalasi – instalasi lain di rumah
sakit.
(2). Ambulance servis (tipe 118).
(3). Dokter – dokter yang berpraktek / tinggal di sekitarnya.
(4). Puskesmas – puskesmas di sekitarnya.
(5). dan instansi kesehatan lainnya.
d). Harus mempunyai peranan inti dalam :
(1). ”Disaster planning” rumah sakit maupun kota dimana
dia berada.
(2). Penanggulangan Penderita Gawat Darurat di rumah
sakitnya sendiri dilengkapi dengan Unit Perawatan
Intensif (ICU).
e). Semua personalia Unit Gawat Darurat mengenal dan
menghayati sistim penanggulangan penderita gawat darurat

23
di unitnya maupun Penanggulangan Penderita Gawat
Darurat Nasional.

Interpretasi :
Semua petugas baik medis maupun paramedis harus selalu
memperhatikan:
(1). Sopan santun.
(2). Hak dan rahasia medis penderita.
(3). Waktu menunggu tindakan medis.
(4). Kebutuhan rohani penderita.
(5). Kerjasama dan disiplin kerja mempunyai prioritas yang
tinggi.
f). Semua penderita yang masuk ke Unit Gawat Darurat harus
jelas identitasnya. Interpretasi :
(1). Biodata dan kelengkapan adminsitrasi.
(2). Catatan medis yang baik.
(3). Kalau penderita tak dikenal / tak ada keluarga yang
mengantar harus diusahakan semaksimum mungkin
untuk mencari dan menghubungi keluarga.
g). Semua penderita yang datang ke Unit Gawat Darurat harus
melalui “Triage Officer”.
Interpretasi :
Triage adalah sistim :
(1). Seleksi problem seorang penderita (dalam keadaan
sehari – hari).
(2). Seleksi penderita (dalam keadaan bencana).
Triage dilakukan oleh orang yang paling berpengalaman
dan harus dapat menentukan orang mana yang terganggu
dan dapat menyebabkan kematian dan menentukan
penanggulangannnya. Triage officer dapat seorang dokter

24
ahli, dokter umum ataupun perawat sesuai dengan kelas
atau kebijaksanaan rumah sakit.
h). Unit Gawat Darurat atau Rumah Sakit dengan pelayanan
terbatas harus mempunyai sistem rujukan yang jelas.
Interpretasi :
Puskesmas dan Rumah Sakit kelas D yang hanya mampu
melakukan resusitasi dan life support sementara, harus
mempunyai komunikasi (telepon, radio) dengan rumah sakit
kelas lebih tinggi yang terdekat.
i). Penderita – penderita Gawat Darurat harus mendapat
pengawasan ketat selama ia berada didalam Unit Gawat
Darurat.
Interpretasi :
Unit Gawat Darurat harus mempunyai peralatan, obat –
obatan dan personalia yang memadai untuk melakukannya.
Pengawasan ini harus dilakukan terus menerus baik di
ruang Unit Gawat Darurat maupun sewaktu diangkut ke
rumah sakit lain.
j). Penunjang pelayanan medis seperti alat, obat dan
personalia harus diatur sedemikian rupa sehingga dapat
memenuhi kebutuhan 24 jam.
Interpretasi :
(1). Daftar jaga :
(a). personalia (dokter, perawat, tenaga administrasi).
(b). konsulen.
(2). Radiologi, laboratorium termasuk hematologi, biokimia,
bakteriologi dan patologi diatur sesuai dengan
kemampuan rumah sakit dan kebutuhan penderita.
(3). Depot darah.
(4). Farmasi sangat penting sehingga persediaan obat –
obat, infus, “plasma expander”, alat – alat “disposible”
dan “linen” cukup untuk 24 jam.

25
k). Penderita keluar dari Unit Gawat Darurat harus jelas :
(1). Dimana dirawat.
(2). Pulang :
(a). keterangan penyakitnya.
(b). kapan dan kemana kontrol.
l). Catatan medis yang lengkap untuk setiap penderita :
Interpretasi :
(1). Catatan medis harus bekerja 24 jam.
(2). Catatan medis minimum harus mencakup :
(a). tanggal dan jam tiba.
(b). resume catatan klinik, laboratorium, x – ray.
(c). catatan tentang tindakan dan tanggal serta jam
dilakukan.
(d). nama dan tanda tangan petugas medis.
3). Personalia dan Pimpinan :
Personalia Unit Gawat Darurat mulai dari pimpinan, dokter,
perawat, dan personalia non medis harus memenuhi kualifikasi
tertentu sehingga mampu memberikan pelayanan
Penanggulangan Penderita Gawat Darurat yang optimal.
Kriteria :
a). Jumlah dan kualitas personalia harus memenuhi syarat :
(1). Karena ilmu kedokteran gawat darurat tidak diberikan
secara “integrated” dalam kurikulum Fakultas
Kedokteran dan belum lengkap dalam kurikulum
pendidikan perawat maka sebaiknya para dokter dan
perawat yang akan bekerja di Unit Gawat Darurat atau
Puskesmas harus mendapat kursus tambahan dalam
ilmu kedokteran gawat darurat.
(2). Tenaga non medis harus mendapat kursus
Penanggulangan Penderita Gawat Darurat sebagai
orang awam.

26
(3). Karena Unit Gawat Darurat pada rumah sakit kelas A
dan B juga tempat belajarnya mahasiswa dan perawat
maka sebelum bekerja praktek disitu harus sudah
mendapat / sedang mendapat pelajaran ilmu
kedokteran gawat darurat. Mereka harus dibawah
pengawsan / bimbingan seorang dokter atau perawat
dari Unit Gawat Darurat.
(4). Jumlah petugas medis disesuaikan dengan beban kerja
dan kelas rumah sakit.
(5). Tenaga non medis selain pekarya juga diperlukan
untuk:
(a). catatan medis.
(b). keuangan.
(c). keamanan.
(d). asuransi : - Jasa Raharja.
- Askes.
- Astek.
b). Harus mempunyai skema organisasi mulai dari pimpinan
sampai petugas yang paling rendah dengan “job
descriptionnya” dan jalur tanggung jawabnya.
c). Pertemuan staf yang reguler untuk menjaga komunikasi
antar petugas dan kebiasaan – kebiasaan yang baik.
d). Seorang petugas baru sebelum bekerja sendiri harus
mendapat / melalui program orientasi dan “induction”.
e). Harus ada program cara menilai mutu petugas sebagai
“feedback”.
f). Kalau ada petugas yang pindah maka harus diminta
pendapatnya tentang Unit Gawat Darurat bersangkutan
yaitu positif maupun negatifnya dan usul – usul.
4). Fasilitas dan alat – alat / obat – obatan :

