Anda di halaman 1dari 8

Nama : Zelika Gusrita Zahra

Kelas : 4A

A. Kerja Sama Multidisiplin Dalam Keperawatan Bencana


1. Pengertian
Multidisiplin atau multidisipliner mengacu pada tim dimana sejumlah
orang atau individu dari berbagai disiplin ilmu terlibat dalam suatu proyek
namun masing-masing individu bekerja secara mandiri. Setiap individu
dalam tim multidisiplin memiliki keterampilan dan keahlian yang berbeda
namun saling melengkapi satu sama lain. Pengalaman yang dimiliki
masing-masing individu memberikan kontribusi yang besar bagi
keseluruhan upaya yang dilakukan.
Tim multidisiplin adalah sebuah kelompok pekerja kesehatan atau
pekerja medis yang terdiri dari anggota – anggota dengan latar belakang
ilmu profesi yang berbeda dan masing – masing anggota tim memberikan
pelayanan kesehatan kepada pasien.
2. Ciri-Ciri Multidisiplin
a. Setiap bagian ikut berperan cukup besar, melakukan perencanaan
pengelolaan bersama.
b. Setiap bagian beraktivitas berdasarkan batasan ilmunya.
c. Konseptual dan operasional : terpisah-pisah.
d. Dalam pelayanan kesehatan, berbagai bidang ilmu berupaya
mengintegrasikan pelayanan untuk kepentingan pasien. Namun setiap
disiplin membatasi diri secara ‘tegas’ untuk tidak memasukan ranah
ilmu lain.
3. Anggota Tim Multidisiplin
a. Dokter
1) Peran dokter dalam keadaan bencana. Dokter merupakan salah satu
praktis kesehatan yang sangat diperlukan dalam keadaan bencana
peran dokter tersebu diantaranya:
a) Melakukan penanganan kasus kegawat daruratan trauma
maupun non trauma seperti PPGD-GELS, ATLS, ACLS)
b) Melakukan pemeriksaan umum terhadap korban bencana.
c) Mendiangnosa keadaan korban bencana dan ikut menentukan
status korban triase.
d) Menetapkan diagnosa terhadap pasien kegawat daruratan dan
mencegah terjadinya kecatatan pada pasien.
e) Memberikan pelayanan pengobatan darurat
f) Melakukan tindakan medis yang dapat dilakukan di posko
tanggap bencana.
g) Memberikan rekomendasi rujukan ke rumah sakit apabila
memerlukan penanganan lebih lanjut
h) Melakukan pelayanan kesehatan rehabilitative
2) Tenaga dokter dalam tim penanggulagan kritis
Dalam keadaan bencana diadakannya mobilisasi SDM kesehatan,
diantarnya dokter, yang tergabung dalam suatu tim
penanggulangan kritis yang meliput tim gerak cepat, tim penilaian
cepat kesehatan (Tim RHA), dab tim bantuan kesehatan berikut
kebutuhan minimal tenaga dokter untuk masing-masing tim
tersebut:
a) Tim gerak cepat
Merupakan tim yang bergerak dalam waktu 0-24 jam setelah
adanya kejasin bencana. Tenaga dokter yang dibutuhkan terdiri
dari dokter umum/BSB 1 orang, dokter spesialis bedah 1 orang,
dan dokter spesialis anastesis 1 orang.
b) Tim RHA
Merupakan tim yang bisa diberangkatkan bersama dengan tim
gerak cepat atau menyusul dalam waktu kurang dari 24 jam.
Pada tim ini, tenaga dokter umum minimal 1 orang dikirikan.
c) Tim bencana kesehatan
Merupakan tim yang diberangkatkan berdasarkan kebutuhan
setelah tim gerak cepat dan tim RHA kembali dengan laporan
hasil kegiatan mereka dilapangan.
b. Perawat
Fungsi dan tugas perawat dalam situasi bencana dapat dijabarkan
menurut fase dan keadaan berlaku saat terjadi bencana seperti
dibawah ini :
1) Fase pra bencana
a) Perawat mengikuti pendidikan dan pelatihan bagi tenaga
kesehatan dalam penanggulangan ancaman bencana untuk
setiap fasenya.
b) Perawat ikut terlibat dalam berbagai dinas pemerintahan,
organisasi lingkungan, palang merah nasional, maupun
lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam memberikan
penyuluhan dan simulasi persiapan menghadapi ancaman
bencana kepada masyarakat.
c) Perawat terlibat dalam program promosi kesehatan untuk
meningkatkan kesiapan masyarakat dalam menghadapi
bencana yang meliputi hal – hal berikut.
(1) Usaha pengobatan diri sendiri (pada masyarakat
tersebut)..
(2) Pelatihan pertolongan pertama pada keluarga seperti
