Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING

SKENARIO 2 BLOK 6.3

Disusun Oleh:

Emmanuela Anandita. A (19.P1.0002)


Canggih Mugilaksana (19.P1.0008)
Stefany Mutiara. H (19.P1.0010)
Tiffany Rambu Leki. A (19.P1.0017)
Mauritio Aldo Laksono (19.P1.0021)
Delvi Monica Fymbay (19.P1.0026)
Agustinus Krisna A. W (19.P1.0033)
Christyaningsih A. G. J (19.P1.0039)

Tutor : dr. Eviana Budiartanti Sutanto, M.Biomed

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG
2022
BAB I

PENDAHULUA

1.1 Latar Belakang

Problem based learning adalah proses pembelajaran menggunakan sebuah


permasalahan. Dari diskusi ini selain untuk memenuhi tugas perkuliahan dan
diharapkan sebuah permasalahan yang kami bahas mampu memberikan manfaat
tersendiri bagi seluruh pihak yang terlibat dalam diskusi. PBL diimplementasikan
dengan 7 steps, antar lain

1. Terminologi adalah identifikasi dan klarifikasi istilah asing yang


disajikan didalam skenario.
2. Rumusan Masalah yaitu mendefinisikan masalah yang akan dibahas
sebagai tujuan utama.
3. Analisis Rumusan Masalah adalah jawaban sementara terhadap masalah
yang akan diteliti.
4. Skema adalah suatu bentuk rancangan secara garis besar yang memuat
gambaran umum tentang suatu tujuan yang dapat dicapai.
5. Sasaran Belajar adalah memformulasikan tujuan pembelajaran dalam
rangka diskusi dalam pembelajaran mandiri.
6. Belajar Mandiri adalah mencari informasi tambahan dari sumber yang
valid dan berdiskusi dalam kelompok.
7. Sintesis dan Penyusunan Informasi yaitu membagikan penemuan dalam
diskusi dan mencoba mengintegrasikan pengetahuan yang telah
diperoleh dalam diskusi melalui suatu penjelasan yang komprehensif.
1.2 Topik dan Masalah Diskusi

Datang tidak diundang, pulang tidak dijemput

Pada Bulan November 2021, terdapat banjir di Sintang yang berdampak pada masyarakat desa dan
mengungsi ke puskesmas terdekat. Pengungsi sudah datang ke puskesmas sebanyak 100 orang
sedangkan kapasitas puskesmas menampung hanya 75 orang dan pengungsi masih berdatangan.
Banyaknya korban membuat puskesmas sulit melakukan triase. Pengungsi di Puskesmas S*D*
(puskesmas rawat inap) mengeluhkan trauma fisik, diare, gatal-gatal dan darah tinggi dalam
beberapa hari ini. Tanpa persiapan dan rencana kontigensi yang memadai. Puskesmas tersebut
chaotic, tanpa koordinasi dan terapi pasien menjadi tidak optimal. Persiapan yang kurang itu
Sebagian mendapatkan solusi karena relawan medis yang membantu menggalang donasi, akan
tetapi banyak masalah muncul akibat bencana hingga periode pemulihan.
1.3 Waktu dan Tempat
1. Diskusi I
Waktu : Pukul 13.00 – 14.40 WIB
Hari/tanggal : Senin, 30 Mei 2022

Tempat : Ruang Tutor lt.M BSB


2. Diskusi II
Waktu : Pukul 13.00 - 14.40 WIB
Hari/tanggal : Jumat, 3 Juni 2022

Tempat : Ruang Tutor lt.M BSB


BAB II

HASIL DISKUSI

2.1. Terminologi
1. Triase = proses identifikasi pasien dan pengambilan keputusan dalam menentukan
pasien mana yang berisiko meninggal, berisiko mengalami kecacatan, atau berisiko
memburuk keadaan klinisnya apabila tidak mendapatkan penanganan medis segera,
dan pasien mana yang dapat dengan aman menunggu.
2. Trauma fisik = cedera erius pada tubuh, dibagi 2 akibat benda tumpul dan benda
tajam
3. Kontingensi= suatu keadaan atau situasi yang diperkirakan akan segera terjadi, tetapi
mungkin juga tidak akan terjadi. Rencana Kontinjensi adalah suatu proses
identifikasi dan penyusunan rencana yang didasarkan pada keadaan kontinjensi atau
yang belum tentu tersebut.
4. Banjir = penggenangan sementara di wilayah yang las akibat peningkatan air waduk
5. Chaos = kekacauan