27
Fasilitas dan alat – alat / obat – obatan Unit Gawat Darurat
harus memenuhi persyaratan sehingga Penanggulangan
Penderita Gawat Darurat dapat dilakukan dengan optimal.
Kriteria :
a). Gedung untuk pelayanan Penanggulangan Penderita
Gawat Darurat harus sedemikian rupa sehingga
Penanggulangan Penderita Gawat Darurat dapat dilakukan
dengan optimal.
(1). Lokasi gedung Unti Gawat Darurat harus mudah
dicapai dengan tanda – tanda yang jelas dari jalan
maupun dari dalam.
(2). Pintu Unit Gawat Darurat menghadap kedepan
sehingga ambulans tidak perlu mundur.
(3). Harus mampu menerima 2-5 ambulans sekaligus
sesuai dengan beban kerja / kelas rumah sakit (rumah
sakit kelas C menampung 2 – 3 ambulans rumah sakit
kelas D 1 – 2 ambulans).
(4). Luas Unit Gawat Darurat disesuaikan dengan beban
kerja yang diperkirakan untuk 20 tahun mendatang
dan kelas rumah sakit.
(5). Untuk rumah sakit kelas A dan B harus ada Helipad
untuk penderita yang diangkut dengan helikopter,
sedang untuk rumah sakit kelas C bila memungkinkan
dibuat lapangan perdaratan helikopter dekat rumah
sakit.
(6). Ruang Triage :
(a). Digunakan untuk seleksi pasien sesuai tingkat
kegawatan penyakitnya.
(b). Terletak berdampingan dengan tempat perawat
kepala ; chief nurse / dokter jaga sehingga
dengan mudah dapat mengawasi semua kegiatan

28
di pintu masuk, ruang tunggu, ruang tindakan dan
ruang resusitasi.
(7). Ruang Resusitasi :
(a). Letaknya harus berdekatan dengan ruang triage.
(b). Cukup luas untuk menampung beberapa
penderita (2 – 3 penderita untuk rumah sakit
kelas C).
(c). Keadaan ruangan harus menjamin ketenangan.
(8). Ruang tindakan :
(a). Untuk rumah sakit kelas A dan B dipisahkan
antara ruang tindakan bedah dan non bedah.
(b). Untuk rumah sakit kelas A, B, dan C digunakan
untuk menangani bedah minor, infeksi dan luka
bakar.
(9). Ruang persiapan operasi / observasi (tergantung
kebutuhan).
(10). Ruang X – ray dan ruang farmasi dengan pintu dari
luar / dalam (untuk Rumah Sakit kelas A dan B).
(11). Ruang Gips dekat X – ray.
(12). Ruang operasi (tergantung kebutuhan).
Jumlah ruang operasi sesuai dengan jumlah tempat
tidur 1 : 50 / keaktifan rumah sakit.
(a). ruang bayi baru lahir (operatif).
(b). ruang instrumen.
(c). ruang sterilisasi.
(d). ruang cuci.
(e). gudang obat – obatan, linen.
(13). Ruang pulih (recovery room) tergantung kebutuhan 91
ruang pulih dengan 3 tempat tidur untuk 1 kamar
operasi).
(14). Susunan ruangan harus sedemikian rupa sehingga :

29
(a). arus penderita dapat lancar dan tak ada “cross
infection”.
(b). harus dapat menampung korban bencana sesuai
dengan kemampuan kelas Rumah Sakit.
(c). kegiatan mudah dikontrol oleh “chief nurse” pada
saat itu.
(15). Ruang untuk keluarga menuggu harus sedemikian
rupa agar mereka tidak mengganggu pekerjaan.
Mereka dapat istirahat dan mudah diminta keterangan
yang lengkap dari petugas. Juga ada fasilitas WC dan
kantin sesuai dengan beban / kualitas kerja yang
dilakukan di Unit Gawat Darurat.
(16). Tempat khusus untuk yang meninggal dan
keluarganya yang berduka / berdoa sesuai beban
kerja atau kelas rumah sakit.
(17). Beban kerja dan kelas rumah sakit akan menetukan
besar dan isi gudang farmasi, ruang kerja non medis
bagi pimpinan, perawat penanggungjawab, polisi,
asuransi, “social worker”, tempat istirahat, locker,
ruang konferensi.
(18). Komunikasi telpon / radio keluar rumah sakit dan
telpon intern di Unit Gawat Darurat dan ke rumah
sakit.
(19). Alat – alat radiologi diagnostik disesuaikan dengan
beban / kualitas kerja dan kelas rumah sakit.
(20). Alat – alat dan obat – obat di Unit Gawat Darurat
harus sedemikian rupa sehingga resusitasi dan “life
support” dapat dilakukan.
Interpretasi :
(a). Alat – alat dan obat – obatan yang harus ada di
semua bagian Unit Gawat Darurat adalah untuk
tindakan resusitasi dan tindakan stabilisasi

30
penderita (“life support”). Sedangkan untuk Unit
Gawat Darurat rumah sakit kelas A, B dan C
maka alat – alat dan obat – obatan dapat dibagi :
(1). alat obat – obatan untuk resusitasi.
(2). alat obat untuk “life support”.
(3). alat oabat untuk diagnostik.
(4). alat obat sesuai tipe Rumah Sakit.
(5). alat obat terapi sesuai dengan tipe Rumah
Sakit.
(6). alat – alat non medis seperti audio visual,
training aids, keamanan seperti pemadam
kebakaran kebersihan dan lain – lain.
Alat – alat / obat – obatan yang perlu untuk resusitasi :
- Suction – manual / otomatik.
- Oksigen (O2) lengkap dengan flow meter, cateter dan masker.
- Respirator manual / otomatik.
- Laringoskop lurus dan bengkok (anak dan dewasa).
- Magil forceps.
- Pipa endotracheal – semua ukuran.
- Pipa nasotracheal – semua ukuran.
- Pipa S, guedel.
- “Syringe” : 10 cc – jarum no. 18.
- Bic Nat. amp.
- Morphin – Pethidin – Adrenalin.
- Dextrose 50 % amp.
- ECG – “cardiac monitor / portable “ + defibrilator.
- Infus / transfusi set + cairan glukose 10 – 20 %, NaCL, Ringer,
“Plasma expander”.
- “Blood drawing equipment”
- Tandu dapat posisi tredelenburg, anti tredelengburg, ada
gantungan infus dan pengikat.
- “Lichtkast”.

