Anda di halaman 1dari 72

MODUL MATA PELATIHAN INTI I

SURVEILANS EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR


POTENSIAL KLB DAN WABAH
PELATIHAN PENANGGULANGAN KLB DAN WABAH UNTUK TIM
GERAK CEPAT (TGC) DI PUSKESMAS

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
DIREKTORAT JENDERAL PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT
DIREKTORAT SURVEILANS DAN KARANTINA KESEHATAN
2020
DAFTAR ISI

I. DESKRIPSI SINGKAT........................................................................... 1

II. TUJUAN PEMBELAJARAN .................................................................. 1

III. MATERI POKOK DAN SUB MATERI POKOK...................................... 1

IV. METODE ............................................................................................... 2

V. MEDIA DAN ALAT BANTU ................................................................... 2

VI. LANGKAH – LANGKAH PEMBELAJARAN ......................................... 3

VII. URAIAN MATERI .................................................................................. 4

MATERI POKOK 1 DASAR – DASAR EPIDEMIOLOGI ....................... 4

MATERI POKOK 2 KONSEP SURVEILANS EPIDEMIOLOGI.............. 22

VIII. REFERENSI .......................................................................................... 61

IX. LAMPIRAN ............................................................................................. 63

i
MODUL MATA PELATIHAN INTI I
SURVEILANS EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR
POTENSIAL KLB DAN WABAH

I. DESKRIPSI SINGKAT
Penyakit Menular adalah penyakit yang dapat menular ke manusia yang
disebabkan oleh agen biologi, antara lain virus, bakteri, jamur, dan parasit.
Penyakit menular sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat yang dapat menimbulkan kesakitan, kematian, dan kecacatan yang
sangat tinggi, sehingga perlu dilaksanakan upaya pencegahan dan
pengendalian yang efektif dan efisien.
Surveilans penyakit menular adalah pengumpulan dan analisis informasi
yang berkaitan dengan penyakit menular pada populasi secara sistematis,
terus-menerus, dan distribusi informasi secara tepat-waktu untuk
mendukung pengambilan keputusan terkait kesehatan yang cepat dan tepat.
Surveilans merupakan kebutuhan dasar dalam program pengendalian dan
pemberantasan penyakit menular baik ditingkat global, nasional, regional
maupun tingkat zona, kompartemen dan peternakan.
Langkah-langkah dari kegiatan surveilans adalah pengumpulan data
kesakitan penyakit menular, pengolahan, penyajian dan analisis epidemiologi,
interpretasi data, desiminasi dan penyebarluasan informasi.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Hasil Belajar
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan surveilans penyakit
menular potensial KLB dan Wabah.
B. Indikator Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta dapat:
a) Menjelaskan dasar-dasar epidemiologi
b) Menerapkan dasar-dasar Surveilans Epidemiologi
c) Menjelaskan jenis, penyakit menular berdasarkan pola penularan
d) Melakukan respon tindakan/penanggulangan
e) Melakukan deteksi dini KLB

1
III. MATERI POKOK DAN SUB MATERI POKOK
A. Dasar dasar Epidemiologi
1. Pengertian
2. Riwayat Alamiah Penyakit
3. Ukuran -ukuran Epidemiologi
B. Dasar-dasar Surveilans Epidemiologi:
1. Pengertian Surveilans
2. Kegunaan surveilans
3. Langkah-langkah surveilans
4. Sumber data, jenis data dan alur, serta tata cara pelaporan
5. Pengumpulan, pengolahan, analisis data, diseminasi informasi
6. Kelengkapan dan ketepatan laporan
C. Jenis/kelompok penyakit berdasarkan pola penularan
1. Potensi Penularan Penyakit potensila KLB dan wabah
2. Mekanisme penularan penyakit potensial KLB dan wabah
D. Respon Tindakan/Penanggulangan
E. Deteksi Dini KLB
1. Konsep Kewaspadaan Dini
2. Kajian sistematis berbagai jenis penyakit potensial KLB
3. Peringatan kewaspadaan dini KLB untuk jangka pendek atau jangka
Panjang

IV. METODE
A. Curah Pendapat
B. Ceramah Tanya Jawab
C. Diskusi kelompok

V. MEDIA DAN ALAT BANTU


A. Bahan Tanyang
B. Modul
C. Laptop
D. LCD
E. Panduan diskusi kelompok

2
VI. LANGKAH – LANGKAH PEMBELAJARAN
Agar proses pembelajaran dapat berhasil secara efektif, maka perlu disusun
langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut :
A. Langkah 1 : Pengkondisian Peserta
1. Fasilitator memulai kegiatan dengan melakukan bina suasana di kelas.
2. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat.
3. Apabila belum pernah menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan
memperkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, instansi
tempat bekerja dan tujuan pembelajaran yang akan disampaikan.
4. Menggali pendapat peserta (apersepsi) meggunakan meta plan tentang
Surveilans Penyakit Menular Potensial KLB dan Wabah

B. Langkah 2 : Pembahasan Per Mata Pelatihan


1. Menjelaskan Konsep Surveilans Epidemiologi
2. Membagi Kelompok peserta menjadi 5 kelompok untuk mengerjakan
Latihan/penugasan 1 : Perhitungan Ukuran-ukuran Epidemiologi
3. Menjelaskan Langkah-langkah Surveilans Epidemiologi
4. Menjelaskan Sumber Data, Jenis Data dan Alur serta Tata-Cara
Pelaporan
5. Menjelaskan Pengumpulan, Pengolahan, Analisis Data dan Diseminasi
Informasi.
6. Menjelaskan Kelengkapan, Ketepatan dan Kebenaran Laporan.
7. Membagi Kelompok peserta menjadi 5 kelompok (atau kelompok yang
sama) untuk mengerjakan Latihan/penugasan 2 : Pengumpulan,
Pengolahan, Analisis Data dan Diseminasi Informasi. Menggunakan data
set yang tersedia.
8. Menjelaskan SKD-KLB Penyakit dan Keracunan
9. Menjelaskan tentang penyakit potensial KLB
10. Mengajukan pertanyaaan apa yang belum dipahami oleh peserta
11. Membagi Kelompok peserta menjadi 5 kelompok (atau kelompok yang
sama) untuk mengerjakan Latihan/penugasan 3 : melakukan latihan
SKD-KLB

