Disusun Oleh:
PENDAHULUA
Pada Bulan November 2021, terdapat banjir di Sintang yang berdampak pada masyarakat desa dan
mengungsi ke puskesmas terdekat. Pengungsi sudah datang ke puskesmas sebanyak 100 orang
sedangkan kapasitas puskesmas menampung hanya 75 orang dan pengungsi masih berdatangan.
Banyaknya korban membuat puskesmas sulit melakukan triase. Pengungsi di Puskesmas S*D*
(puskesmas rawat inap) mengeluhkan trauma fisik, diare, gatal-gatal dan darah tinggi dalam
beberapa hari ini. Tanpa persiapan dan rencana kontigensi yang memadai. Puskesmas tersebut
chaotic, tanpa koordinasi dan terapi pasien menjadi tidak optimal. Persiapan yang kurang itu
Sebagian mendapatkan solusi karena relawan medis yang membantu menggalang donasi, akan
tetapi banyak masalah muncul akibat bencana hingga periode pemulihan.
1.3 Waktu dan Tempat
1. Diskusi I
Waktu : Pukul 13.00 – 14.40 WIB
Hari/tanggal : Senin, 30 Mei 2022
HASIL DISKUSI
2.1. Terminologi
1. Triase = proses identifikasi pasien dan pengambilan keputusan dalam menentukan
pasien mana yang berisiko meninggal, berisiko mengalami kecacatan, atau berisiko
memburuk keadaan klinisnya apabila tidak mendapatkan penanganan medis segera,
dan pasien mana yang dapat dengan aman menunggu.
2. Trauma fisik = cedera erius pada tubuh, dibagi 2 akibat benda tumpul dan benda
tajam
3. Kontingensi= suatu keadaan atau situasi yang diperkirakan akan segera terjadi, tetapi
mungkin juga tidak akan terjadi. Rencana Kontinjensi adalah suatu proses
identifikasi dan penyusunan rencana yang didasarkan pada keadaan kontinjensi atau
yang belum tentu tersebut.
4. Banjir = penggenangan sementara di wilayah yang las akibat peningkatan air waduk
5. Chaos = kekacauan
2.3. Hipotesis
1. Upaya pemerintah daerah saat bencana terjadi:
1. Memberikan dukungan Sarana dan prasarana
2. Memberikan dukungan biaya
3. Memberikan dukungan SDM untuk(mendapatkan informasi kejadian, laporan
perkembangan dan usulan kebutuhan)
Usulan kebutuhan sendiri dibagi 2 yaitu spesifik dan umum [bantuan spesifik
seperti gempa dan longsor membutuhkan plate and screw dan dokter ortopedi,
lalu kebakaran hutan membutuhkan masker; sedangkan bantuan umum
membutuhkan obat2an, MPasi, personal kit, emergency kit, dan water purifer],
dan juga mengirimkan RHA, TRC serta tim bantuan kesehatan.
Lalu upaya pemerintah pasca bencana adalah mengadakan monev pelaksanaan
PKK (pemberdayaan kesehatan keluarga), melaksanakan upaya pemulihan dini,
mengimpulkan data DaLa kesehatan1.
a. Pita Warna Hijau adalah penderita tidak gawat dan tidak darurat. Misalnya :
Penderita Common Cold, penderita rawat jalan, abses, luka robek.
b. Pita Warna Kuning adalah pasien yang memerlukan bantuan namun dengan
cidera dan tingkat yang kurang berat dan dipastikan akan mengalami
ancaman jiwa dalam waktu dekat. Misalnya: Luka bakar ringan,fraktur.
c. Pita Warna Merah adalah penderita gawat darurat (pasien dengan kondisi
mengancam). Misalnya: gagal nafas,pendarahan parah. 4. Pita Warna Hitam
adalah untuk penderita yang sudah meninggal atau cedera parah yang jelas
tidak mungkin untuk diselamatkan
6. Langkah dalam Penyusunan Rencana Kontinjensi Bidang Kesehatan:
(1) mengidentifikasi, penilaian risiko dan memprioritaskan kejadian Krisis
Kesehatan yang mungkin terjadi yang selanjutnya dibuat rencana kontinjensi.
(2) menyusun skenario yang yang menggambarkan besaran Krisis Kesehatan
yang terjadi, luas wilayah dan dampaknya yang akan diantisipasi.
(3) menyusun rumusan kebijakan dan strategi operasional, yang akan
dilaksanakan dalam menghadapi Krisis Kesehatan yang terjadi.
(4) menentukan cara pemenuhan kebutuhan kesehatan dalam upaya tanggap
darurat mengacu pada standar pelayanan kesehatan dalam penanggulangan Krisis
Kesehatan.