31
- “Cricothyroidectomy” + “Tracheostomy set”.
- Gunting besar.
- Jarum intra kardiak.
- “Pace make : - transvenous.
- transthoracic.

Alat – alat / obat – obatan untuk menstabilisasi penderita (life


support) :
- “WSD set” / jarum fungsi.
- “Blood gas kit”.
- “Cardiac medication set”.
- Bidai – bidai segala ukuran yuntuk tungkai, lengan, leher, tulang
punggung.
- Perban segala ukuran.
- Sonde lambung.
- Foley kateter segala ukuran.
- Venaseksi set.
- X – ray.
- Perban untuk luka bakar.
- Perikardiosintesis set.
Alat – alat tambahan untuk diagnosa dan terapi :
- Alat – alat periksa pengobatan mata.
- “ Slit lamp”.
- THT set – D/ + Th /.
- Lavase peritoneal set.
- “ Traction kit : - bone.
- skin.
- pelvis.
- Gips.
- Obgyn set, D / + Th /.
- Laboratorium mini : - Hb.
- Ht.

32
- Leuco.
- Urin.
- Gula darah.
- “ Bone set ”.
- “ Minor surgery set ”.
- “ Thoracotomy set “.
- “ Laporotomy set + extraset ”.
- Benang – benang / jarum segala jenis dan ukuran.
Alat – alat keamanan dan pendidikan :
- Pemadam kebakaran.
- Ember – “ kick bucket ”.
- Komunikasi - ke luar → radio, telepon.
- ke dalam
- Perpustakaan.
- Manual / buku pedoman penanggulangan penderita gawat
darurat dan korban penanggulangan bencana.
- Boneka untuk latihan.
- “ Audiovisual / training aids ”.
5). Protokol.
Protokol Penanggulangan Penderita Gawat Darurat harus
tertulis dan “ up to date “ dan dapat dibaca setiap waktu bagi
semua personalia.
Kriteria :
a). Protokol yang harus ada adalah :
(1). Sistem PPGD di UGD, RS, kota dan nasional.
(2). Triage.
(3). Sistem rujukan.
(4). Penerimaan penderita.
(5). Sistem asuransi.
(6). Perkosaan.
(7). Tindakan kriminal.
(8). “ Child abuse “.

33
(9). Keamanan – psikiatri.
(10). Kontaminasi radioaktif.
(11). Keracunan.
(12). Penderita tak dikenal.
(13). Catatan medis.
(14). Penyakit menular.
(15). Visum et repertum.
(16). Rahasia medis.
(17). Surat cuti.
(18). Resep apa yang boleh diberikan.
(19). Resep obat narkotik.
(20). Kematian di Unit gawat Darurat.
(21). Mati waktu tiba (D.O.A).
(22). Kebakaran.
(23). Listrik Mati.
(24). Huru – hara.
(25). Bencana di Rumah Sakit / di luar rumah sakit.
(26). Resusitasi kardiopulmoner di Rumah Sakit.
b). Protokol tentang tiap – tiap penyakit sesuai yang dianut unit
– unit lain yang bekerja di Unit gawat Darurat.
6). Pendidikan
Unit Gawat Darurat harus mampu meningkatkan mutu
Penanggulangan Penderita Gawat Darurat bagi personalianya,
rumah sakit dan masyarakat yang dilayaninya.
Kriteria :
a). Unit Gawat Darurat adalah tempat belajar maasiswa dan
perawat sesuai kelas Rumah Sakit.
b). Harus mempunyai program orientasi dan induksi bagi
personalia baru.
c). Harus mengikuti pengembangan ilmu melalui kepustakaan,
seminar dan kongres – kongres.

34
d). Harus mampu melakukan riset demi perbaikan.
Penanggulangan Penderita Gawat Darurat di unitnya
maupun masyarakat.
e). Semua personalia minimum harus mahir dalam
penanggulangan :
(1). ”air way” (A).
(2). “ breathing” (B).
(3). “ circulation “ (C).
(4). menghentikan perdarahan.
(5). balut bidai.
(6). transport.
(7). pengenalan dan penggunaan obat.
(8). Membuat / baca ECG.
7). Evaluasi
Evaluasi Mutu Penanggulangan Penderita Gawat Darurat harus
komprehensif dan berjalan terus.
Kriteria :
a). Statistik dibuat dan dievaluasi secara komprehensif.
Interpretasi :
(1). akses untuk masyarakat.
(2). adanya sarana.
(3). kualitas pelayanan.
(4). mutu dan kaitan komponen – komponen dalam PPGD.
(5). biaya yang sesuai.
b). Kasus – kasus yang menyinggung / aneh / jarang dicatat
dibicarakan untuk mencari jalan keluar.
c). Pertemuan staf.
Interpretasi :
Untuk mencari :
- kelemahan Unit Gawat Darurat.
- mencari jalan kleuar.
- kesepakatan dan menyebarluaskan hasil pertemuan