3
C. Langkah 3 : Evaluasi dan Rangkuman
1. Merangkum dan menjelaskan kembali hal-hal yang harus dipahami dalam
Surveilans Epidemiologi Penyakit menular dan Keracunan Pangan
2. Menutup materi dengan mengucapkan terima kasih dan mengucapkan
salam

D. Langkah 4: Kolaborasi koordinasi dan Kerjasama Tim TGC


Bergabung dalam tim untuk melakukan simulasi bersama (sesuai jadwal
materi Kerjasama Tim)

Sumber: https://pacetwhitewaterrafting.wordpress.com/2014/04/02/kerjasama-tim

VII. URAIAN MATERI


MATERI POKOK 1
DASAR – DASAR EPIDEMIOLOGI
1. Pengertian
a. Pengertian Epidemiologi
Epidemiologi adalah studi distribusi dan determinan kesehatan yang
terkait keadaan atau peristiwa dalam populasi tertentu, dan aplikasi
studi ini untuk mengendalikan masalah kesehatan (Last, 1988).
Studi epidemiologi dibagi menjadi dua kategori: yaitu (1)
epidemiologi deskriptif; dan (2) epidemiologi analitik.
b. Epidemiologi Deskriptif
Epidemiologi deskriptif bertujuan mendeskripsikan distribusi, pola,
kecenderungan, perjalanan, dan dampak penyakit menurut
karakteristik populasi, letak geografis, dan waktu. Epidemiologi

4
deskriptif mempelajari penyebaran penyakit menurut orang (person),
tempat (place), dan waktu (time).
Tujuan dari studi epidemiologi deskriptif:
1) Untuk dapat menggambarkan karakteristik distribusi penyakit atau
masalah kesehatan lainnya pada sekelompok orang atau
populasi
2) Untuk dapat memperhitungkan besar dan pentingnya masalah
kesehatan pada populasi
3) Untuk dapat mengidentifikasi dugaan faktor “determinant” atau
faktor risiko timbulnya penyakit atau masalah kesehatan yang
dapat menjadi dasar menformulasikan hipotesa

Manfaat epidemiologi deskriptif adalah:


1) Memberikan masukan untuk perencanaan dan alokasi sumber
daya kesehatan tentang penyebaran dan kecenderungan
penyakit di suatu populasi tertentu
2) Memberikan petunjuk awal untuk perumusan hipotesis bahwa
suatu paparan adalah faktor risiko penyakit.

Dua kategori epidemiologi deskriptif berdasarkan unit pengamatan


dan/atau unit analisis: (1) populasi; dan (2) individu. Studi
epidemiologi deskriptif yang mengamati populasi mencakup:
1) Studi ekologis
2) Time series
Sedangkan studi epidemiologi deskriptif yang mengamati individu
mencakup:
1) Laporan kasus (case report)
2) Case series
Termasuk dalam studi deskriptif adalah surveilans.
Epidemiologi deskriptif diharapkan mampu menjawab pertanyaan
mengenai faktor Who, Where, When.

Faktor Who, Where, When disebut sebagai variabel Epidemiologi


deskriptif yaitu : (1) variable orang, (2) Variabel waktu, (3) Variabel
tempat.

5
1) Variabel Orang
Yang dimaksud variable orang adalah karakteristik individu yang ada
kaitannya dengan pemaparan atau kerentanan terhadap suatu
penyakit. Karakteristik – karakteristik yang ada pada variable orang
antara lain: umur, jenis kelamin, agama, etnik grup, pekerjaan,
pendidikan, social ekonomi, dll

2) Variabel Waktu
Berdasarkan skala waktu perubahan frekuensi penyakit / masalah
kesehatan menurut waktu dapat dibagi menjadi tiga:
a) Variasi jangka panjang yang disebut “secular trend”, yaitu
perubahan frekuensi penyakit atau masalah kesehatan lainnya
yang terjadi dalam jangka waktu yang lama, bertahun – tahun,
puluhan tahun.
b) Fluktuasi frekuensi penyakit atau masalah kesehatan yang terjadi
secara periodik disebut juga perubahan siklik
c) Fluktuasi frekuensi penyakit / masalah kesehatan yang terjadi
secara singkat seperti epidemi.

3) Variabel Tempat
Variabel tempat mendeskrisikan dimana penyakit/masalah kesehatan
terjadi yang berhubungan dengan geografi. Metode analisis yang
digunakan dapat membuat peta pola penyakit dan membuat
perbandingan antara area geografi dalam bentuk tabel, grafik, dan
diagram.
Hubungan lokasi dengan penyakit dapat digunakan sebagai dasar
hipotesis etiologi penyakit. Tujuan lainnya untuk membantu manager
pelayanan kesehatan di dalam mengidentifikasi daerah yang
bermasalah.
Untuk menganalisa perubahan frekuensi penyakit / masalah
kesehatan berdasarkan tempat dapat dibandingkan sebagai berikut:
a) Berdasarkan perbandingan secara internasional atau antar negara;
misalanya variasi dan ketepatan diagnosis sistem pelaporan
b) Perbandingan dalam negara (perbandingan data penyakit antara
satu provinsi dengan provinsi lainnya, antar kabupaten / kota)

6
c) Perbandingan antara urban dan rural (kepadatan penduduk, suplai
air, tingkat industrialisasi, sanitasi lingkungan, tingkat pendidikan,
dll).
d) Perbandingan antar tempat (batas alamiah: iklim, temperatur,
pantai, pegunungan, persawahan, tambak)

c. Epidemiologi Analitik
Epidemiologi analitik bertujuan untuk:
1) Menjelaskan faktor – faktor risiko dan kausa penyakit.
2) Memprediksi kejadian penyakit.
3) Memberikan saran strategi intervensi yang efektif untuk pengendalian
penyakit.
Prinsip analisis dalam studi epidemiolgi analitik adalah membandingkan
risiko terkena penyakit antara dua atau lebih kelompok dengan
menggunakan suatu desain studi, misalnya: studi kasus kontrol, studi
kohor, eksperimen terandomisasi, dan studi laboratorium. Analisis
tersebut memungkinkan pengujian hipotesis kausal.