2.2. Rumusan Masalah


1. Apa yang perlu dilakukan oleh pemerintah daerah dalam membantu puskesmas
dalam scenario diatas?
2. Apasaja indicator manajemen pra bencana di puskesmas?
3. Apasaja indicator manajemen saat bencana terjadi di puskesmas?
4. Apasaja indicator manajemen pasca bencana di puskesmas?
5. Bagaimana tahapan prosedur triase di puskesmas?
6. Bagaimana Langkah Menyusun rencana kontigensi di bidang kesehatan?

2.3. Hipotesis
1. Upaya pemerintah daerah saat bencana terjadi:
1. Memberikan dukungan Sarana dan prasarana
2. Memberikan dukungan biaya
3. Memberikan dukungan SDM untuk(mendapatkan informasi kejadian, laporan
perkembangan dan usulan kebutuhan)
Usulan kebutuhan sendiri dibagi 2 yaitu spesifik dan umum [bantuan spesifik
seperti gempa dan longsor membutuhkan plate and screw dan dokter ortopedi,
lalu kebakaran hutan membutuhkan masker; sedangkan bantuan umum
membutuhkan obat2an, MPasi, personal kit, emergency kit, dan water purifer],
dan juga mengirimkan RHA, TRC serta tim bantuan kesehatan.
Lalu upaya pemerintah pasca bencana adalah mengadakan monev pelaksanaan
PKK (pemberdayaan kesehatan keluarga), melaksanakan upaya pemulihan dini,
mengimpulkan data DaLa kesehatan1.

2. Sistem manajemen pra bencana memiliki 7 indikator yaitu:


a. membuat peta geomedik daerah rawan bencana,
b. membuat jalur evakuasi,
c. mengadakan pelatihan,
d. inventarisasi sumber daya sesuai dengan potensi bahaya yang mungkin
terjadi,
e. menerima dan menindaklanjuti informasi peringatan dini untuk
kesiapsiagaan bidang kesehatan,
f. membentuk tim kesehatan lapangan yang tergabung dalam satgas,
g. mengadakan koordinasi dengan lintas sektor.

3. Sistem manajemen saat bencana memiliki 5 indikator yaitu:


a. operasi pertolongan terhadap korban berdasarkan triase,
b. penilaian awal secara cepat,
c. surveilans penyakit menular dan gizi,
d. bergabung dengan satgas kesehatan di pos lapangan,
e. pemberdayaan masyarakat.

4. Sistem manajemen pasca bencana memiliki 6 indikator yaitu:


a. pelayanan kesehatan dasar di penampungan dengan mendirikan pos
kesehatan lapangan,
b. pemeriksaan air bersih dan pemantauan sanitasi lingkungan,
c. surveilans penyakit menular dan gizi buruk yang mungkin timbul,
d. KLB penyakit menular dan giziburuk,
e. upaya pemulihan masalah kesehatan jiwa dan masalah gizi pada kelompok
rentan,
f. pemberdayaan masyarakat
5. Prosedur Triase