35
pada semua staf.
- upaya perbaikan dan peningkatan mutu pelayanan.
b. Unit Pelayanan Intensive
1). Filosofi
Intensive Medical Care (I.M.C) sebagai suatu aktivitas
khusus mendapatkan legitimasi bukan oleh karena
kompleksitas peralatan dan pemantauan pasien, tetapi
oleh karena pasien sakit kritis (critically ill) selalu
berakhir pada suatu “ final common pathway “ dari
kegagalan sistem organ sehingga dibutuhkan bantuan
terhadap sistem respirasi, kardiovaskuler, renal, nutrisi
dan organ vital lainnya baik tersendiri maupun
terkombinasi. Sebagai contoh untuk pasien dengan
gagal nafas hiposekmia tidak menjadi persoalan
apakah paru – parunya mendapat trauma dari roda
mobil, teraspitasri asam lambung, atau terserang virus,
manajemen suppotif dan hasil akhir akan selalu sama.
Ini salah satu contoh “ suatu pengetahuan yang dapat
didefinisikan dengan jelas “ oleh cabang spesialisasi
I.M.C.
Aplikasi yang tidak terkoordinasi dari multi –
disipliner tidak hanya merugikan pasien, tetapi personil
perawat dan tenaga profesi medis lainnya juga akan
merasa sangat sulit untuk bekerja dengan baik dalam
suatu unit Intens Care “ terbuka” yang tidak mempunyai
arah dan filosofi yang tegas.
Pada hakekatnya tidak merupakan persoalan apakah
seorang spesialis penyakit dalam, bedah anak atau
anestesiologi yang mengelola suatu I.C.U sepanjang
spesialis tersebut memenuhi persyaratan :
a). Pengetahuan “ Intensive Care”.
b). Keterampilan.

36
c). Komitmen waktu.
Hanya dengan ke 3 syarat tersebut akan terdapat
pelayanan yang komprehensif. Keahlian ini bukan
merupakan hobi, juga bukan pekerjaa sambilan (“part
time”). Harus diingat mendapatkan konsultasi
merupakan hal yang penting di dalam pasien – pasien
saat kritis. Meskipun demikian merupakan kewajiban
seorang intensivis bertindak sebagai “interlocutor”,
mengkoordinasikan dan membawa semua informasi
dari berbagai konsultan untuk kepentingan pasien.
Secara umum dapat dikatakan bahwa seorang
intensivis adalah bayangan ideal seorang dokter di
masa lampau, yaitu membawa seorang dokter kembali
ke “bedside” untuk mengelola pasien secara utuh,
berkonsultasi dengan kolega dokter dan keluarga
pasien.
Disamping pengelolaan pasien sakit kritis yang
memerlukan penggunaan alat – alat dan teknik – teknik
bantuan hidup (“lifer support”), intensivis juga harus
menumpahkan perhatian / mengarahkan usaha semua
dokter kepada problema multi – faktorial poasien.
Seorang intensivis harus nerupakan seorang manajer,
diplomat dan guru, dan dalam rangka mengaplikasikan
usahanya harus terdapat piramida dari berbagai tenaga
lian seperti perawat, fisioterapis, teknis – teknis, dan
lain – lain.
Tanpa bantuan tersebut maka usaha seorang
intensivis akan sia – sia. Pasien – pasien yang masuk
ke suatu ICU harus merupakan pasien dengan satu
atau lebih gagal sistem / organ akut, atau ancaman
gagal sistem / organ yang membutuhkan pemantauan
dan / atau alat – alat bantu. Disamping itu harus

37
terdapat harapan [pulih kembali jika dilakukan terapi
dan bantuan yang tepat.
Fungsi utama ICU adalah memberikan bantuan
fisiologis yang dibutuhkan sampai didapati hasil :
a). Pasien sembuh spontan.
b). Terapi spesifik dapat mengatasi problema dasar.
c). Pasien meninggal.
Perlu juga ditekankan bahwa filosofi “Coronary Care”
tidak sama dengan filosofi “Intensive Care” . Hal
esensial dari “Coronary Care” adalah “surveillance” dan
sesekali melakukan intervensi aktif dan bantuan sistem
multi organ. Difinisi lain “ ICU adalah tempat melakukan
bantuan (support) “aktif” dan intervensi terapeutik
denagn aktivitas dan keributan yang tidak sesuai untuk
atmosfir “non stress” dari “Coronary Care Unit “ ideal.
Bentuk pengelolaan ICU sering menjadi pertanyaan.
ICU dengan bentuk pengelolaan “ clopsed unit “ yaitu : “
full time “ dengan wakil – waklinya bertanggungjawab
penuh terhadap semua pengelolaan pasien dan
pendidikan dalam unit, sering menimbulkan konflik
autoritas dengan dokter primer konsultan. Suatu ICU
yang “ semi – closed “ yaiyu degan kepala unit
bertanggungjawab terhadap kualitas total pengelolaan
pasiendan pendidika staf, mungkin lebih baik dalam hal
mengurangi konflik, tetapi diatas segala – galanya
manajemen yang terarah dn jelas merupakan hal yang
tidak dapat ditawar – tawar. Hal ini penting bukan hanya
untuk pengelolaan psien juga untuk mempertahankan
moral staf dan koordinasi program – program kompleks.
Rumah Sakit tidak hanya bertanggungjawab
menyediakan fasilitas dan tempat, tetapi juga
bertanggungjawab legal agar fasilitas ICU digunakan

38
secara tepat dan baik. Oleh karena itu, terdapat
tendensi akhir - tendensi ini dirumah – rumah sakit
dengan pelayanan sekunder dan tersier untuk
menunjuk personil medis ICU “ full time “ (intensivis)
dari pada bergantung pada praktek medis “ laissez –
faire “ atau keharusan melakukan konsultasi ( “
mandatory consultation “).
2). Intensive Care Unit (Unit perawatan / Terapi
Intensif).
ICU adalah suatu tempat atau unit tersendiri didalam
rumah sakit, memiliki staf khusus, peralatan khusus
ditujukan untuk menanggulangi pasien gawat karena
penyakit, trauma atau komplikasi – komplikasi.
Staf khusus adalah dokter, perawatan terlatih atau
berpengalaman dalam “ Intensive Care ( perawatan /
terapi intensif )” yang mampu memberikan pelayanan
24 jam ; dokter ahli atau berpengalaman ( intensivis )
sebagai kepala ICU ; tenaga ahli laboratorium
diagnostik ; tenisi alat – alat pemantauan, alat untuk
menopang fungsi vital dan alat untuk prosedur
diagnostik.
Kemampuan minimal.
Sebuah ICU hendaknya memiliki kemampuan minimal
sebagai berikut :
- Resusitasi jantung paru.
- Pengelolaan jalan nafas, termasuk intubasi trakeal
dan penggunaan ventilator.
- Terapi oksigen.
- Pemantauan EKG terus menerus.
- Pemasangan alat pacu jantung dalam keadaan
gawat.
- Pemberian nutrisi eternal dan parental.