menolong anggota keluarga yang lain.
2) Fase bencana
a) Bertindak cepat
b) Perawat seharusnya tidak menjanjikan apapun dengan pasti,
dengan takut memberikan harapan yang besar pada para
korban selamat.
c) Berkonsentrasi penuh pada apa yang dilakukan
d) Koordinasi dan menciptakan kepemimpinan.
c. Ahli gizi
Kegiatan penaganan dan tugas ahli gizi pada situasi bencana perlu
efesien dan efektif antara lain, sebagai berikut:
1) Menyusun menu bagi sekelompok masyarakat korban bencana
alam.
2) Pendampingan penyelenggaraan makanan sejak dari perisapan
samppai perindistribusian.
3) Pegawasan logistik bantuan bahan makanan dan minuman.
4) Memantau keadaan gizi pengungsian khusus balita dan ibu
hamil.
5) Pelaksanaan koseling gizi gratis yang disediakan untuk
masyarakat korban bencana alam.
6) Pemberian suplemen zat gizi makro (kapsul vitamin A, untuk
balita dan tablet besi untuk ibu hamil).
d. Fisioterapi
1) Fisioterapi harus mampu mebina hubungan baik secara intense
dengan instansi yang diakui secara internasional / LSM untuk
memastikan bahwa layanan professional dikoordinasikan dan
dimasukkan sebagai bagian dari program rancangan
pembangunan nasional yang berkelajutan dalam kerangka
manajemen bencana.
2) Mitigasi dan kesiapan adalah cara utama untuk mengurangi
dampak bencana dan mitigasi dan kesiapsiagaan berbasis
masyarakat/manajemen harus menjadi praktek manajemen
fisioterapi.
3) Korban bencana yang mengalami luka fisik dapat di fase awal
dapat mendapat perawatan di rumah sakit terdekat, atau pada
langkah sementara dilokasi dengan bantuan medis oleh tim
bantuan bencana local secaara organisasi bantuan internasional.
Namun kembali ke rumah mereka untuk membangun kembali
kehidupan mereka adalah keentingan utama bagi para korban.
e. Pekerja sosial
Profesi pekerja sosial memiliki peran penting dalam penggulangan
bencana baik pada saat pra bencana, tanggap darurat maupun pasca
bencana pada saat pra bencana, kontribusi pekerja sosial berfokus
pada upaya pengurangan risiko bencana, antara lain melalui
kegiatan , peningkatan kesiapsiagaan masyarakat dan mitigasi dala
menghadapi kemungkinan terjadinya bencana, pemetaan kapasitas
masyarakat, dan melalukan advokasi ke berbagai pihak terkait
kebijakan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat,
pekerja sosial membantu pemulihan kondisi fisik dan penanganan
psikososial dasar bagi korban bencana. Pada saat pasca bencana,
pekerja sosial melakukan upaya pemulihan kondisi psikologis
korban bencana, khususnya mengatasi trauma dan pemulihan
kondisi sosial, serta pengembangan kemandirian korban bencana.
f. POLRI
Peran Polri dalam mendukung manajemen penanggulangan
bencana melalui:
1) Meningkatkan pembinaan masyarakat melalui kegiatan
community policing sehingga masyarakat diharapkan mampu
mencegah dan menghindari terjadinya tindakan kejahatan yang
akan menimpa dirinya mampu kelompoknya.
2) Melaksanakan sosialisasi antisipasi terhadap bencana melalui
pelatihan penyelamat saat terjadinya bencana serta
terbentuknya sistem deteksi dini adanya bencana yang dapat
dimengerti oleh masyarakat.
3) Meningkatkan kepatuhan hukum dari masyarakat agar tidak
melakukan tindakan yang melanggar hukum pada saat
terjadinya bencana penyuluhan dan pengorganisasian
kelompok masyarakat sadar hukum.
4) Melakukan kegitan kepolisian dalam rangka memberikan
jaminan rasa aman kepada masyarakat baik jiwa maupun harta
melalui kegiatan perlindungan, pengayoman dan pelayanan
masyarakat serta penegakan hukum yang professional dengan
menjunjung tinggi HAM.
5) Melakukan pembenhan dan peningkatan internasional
organisasi polri melalui peningkatan kuantitas dan kualitas
personil medasari paradigma baru polri, meningkatkan sarana
dan prasarana pelayanan masyarakat, menciptakan sistem dan
metode serta anggaran yang mampu mendukung operasional