a. Pita Warna Hijau adalah penderita tidak gawat dan tidak darurat. Misalnya :
Penderita Common Cold, penderita rawat jalan, abses, luka robek.
b. Pita Warna Kuning adalah pasien yang memerlukan bantuan namun dengan
cidera dan tingkat yang kurang berat dan dipastikan akan mengalami
ancaman jiwa dalam waktu dekat. Misalnya: Luka bakar ringan,fraktur.
c. Pita Warna Merah adalah penderita gawat darurat (pasien dengan kondisi
mengancam). Misalnya: gagal nafas,pendarahan parah. 4. Pita Warna Hitam
adalah untuk penderita yang sudah meninggal atau cedera parah yang jelas
tidak mungkin untuk diselamatkan
6. Langkah dalam Penyusunan Rencana Kontinjensi Bidang Kesehatan: 
(1) mengidentifikasi, penilaian risiko dan memprioritaskan kejadian Krisis
Kesehatan yang mungkin terjadi yang selanjutnya dibuat rencana kontinjensi. 
(2) menyusun skenario yang yang menggambarkan besaran Krisis Kesehatan
yang terjadi, luas wilayah dan dampaknya yang akan diantisipasi.
(3) menyusun rumusan kebijakan dan strategi operasional, yang akan
dilaksanakan dalam menghadapi Krisis Kesehatan yang terjadi.
(4) menentukan cara pemenuhan kebutuhan kesehatan dalam upaya tanggap
darurat mengacu pada standar pelayanan kesehatan dalam penanggulangan Krisis
Kesehatan. 
(5) memperkirakan keperluan sumber daya tambahan, baik manusia, material
maupun keuangan. 
(6) menyusun perencanaan sub klaster kesehatan. 
(7) menyebarkan rencana kepada semua pihak dan memastikan semua anggota
klaster mengetahui rencana kontinjensi yang telah disusun. 
(8) memperbaruinya ketika diperlukan2.
2.4. Skema
Keyword: manajemen penanggulangan bencana, krisis kesehatan, sistem
penanggulangan bencana di Indonesia,ICS

2.5. Sasaran Belajar


1. Mahasiswa mengetahui definisi ICS
2. Mahasiswa mengetahui implementasi ICS di puskesmas(pengaktifan, struktur
organisasi)
3. Mengetahui tugas masing-masing bidang ICS
4. Mahasiswa mengetahui Analisa resiko bencana
5. Mahasiswa mengetahui manajemen logistic (alat medis, obat dan non-medis)
6. Mahasiswa mengetahui manajemen pencatatan dan pelaporan pelayanan kesehatan
saat bencana di puskesmas
7. Mahasiswa mengetahui sistem rujukan korban bencana di puskesmas
8. Mahasiswa mengetahui sistem permohonan bantuan tenaga kesehatan di puskesmas
saat terjadi bencana
9. mengetahui sistem Kerjasama internal dan eksternal puskesmas saat bencana
2.6. Belajar Mandiri
1. ICS (Incident Command System) adalah model perangkat untuk komando,
pengendalian dan koordinasi tindakan penanggulangan dan mengkoordinir
usaha-usaha yang dilakukan pihak-pihak yang terkait untuk mencapai tujuan
menstabilkan insiden dan melindungi jiwa, harta benda, dan lingkungan hidup.
Ini sebagai sebuah perangkat atau sistem yang memiliki prinsip-prinsip
penanggulangan insiden atau bencana yang efektif dan efisien dalam sistem
komando,koordinasi, komunikasi dan pengelolaan sumberdaya penanggulangan
keadaan darurat3.

2. Aktivasi Sistem Komando Penanganan Darurat Bencana


(1) Penyelenggaraan penanganan darurat bencana
dilaksanakan melalui sistem komando penanganan darurat bencana yang
diaktivasi berdasarkan penetapan status keadaan darurat bencana sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Penyelengaraan sistem Komando Penanganan darurat bencana debedakan
berdasarkan:
a. Status keaadaan darurat bencana kabupaten/kota untuk kejadian
bencana pada:
i. Satu kabupaten/kota terdamapak;
ii. Beberapa kabupaten/kota dalam satu provinsi; dan
iii. Beberapa kabupaten/kota di beberapa provinsi.
b. Status keadaan darurat bencana provinsi untuk kejadian bencana pada
suatu atau lebih dari satu kabupaten/kota dalam satu provinsi; dan
c. Status keadaan darurat bencana nasional.
(3) Penyelenggaraan sistem komando penanganan darurat bencana sebagaimana
dimaksud ayat (2) disesuaikan dengan status keadaan darurat, dan status
transisi darurat ke pemulihan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem komando penanganan darurat
bencana diatur dengan petunjuk pelaksana4.
3. Tugas masing-masing bidang Incident Command System (ICS)