39
- Pemeriksaan laboratorium khusus cepat dan
menyeluruh.
- Pemakaian pompa infus atau sempit untuk terapi
secara titrasi.
- Kemampuan melakukan teknik khusus sesuai
dengan keadaan pasien.
- Memberikan bantuan fungsi vital dengan alat – alat
portabel selama transportasi pasien gawat.
Kalsifikasi pelayanan ICU.
a). Pelayanan ICU Primer ( standard minimal ).
Mampu melakukan resusitasi dan memberikan
ventilasi bantu kurang dari 24 jam serta mampu
melakukan pemantauan jantung.
Kekhususan yang harus dimiliki :
(1). Ruangan tersendiri ; letaknya dekat dengan
kamar bedah, ruang darurat dan ruang
perawatan lain.
(2). Memiliki kebijaksanaan / kriteria penderita
yang masuk keluar serta rujukan.
(3). Memiliki seorang dokter spesialis anestesiologi
sebagai kepala.
(4). Ada dokter jaga 24 jam dengan kemampuan
resusitasi jantung paru ( A, B, C, D, E, F ).
(5). Konsulen yang menbantu harus selalu siap
panggil.
(6). Memiliki jumlah perawat yang cukup dan
sebagian besar telah terlatih.
(7). Mampu melayani pemeriksan laboratorium,
rontgen, kemudahan diagnostik dan fisioterapi.
Rumah Sakit yang dapat mempunyai ICU primer,
adalah :
(1). Rumah Sakit umum kelas C.

40
(2). Rumah Sakit umum kelas B1

b). Pelayanan IFCU Sekunder ( Menengah) ).


Mampu memberikan ventilasi bantu lebih lama,
melakukan bantuan hidup lain tetapi tidak terlalu
kompleks, kekhususan yang harus dimiliki :
- Memiliki ruangan tersendiri, berdekatan
dengan kamar bedah, ruang darurat dan
ruangan perawatan lain.
- Memilki kriteria pasien masuk, keluar dan
rujukan.
- Memiliki dokter spesialis yang dapat
menanggulangi setiap saat bila diperlukan.
- Memiliki seorang kepala ICU yang
bertanggungjawab secara keseluruhan
(intensivis ), dokter jaga minimal mampu RJP
A, B, C, D, E, F.
- Mampu mengadakan tenaga perawat dengan
perbandingan pasien: perawat 1 : 1 pada
setiap saat jika diperlukan.
- Memiliki perawat yang bersertifikat terlatih
perawatan / terapi intensif.
- Mampu memberkan bantuan ventilasi mekanis
beberapa lama dan dalam batas tertentu
melakukan pemantauan invasif dan usaha
bantuan hidup.
- Mampu melayani pemeriksaan laboratorium,
rontgen, kemudahan diagnostik dan fisioteri 24
jam.
- Memiliki ruang isolasi dan mampu melakukan
prosedur isolasi.
c). Pelayanan ICU Tersier ( tertinggi ).

41
Mampu melaksanakan semua aspek perawatan /
terapi intensif.
Kekhususan yang harus dimiliki :
- Memiliki tempat khusus tersediri didalam
rumah sakit.
- Memiliki kriteria penderita masuk, keluar dan
rujukan.
- Memiliki dokter spesialis yang dapat
menanggulangi setiap saat bila diperlukan.
- Memiliki seorang kepala ICU yang
bertanggungjawab secara keseluruhan
(intensivis) dan dokter jaga yang minimal
mampu RJP ( A, B, C, D, E, F ).
Indikasi Masuk dan Keluar ICU.
Prosedur medis yang menyangkut kriteria masuk dan
keluar ICU seharusnya disusun bersama antar disiplin
terkait oleh semacam tim terdiri dari dokter, perawat
dan tenaga adminstrasi rumah sakit. Pelayanan ICU
meliputi pemantauan dan terapi intensif, karena itu
secara umum priorotas terakhir adalah pasien dengan
prognosis buruk untuk sembuh.
Persyaratan masuk dan keluar ICU hendaknya juga
berdasarkan pada manfaat terapi di ICU dan harapan
kesembuhannya. Kepala ICU atau wakilnya
memutuskan apakah pasien memenuhi syarat masuk
ICU dan keluar, kepala ICU atau wakilnya akan
memutuskan pasien mana yang harus diprioritaskan.
a). Indikasi Masuk ICU.
(1). Pasien sakit berat, pasien tidak stabil yang
memerlukan terapi intensif seperti bantuan
ventilator, pemberian obat vasoaktif melalui
infus secara terus menerus (contoh : gagal

42
nafas berat, pasca bedah jantung terbuka ,
syok septik ).
(2). Pasien yang memerlukan pemantauan intensif
atau non invasif sehingga komplikasi berat
dapat dihindarkan atau dikurangi (contoh :
pasca bedah besar dan luas ; pasien dengan
penyakit jantung, paru, ginjal atau lainnya ).
(3). Pasien yang memerlukan terapi intensif untuk
mengatasi komplikasi – komplikasi akut,
sekalipun manfaat ICU ini sedikit (contoh :
pasien dengan tumor ganas metastasis
dengan komplikasi infeksi, tamponade jantung,
sumbatan jalan nafas ).
b). Tidak perlu masuk ICU.
(1). Pasien mati batang otak (dipastikan secara
klinis dan aboratorium ) kecuali keberadaannya
diperlukan sebagai donor organ.
(2). Pasien menolak terapi bantuan hidup.
(3). Pasien secara medis tidak ada harapan dapat
disembuhkan lagi (contoh: karsionoma stadium
akhir, kerusakan sususnan saraf pusat dengan
keadaan vegetatif ).
c). Indikasi keluar ICU.
(1). Pasien tidak memerlukan lagi terapi intensif
karena keadaan membaik atau terapi telah
gagal dan pronosis dalam waktu dekat akan
memburuk serta manfaat terpi intensif sangat
kecil. Dalam hal yang kedua perlu persetujuan
dokter yang mengirim.
(2). Bila pada pemantauan intensif ternyata
hasilnya tidak memerlukan tindakan atau
teraopi intensif lebih lama.