polri dalam penggulangan bencana.
g. Tim SAR (Search And Rescue)
Dalam hal kejadian bencana alam, peranan SAR adalah yang
paling mengemuka karena harus bertindak paling awal pada setiap
bencana alam yang terjadi, sehingga SAR menjadi titik pandang
bagi masyarakat yang tertimpa musibah.
4. Komunikasi Multidisiplin Dalam Keperawatan
a. Menciptakan hubungan interpersonal yang baik
Menciptakan dan memelihara hubungan yang baik adalah penting
dalam upaya penanganan dan perawatan pasien. Hasil studi
menunjukkan bahwa komunikasi dan hubungan baik antara pasien dan
anggota tim memberikan dampak positif pada kepuasan pasien,
pengetahuan dan pemahaman, kepatuhan terhadap program pengobatan,
dan hasil kesehatan yang terukur.
b. Bertukar informasi
Anggota tim yakni dokter perlu memperoleh sebanyak mungkin
informasi dari pasien agar dapat mendiagnosa dengan tepat jenis
penyakit yang diderita pasien dan merumuskan rencana penanganan dan
perawatan. Bagi pasien, pasien perlu mengetahui, memahami, merasa
dikenal, dan dipahami oleh anggota tim. Untuk itu, kedua belah pihak
sangat perlu melakukan komunikasi dua arah sebagai upaya untuk
saling bertukar informasi.
c. Mendengarkan secara aktif dan penuh perhatian
Mendengarkan secara aktif dan penuh perhatian adalah salah
satu penyebab keberhasilan dalam komunikasi. Perawat sebagai
anggota tim bertanggung jawab dalam memberikan perhatian dan
memobilisasi semua indera untuk mempersespi semua pesan verbal
maupun pesan nonverbal yang diberikan oleh pasien.
Dengan mendengarkan secara aktif dan penuh perhatian, perawat dapat
menilai situasi dan masalah yang dialami pasien. Selain itu perawat
juga dapat meningkatkan harga diri pasien dan mengintergrasikan
diagnosa keperawatan dan proses perawatan.
d. Penggunaan bahasa yang tepat
Informasi yang diberikan selama proses konsultasi, penanganan,
dan perawatan pasien perlu dilakukan dengan menggunakan bahasa
yang dapat dipahami oleh pasien dan anggota pasien. Bahasa sebagai
alat komunikasi dalam proses konsultasi, penanganan, dan perawatan
pasien hendaknya tidak menggunakan jargon dan istilah teknis
kesehatan kecuali dijelaskan secara komprehensif. Yang harus dihindari
juga adalah penggunaan eufemisme karena dapat mengarah pada
ambigu.
e. Bahasa tubuh dan penampilan
Bahasa tubuh dalam komunikasi dan penampilan juga hendaknya
menjadi bahan pertimbangan dan perlu diperhatikan dengan baik.
Berbagai komunikasi nonverbal yang ditampilkan seperti postur tubuh,
gaya, dan perilaku dapat berdampak pada kemajuan dan hasil konsultasi
antara pasien dan anggoa tim. Untuk itu, bahasa tubuh yang
ditampilkan selama proses konsultasi harus ditampilkan secara lengkap
dan fokus pada pasien.
f. Bersikap jujur
Bersikap jujur merupakan salah satu konsep moral dalam
komunikasi keperawatan. Anggota tim seperti perawat harus bersikap
jujur agar diskusi atau konsultasi yang dilakukan tidak menimbulkan
kecurigaan, keraguan, dan kesalahpahaman. Jika ada kebutuhan untuk
diskusi yang terpisah dengan anggota keluarga pasien maka harus
dilakukan dengan menggunakan teknik komunikasi terapeutik seperti
hati – hati memperhatikan tempat diskusi, dan waktu yang tepat.
g. Memperhatikan kebutuhan pasien
Anggota tim seperti pasien perlu mengetahui apa yang menjadi
kebutuhan komunikasi pasien. Beberapa orang pasien hanya ingin
didengar tanpa banyak penjelasan dan beberapa pasien lainnya ingin
mengetahui penjelasan yang lengkap tentang penyakit yang diderita.
Perawat harus dapat mendeteksi setiap apa yang diinginkan pasien.
h. Mengembangkan sikap empati
Empati merupakan salah satu karakteristik komunikasi terapeutik.
Yang dimaksud dengan empati adalah perawat dapat merasakan apa
yang dirasakan oleh pasien. Dalam artian, perawat hendaknya dapat
memposisikan dirinya pada posisi pasien.

Anda mungkin juga menyukai