a. COMMAND STAFF
• Public Information Officer (PIO
PIO berinteraksi dengan publik, media, dan/atau dengan lembaga lain
dengan kebutuhan informasi terkait insiden. PIO mengumpulkan,
memverifikasi, mengoordinasikan, dan menyebarluaskan yang dapat diakses
informasi yang bermakna, dan tepat waktu tentang insiden tersebut untuk
audiens internal dan eksternal. PIO juga memantau media dan sumber
informasi publik lainnya untuk mengumpulkan informasi yang relevan dan
mengirimkan informasi ini ke komponen yang sesuai dari organisasi
manajemen inside.
• Safety Officer
Petugas Keselamatan memantau operasi insiden dan memberi tahu
Komandan Insiden atau Komando Terpadu tentang halhal yang berkaitan
dengan kesehatan dan keselamatan personel insiden. Tanggung jawab utama
untuk pelaksanaan yang aman dari manajemen insiden terletak pada
Komandan Insiden atau Komando
• Liason Officer
Petugas Penghubung adalah titik kontak komando insiden untuk perwakilan
lembaga pemerintah, yurisdiksi, LSM, dan organisasi sektor swasta yang
tidak termasuk dalam Komando Terpadu. Melalui Petugas Penghubung,
perwakilan ini memberikan masukan tentang kebijakan lembaga, organisasi,
atau yurisdiksi mereka, ketersediaan sumber daya, dan hal-hal terkait
insiden lainnya.
b. GENERAL STAFF
• Operation Section Shift
Personil Bagian Operasi merencanakan dan melakukan kegiatan taktis untuk
mencapai tujuan insiden yang ditetapkan oleh Komandan Insiden atau
Komando Terpadu. Tujuan biasanya fokus pada menyelamatkan nyawa,
mengurangi bahaya langsung, melindungi properti dan lingkungan,
membangun kontrol situasional, dan memulihkan operasi normal.
• Planning Section Shift
Personil Bagian Perencanaan mengumpulkan, mengevaluasi, dan
menyebarkan informasi situasi insiden kepada Komandan Insiden atau
Komando Terpadu dan personel insiden lainnya. Staf di bagian ini
menyiapkan laporan status, menampilkan informasi situasi,
mempertahankan status sumber daya yang ditugaskan, memfasilitasi proses
perencanaan tindakan insiden, dan menyiapkan IAP berdasarkan masukan
dari bagian lain dan Staf Komando dan bimbingan dari Komandan Insiden
atau Komando Terpadu
• Logistics Section Shift
Personil Bagian Logistik memberikan layanan dan dukungan untuk
manajemen insiden yang efektif dan efisien, termasuk memesan sumber
daya. Staf di bagian ini menyediakan fasilitas, keamanan (fasilitas dan
personel komando insiden), transportasi, persediaan, pemeliharaan peralatan
dan bahan bakar, layanan makanan, komunikasi dan dukungan TI, dan
layanan medis untuk personel insiden
• Finance/Administration Section Shift
Tanggung jawab staf Keuangan/Administrasi mencakup pencatatan waktu
personel, negosiasi sewa dan pemeliharaan kontrak vendor, administrasi
klaim, dan pelacakan serta analisis biaya insiden. Jika Komandan Insiden
atau Komando Terpadu menetapkan bagian ini, staf harus berkoordinasi erat
dengan Bagian Perencanaan dan Logistik untuk mencocokkan catatan
operasional dengan dokumen keuangan.

4. Analisis Risiko Bencana 5,6


Risiko bencana merupakan potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada
suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa
yang terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan
gangguan kegiatan masyarakat,Kajian risiko bencana adalah tata cara kerja terpadu
terhadap gambaran menyeluruh risiko bencana pada suatu daerah dengan melakukan
analisis pada tingkat ancaman, kerugian, dan kapasitas daerah.

