Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam manajemen bencana ada dua kegiatan besar yang dilakukan : Pertama ;
pada saat sebelum bencana (pre event) berupa kesiapsiagaan menghadapi bencana
(disaster preparedness) dan pengurangan resiko bencana (disaster mitigation), Kedua ;
kegiatan tanggap bencana (emergency response) dan kegiatan pemulihan akibat
bencana (disaster recovery).
Berdasar realitas, kita selama ini banyak melakukan kegiatan pasca bencana
berupa kegiatan tanggap darurat dan pemulihan (recovery) akibat bencana, tapi sangat
sedikit sekali perhatian terhadap kegiatan untuk kesiapsiagaan pra bencana dan
pengurangan resiko bencana. Kegiatan-kegiatan yang dapat dikategorikan sebagai
bagian dari kesiapsiagaan dan pengurangan resiko bencana adalah : Kegiatan
pendidikan kesadaran bencana (disaster awareness), Pelatihan Penanggulangan
Penderita Gawat Darurat, Penyiapan Teknologi Tahan/Siaga Bencana, Membangun
Sistem Sosial yang tanggap bencana dan Perumusan Kebijakan Penanggulangan
Bencana secara komprehensif dan terpadu.
Kegiatan-Kegiatan diatas tersebut tentunya harus melibatkan pihak-pihak yang
berkepentingan. Dan salah satu pihak tersebut adalah masyarakat di lingkungan yang
rawan bencana. Termasuk di dalam masyarakat adalah komunitas tenaga medis dan
paramedis yang menjadi bagian masyarakat. Karena mereka paham bagaimana
menyiapkan sistem kesiapsiagaan menghadapi bencana dan mereka memiliki bekal
pengetahuan-ketrampilan teknis medis yang bisa didayagunakan dalam
penanggulangan korban gawat darurat pasca bencana
Bencana menjadi tanggung jawab seluruh komponen masyarakat dan
pemerintah maupun swasta. Namun dalam pelaksanaannya menolong korban haruslah
secara tepat dan cepat, selain itu juga diperlukan koordinasi yang bagus. Diperlukan
skill dan pengetahuan yang cukup tentang penanganan pertama disamping
pengetahuan medan bencana serta komunikasi yang terpadu dalam menolong korban
bencana.
1.2 Tujuan Penulisan
Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tentang Sistem Penanggulangan
Gawat Darurat Terpadu.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
SPGDT adalah sebuah sistem penanggulangan pasien gawat darurat yang
terdiri dari unsur, pelayanan pra Rumah Sakit, pelayanan di Rumah Sakit dan antar
Rumah Sakit. Pelayanan berpedoman pada respon cepat yang menekankan time
saving is life and limb saving, yang melibatkan pelayanan oleh masyarakat awam
umum dan khusus, petugas medis, pelayanan ambulans gawat darurat dan sistem
komunikasi.
Kesiapan IGD serta sistem pelayanan Gawat Darurat yang terpadu antara
Fasilitas kesehatan satu dengan lainnya, akan memberikan nilai tambah dalam upaya
peningkatan mutu pelayanan kesehatan, tidak hanya terhadap kasus Gawat Darurat
sehari-hari, tetapi juga sekaligus kesiapan bila setiap saat terjadi bencana di wilayah
Indonesia.
Didalam Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 5 tahun 2010 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2010 – 2014
tertera masalah pelayanan kesehatan lain yang perlu mendapat perhatian adalah
antisipasi kebutuhan pelayanan kesehatan bagi penduduk di daerah rawan bencana
dan didaerah rawan terjadinya rawan sosial. Letak geografis Indonesia yang terletak
di antara dua lempeng bumi, rawan dengan terjadinya bencana alam. Tantangan ke
depan adalah meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat
melalui sarana dan fasilitas pelayanan kesehatan yang memadai untuk merespons
dinamika karakteristik penduduk dan kondisi geografis.
Sejak tahun 2000 Kementerian Kesehatan RI telah mengembangkan konsep
Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) memadukan penanganan
gawat darurat mulai dari tingkat pra rumah sakit sampai tingkat rumah sakit dan
rujukan antara rumah sakit dengan pendekatan lintas program dan multisektoral.
Penanggulangan gawat darurat menekankan respon cepat dan tepat dengan prinsip
Time Saving is Life and Limb Saving. Public Safety Care (PSC) sebagai ujung
tombak safe community adalah sarana publik/masyarakat yang merupakan perpaduan
dari unsur pelayanan ambulans gawat darurat, unsure pengamanan (kepolisian) dan
unsur penyelamatan. PSC merupakan penanganan pertama kegawatdaruratan yang
membantu memperbaiki pelayanan pra RS untuk menjamin respons cepat dan tepat