Gambar 1.
Ringkasan Studi Epidemiologi

d. Konsep Penyebab Penyakit (Host – Agent – Lingkungan)


Model penyebab penyakit yang paling sederhana dapat digambarkan
dengan model segitiga epidemiologis. Segitiga tersebut mencakup tiga
hal; Agent, host / pejamu dan lingkungan yang menyatukan Agent dan
host. Di dalam model ini, penyakit muncul sebagai akibat dari interaksi
anatara Agent dan host yang rentan di dalam lingkungan yang
mendukung perpindahan Agent dari sumber kepada host.

7
Gambar 2. Triad Epidemiologis

a. Faktor Agent
Agent penyebab penyakit menular dapat berupa organisme (virus,
bakteri, rickettsia, protozoa, cacing, fungus atau arthopoda) atau juga
dapat berupa Agent fisik atau kimiawi (toxin atau racun), maupun
eksposure berupa sosial.
Bila Agent berupa organisme, maka Agent membutuhkan untuk
melakukan multifikasi untuk dapat bertransmisi ataupun
bertahan/survival. Multifikasi Agent organisme dengan dua metode,
yaitu reproduksi aseksual dan reproduksi seksual.
Agent organisme dapat survive dengan cara menemukan host yang
cocok
Untuk memperpanjang masa hidup Agent organisme melalui
beberapa metode, yaitu:
• Reservoir adalah habitat alamiah dari sebuah Agent infeksius
yang dapat meliputi manusia, binatang/vektor dan sumber –
sumber lingkungan (air, tanah).
• Persistence, digunakan oleh parasit sebagai upaya survive
dengan cara membentuk fase – fase yang bersifat spesial/khusus
sehingga tahan terhadap kondisi lingkungan yang merugikan atau
membahayakan Agent.
• Latency, adalah tahapan Agent berada pada masa tidak
memberikan efek infeksius terhadap host baru
• Vektor, dengan memanfaatkan ada vektor, Agent dapat survive
dengan berpindah dari satu host ke host lainnya. Vektor juga dapat
dikategorikan sebagai bagian dalam proses transmisi.
• Intermediate host, beberapa jenis parasit membutuhkan host
perantara dalam tahapan perkembangannya, hingga dapat cukup
untuk menginvasi target akhir hostnya.

8
Jika Agent dapat bertahan dan mengifeksi host baru, maka Agent
akan memimbulkan reaksi atau kesakitan pada host. Reaksi
tergantung pada respon host dan Agent. Effek yang ditimbulkan oleh
Agent meliputi:
• Infeksi, adalah masuk dan berkembangnya atau bermultifikasinya
sebuah Agent yang infeksius di dalam host.
• Infeksivitas, adalah kemampuan dari Agent untk menginvasi dan
memproduksi infeksi dalam host.
• Dosis infektif dari sebuah Agent, adalah jumlah yang dibutuhkan
untuk menimbulkan infeksi pada subjek – subjek yang rentan.
• Patogenitas Agent, adalah kemampunnya dalam menghasilkan
penyakit, yang dapat diukur berdasarkan rasio dari jumlah orang –
orang yang menderita penyakit klinik terhadap jumlah dari orang –
orang yang terpapar terhadap infeksi.
• Virulensi, adalah ukuran tentang tingkat keganasan penyakit,
yang hal itu dapat bervariasi dari rendah hingga amat tinggi. Jika
virus telah dilemahkan di dalam laboratorium dan mempunyai
virulensi yang rendah, maka berarti virus dapat digunakan untuk
imunisasi, misalnya pada virus poliomielitis.
b. Faktor Manusia / Host
Faktor host merupakan faktor intrinsik yang mempengaruhi paparan
individual, kerentanan atau respons terhadap Agent pembawa penyakit.
Faktor yang mungkin mempengaruhi paparan individual diantaranya
adalah: umur, gender, perilaku (rokok, penyalahgunaan obat, gaya
hidup, pola makan, kegiatan seksual, kontasepsi, dll). Sedangkan faktor
yang mempengaruhi kerentanan dan respon terhadapa Agent pembawa
penyakit adalah: umur, komposisi genetik, keadaan gizi dan imunitas,
struktur anatomi, keberadaan penyakit dan pengobatan, dan sejarah
psikologis.
c. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan merupakan faktor eksternal yang mempengaruhi
agent dan host dan kesempatan untuk menjadi paparan. Pada
umumnya, faktor lingkungan meliputi faktor fisik seperti geologi dan iklim;
faktor biologis seperti vektor serangga yang menyampaikan agent, dan

9
faktor sosioekonomi seperti kepadatan hunian, sanitasi dan ketersediaan
layanan kesehatan.
Faktor agent, host , dan lingkungan saling berhubungan dengan
berbagai cara yang kompleks sehingga dapat memyebabkan penyakit
pada manusia. Satu penyakit yang berbeda dihasilkan dari
keseimbangan dan interaksi yang berbeda pula diantara ketiga
komponen tersebut.