Langkah awal dalam pengkajian risiko adalah mengenali bahaya atau ancaman yang
terjadi pada suatu wilayah. Semua bahaya atau ancaman yang ada dicatat kemudian
memperkirakan probabilitas dengan rincian sebagai berikut:
5 Pasti hampir dipastikan 30 – 99%
4 Kemungkinan besar 60 – 80 % terjadi tahun depan, atau sekali dalam
10 tahun mendatang
3 Kemungkinan terjadi 40 – 60 % terjadi tahun depan, atau sekali dalam
100 tahun
2 Kemungkinan kecil 20 – 40 % dalam 100 tahun
1 Kemungkinan sangat kecil hingga 20%

Apabila probabilitas diatas ditambah dengan perkiraan dampak jika bencana terjadi
maka perlu dilakukan pertimbangan terhadap beberapa faktor dampak antara lain jumlah
korban, kerugian harta benda, kerusakan sarana dan prasarana, cakupan luas wilayah
yang terkena bencana, dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan. Besaran dampak
tersebut dapat diberikan pembobotan sebagai berikut:
5 Sangat parah 80 – 99% wilayah hancur dan lumpuh total
4 Parah 60 – 80% wilayah hancur
3 Sedang 40 – 60% wilayah terkena rusak
2 Ringan 20 – 40% wilayah yang rusak
1 Sangat Ringan < 20% wilayah rusak

Pembobotan probabilitas dan dampak terhadap jenis ancaman bencana dapat ditampilkan
dengan model lain dengan tingkatan warna yang berbeda sebagai gambaran prioritas
jenis bencana yang harus segera ditangani terlebih dahulu. Gambaran jenis ancaman
bencana berdasarkan prioritas warna adalah sebagai berikut:
1 2 3 4 5
5
Tanah Banji 4
Longso r
r
PROBABILITAS Kekeringa 3
n
Angin 2
Putting
Beliung
Gempa 1
Bumi
diikuti
Tsunam
i

DAMPAK

Berdasarkan matriks diatas kita dapat memprioritaskan jenis ancaman bahaya yang perlu
ditangani. Ancaman dinilai tingkat bahayanya dengan skala (3-1)
1. Bahaya/ancaman tinggi nilai 3 (merah)
2. Bahaya/ancaman tinggi nilai 2 (kuning)
3. Bahaya/ancaman tinggi nilai 1 (hijau)

5. Manajemen logistik baik dalam medis dan non medis Disaster Incident
Command System7
Untuk penanggulangan akibat dari bencana diperlukan berbagai upaya dan
dukungan semua bentuk sumber daya, baik sumber daya manusia maupun
material penunjang lainnya. Pada bidang kesehatan selain sumber daya manusia
(SDM), juga sangat diperlukan, baik dalam periode emergency maupun non-
emergency, sarana penunjang pokok berupa logistik medis maupun non-medis
a. Logistik medis
• Obat-obatan
• Vaksinasi, pengendalian vector, kesehatan kerja dan kesehatan mental
• Sarana rehabilitasi dan perawatan kesehatan
• Membantu memproses dokumen korban tewas atau cidera akibat ICS
b. Logistik Non Medis
• Supply Unit: memproses dan mendistribusikan semua sumber daya dan
suplai yang diperlukan terkait dengan ICS
• Facilities Unit: menyediakan dan menyiapkan semua fasilitas yang
digunakan untuk mendukung Disaster Incident Command System seperti
layanan makanan, sanitasi dan tempat tidur
• Ground Support Unit: menyediakan, memelihara dan melayani transportasi
untuk mendukung operasi dalam ICS
• Communications Unit: memaksimalkan penggunakan peralatan komunikasi
dan memulihkan atau memperbaiki peralatan komunikasi pada ICS
• Food Unit: memberikan layanan makanan, menyediakan fasilitas memasask
dan menyajikan makanan di ICS