2
untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah kecacatan, sebelum dirujuk ke Rumah
Sakit yang dituju.
Pelayanan di tingkat Rumah Sakit Pelayanan gawat darurat meliputi suatu
system terpadu yang dipersiapkan mulai dari IGD, HCU, ICU dan kamar jenazah
serta rujukan antar RS mengingat kemampuan tiap-tiap Rumah Sakit untuk
penanganan efektif (pasca gawat darurat) disesuaikan dengan Kelas Rumah Sakit.
Untuk meningkatkan kemampuan para pimpinan RS dalam manajemen
penanggulangan gawat darurat dan bencana, Kementerian Kesehatan bersama ikatan
profesi dan Persatuan Rumahsakit Seluruh Indonesia (PERSI) telah mengembangkan
pelatihan HOPE (Hospital Preparedness for Emergency and Disaster) yang sampai
saat ini telah diikuti oleh 802 manajemen rumah sakit. Dengan pelatihan tersebut
maka diharapkan semua pimpinan RS dapat membuat dokumen perencanaan dalam
penanggulangan bencana yang biasa disebut Hospital Disaster Plan (Hosdip) baik
bencana di dalam rumah sakit (internal disaster) maupun bencana di luar rumah sakit
(external disaster).
2.2 Macam-Macam SPGDT
SPGDT dibagi menjadi :
1. SPGDT-S (Sehari-Hari)
SPGDT-S adalah rangkaian upaya pelayanan gawat darurat yang saling
terkait yang dilaksanakan ditingkat Pra Rumah Sakit – di Rumah Sakit – antar
Rumah Sakit dan terjalin dalam suatu sistem. Bertujuan agar korban/pasien
tetap hidup. Meliputi berbagai rangkaian kegiatan sebagai berikut :
A. Pra Rumah Sakit
 Diketahui adanya penderita gawat darurat oleh masyarakat
 Penderita gawat darurat itu dilaporkan ke organisasi pelayanan
penderita gawat darurat untuk mendapatkan pertolongan medik
 Pertolongan di tempat kejadian oleh anggota masyarakat awam atau
awam khusus (satpam, pramuka, polisi, dan lain-lain)
 Pengangkutan penderita gawat darurat untuk pertolongan lanjutan dari
tempat kejadian ke rumah sakit (sistim pelayanan ambulan)

B. Dalam Rumah Sakit


 Pertolongan di unit gawat darurat rumah sakit

3
 Pertolongan di kamar bedah (jika diperlukan)
 Pertolongan di ICU/ICCU
C. Antar Rumah Sakit
 Rujukan ke rumah sakit lain (jika diperlukan)
 Organisasi dan komunikasi
2. SPGDT-B (Bencana)
SPGDT-B adalah kerja sama antar unit pelayanan Pra Rumah Sakit dan
Rumah Sakit dalam bentuk pelayananan gawat darurat terpadu sebagai
khususnya pada terjadinya korban massal yg memerlukan peningkatan
(eskalasi) kegiatan pelayanan sehari-hari. Bertujuan umum untuk
menyelamatkan korban sebanyak banyaknya.
Tujuan Khusus :
 Mencegah kematian dan cacat, hingga dapat hidup dan berfungsi
kembali dalam masyarakat sebagaimana mestinya.
 Merujuk melalui sistem rujukan untuk memperoleh penanganan yang
lebih memadai.
 Menanggulangi korban bencana.
Prinsip mencegah kematian dan kecacatan :
 Kecepatan menemukan penderita.
 Kecepatan meminta pertolongan.
Kecepatan dan kualitas pertolongan yang diberikan :
 Ditempat kejadian.
 Dalam perjalanan kepuskesmas atau rumah-sakit.
 Pertolongan dipuskesmas atau rumah-sakit.
Keberhasilan Penanggulangan Pasien Gawat Darurat Tergantung 4 Kecepatan :
 Kecepatan ditemukan adanya penderita GD
 Kecepatan Dan Respon Petugas
 Kemampuan dan Kualitas
 Kecepatan Minta Tolong