Gambar 3. Hubungan Host – Agent - Lingkungan

Keaadan berpenyakit (gambar 3): karena jumlah agent bertambah


banyak sehingga timbul penyakit pada host.
Gambar 4. Hubungan Host – Agent – Lingkungan

Keadaan berpenyakit (gambar 4): karena kerentanan host bertambah


berat (daya tahan tuhbuh berkurang) sehingga timbul penyakit

Gambar 5. Hubungan Host – Agent - Lingkungan

10
Keadaan berpenyakit (gambar 5) : karena agent bertambah banyak
disebabkan kondisi perubahan lingkungan yang memicu bertambahnya
agent.
Gambar 6. Hubungan Host – Agent – Lingkungan

Keadaan berpenyakit (gambar 6): karena Kerentanan (suseptibel) host


bertambah berat karena perubahan lingkungan.
Model segitiga Agent – Host – Lingkungan tersebut menjelaskan bahwa
sakit pada seseorang adalah hasil interaksi dari agent, host dan
lingkungan. Agent penyakit bergerak pindah keluar dari host (sumber
penyakit) melalui jalan keluar (portal mininggalkan host ), kemudian
melalui berbagai cara penularan, agent penyakit masuk ke dalam tubuh
host baru yang rentan melalui pintu masuk (portal masuk ke host ).

Ada 6 (enam) unsure penting dalam rantai penularan penyakit


menular, yaitu:
1) Agent (penyebab)
2) Reservoir dari agent
3) Portal dari agent untuk meninggalkan host
4) Cara penularan (tansmisi) dari agent ke host baru
5) Portal dari agent masuk ke host yang baru
6) Kerentanan host.
Transmisi ini dapat terjadi secara langsung atau tidak langsung.
Transmisi secara langsung merupakan pemindahan dari agent infeksius
yang berasal dari host yang terinfeksi atau reservoir ke suatu tempat
yang tepat, yang mengakibatkan terjadinya infeksi pada manusia.
Contoh transmisi secara langsung:
1) Sentuhan / rabaan
2) Ciuman
3) Hubungan kelamin

11
4) Kontak yang lainnya (Kelahiran bayi, prosedur medis, injeksi obat,
menyusui bayi)
5) Penularan melalui udara, jarak pendek (melalui droplet bersin)
6) Transfusi darah
7) Transplasental
Transmisi tidak langsung adalah penularan melalui vehikel, penularan
melalui vektor atau penularan melalui udara.
Contoh transmisi secara tidak langsung:
1) Penularan melalui perantara (makanan yang terkontaminasi, air,
handuk, alat – alat pertanian, dsb)
2) Penularan melalui vektor (serangga, tikus, dll)
3) Penularan melalui udara jarak jauh (debu, droplet)
4) Paranteral (suntikan dengan menggunakan jarum injeksi yang
terkontaminasi)

2. Riwayat Alamiah Penyakit


Riwayat alamiah penyakit adalah perkembangan proses penyakit pada
seseorang individu yang terjadi secara berkelanjutan, tanpa adanya
intervensi.
Memahami riwayat alamiah penyakit akan sangat membantu petugas
surveilans dalam menunjang strategi pemantauan dan pengendalian
penyakit di wilayahnya baik dalam situasi normal ataupun dalam situasi
KLB.
Tiap penyakit mempunyai perjalanan alamiah masing – masing. Riwayat
alamiah penyakit terdiri dari empat fase, yaitu: (1). Fase rentan; (2). Fase
Subklinis; (3). Fase Klinis; (4). Fase penyembuhan , cacat, dan kematian
(Terminal).

12
Gambar 7.
Riwayat Alamiah Penyakit dan Level Pencegahan

Sumber: Gerstman, 2003

a. Fase Rentan
Adalah tahap berlangsungnya proses etiologis, dimana “faktor penyebab
pertama” untuk pertama kalinya bertemu dengan penjamu / host dan
belum menimbulkan penyakit.
Faktor penyebab pertama yang dimaksud adalah faktor risiko. Faktor
risiko adalah faktor yang kehadirannya meningkatkan probabilitas
kejadian penyakit sebelum fase subklinis.

Menurut Last (2001), faktor risiko adalah perilaku gaya hidup, paparan
lingkungan (fisik, biologi, sosial, kultural);karakteristik bawaan maupun
keturunan, yang berdasarkan bukti – bukti epidemiologis diketahui
memiliki hubungan dengan penyakit dan kondisi kesehatan, sehingga
dipandang penting untuk dilakukan pencegahan.
Contoh:
Balita yang tidak mendapatkan vaksinasi MR pada populasi yang
berkelompok akan meningkatkan kerentanan untuk kejadian kasus
campak ataupun rubella.
Faktor risiko dapat dibagi menjadi faktor risiko tetap dan faktor risiko
berubah.
Contoh faktor risiko yang dapat berubah yaitu: jenis pekerjaan,
kebiasaan makan, kebiasaan merokok, konsumsi narkoba, konsumsi
garam, pola tidur/istirahat, dll.

13
Contoh faktor risiko tetap, diantaranya yaitu: jenis kelamin, ras, riwayat
keluarga, umur, dll.

b. Fase Subklinis
Fase subklinis atau fase pre-simptomatis adalah tahap berlangsungnya
proses perubahan patologis yang diakhiri dengan keadaan irreversibel
(yaitu, manifestasi penyakit tak dapat dihindari lagi). Pada fase ini belum
terjadi manifestasi penyakit, tetapi telah terjadi tingkat perubahan
patologis yang siap dideteksi tanda & gejalanya pada tahap berikutnya.
contoh: perubahan aterosklerosis arterio koronaria sebelum seseorang
memperlihatkan tanda dan gejala PJK, perubahan malignasi jaringan,
dsb.

c. Fase Klinis
Adalah tahap dimana perubahan patologis pada organ telah cukup
banyak, sehingga tanda dan gejala penyakit mulai dapat dideteksi dan
telah terjadi manifestasi klinis penyakit. Pada fase klinis ini juga
dipengaruhi oleh faktor pejamu, akses terhadap pelayanan kesehatan,
dan kecermatan diagnosa klinis yang menangani pasien.

