Di susun oleh:
Cesar Andriyono P17221171005
Nizar Zulmi Hidayat P17221171006
Sindi Ayu Atika P17221171008
Cindy Efiani P.R P17221171009
Alvian Aditya P17221171013
M Naufal Rizaldi P17221173020
Dwi Putri Yulianti P17221173023
Goodhari Cahyaningsih P17221173025
Yunda Arizatul Bidayah P17221173031
Intan Wahyuli P17221173034
Ana Mas’amah P17221173035
Amalia Sholikhah J P17221173038
Dyah Sulistyaningtyas P17221173040
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
kedaruratan harus dilaksanakan secepat mungkin (dua hari pertama dan umumnya
INCME (2003)
B. Rumusan masalah
casualty)?
C. Tujuan pembahasan
Casualty).
1
BAB II
PEMBAHASAN
CASUALTY)
Mass casualty incident adalah suatu situasi secara signifikan membutuhkan ketersediaan
mungkin (dua hari pertama dan umumnya korban menderita, cedera dan kematian).
Kompetensi perawat berhubungan dengan mass casualty incident menurut INCME (2003)
adalah:
terjadinya bencana
keputusan pada saat melakukan pengkajian suatu masalah yang potensial sehingga
keputusan pada saat melakukan pengkajian suatu masalah yang potensial sehingga
d. Melakukan pengkajian pada setiap fase pre-disaster, keadaan darurat dan post-
1) Individu
2) Keluarga
2
3) Kelompok khusus seperti ibu hamil, lansia dan anak-anak
4) Masyarakat
1.2 Pengkajian
a. Umum
1) Mengkaji isu keamanan dan perlindungan diri, tim tanggap bencana, dan para
terhadap bencana
3) Menjelaskan tanda-tanda umum dan gejala akaibat dari paparan bahan kimia
b. Spesifik
3) Mengkaji respon psikologis awal (jangka pendek) pada individu, keluarga dan
masyarakat.
4) Mengkaji respon psikologis awal (jangka panjang) pada individu, keluarga dan
masyarakat.
3
5) Mengidentifikasi sumber daya yang tersedia.
kesehatan.
pemantauan intake-output
1.4 Komunikasi
a. Menjelaskan rantai komando lokal dan manajemen sistem untuk tanggap darurat
selama MCI.
4
b. Mengidentifikasi peran sendiri, jika memungkinkan dalam sistem manajemen
gawat darurat.
c. Menemukan dan menggambarkan rencana tanggap darurat pada tempat kerja dan
d. Mengidentifikasi peran sedniri dalam rencana taanggap darurat pada lokasi kerja.
g. Mengindentifikasi sumber daya yang tepat untuk merujuk permintaan dari pasien,
i. Mengidentifikasi reaksi terhadap rasa takut, panik dan stres para korban,
j. Menjelaskan strategi penanganan yang tepat untuk mengelola diri dan orang lain.
1.5 Etika
1) Hak dan tanggung jawab penyedia layanan kesehatan dalam MCIs, misalnya
kontaminasi.
5
5) Kerahasiaan informasi yang berkaitan dengan individu dan keamanan
nasional.
ketika
dengan:
1) meninggalkan pasien
3) berbagai peran dan tanggung jawab yang diasumsikan oleh usaha relawan.
a. Diskusikan kergaman budaya, spiritual, dan isu sosial masyarakat yang berakibat
Menurut Pan American Health Organization (2006, p. 57) pada penanganan korban
6
terorganisasi hanya dapat memenuhi sebagian kecil permintaan itu. Kebanyaakan
bantuan yang paling cepat akan dataang dari korban yang selamat dan tidak cedera,
dan mereka akan memberikan bantuan apa saja yang memungkinkan. Peningkatan
melalui lembaga – lembagaa khusus, misalnya melalui kursus yang diajarkan kepada
sukarelawan.
b. Perawatan di lapangan
besaran, dan pasien harus menerima perawatan yaang memadai di lapangan, yang
sebagian besar korban cedera akaan secaaraa spontan datang ke fasilitas kesehatan
jika fasilitas itu berada pada jarak yang dapat dijangkau, dengan menggunakan
operasionalnya.
daya layanan kesehataan yang diarahkan kembali pada prioritas baru ini. penyediaan
tempat tidur dan layanan bedah haris dimaksimalkan dengan secara selektif
memulangkan pasien rawat inap, menjadwal kembali pendaftaran masuk dan bedah
yang bukan prioritas, dan menggunakan tempat dan tenaga yang ada secara optimal.