(5) memperkirakan keperluan sumber daya tambahan, baik manusia, material
maupun keuangan.
(6) menyusun perencanaan sub klaster kesehatan.
(7) menyebarkan rencana kepada semua pihak dan memastikan semua anggota
klaster mengetahui rencana kontinjensi yang telah disusun.
(8) memperbaruinya ketika diperlukan2.
2.4. Skema
Keyword: manajemen penanggulangan bencana, krisis kesehatan, sistem
penanggulangan bencana di Indonesia,ICS
a. COMMAND STAFF
• Public Information Officer (PIO
PIO berinteraksi dengan publik, media, dan/atau dengan lembaga lain
dengan kebutuhan informasi terkait insiden. PIO mengumpulkan,
memverifikasi, mengoordinasikan, dan menyebarluaskan yang dapat diakses
informasi yang bermakna, dan tepat waktu tentang insiden tersebut untuk
audiens internal dan eksternal. PIO juga memantau media dan sumber
informasi publik lainnya untuk mengumpulkan informasi yang relevan dan
mengirimkan informasi ini ke komponen yang sesuai dari organisasi
manajemen inside.
• Safety Officer
Petugas Keselamatan memantau operasi insiden dan memberi tahu
Komandan Insiden atau Komando Terpadu tentang halhal yang berkaitan
dengan kesehatan dan keselamatan personel insiden. Tanggung jawab utama
untuk pelaksanaan yang aman dari manajemen insiden terletak pada
Komandan Insiden atau Komando
• Liason Officer
Petugas Penghubung adalah titik kontak komando insiden untuk perwakilan
lembaga pemerintah, yurisdiksi, LSM, dan organisasi sektor swasta yang
tidak termasuk dalam Komando Terpadu. Melalui Petugas Penghubung,
perwakilan ini memberikan masukan tentang kebijakan lembaga, organisasi,
atau yurisdiksi mereka, ketersediaan sumber daya, dan hal-hal terkait
insiden lainnya.
b. GENERAL STAFF
• Operation Section Shift
Personil Bagian Operasi merencanakan dan melakukan kegiatan taktis untuk
mencapai tujuan insiden yang ditetapkan oleh Komandan Insiden atau
Komando Terpadu. Tujuan biasanya fokus pada menyelamatkan nyawa,
mengurangi bahaya langsung, melindungi properti dan lingkungan,
membangun kontrol situasional, dan memulihkan operasi normal.
• Planning Section Shift
Personil Bagian Perencanaan mengumpulkan, mengevaluasi, dan
menyebarkan informasi situasi insiden kepada Komandan Insiden atau
Komando Terpadu dan personel insiden lainnya. Staf di bagian ini
menyiapkan laporan status, menampilkan informasi situasi,
mempertahankan status sumber daya yang ditugaskan, memfasilitasi proses
perencanaan tindakan insiden, dan menyiapkan IAP berdasarkan masukan
dari bagian lain dan Staf Komando dan bimbingan dari Komandan Insiden
atau Komando Terpadu
• Logistics Section Shift
Personil Bagian Logistik memberikan layanan dan dukungan untuk
manajemen insiden yang efektif dan efisien, termasuk memesan sumber
daya. Staf di bagian ini menyediakan fasilitas, keamanan (fasilitas dan
personel komando insiden), transportasi, persediaan, pemeliharaan peralatan
dan bahan bakar, layanan makanan, komunikasi dan dukungan TI, dan
layanan medis untuk personel insiden
• Finance/Administration Section Shift
Tanggung jawab staf Keuangan/Administrasi mencakup pencatatan waktu
personel, negosiasi sewa dan pemeliharaan kontrak vendor, administrasi
klaim, dan pelacakan serta analisis biaya insiden. Jika Komandan Insiden
atau Komando Terpadu menetapkan bagian ini, staf harus berkoordinasi erat
dengan Bagian Perencanaan dan Logistik untuk mencocokkan catatan
operasional dengan dokumen keuangan.