Gambar 8.
Fenomena Gunung Es

Pada fenomena gunung es, dapat digambarkan bahwa fenomena kasus


penyakit yang terlaporkan atau terdeteksi oleh fasilitas pelayanan

14
kesehatan layaknya gunung es. Artinya masih banyak kasus lainnya
yang belum terdeteksi / tidak berobat ke fasilitas pelayanan kesehatan.

d. Fase Terminal/Recovery (penyembuhan , cacat, dan kematian)


Adalah tahap dimana mulai terlihat akibat dari penyakit, yaitu menjadi
sembuh spontan, sembuh dengan terapi, remisi (kambuh), perubahan
berat penyakit, cacat, atau kematian.
Beberapa istilah yang digunakan dalam riwayat alamiah penyakit
diantaranya, yaitu:
 Susceptible / Rentan : seseorang yang mampu terkena penyakit
 Masa Inkubasi : adalah periode mulai dari paparan Agent sampai
timbul gejala pertama kali. Masa inkubasi penyakit sangat bervariasi,
ada penyakit dengan masa inkubasi sangat singkat dalam hitungan
detik, menit atau jam hingga masa inkubasi dalam hitungan hari,
minggu atau tahunan.
 Periode laten : adalah peride antara mulai terjadi paparan sampai
pada titik ketika host dapat menularkan / infeksius
 Masa infeksi: adalah periode ketika host mampu menularkan
penyakit
 Periode simptomatik : periode ketika host menunjukan gejala dan
tanda penyakit.
 Carriers adalah seseorang yang tidak menunjukkan manisfestasi
dari penyakitnya, tetapi dapat menyebarkan Agent infeksiusnya.
Tiga tipe carriers, yaitu: asymtomatik, prodormal karier, konvalesen
karier.

3. Ukuran Dasar Epidemiologi (Pengukuran Penyakit Dan Gambaran


Penyakit)
Ukuran – ukuran yang digunakan dalam epidemiologis yaitu: (1) Tipe
kuantitas matematis dan (2) Tipe kuantitas epidemiologis.
a. Tipe Kuantitas Matematis
1) Tanpa denominator
Hitungan (enumerasi) atau angka mutlak
Contoh:
Jumlah kasus campak usia <1 tahun sebanyak: 10 kasus

15
Jumlah kasus keracunan pangan :25 orang
Jumlah balita: 500 balita

2) Dengan denominator
a) Proporsi
Proporsi adalah suatu perbandingan dimana pembilang (numerator)
selalu merupakan bagian dari penyebut (denominator). Proporsi
digunakan untuk melihat komposisi suatu variabel dalam
populasinya. Apabila angka dasar (konstanta) yang dipakainya
adalah 100, maka disebut prosentase.
Rumus:
X
X 100%
X+Y
Contoh:
Jumlah kasus TB wanita = 30
Jumlah kasus TB laki – laki = 70
Jumlah kasus TB wanita
X 100%
Jumlah kasus TB (wanita+pria)
Proporsi kasus TB wanita nya adalah:
30 / 100 x 100% = 30%

b) Rate
Rate adalah ukuran proporsi yang memasukkan unsur periode waktu
pengamatan dalam denominatornya; sehingga ditulis a / [a+b) x
(waktu)].
Rate disebut juga laju. Rate adalah perbandingan antara jumlah suatu
kejadian terhadap jumlah penduduk yang mempunyai risiko terhadap
kejadian tersebut menyangkut interval waktu.
Rate digunakan untuk menyatakan dinamika atau kecepatan kejadian
tertentu dalam suatu masyarakat tertentu pula.

Contoh:
Pada tahun 2004, ada 100 kasus demam berdarah di suatu kota yang
berpenduduk 1.250.000 orang. Berapa rate kasus demam berdarah di
kota itu ?

16
Rate 
 kasus 
100 kasus

1 kasus
 Populasi 1.250.000 orang 12500 orang

Rate demam berdarah  8 kasus per 100.000 orang

c) Ratio
Ratio merupakan perbandingan antara dua kejadian dimana antara
numerator dan denominator tak ada sangkut pautnya
Contoh:
1) Sex ratio penduduk pria terhadap wanita, misalnya:
Jumlah Penduduk Laki-laki = 120.000 orang
Jumlah Penduduk wanita = 125.000 orang
Berarti rasionya adalah: 120.000 / 125.000 = 0,96 (artinya rasio
penduduk laki – laki dengan penduduk perempuan hampir seimbang
(mendekati angka 1).
2) Ratio tenaga kesehatan epidemiolog terhadap jumlah penduduk

b. Tipe kuantitas epidemiologis


Tipe kuantitas epidemiologis dibagi menjadi 3 ukuran, yaitu: (1) Ukuran
Frekuensi penyakit, (2) Ukuran asosiasi dan (3) ukuran dampak.
Dalam modul ini hanya akan dibahas berkaitan dengan ukuran frekuensi
penyakit. Ukuran frekuensi penyakit merefleksikan besar kejadian penyakit
(morbiditas) atau kematian karena penyakit (mortalitas) dalam suatu
populasi dan biasanya diukur sebagai suatu rate atau proporsi. Ukuran
frekuensi penyakit dibagi menjadi: (1) Insidens, (2) Prevalens dan (3)
mortalitas.
1) Insidens
Insidens merefleksikan jumlah kasus baru (insiden) yang berkembang
dalam suatu periode waktu di antara populasi yang berisiko. Yang
dimaksud kasus baru adalah perubahan status dari sehat menjadi sakit
(kejadian / kasus penyakit yang baru saja memasuki fase klinik dalam
riwayat alamiah penyakit). Sedangkan periode waktu adalah jumlah
waktu yang diamati selama sehat hingga menjadi sakit. Ukuran
frekuensi insidensi penyakit dapat dibedakan menjadi dua macam: (1)
Insidens Kumulatif; dan (2) Laju Insidensi (Insidance Density).