6. Pencatatan dan Pelaporan8


a. pencatatan pengelolaan logistik dan perlengkapan tanggap darurat dilakukan
oleh tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan dan keterampilan
sehingga hasilnya dapat dipertanggung jawabkan.
b. pelaporan dilakukan secara harian, mingguan atau bulanan yang meliputi
penerimaan, pemakaian dan sisa stock. Pelaporan ini merupakan bentuk
pertanggungjawaban masing-masing tingkat pelayanan kepada organisasi di
atasnya dan sebagai bahan evaluasi pelaksanaan kegiatan pengelolaan obat
dan perbekalan kesehatan di daerah bencana.
7. mengetahui dan memahami system rujukan disaster incident command
system9
Ada beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam alur rujukan yaitu:
a. Klasifikasi Fasilitas Kesehatan
Rumah Sakit Umum Provinsi dengan klasifikasi B sebagai rujukan bagi
Rumah Sakit Umum Kabupaten/Kota dengan klasifikasi C atau D atau
sarana kesehatan lain, termasuk Rumah Sakit Angkatan Darat, Rumah Sakit
Bhayangkara dan Swasta di Provinsi. Rumah Sakit Umum Daerah
Kabupaten/Kota kelas C yang telah mempunyai 4 spesialis dasar dapat
menjadi tujuan rujukan dari Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten /Kota
kelas D terdekat yang belum mempunyai spesialisasi yang dituju dan
Puskesmas. Puskesmas sebagai tujuan rujukan utama Puskesmas Pembantu,
Polindes/ Poskesdes dan masyarakat di wilayahnya.
b. Lokasi / Wilayah Kabupaten/Kota
Berdasarkan hasil pemetaan wilayah rujukan masing-masing
Kabupaten/Kota, tujuan rujukan bisa berdasarkan lokasi geografis sarana
pelayanan kesehatan yang lebih mampu dan terdekat.
c. Koordinasi unsur-unsur pelaksana Teknis
Unsur-unsur pelaksana teknis rujukan lain sebagai sarana tujuan rujukan
yang dapat dikoordinasikan di tingkat Provinsi Nusa Tenggara Barat, antara
lain: Balai Laboratorium Kesehatan Masyarakat (BLKM), Rumah Sakit
Jiwa (RS Jiwa), Balai Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM), Kantor
Kesehatan Pelabuhan (KKP).
system rujukan10
system manajemen bencana dibedakan menjadi 2:
1. Sistem Manajemen Bencana Intra Hospital meliputi:
a. Manajemen alur pasien dan triage, mulai dari IGD, kamar operasi hingga ruang perawatan
dan juga sistem rujukan ke luar RS.
b. Sistem mobilisasi sumber daya manusia, dokter, perawat dan nakes lainnya
c. Sistem pasokan dan mobilisasi logistik serta penunjang.
d. Luwesnya perubahan sistem quality control mutu pelayanan yang bisa bergeser cepat dari
konsep mutu excellent ke arah konsep mitigasi dalam situasi serba terbatas.

2. Sistem Manajemen Bencana Extra Hospital merupakan manajemen bencana komunitas atau
wilayah. Sistem manajemen bencana extra hospital meliputi:
A. Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT). Sistem ini memerlukan bukan
hanya sistem data IT dan komunikasi tetapi juga perlu ada "Host" atau komandan berupa
medical director yang memiliki kemampuan Triase Bencana (Disaster Triage). Jadi fungsi
SPGDT sejatinya:
a) Menerima, memilah rujukan pasien berdasarkan derajat keparahannya lalu memilihkan
RS yang sesuai levelnya.
b) Melakukan Triase Bencana (Disaster Triage) pada saat bencana.
B. Sistem Ambulans
1. Ambulans sebagai ranah medis: konsepnya ambulans merupakan bagian dari layanan
medik, perluasan IGD (Extended Emergency Room). Ambulans ini akan sangat
membantu dalam kondisi bencana dan mass casualties karena memiliki medical director
dan komandan yang akan memimpin proses triase dan rujukan.
2. Ambulans sebagai ranah sosial: konsepnya ambulans sebagai bagian dari kegiatan
sosial sehingga bisa dimiliki oleh siapa saja tanpa ada standarisasi layanan medis dan
petugas tidak memiliki SIP. BPJS tidak bisa menanggung pembiayaan ambulans karena
bukan ranah layanan medis dan sehingga sistem ini membuat layanan medis tidak
paripurna dan terputus. Pada kondisi bencana, sistem ini akan membuat ambulans
bergerak sendiri-sendiri tanpa ada koordinasi dan komando.