2.3 Perlunya Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu

4
Untuk mengurangi dan menyelamatkan korban bencana, diperlukan cara
penanganan yang jelas (efektif, efisien dan terstruktur) untuk mengatur segala sesuatu
yang berkaitan dengan kesiap-siagaan dan penanggulangan bencana.
Tujuan :
1. Didapatkan kesamaan pola pikir / persepsi tentang SPGDT.
2. Diperoleh kesamaan pola tindak dalam penanganan kasus gawat darurat dalam
keadaan sehari-hari maupun bencana.
 Safe Community, (SC) :
Keadaan sehat dan aman yang tercipta dari, oleh dan untuk
masyarakat. Pemerintah dan teknokrat merupakan fasilitator dan pembina.
 SPGDT :
Sistem penanggulangan pasien gawat darurat yang terdiri dari unsur
pra RS, RS dan antar RS. Berpedoman pada respon cepat yang menekankan
time saving is life and limb saving, yang melibatkan masyarakat awam umum
dan khusus, petugas medis, pelayanan ambulans gawat darurat dan
komunikasi.
 PSC (Public Safety Center) :
Pusat pelayanan yang menjamin kebutuhan masyarakat dalam hal-hal
kegawat-daruratan, termasuk pelayanan medis yang dapat dihubungi dalam
waktu singkat dan dimanapun berada (gabungan dari AGD 118, SAR/PK 113,
Polisi 110). Merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan, yang bertujuan
untuk mendapatkan respons cepat (quick response) terutama pelayanan pra RS
2.4 Kebijakan dan penanganan krisis pada kondisi Gawat Darurat dan Bencana,
meliputi :
1. Reevaluasi dalam standarisasi model dan prosedur pelayanan Gawat Darurat &
Bencana dipelbagai strata fasilitas kesehatan secara berjenjang serta reaktivasi
jejaring antar fasilitas kesehatan satu dengan yang lain.
2. Perkuat kemampuan dan aksesibilitas pelayanan Gawat Darurat diseluruh fasilitas
kesehatan dengan prioritas awal di daerah rawan bencana dan daerah penyangganya.
3. Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan SDM di bidang Gawat Darurat dan
manajemen Bencana secara berjenjang.
4. Penanganan krisis menitik beratkan pada upaya sebelum terjadinya bencana.