17
a) Insidens Kumulatif
Nama lainnya adalah risk, proporsi insidens. Insidens kumulatif
(cumulative incidence = CI) adalah parameter yang menunjukkan
taksiran probabilitas (risiko , risk) seseorang untuk terkena penyakit
(atau untuk hidup) dalam suatu jangka waktu. Memerlukan bahwa
semua non-kasus diamati selama seluruh periode pengamatan.
Insidens kumulatif merupakan proporsi orang yang terkena penyakit
diantara semua orang yang berisiko terkena penyakit tersebut.
Karena probabilitas, maka insidens kumulatif selalu bernilai antara 0
dan 1.
Rumus Insidens Kumulatif:
Jumlah kasus insidens selama periode waktu tertentu
Insidens kumulatif 
Jumlah orang berisiko pada permulaan waktu

Contoh Insidens Kumulatif:


– Attack Rate : jenis khusus insidens kumulatif yang berguna selama
epidemik
– Angka kematian kasus ( case fatality “rate” = risk) untuk penyakit,
misalanya case fatality rate penyakit difteri, rabies, dll
– Risiko kejang demam sejak lahir hingga usia 6 tahun
– Probabilitas kelangsungan hidup dalam setahun setelah diagnosis
kanker paru
Contoh perhitungan attack rate pada suatu kejadian keracunan
pangan, yaitu:

Tabel 1.
Attack Rate Pada Kejadian Keracunan Pangan di Desa XX Puskesmas
X Kab Y Pada Tanggal 21 April 2017

Makanan Makan Attack Rate Tidak Makan Attack Rate


Sakit Tidak Makan Sakit Tidak Tidak Makan
sakit Sakit
Ayam opor 30 70 30/100 5 35 5/40
Krecek 16 84 16/100 4 21 4/25

18
Catatan:
Sumber:
Kegunaan insidens kumulatif adalah: (1) sebagai ukuran alternatif
incidence density / laju insidens dalam mempelajari etiologi penyakit; (2)
Mengetahui risiko populasi untuk mengalami prognosis penyakit; (3)
Mengetahui kelompok –kelompok dalam populasi yang memerlukan
intervensi kesehatan.

2) Prevalens
Prevalens merefleksikan jumlah kasus yang ada (kasus lama maupun
kasus baru) dalam populasi dalam suatu waktu atau periode waktu tertentu
Prevalens juga merupakan probabilitas bahwa seorang individu menjadi
kasus (atau menjadi sakit) dalam waktu atau periode waktu tertentu.
Prevalensi adalah proporsi individu – individu yang berpenyakit dari suatu
populasi, pada satu titik waktu atau periode waktu. Ada dua jenis
prevalensi: (1) prevalensi titik, dan (2) prevalensi periode
a) Prevalensi Titik
adalah proporsi dari individu – individu dalam populasi yang terjangkit
penyakit pada suatu titik waktu.
Rumus prevalensi titik:

Misalnya dalam suatu survei kecacingan dari 5000 siswa SD di


Kabupaten X diketemukan 3500 feses siswa mengandung cacing
ascaris lumbricoides , sehingga prevalens titiknya yaitu : 3500 / 5000 =
70%
b) Prevalens Periode
merupakan perpaduan prevalensi titik dan insidensi. Prevalensi periode
adalah probabilitas individu dari populasi untuk terkena penyakit pada
saat dimulainya pengamatan, atau selama jangka waktu pengamatan.
Rumus prevalens periode:

19
Tabel 2.
Perbandingan Insidens dan Prevalens
INSIDENS PREVALENS
 Hanya menghitung  Menghitung kasus yang
kasus baru ada (kasus lama dan baru)
 Tingkat tidak bergantung  Bergantung pada rata-
durasi rata- rata penyakit rata (durasi) sakit
 Dapat diukur sebagai  Selalu diukur sebagai
rate atau proporsi proporsi
 Merefleksikan  Merefleksikan
kemungkinan menjadi kemungkinan terjadi
penyakit sepanjang penyakit pada satu waktu
waktu tertentu
 Lebih disukai bila  Lebih disukai bila studi
melakukan studi etiologi utilisasi pelayanan
penyakit kesehatan.

Tabel 3.
Ringkasan Karakteristik Insidens dan Prevalens
Insidens Prevalens
Insidens
Karakteristik Insidens
Komulat Titik Periode
Rate
if
Sinonim Proporsi Inscidence
Insdens Density
Numerator Kasus Kasus Kasus Kasus
baru baru yang yang ada
ada / baru
Denominator Populasi Orang - popul Populasi
inisial waktu asi pertenga
inisial han
Unit Tidak Kasus per Tidak Tidak
ada orang ada ada
waktu
Tipe Proporsi Rate Propo Proporsi
rsi

3) Mortalitas
Merefleksikan jumlah kematian dalam suatu populasi
a) Angka Kematian Kasar (Crude Death Rate = CDR)
Rumus CDR:

20
Jumlah kematian per tahun
X 100
Jumlah Populasi rata – rata pada tahun itu

b) Case Fatality Rate (CFR)

Jumlah kematian penyakit tertentu


dalam periode tertentu
X 100
Jumlah penderita penyakit tersebut
dalam periode waktu yang sama

Gambar 9.
Ringkasan Ukuran dalam Epidemiologi

Gambar 10.
Ringkasan Ukuran dalam Epidemiologi
Tipe Kuantitas Matematis

21
Gambar 11.
Ringkasan Ukuran dalam Epidemiologi
Ukuran Frekuensi Penyakit

Ukuran
Dalam
Epidemiologi

Ukuran Frekuensi Ukuran Asosiasi Ukuran Efek/Dampak


Penyakit

MATERI POKOK 2
KONSEP SURVEILANS EPIDEMIOLOGI
1. Pengertian Surveilans
a. Surveilans Kesehatan adalah kegiatan pengamatan yang sistematis dan
terus menerus terhadap data dan informasi tentang kejadian penyakit
atau masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya
peningkatan dan penularan penyakit atau masalah kesehatan untuk
memperoleh dan memberikan informasi guna mengarahkan tindakan
pengendalian dan penanggulangan secara efektif dan efisien.
b. Konsep dasar kegiatan surveilans
Konsep dasar kegiatan surveilans meliputi: Pengumpulan data,
pengolahan data, analisis data dan interpretasi data, umpan balik,
disseminasi yang baik serta respon yang cepat.