8. penambahan tenaga kesehatan11


Untuk melaksanakan operasi Penanggulangan Krisis Kesehatan, dibutuhkan beberapa jenis tim teknis
yang memiliki spesifikasi dan kualifikasi sesuai target yang diharapkan yaitu:
1. Tim Medis Darurat (Emergency Medical Team/EMT)
Tim tersebut bisa berisi tenaga kesehatan dari kalangan pemerintah (sipil dan militer) dan dari
kalangan masyarakat (akademisi, dunia usaha, organisasi non pemerintah), dan juga bisa
terdiri dari tenaga kesehatan lokal, nasional, dan internasional.
2. Tim Respon Cepat Kesehatan Masyarakat (Public Health Rapid Response Team /PHRRT)
Merupakan salah satu EMT tipe Specialist cell. Tim ini bertugas untuk mengendalikan faktor
risiko yang mungkin terjadi selama situasi Krisis Kesehatan, maka dibutuhkan tim PHRRT
untuk dapat merespon permasalahan kesehatan masyarakat yang mencakup:
a) Pencegahan dan pengendalian penyakit
b) Penyehatan lingkungan
c) Penanganan gizi darurat
d) Penanganan kesehatan resproduksi
e) Dukungan psikososial
f) Promosi kesehatan
3. Tim Kaji Cepat Masalah Kesehatan (Rapid Health Assessment Team/Tim RHA)
Dalam rangka menganalisis potensi atau situasi Krisis Kesehatan yang terjadi, diperlukan tim
RHA yang terdiri dari tenaga teknis dari lintas program terkait yang akan memberikan
laporan dan rekomendasi untuk tindak lanjut penanggulangan. Secara umum tim RHA
dapat diturunkan dalam fase:
a) Siaga darurat
b) Tanggap Darurat
c) Transisi ke Pemulihan Darurat
9. Alur Kerjasama Internal dan Ekternal (Bidang Kesehatan) Dalam
Penanganan Bencana Alam12