Tanggung jawab tertentu dari dokter dapaat di tunda dan yang lainnya dapaat
Persediaan makanan dan tempat bagi personel kesehatan juga harus ditentukan.
Selain itu, harus didirikan sebuaah pos untuk menjawab pertanyaan dari kerabat dan
teman pasien. Pos atau pusat tersebut harus ditunggu oleh staf selama 24 jam penuh,
7
bahkan olej tenaaga non kesehataan jika perlu. Palang merah mungkin memiliki
cepat menjadi masalah utama. Tempat dan pelayanan kamar jenazah yang memadai
c. Triase
d. Tanda pengenal
Semuaa pasien harus diidentifikasi dengan tanda pengenal yang meyatakan nama,
usia, jenis kelamin, tempat asal, kategori triase, diagnosis, dan pengobataan aal
mereka. Tanda pengenal standar harus dipilih atau didesain sebelumnya sebagai
bagian dari rencana benana nasional. Tenaga kesehatan harus sepenuhnya mengenal
Di rumah sakit, triase harus menjadi tanggung jawab dokter yang sangaat
berpengalaman karena hal ini akan mneyangkut hidup dan matinya pasien dan akan
a. Struktur organisasi
menuntut dibentuknya suatu organisasi pelayanan yang cukup berbeda dari yang
ditemukan pada waktu biasa. Ia menyatakan “ Rencana becana rumah sakit akan
8
suatu tim komando (tenaga senior dalam bidang medis, keperawatan, dan bidang
administratif) akan mengarahkan orang – orang untuk bekerja menurut rencana dan
materi, dan harus dipilih yang sesuai. Tenaga dan perlengkapan kesehatan harus
mendukung prosedur tersebut. Perawatan medis pada lini pertama ini harus
luka primer, ataau penggunaan bidai bukan plester, dapat menyebabkan penurunan
menjalankan prosedur yang sederhana dengan cepat dan efektif. Teknik tertentu
yang lebih canggih memerlukan individu yang sangaat terlatih dan peralatan yang
rumit serta perlengkapan yang banyak (mis., perawatan luka bakar parah) untuk
pengelolaan korban massal. Perubahan cara pikir dan bertindak dari praktik biasa
ke layaanan medis massal bukan hal mudah dicapai oleh banyak dokter.
tekanan dari korban massal, fasilitas yang berada di luar daerah mungkin dapat
menanggulangi beban kerja yang jauh lebih besar atau memberikan layanaan medis
spesialis, seperti bedah saraf. Idealnya, akan ada sebuah sistem layanan medis
9
kedarurataan yang memungkinkan rumah sakit untuk berfungsi sebagaai bagiaan dari
jaringan perujukan.