43
(3). Terapi intensif tidak memberi manfaat dan tidak
perlu diteruskan lagi pada :
(a). Pasien usia lanjut dengan gagal 3 organ
atau lebih yang tidak memberi respons
terhadap terapi intensif selama 72 jam.
(b). Pasien mati otak atau koma (bukan karena
trauma) yang menimbulkan keadaan
vegetatif dan sangat kecil kemungkinan
untuk pulih.
(c). Pasien dengan bermacam – macam
diagnosis seperti PPOM, jantung terminal,
karsinoma yang menyebar.
Pelaksanaan ketiga butir terakhir ini
hendaknya dilakuakan atas persetujuan dokter
yang megirim. Apabila tempat di ICU penuh,
ada pasien lain kritis yang memenuhi syarat
proiritas pertama, maka psien yang tidak kritis
tetapi memenuhi kriteria keluar terpaksa
dikembalikan ke ruangan, hendaknya dengan
persetujuan dokter yang mengirim.
Sarana dan Prasarana ICU (lihat lampiran IV ).

Unit – unit Khusus


ICCU, Renal Unit, Burn Unit, Standard dan
Manajemennya diserahkan kepada disiplin
ilmu terkait.

3. KOMPONEN PEMBIAYAAN ( SUB – SISTEM PEMBIAYAAN )

44
Sumber pembiayaan untuk penanggulangan penderita gawat
darurat dapat berasal dari pemerintah dan masyarakat, terdiri
dari :
a. Sumber dari pemerintah pusat dan daerah.
b. Jasa Marga untuk kecelakaan jalan tol.
c. Asuransi Pegawai Negeri.
d. Asuransi Jasa Raharja khusus untuk korban kecelakaan
lalu lintas.
e. Asuransi Tenaga Kerja ( ASTEK ).
f. Dana Upaya Kesehatan Masyarakat.
g. Sumber swasta / perusahaan swasta yang berpotensi risiko
tinggi untuk terjadinya kecelakaan dapat diwajibkan untuk
menyediakan biaya untuk PPGD.

LAMPIRAN I

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR : 0152 / YANMED / RSKS / 1987
TENTANG
STANDARISASI KENDARAAN PELAYANAN MEDIK

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang :1. Bahwa dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan medik


khususnya upaya rujukan medik dan kesehatan diperlukan
jenis kendaraan dengan persyaratan khusus.
2. Untuk keseragaman dan peningkatan mutu pelayanan
medik, diperlukan standarisasi perlengkapan umum dan
medis pada kendaraan khusus tersebut.

Mengingat :1. Undang – undang No. 9 tahun 1960 tentang Pokok –


Pokok Kesehatan.

45
2. Keputusan Presiden No. 21 tahun 1984 tentang Repelita IV.
3. Undang – undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya.
4. Surat keputusan menteri Kesehatan RI No. 134/ menkes /
SK / IV / 1979 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja
Rumah Sakit Umum.
5. Surat keputusan Menteri Kesehatan RI No. 032 / Birhub /
1972 tentang Refeal System.
6. Surat keputusan Menteri Kesehatan RI No. 034 / Birhub /
1972 tentang Perencanaan dan Pemeliharaan Rumah
Sakit.
7. Surat keputusan Menteri Kesehatan RI No. 99a / Menkes /
SK / III / 1982 tentang Sistim Kesehatan Nasional.
8. Surat Keputusan Menteri Kesehatan dan Tata Kerja
Departeman Kesehatan RI.

Mentapkan : Keputusan Menteri Kesehatan RI tentang Standarisasi


Kendaraan Pelayanan Medik.
Pertama : Didalam Keputusan ini diatur tentang jenis kendaraan :
1. Ambulans Transportasi.
2. Ambulans gawat Darurat.
3. Ambulans Rumah Sakit Lapangan.
4. Ambulans Pelayanan medik Bergerak.
5. Kereta Jenazah.
Kedua : Spesifikasi Kendaraan pada diktum pertama seperti terlampir.
Ketiga : Semua kendaraan khusus yang sudah ada harus dilengkapi
sesuai Keputusan ini
dalam waktu 2 ( dua ) tahun sejak tanggal keputusan ini
ditetapkan.
Keempat : Hal – hal yang belum diatur dalam dikmatum akan diatur
kemudian.
Kelima : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

46
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 24 Pebruari 1987

A.n. MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


Direktur Jenderal Pelayanan Medik

ttd,

Tembusan disampaikan kepada Yth :


Dr. H. Mohamad Isa
1. Bapak Menteri Kesehatan RI.
2. Sekretaris Jenderal Departemen Kesehatan RI.
3. Inspektur Jenderal Departemen Kesehatan RI.
4. Para Dirjen di lingkungan Departemen Kesehatan RI.
5. Dirjen perhubungan darat Departemen perhubungan RI.
6. Kepala Direktorat lalu Lintas Mabes POLRI.
7. Kakanwil Dep Kes RI Propinsi di seluruh Indonesia.
8. Pengurus Asosiasi Perakit Kendaraan Indonesia.
9. Pertinggal.

I. AMBULANS TRANSPORTASI
Tujuan Penggunaan :Pengangkutan penderita yang tidak memerlukan
perawatan Khusus / tindakan darurat untuk
menyelamatkan nyawa dan diperkirakan tidak
akan timbul kegawatan selama dalam perjalanan.
Persyaratan kendaraan :
A.Teknis :1.Kendaraan roda empat atau lebih dengan suspensi lunak.
2.Ruangan pengemudi mudah dicapai dari tempat
pengemudi.
3.Tempat duduk bagi petugas di ruangan penderita.
4 Dilengkapi sabuk pengaman.
5.Ruangan penderita cukup luas untuk sekurang
kurangnya 90 cm diatas tempat penderita.
6. Gantungan infus terletak sekurang – kurang 90 cm diatas