Dalam melaksanakan penanggulangan bencana di daerah atau lokasi bencana dan


pengungsian akan memerlukan koordinasi dengan berbagai sektor. Secara garis
besar dapat diuraikan peran lintas sektor sebagai berikut:
a) Sektor Pemerintahan, mengendalikan kegiatan pembinaanpembangunan
daerah.
b) Sektor Kesehatan, merencanakan pelayanan kesehatan dan medik
termasuk obat-obatan dan para medis
c) Sektor Sosial, merencanakan kebutuhan pangan, sandang, dan kebutuhan
dasar lainnya untuk para pengungsi
d) Sektor Pekerjaan Umum, merencanakan tata ruang daerah, penyiapan
lokasi dan jalur evakuasi, dan kebutuhan pemulihan sarana dan prasarana.
e) Sektor Perhubungan, melakukan deteksi dini dan informasi
cuaca/meteorologi dan merencanakan kebutuhan transportasi dan
komunikasi.
f) Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral, merencanakan dan
mengendalikan upaya mitigatif di bidang bencana geologi dan bencana
akibat ulah manusia yang terkait dengan bencana geologi sebelumnya.
g) Sektor Tenaga Kerja dan Transmigrasi, merencanakan pengerahan dan
pemindahan korban bencana ke daerah yang aman bencana.
h) Sektor Keuangan, penyiapan anggaran biaya kegiatan penyelenggaraan
penanggulangan bencana pada masa prabencana
i) Sektor Kehutanan, merencanakan dan mengendalikan upaya mitigatif
khususnya kebakaran hutan/lahan
j) Sektor Lingkungan Hidup, merencanakan dan mengendalikan upaya yang
bersifat preventif, advokasi, dan deteksi dini dalam pencegahan bencana.
k) Sektor Kelautan merencanakan dan mengendalikan upaya mitigatif di
bidang bencana tsunami dan abrasi pantai.
l) Sektor Lembaga Penelitian dan Peendidikan Tinggi, melakukan kajian
dan penelitian sebagai bahan untuk merencanakan penyelenggaraan
penanggulangan bencana pada masa pra bencana, tanggap darurat,
rehabilitasi dan rekonstruksi.
m) TNI/POLRI membantu dalam kegiatan SAR, dan pengamanan saat
darurat termasuk mengamankan lokasi yang ditinggalkan karena
penghuninya mengungsi. Selain pengelolaan yang di laksanakan oleh
pemerintah, Peran dan Potensi Masyarakat sangat memiliki potensi dalam
menekan efek dan risiko keparahan bencana ikutan.
2.7. Kesimpulan
Berdasarkan skenario diatas yaitu terjadinya krisis kesehatan di Puskesmas X dimana
puskesmas tersebut chaotic karena harus melayani pasien korban bencana banjir yang
overload, dimana pasien yang datang ke puskesmas melebihi kapasitas puskesmas tersebut,
sehingga memerlukan bantuan eksternal berupa tenaga kesehatan atau relawan, logistic medis
dan non-medis, agar pelayanan kesehatan menjadi optimal. Dalam menghadapi
kegawatdaruratan bencana seperti ini, puskesmas dapat menggunakan Incident Command
System (ICS) sebagai referensi. ICS adalah model perangkat untuk komando, pengendalian
dan koordinasi tindakan penanggulangan dan mengkoordinir usaha-usaha dalam menghadapi
suatu insiden. ICS terbagi menjadi 2 bidang yaitu command staff dan general staff.
Adanya ICS ini dapat membantu dalam penanganan kegagawatdaruratan bencana
seperti analisi risiko bencana, manajemen logistics, manajeman pencatatan dan pelaporan
pelayanan kesehatan, sistem rujukan korban bencana, sistem permohonan bantuan kesehatan,
serta kerja sama internal dan eksternal di bidang kesehatan saat terjadi bencana.
2.8. Daftar Pustaka
1. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Kebijakan dan Strategi Kemenkes
dalam penanggulangan krisis kesehatan.
2. Kemenkes RI. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 75 Tahun 2019 tentang
Penanggulangan Krisis Kesehatan. 2019.
3. Federal Emergency Management Agency. (2008). Incident Command System,
National Incident Management System.
4. Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 2016. Peraturan Kepala Badan
Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 3 tahun 2016.
5. Perka BNBP No. 8 tahun 2008
6. Perka BNBP No. 02 tahun 2012
7. Federal Emergency Management Agency. (2008). Incident Command System,
National Incident Management System.
8. Kemenkes RI. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 75 Tahun 2019 tentang
Penanggulangan Krisis Kesehatan. 2019.
9. KEPUTUSAN KEPALA DINAS KESEHATAN PROVINSI NTB NOMOR :
445 / 20 /Yankesdas & Rujukan/ I/ 2011.
10. Prabowo, Yogi. (2021). Sistem Manajemen Bencana (Sudut Pandang Kesehatan.
Medical Emergency Rescue Committee. https://mer-c.org/siaran-pers/sistem-manajemen-
bencana-sudut-pandang-kesehatan diakses pada 2 Juni 2022
11. PERMENKES RI No 75 Tahun 2019 Tentang Penanggulangan Krisis Kesehatan.
12. H. Achmad, O. Aidil. Bahan Ajar Kesehatan Lingkungan: Manajemen Bencana.
Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan: Badan Pengembangan dan
Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia. Edisi Tahun 2017.

Anda mungkin juga menyukai