dipertimbangkan dengan cermat karena evakuasi yang tidak terencana dan mungkin
Kendali administratif yang baik harus dipertahankan terhadap reditribusi apapun guna
membatasi sistem tersebut hanya untuk pasien – pasien tertentu yang sangat
Menurut Lee, C.H., (2010) menerangkan pada situasi diklasifikasikan sebagai bencana
masal atau MCI, membutuhkan metode triase cepat dan efektif. Dalam rangka
mengoptimalkan hasil pasien secara keseluruhan dalam situasi bencana, ada pergeseran
dari melakukan apa yang terbaik untuk setiap pasien untuk melakukan kebaikan terbesar
untuk jumlah terbesar orang. Ada beberapa tumpang tindih dalam prinsip-prinsip dasar
dari korban massal dan sistem triase bencana yang sedang digunakan di seluruh dunia,
namun data efikasi masih terbatas dalam literature. Karena secara inheren sulit untuk
berbasis bukti, 2 tidak ada data yang pasti di mana teknik triase bencana akan
menghemat jumlah terbesar korban. Saat ini, dua protokol triase paling umum diterima
3.1 Model SALT Triage Untuk Insiden Korban Masal (Mass CasualtyIncident)
Lerner et al. Dalam Neal, D.J. (2009) menilai sistem triase yang saat ini digunakan
dan menggambarkan kekuatan dan kelemahan dari sistem ini. Penelitian ini
mengembangkan pedoman triase yang digunakan untuk semua bahaya dan dapat
diterapkan pada orang dewasa dan anak-anak. SALT Triage singkatan (sort – assess
10
– lifesaving – interventions – treatment/transport). SALT terdiri dari dua langkah
ketika menangani korban. Hal ini termasuk triase awal korban menggunakan
perintah suara, perawatan awal yang cepat, penilaian masing-masing korban dan
kategori expectant (hamil) yang fleksibel dan dapat diubah berdasarkan faktor-faktor
Step 1 : SORT
SALT dimulai dengan menyortir pasien secara global melalui penilaian korban secara
individu. Pasien yang bisa berjalan diminta untuk berjalan ke suatu area tertentu dan
dikaji pada prioritas terakhir untuk penilaian individu. Penilaian kedua dilakukan pada
korban yang diminta untuk tetap mengikuti perintah atau di kaji kemampuan gerakan
secara terarah / gerakan bertujuan. Pada korban yang tetap diam tidak bergerak dari
tempatnya dan dengan kondisi yang mengancam nyawa yang jelas harus dinilai pertama
karena pada korban tersebut yang paling membutuhkan intervensi untuk penyelamatan
nyawa.
Step 2 : ASSES
penangkal untuk eksposur kimia. Intervensi ini diidentifikasi karena injury tersebut dapat
dilakukan dengan cepat dan dapat memiliki dampak yang signifikan pada kelangsungan
hidup pasien. Intervensi live saving yang harus diselesaikan sebelum menetapkan
kategori triase dan hanya boleh dilakukan dalam praktek lingkup responder dan jika
11
peralatan sudah tersedia. Setelah intervensi menyelamatkan nyawa disediakan, pasien
kategori. Pasien yang mengalami luka ringan yang self-limited jika tidak diobati dan
dapat mentolerir penundaan dalam perawatan tanpa meningkatkan risiko kematian harus
diprioritaskan sebagai minimal dan harus ditunjuk dengan warna hijau. Pasien yang tidak
bernapas bahkan setelah intervensi live saving yang diprioritaskan sebagai mati dan
harus diberi warna hitam. Pasien yang tidak mematuhi perintah, atau tidak memiliki
pulsa perifer, atau dalam gangguan pernapasan, atau perdarahan besar yang tidak
terkendali harus diprioritaskan immediate dan harus ditunjuk dengan warna merah.