47
tempat penderita.
7. Stop kontak khusus untuk 12 v. DC diruang penderita.
8. Lampu ruangan secukupnya.
9. Lemari obat dan peralatan.
10. Air bersih 20 liter, wastafel dan penampungan air limbah.
11. Sirine satu nada.
12. Lampu rotator warna merah.
13. Radio komunikasi.
14. Persyaratan lain sesuai peraturan perundangan yang
berlaku.
15. Tanda pengenal ambulans transportasi dari bahan yang
memantulkan sinar.
16. Buku petunjuk pemerliharaan semua alat berbahasa
Indonesia.
B. Medis :1. Tabung oksigen dengan peralatannya.
2. Peralatan Medis K3.
3. Obat – obatan sederhana, cairan infus secukupnya.
C. Petugas :1. 1 ( satu ) supir dengan kemampuan P3K dan komunikasi.
2. 1 ( satu ) Perawat dengan kemampuan PPGD.
D. Tata Tertib :1.Sewaktu menuju tempat penderita boleh menggunakan
sirine dan lampu rotator.
2.Selama mengangkut penderita hanya boleh
menggunakan lampu rotator. Semua peraturan lalu
lintas harus ditaati.
3.Kecepatan kendaraan setinggi 40 km di jalan biasa
dan 80 Km di jalan bebas hambatan.

II. AMBULANS GAWAT DARURAT


Tujuan Penggunaan: - Pertolongan PPGD Pra Rumah Sakit.

48
- Pengangkutan penderita gawat darurat
yang sudah distabilkan ketempat definitif /
distabilkan Rumah Sakit.
Persyaratan Teknis
A. Teknis : 1. Kendaraan roda empat atau lebih dengan susupensi
lunak.
2.Ruangan penderita tidak dipisahkan dari tempat
pengemudi.
3.Tempat duduk yang dapat diatur / dilipat bagi
petugas di ruangan penderita.
4.Dilengkapi sabuk pengaman.
5.Ruangan penderita cukup luas untuk sekurang
kurangnya 2 ( dua ) tandu.
6.Ruangan penderita cukup tinggi sehingga petugas
dapat berdiri tegak untuk melakukan tindakan.
7.Gantungan infus terletak sekurang – kurangnya 90 cm
diatas tempat penderita.
8.Stop kontak khusus untuk12 v DC di ruangan
penderita.
9.Lampu ruangan secukupnya dan lampu – lampu sorot
bergerak untuk menerangi penderita yang dapat dilipat.
10.Meja dapat dilipat.
11.Lemari untuk obat dan peralatan.
12.Air bersih 20 lt, wastafel dan penampungan air limbah.
13.Sirene 2 ( dua ) nada.
14.Lampu rotator warna merah dan biru.
15.Radio komunikasi.
16.Persyaratan lain sesuai peraturan perundang
– undangan yang berlaku.
17.Buku petunjuk pemerliharaan semua alat berbahasa
Indonesia.
18.Peralatan resque.

49
19.Tanda pengenal dari bahan yang memantulkan.
B. Medis : 1.Tabung oksigen dengan peralatan untuk 2 ( dua )orang.
2.Peralatan medis P3K.
3.Peralatan resusitasi lengkap bagi orang dewasa dan
anak / bayi.
4.Suction pump manual dan listrik 12 v DC.
5.Peralatan EKG dan monitoring lainnya.
6.Monitor surgery set.
7.Obat – obatan gawat darurat dan cairan infus
secukupnya.
C. Petugas 1.1 ( satu ) supir, perawat gawat darurat dengan
kemampuan mengemudi dan komunikasi.
2.1 ( satu ) perawat gawat darurat.
3. 1 ( satu ) dokter gawat darurat ( tergantung keadaan ).

C. Tata Tertib:1.Sewaktu menuju tempat penderita boleh mengguna


kan suirene dan lampu rotater.
2.Selama mengangkut penderita hanya boleh
menggunakan lampu rotator. Semua peraturan lalu
lintas harus ditaati.
3. Kecepatan kendaraan setinggi 40 km di jalan biasa dan
80 Km di jalan bebas hambatan.

III. AMBULANS RUMAH SAKIT LAPANGAN


Tujuan Penggunaan: - Dalam keadaan sehari–hari melaksanakan
fungsi ambulans gawat darurat.
- Bila diperlukan, dapat digabungkan
dengan ambulans – ambulans sejenis
dan ambulans Pelayanan Medik
bergerak membentuk suatu Rumah
Sakit Lapangan.

50
Persyaratan Kendaraan :
A.Teknis : 1.Kendaraan roda empat atau lebih dengan suspensi
lunak.
2.Ruangan penderita tidak dipisahkan dari tempat
pengemudi.
3.Tempat duduk yang dapat diatur / dilipat bagi
petugas di ruangan penderita.
4.Dilengkapi sabuk pengaman.
5.Ruangan penderita cukup luas untuk sekurang –
kurangnya 2 ( dua ) tandu.
6.Ruangan penderita cukup tinggi sehingga petugas
dapat berdiri tegak untuk melakukan tindakan.
7.Gantungan infus terletak sekurang – kurangnya 90
cm diatas tempat penderita.
8.Stop kontak khusus untuk 12 v DC di ruangan
penderita.
9.Lampu ruangan secukupnya dan lampu – lampu sorot
bergerak untuk menerangi penderita yang dapat
dilipat
10.Meja dapat dilipat.
11.Lemari untuk obat dan peralatan.
12.Air bersih 20 lt, wastafel dan penampungan air limbah.
13.Sirene 2 ( dua ) nada.
14.Lampu rotator warna merah dan biru.
15.Radio komunikasi.
16.Persyaratan lain sesuai peraturan perundang –
undangan yang berlaku.
17.Buku petunjuk pemerliharaan semua alat
berbahasa Indonesia.
18.Peralatan resque.
19. Tanda pengenal dari bahan yang memantulkan.
20. Tenda lapangan lengkap.