2. Manfaat Surveilans
Pada umumnya surveilans epidemiologi menghasilkan informasi
epidemiologi yang akan dimanfaatkan dalam :

22
1. Merumuskan perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, pemantauan
dan evaluasi program pengendalian penyakit serta program peningkatan
derajat kesehatan masyarakat, baik pada upaya pemberantasan
penyakit menular, penyakit tidak menular, kesehatan lingkungan,
perilaku kesehatan dan program kesehatan lainnya.
2. Melaksanakan sistem kewaspadaan dini kejadian luar biasa penyakit
dan keracunan serta bencana.
3. Merencanakan studi epidemiologi, penelitian dan pengembangan
program.

Surveilans epidemiologi juga dimanfaatkan di rumah sakit maupun di


puskesmas misalnya surveilans epidemiologi infeksi nosokomial,
perencanaan di rumah sakit, perencanaan program di puskesmas dsb.
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka kegiatan surveilans epidemiologi
dapat diarahkan pada tujuan-tujuan yang lebih khusus, antara lain :
a) Menentukan kelompok atau golongan populasi yang mempunyai resiko
terbesar untuk terserang penyakit, baik berdasarkan umur, jenis
kelamin, bangsa, pekerjaan, dan lain-lain.
b) Menentukan jenis dari agent (penyebab) penyakit dan karakteristiknya.
c) Menentukan reservoir dari infeksi.
d) Memastikan keadaan-keadaan yang menyebabkan bisa berlangsungnya
transmisi penyakit.
e) Mencatat kejadian penyakit secara keseluruhan.
f) Memastikan sifat dasar dari wabah tersebut, sumber dan cara
penularannya, distribusinya, dsb.
3. Bentuk Penyelenggaraan
Bentuk penyelenggaraan Surveilans Kesehatan terdiri: surveilans berbasis
indikator dan surveilans berbasis kejadian
a. Surveilans berbasis indikator
Surveilans berbasis indikator dilakukan untuk memperoleh gambaran
penyakit, faktor risiko dan masalah kesehatan dan/atau masalah yang
berdampak terhadap kesehatan yang menjadi indikator program dengan
menggunakan sumber data yang terstruktur. Contoh: penyelenggaraan
surveilans AFP, CBMS, Surveilans Gizi, Surveilans penyakit TB,
Surveilans Penyakit Kustadll

23
b. Surveilans berbasis kejadian
Surveilans berbasis kejadian sebagaimana dimaksud dilakukan untuk
menangkap dan memberikan informasi secara cepat tentang suatu
penyakit, faktor risiko, dan masalah kesehatan dengan menggunakan
sumber data selain data yang terstruktur. Misalnya : pada rumor
ataupun kejadian KLB keracunan pangan atau penyakit.

4. Atribut Surveilans
Secara umum struktur Sistem Surveilans di Indonesia berbasis laporan
Puskesmas, Rumah Sakit dan Laboratorium dan dimanfaatkan di semua
tingkatan pemerintahan di kabupaten/kota, provinsi dan pusat yang
masing-masing membentuk unit surveilans, baik struktural atau fungsional.
Sistem surveilans memiliki karakteristik atau atribut, diantaranya yaitu:
kesederhanaan, fleksibilitas, akseptabilitas, sensitivitas, nilai prediktif
positif, kerepresentatifan, ketepatan waktu, quality dan Stability yang
berkontribusi secara langsung terhadap kemampuan mencapai tujuan
spesifiknya. Kombinasi atribut surveilans ini akan menentukan kekuatan
dan kelemahan dari sistem surveilans, sehingga harus terdapat
keseimbangan diantara atribut sistem surveilans tersebut (Romaguera,
R.A., et al, 2000: 181):

3.Langkah-Langkah Surveilans
a. Komponen Surveilans Epidemiologi
Untuk menyelenggarakan kegiatan surveilans epidemiologi diperlukan 6
komponen utama surveilans epidemiologi, yaitu :
1. Adanya tujuan yang jelas dan terukur, terutama hubungannya
dengan upaya intervensi program atau penelitian.
2. Memiliki konsep surveilans epidemiologi dalam mencapai tujuan-
tujuan.
3. Proses pengumpulan, pengolahan data, analisis dan distribusi
informasi epidemiologi.
4. Kegiatan penunjang surveilans epidemiologi, terutama adanya tim
teknis surveilans epidemiologi yang terdiri dari para tenaga
profesional, peraturan-peraturan, dana operasional dan sarana
komputer, telepon dan faksimili serta formulir isian.

24
5. Memiliki jejaring surveilans epidemiologi.
6. Memiliki indikator kinerja.

b. Strategi Surveilans Epidemiologi


1. Pengembangan surveilans sesuai dengan kebutuhan program,
termasuk penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) KLB
penyakit dan keracunan.
2. Peningkatan mutu data dan informasi epidemiologi.
3. Peningkatan profesionalisme tenaga epidemiologi.
4. Pengembangan tim epidemiologi yang handal.
5. Peningkatan jejaring survailans.
6. Peningkatan teknologi komunikasi informasi elektromedia yang
terintegrasi dan interaktif.

c. Rangkaian Kegiatan Epidemiologi


1. Identifikasi kasus dan masalah kesehatan.
Definisi Operasional Kasus
Berupa identitas atau keterangan dari kasus penyakit, kasus masalah
kesehatan atau kasus suatu faktor risiko tertentu. Misalnya Campak
dapat didefinisikan sebagai seseorang yang menderita sakit dengan
gejala-gejala panas, bercak kemerahan disertai dengan satu gejala
pilek, mata merah, dan diare. Influensa adalah seseorang yang
menderita sakit dengan gejala panas dan keluar ingus dari
hidungnya.