5
5. Optimalisasi pengorganisasian penanganan krisis (gawat darurat dan bencana) baik
di tingkat pusat, propinsi, maupun kabupaten/kota dengan semangat
desentralisasi/otonomi daerah serta memperkuat koordinasi dan kemitraan.
6. Pemantapan jaringan lintas program dan lintas sektoral dalam penanganan krisis.
7. Membangun jejaring sistem informasi yang terintegrasi dan online agar diperoleh
data yang valid dan real time serta mampu memberikan pelbagai informasi tentang
situasi terkini pada saat terjadi bencana.
8. Setiap korban akibat krisis diupayakan semaksimal mungkin untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan cepat, tepat dan ditangani secara profesional.
9. Memberdayakan kemampuan masyarakat (Community Empowerement) khususnya
para stakeholder yang peduli dengan masalah krisis di bidang kesehatan dengan
melakukan sosialisasi terhadap pengorganisasian, prosedur, sistem pelaporan serta
dilibatkan secara aktif dalam proses perencanaan, monitoring dan evaluasi.
10. Pemantapan regionalisasi penanganan krisis untuk mempercepat reaksi tanggap
darurat.
2.5 Upaya-upaya Guna mencapai SPDGT dan Penanggulangan Krisis akibat
bencana
1. Reevaluasi terhadap kemampuan dan sumber daya yang ada, serta sejauhmana
sistem tersebut masih berjalan saat ini yang harus ditindaklanjuti dengan
perencanaan dan prioritas dalam penganggarannya.
2. Revisi dan penyempurnaan terhadap peraturan pelaksanaan/pedoman, standar, SPO,
pengorganisasian dan modul pelatihan untuk disesuaikan dengan perkembangan
ilmu pengetahuan, teknologi dan kondisi lingkungan saat ini yang terkait dengan
keterpaduan dalam penanganan gawat darurat dan manajemen bencana.
3. Meningkatkan upaya pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan penanganan krisis dan
masalah kesehatan lain.
4. Mendorong terbentuknya unit kerja untuk penanganan masalah krisis kesehatan lain
di daerah.
5. Mengembangkan sistem manajemen penanganan masalah krisis dan masalah
kesehatan lain hingga ke tingkat Desa. Setiap Provinsi dan Kabupaten/Kota
berkewajiban membentuk satuan tugas kesehatan yang memiliki kemampuan dalam
penanganan krisis dan masalah kesehatan di wilayahnya secara terpadu
berkoordinasi.

6
6. Menyiapkan sarana dan prasarana yang memadai untuk mendukung pelayanan
kesehatan bagi korban akibat krisis dan masalah kesehatan lain dengan memobilisasi
semua potensi.
7. meningkatkan pemberdataan dan kemandirian masyarakat dalam mengenal,
mencegah dan mengatasi krisis dan masalah kesehatan lain di wilayahnya.
8. Mengembangkan sistem regionalisasi penanganan krisis dan masalah kesehatan lain
melalui pembentukan pusat-pusat penanganan regional.
9. Monitoring evaluasi secara berkesinambungan dan ditindak lanjuti dengan pelatihan
dan simulasi untuk selalu meningkatkan profesional dan kesiap siagaan. Itu
sebabnya diperlukan upaya untuk selalu meningkatkan kualitas dan kuantitas
petugas melalui pendidikan dan latihan.
10. Pengembangan sistem e-health, secara bertahap disesuai dengan prioritas kebutuhan
khususnya sistem informasi dan komunikasi.
11. Memperkuat jejaring informasi dan komunikasi melalui peningkatan intensitas
pertemuan koordinasi dan kemitraan lintas program/lintas sektor, organisasi non
Pemerintah, masyarakat dan mitra kerja Internasional secara berkala. Dengan
berjalannya SPGDT tersebut, diharapkan terwujudlah Safe Community yaitu suatu
kondisi/keadaan yang diharapkan dapat menjamin rasa aman dan sehat masyarakat
dengan melibatkan peran aktif seluruh masyarakat khususnya dalam
penanggulangan gawat darurat sehari-hari maupun saat bencana.

BAB III
PENUTUP

7
3.1 Kesimpulan
Sistem penanggulangan gawat darurat terpadu (SPGDT) merupakan
penanganan awal dan pertolongan pertama sebelum korban dibawa ke Rumah Sakit
dan mendapatkan penanganan medis lanjutan, misalnya pada saat terjadi bencana
alam. Salah satu hal penting yang perlu ada pada saat terjadi bencana alam yaitu
posko kesehatan, dimana penderita gawat darurat atau korban dapat ditangani pada
posko kesehatan ini.SPGDT terdiri dari unsur, pelayanan pra rumah sakit, pelayanan
di rumah sakit dan antar rumah sakit.
SPGDT dibagi atas SPGDT-S dan SPGDT-B. SPGDT bertujuan yang intinya
untuk mengurangi dan menyelamatkan korban bencana, sehingga diperlukan cara
penanganan yang jelas (efektif, efisien dan terstruktur).
3.2 Saran
Diharapkan semua orang akan mempunyai kesiapan dalam upaya
penyelamatan dan mengurangi dampak kesehatan yang buruk apabila terjadi bencana.

Anda mungkin juga menyukai