51
B. Medis: 1.Tabung oksigen dengan peralatan untuk 2 ( dua ) orang.
2.Peralatan medis P3K.
3.Peralatan resusitasi lengkap bagi orang dewasa dan
anak / bayi.
4.Suction pump manual dan listrik 12 v DC.
5.Peralatan EKG dan monitoring lainnya.
6.Monitor surgery set.
7.Obat – obatan gawat darurat dan cairan infus
secukupnya.
C.Petugas 1.1 (satu) supir, perawat gawat darurat dengan
kemampuan mengemudi dan komunikasi.
2.1 ( satu ) perawat gawat darurat.
3.1 ( satu ) dokter gawat darurat ( tergantung keadaan ).
D. Tata Tertib: 1.Sewaktu menuju tempat penderita boleh
menggunakan suirene dan lampu rotater.
2. Selama mengangkut penderita hanya boleh
menggunakan lampu rotator. Semua peraturan
lalu lintas harus ditaati
3. Kecepatan kendaraan setinggi 40 km di jalan biasa
dan 80 Km di jalan bebas hambatan.

IV. AMBULANS PELAYANAN MEDIK BERGERAK

52
Tujuan penggunaan : - Melaksanakan salah satu upaya pelayanan
medik di lapangan.
- Dapat dipergunakan sebagai ambulans
transportasi.
Persyaratan Kendaraan :
A. Teknik : 1.Kendaraan roda empat atau lebih dengan suspensi
lunak.
2.Tempat duduk sesuai keperluan di ruangan kerja.
3.Tempat tidur / tandu bagi sekurang – kurangnya 1
(satu) penderita.
4.Dilengkapi sabuk pengaman.
5.Meja kerja yang dapat dilipat.
6. Ruangan kerja cukup luas untuk tujuan
penggunaannya dan cukup tinggi sehingga petugas
dapat berdiri tegak untuk bekerja.
7.Stop kontak khusus untuk12 v DC di ruangan
penderita.
8.Generator 220 v DC dengan peralatannya.
9.Lampu ruangan secukupnya dan 2 (dua) buah lampu
sorot bergerak.
10.Sirine satu nada.
11.Lampu rotator warna biru.
12.Radio komunikasi.
13.Persyaratan lain sesuai peraturan perundang
– undangan yang berlaku.
14.Buku petunjuk pemerliharaan semua alat berbahasa
Indonesia.
15.Public Address System.
16.Tanda pengenal dari bahan yang memantulkan.
B. Medis : 1. Tabung oksigen dengan peralatannya.
2. Peralatan medis P3K.
3. Obat – obatan seerhana dan cairan infus

53
secukupnya.
4. Peralatan upaya pelayanan medik sesuai tujuan
penggunaan kendaraan.
C. Petugas : 1.Supir dengan kemampuan P3K dan komunikasi.
2.Perawatan dengan kemampuan PPGD dan
kemampuan khusus lain sesuai tujuan penggunaan
kendaraan ( jumlah kendaraan ).
3.Petugas paramedis lain sesuai kebutuhan.
4.Dokter.
D. Tata tertib : 1.Lampu sirene hanya digunakan bilamana sangat
dibutuhkan.
2.lampu rotator digunakan sewaktu pergi dan
kembali dari tempat tujuan.
3.Semua peraturan lalu lintas ditaati.
4.Kecepatan kendaraan setinggi – tingginya 40
Km / jam dijalan biasanya, dan 80 Km / jam di
jalan bebas hambatan.

V. KERETA JENAZAH
Tujuan penggunaan : Pengangkutan jenazah.
Persyaratan kendaraan :
A. Teknis :1. Kendaraan roda empat atau lebih.
2. Ruangan jenazah terpisah dengan ruangan pengemudi.
3. Dapat mengangkut sekurang – kurangnya satu peti
jenazah..
4. Dilengkapi sabuk pengaman.
5. Tempat duduk lipat bagi sekurang – kurangnya 4
( empat ) petugas di ruangan jenazah..
6. Sirene 1 (satu) nada.
7. Lampu rotator warna kuning.
8. Tanda pengenal kereta jenazah dari bahan
memantulkan cahaya.

54
B. Petugas : 1. 1 (satu) supir.
2. Petugas pengawal jenazah sesuai kebutuhan.
C. Tata tertib : 1.Sirene hanya dipergunakan pada waktu bergerak
Dalam iringan (konvoi) jenazah dengan mentaati
peraturan lalu lintas tentang iringan ( konvoi ).
2.Bilamana tidak membentuk iringan hanya boleh
mempergunakan lampu rotator dan semua peraturan
lalu lintas harus ditaati.
3.Kecepatan tertinggi di jalan biasa adalah 40 Km /
jam dan di jalan bebas hambatan 80 Km / jam.

LAMPIRAN II
AMBULANS UDARA
1). Peralatan
a). Heli kecil : 1. 2 tandu, 1 vacum matress, 1 keranjang tandu.
2. Defibrilator / EKG Monitor.
3. Pulsemeter.
4. Kotak respirator, alat dan obat resusitasi.
5. Suction.
6. Pnenmatic ( inflatable ) splints.
7. Kotak obat – obatan (shock luka bakar,
keracunan, perdarahan dan lain – lain)
termasuk infus (obat dan alat infus ).
8. Kotak pendingin untuk korban / bag- bag
korban.
9. Kantung mayat.
Non medical equipment :
- Baterei.
- Pelindung telinga ( Ear Protector ).
- Pemadam kebakaran.
- Radio komunikasi.
- Pyrotehnik.

55
2). Personil
a). Heli kecil : 3 (tiga) orang.
- Pilot yang mendapat latihan lengkap.
- Dokter umum PPGD.
- Pembantu medis (paramedis, orang
awam yang telah mendapat latihan PPGD
lengkap, mempunyai pengetahuan di
lapangan.

b). Heli besar : Jumlah disesuaikan.


- Pilot dibantu Copilot, winchman, radar
operator, navigator.
- Pembantu medis jumlah disesuaikan.
c). Pesawat Fixed Wing :
- Tergantung jenis pesawat (minimal
seperti Heli besar).
3). Syarat Pesawat
*). Noise level (bising dipermukaan).
*). Vibrasi akibat gerakan rotor.
*). Temperatur dalam Cabin.
*). Sebaliknya twin engine.
Dengan persyaratan tertentu sesuai jenis pesawat.
4). Syarat penggunaan :
Diperhatikan:
1). Fasilitas kendaraan (lapangan terbang, helipad).
2). Jarak yang harus ditempuh.
Untuk helikopter bila berjarak maksimal 200 – 300 km. Lebih dari jarak
itu harus dilakukan oleh Fixed Wing.

56
57

Anda mungkin juga menyukai