Penyedia harus mempertimbangkan apakah pasien ini memiliki cedera yang mungkin
tidak sesuai dengan kehidupan yang diberikan sumber daya yang tersedia, jika ada, maka
provider harus triase pasien sebagai expectant /hamil dan harus ditunjuk dengan warna
abu-abu. Para pasien yang tersisa harus diprioritaskan sebagai delayed dan harus ditunjuk
3.2 Model START/ JUMPSTART Triage Untuk Insiden Korban Masal (Mass
Casualty Incident)
Model START
Stein, L., 2008 menjelaskan Sistem START tidak harus dilakukan oleh penyedia
layanan kesehatan yang sangat terampil. Bahkan, dapat dilakukan oleh penyedia dengan
triase setiap korban kurang dari 60 detik. START membagi korban menjadi 4 kelompok
empat warna untuk mengidentifikasi status korban. Langkah pertama adalah meminta
semua korban yang membutuhkan perhatian untuk pindah ke daerah perawatan. Ini
12
mengidentifikasi semua korban dengan luka ringan yang mampu merespon perintah dan
berjalan singkat jarak ke area pengobatan. Ini adalah GREEN kelompok dan
anggota kelompok ini tidak merasa bahwa mereka yang menerima pengobatan mereka
sendiri akan menyebarkan ke rumah sakit pilihan mereka. Langkah selanjutnya menilai
pernapasan. Jika respirasi lebih besar dari 30 tag korban sebagai RED (Immediate), jika
tidak ada reposisi respirasi jalan napas. Jika tidak ada respirasi setelah reposisi untuk
membuka jalan napas, tag korban BLACK (mati). Jika tingkat pernapasan kurang dari 30
bpm, periksa denyut nadi radial dan refill kapiler. Jika tidak ada pulsa radial teraba atau
jika kapiler isi ulang lebih besar dari 2 detik, menandai korban RED (Immediate). Jika
ada perdarahan yang jelas, maka kontrol perdarahan dengan tekanan. Minta orang lain,
bahkan korban GREEN untuk menerapkan tekanan dan melanjutkan untuk triase dan tag
individu. Jika ada nadi radial, nilai status mental korban dengan meminta mereka untuk
mengikuti perintah sederhana seperti meremas tangan. Jika mereka tidak bisa mengikuti
perintah sederhana, maka tag mereka RED (Immediate) dan jika mereka dapat mengikuti
perintah
sederhana, maka tag mereka YELLOW (delayed). Algoritma dibawah ini membuat lebih
mudah untuk mengikuti. Pemeriksaan tiga parameter, pernapasan, perfusi dan status
mental kelompok dapat dengan cepat diprioritaskan atau disortir menjadi 4 kelompok
RED, intervensi tertunda (sampai satu jam) yang merupakan kelompok YELLOW, luka
ringan dimana intervensi dapat ditunda hingga tiga jam yang adalah kelompok GREEN
dan mereka yang mati yang kelompok BLACK. Tujuannya adalah untuk
13
mendesak. Pada kelompok YELLOW dan GREEN perlu dinilai kembali untuk
3.3 JUMPSTART
Anak-anak memiliki nilai rentang normal yang berbeda dari yang pernapasan
tergantung pada usia mereka, sehingga metode START berdasarkan tingkat pernapasan
30 tidak akan sesuai untuk anak-anak. Selain itu, anak-anak lebih cenderung memiliki
masalah pernapasan utama sebagai lawan masalah kardiovaskular dan anak-anak yang
tidak bernapas mungkin hanya memerlukan pernapasan buatan untuk diresusitasi. Selain
itu, anak-anak mungkin tidak mudah dibagi sesuai dengan yang dapat berjalan kaki ke
meninggalkan orangtua terluka dan kecenderungan orang tua untuk membawa anak. Hal
ini digunakan secara luas di Amerika Serikat dan Kanada dan merupakan modifikasi
sistem START.. Alat ini digunakan untuk anak-anak usia 1 dan 8 tahun. Mungkin tidak
mudah untuk menentukan usia anak sehingga korban tampak masih anak anak maka
menggunakan JUMPSTART dan jika korban terlihat seperti orang dewasa muda
menggunakan START. Modifikasi dan penilaian tambahan akan diperlukan untuk anak
anak kurang dari usia 1 tahun, denganketerlambatan perkembangan, cacat kronis atau
cedera terjadi sebelum kejadian. (Jumpstart, 2008 dalam Stein, L., 2008)
14
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Indonesia merupakan salah satu yang rawan bencana sehingga di perlukan manajemen
15
Daftar pustaka
casualty incidents. Reporter for the International Nursing Coalition for Mass
http://www.aacn.nche.edu/leading-initiatives/education-
resources/INCMCECompetencies.pdf
16