Langkah awal dalam pengkajian risiko adalah mengenali bahaya atau ancaman yang
terjadi pada suatu wilayah. Semua bahaya atau ancaman yang ada dicatat kemudian
memperkirakan probabilitas dengan rincian sebagai berikut:
5 Pasti hampir dipastikan 30 – 99%
4 Kemungkinan besar 60 – 80 % terjadi tahun depan, atau sekali dalam
10 tahun mendatang
3 Kemungkinan terjadi 40 – 60 % terjadi tahun depan, atau sekali dalam
100 tahun
2 Kemungkinan kecil 20 – 40 % dalam 100 tahun
1 Kemungkinan sangat kecil hingga 20%
Apabila probabilitas diatas ditambah dengan perkiraan dampak jika bencana terjadi
maka perlu dilakukan pertimbangan terhadap beberapa faktor dampak antara lain jumlah
korban, kerugian harta benda, kerusakan sarana dan prasarana, cakupan luas wilayah
yang terkena bencana, dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan. Besaran dampak
tersebut dapat diberikan pembobotan sebagai berikut:
5 Sangat parah 80 – 99% wilayah hancur dan lumpuh total
4 Parah 60 – 80% wilayah hancur
3 Sedang 40 – 60% wilayah terkena rusak
2 Ringan 20 – 40% wilayah yang rusak
1 Sangat Ringan < 20% wilayah rusak
Pembobotan probabilitas dan dampak terhadap jenis ancaman bencana dapat ditampilkan
dengan model lain dengan tingkatan warna yang berbeda sebagai gambaran prioritas
jenis bencana yang harus segera ditangani terlebih dahulu. Gambaran jenis ancaman
bencana berdasarkan prioritas warna adalah sebagai berikut:
1 2 3 4 5
5
Tanah Banji 4
Longso r
r
PROBABILITAS Kekeringa 3
n
Angin 2
Putting
Beliung
Gempa 1
Bumi
diikuti
Tsunam
i
DAMPAK
Berdasarkan matriks diatas kita dapat memprioritaskan jenis ancaman bahaya yang perlu
ditangani. Ancaman dinilai tingkat bahayanya dengan skala (3-1)
1. Bahaya/ancaman tinggi nilai 3 (merah)
2. Bahaya/ancaman tinggi nilai 2 (kuning)
3. Bahaya/ancaman tinggi nilai 1 (hijau)
5. Manajemen logistik baik dalam medis dan non medis Disaster Incident
Command System7
Untuk penanggulangan akibat dari bencana diperlukan berbagai upaya dan
dukungan semua bentuk sumber daya, baik sumber daya manusia maupun
material penunjang lainnya. Pada bidang kesehatan selain sumber daya manusia
(SDM), juga sangat diperlukan, baik dalam periode emergency maupun non-
emergency, sarana penunjang pokok berupa logistik medis maupun non-medis
a. Logistik medis
• Obat-obatan
• Vaksinasi, pengendalian vector, kesehatan kerja dan kesehatan mental
• Sarana rehabilitasi dan perawatan kesehatan
• Membantu memproses dokumen korban tewas atau cidera akibat ICS
b. Logistik Non Medis
• Supply Unit: memproses dan mendistribusikan semua sumber daya dan
suplai yang diperlukan terkait dengan ICS
• Facilities Unit: menyediakan dan menyiapkan semua fasilitas yang
digunakan untuk mendukung Disaster Incident Command System seperti
layanan makanan, sanitasi dan tempat tidur
• Ground Support Unit: menyediakan, memelihara dan melayani transportasi
untuk mendukung operasi dalam ICS
• Communications Unit: memaksimalkan penggunakan peralatan komunikasi
dan memulihkan atau memperbaiki peralatan komunikasi pada ICS
• Food Unit: memberikan layanan makanan, menyediakan fasilitas memasask
dan menyajikan makanan di ICS
2. Sistem Manajemen Bencana Extra Hospital merupakan manajemen bencana komunitas atau
wilayah. Sistem manajemen bencana extra hospital meliputi:
A. Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT). Sistem ini memerlukan bukan
hanya sistem data IT dan komunikasi tetapi juga perlu ada "Host" atau komandan berupa
medical director yang memiliki kemampuan Triase Bencana (Disaster Triage). Jadi fungsi
SPGDT sejatinya:
a) Menerima, memilah rujukan pasien berdasarkan derajat keparahannya lalu memilihkan
RS yang sesuai levelnya.
b) Melakukan Triase Bencana (Disaster Triage) pada saat bencana.
B. Sistem Ambulans
1. Ambulans sebagai ranah medis: konsepnya ambulans merupakan bagian dari layanan
medik, perluasan IGD (Extended Emergency Room). Ambulans ini akan sangat
membantu dalam kondisi bencana dan mass casualties karena memiliki medical director
dan komandan yang akan memimpin proses triase dan rujukan.
2. Ambulans sebagai ranah sosial: konsepnya ambulans sebagai bagian dari kegiatan
sosial sehingga bisa dimiliki oleh siapa saja tanpa ada standarisasi layanan medis dan
petugas tidak memiliki SIP. BPJS tidak bisa menanggung pembiayaan ambulans karena
bukan ranah layanan medis dan sehingga sistem ini membuat layanan medis tidak
paripurna dan terputus. Pada kondisi bencana, sistem ini akan membuat ambulans
bergerak sendiri-sendiri tanpa ada koordinasi dan komando.