2. Perekaman, pelaporan, dan pengolahan data.


Data epidemiologi yang terdapat pada setiap kasus direkam dalam
daftar registrasi kasus, baik dengan cara manual atau komputer. Data
yang direkam terdiri dari data identitas kasus dan data epidemiologi
yang dibutuhkan sesuai dengan tujuan surveilans epidemiologi, data
tambahan lain yang tidak diperlukan tidak boleh direkam, karena
akan membebani pekerjaan petugas yang merekam data
epidemiologi tersebut.

25
a. Cara Pengumpulan Data
Berdasarkan cara pengumpulan data epidemiologi, maka
surveilans epidemiologi dibagi :
1) Surveilans aktif : adalah kegiatan surveilans dimana para
petugas surveilans mendatangi sumber data, sehingga tidak
ada satupun laporan sumber data yang tidak terekam
2) Surveilans pasif : adalah kegiatan surveilans dimana para
petugas surveilans menunggu laporan yang dikirim oleh
sumber data
b. Pengolahan Data
Data mentah (raw data) di olah menjadi tabel, grafik, dan peta
menurut golongan umur, jenis kelamin, tempat dan waktu, atau
berdasarkan faktor risiko tertentu, dsb, sesuai dengan kebutuhan
program.
3. Analisis dan interpretasi data.
Untuk melakukan analisis epidemiologi sangat dibutuhkan
kemampuan yang memadai di bidang epidemiologi, komunikasi dan
wawasan yang luas, dan berorientasi pada tujuan-tujuan surveilans
epidemiologi ini dikembangkan. Semakin baik ketiga unsur tersebut
semakin baik analisa yang dilakukan.
Analisa dapat dibagi menjadi 2 bagian besar, yaitu analisa sederhana
dan analisa lanjut.
a. Analisa sederhana yaitu analisa data yang dilakukan secara
deskriptif dengan menggambarkan variabel epidemiologi yaitu
menurut waktu, tempat dan orang.
b. Analisa lanjut yaitu analisa hubungan antara variabel satu
dengan variabel lainnya. Untuk mempermudah analisa hubungan
variabel (bivariat dan multivariat) dapat menggunakan statistik.
4. Studi Epidemiologi.
5. Membuat rekomendasi dan alternatif tindaklanjut.
Dari hasil analisis data dibuat rekomendasi untuk rencana tindak
lanjut.
6. Diseminasi informasi
Data yang telah diolah diinformasikan kepada program yang terkait
dan kepada pimpinan

26
Penyebaran informasi dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara
lain :
a. Menyampaikan tabel, grafik atau peta, baik laporan khusus,
ataupun laporan tahunan dalam sebuah buku data surveilans
epidemiologi.
b. Menyampaikan laporan khusus hasil analisa lanjut kepada
program terkait atau penelitian
c. Menyampaikan paper hasil analisa pada suatu seminar
d. Menyampaikan paper hasil analisa pada suatu buletin, baik media
cetak, maupun media elektronik
e. Tim teknis surveilans terlibat dalam perencanaan, pengendalian,
monitoring dan evaluasi program atau penelitian.
Penyampaian informasi yang baik adalah dengan membangun
komunikasi terus menerus seperti unit surveilans dengan unit
program dan penelitian harus memiliki bahasa yang sama dalam
mempelajari data surveilans epidemiologi. Hasil analisa juga harus
dikomunikasikan dengan baik, sehingga timbul pengertian yang
sama. Komunikasi unit surveilans dengan unit program dan
penelitian juga dimanfaatkan untuk mengetahui kebutuhan
program dan penelitian yang dapat didukung oleh unit surveilans
epidemiologi.

7. Umpan balik
Umpan balik bertujuan untuk menciptakan komunikasi antara sumber
pelaporan dan penerima laporan, contoh : absensi laporan,
kelengkapan laporan, hasil analisis situasi masalah kesehatan dan
informasi lain. Umpan balik dalam rangka perbaikan bila terdapat
kesalahan atau ketidaksesuaian data yang telah dikumpulkan dan
dilaporkan, dengan demikian dapat segera diperbaiki sebelum
dilakukan analisis lebih lanjut. Umpan balik dapat berbentuk absensi
laporan dan permintaan perbaikan data pada unit yang
mengumpulkan data.

27
4. Sumber Data, Jenis Data dan Alur Data serta Tata Cara Pelaporan
a. Sumber dan Jenis Data
Sumber data dapat diperoleh dari:
1. Puskesmas dan Rumah Sakit (Register Rawat Jalan dan Rawat
Inap).
2. Hasil Penyelidikan KLB.
Hasil penyelidikan KLB di lapangan dimasukkan ke dalam laporan
yang dapat dijadikan salah satu sumber informasi.
3. Hasil Pemeriksaan Laboratorium.
Sumber data berasal dari laboratorium RS, Laboratorium
Puskesmas, laboratorium swasta, BLK, BTKL dan Loka Litbang.
4. Data Cakupan Program.
5. Data dari sektor terkait : BMKG, BPS, BKKBN, Dinas Peternakan,
Poskeswan dll.
6. Hasil-hasil survei.
b. Beberapa jenis data yang dapat dimanfaatkan oleh surveilans
epidemiologi, yaitu
1. Data kesakitan yang dapat diperoleh dari unit pelayanan
kesehatan dan masyarakat.
2. Data kematian yang dapat diperoleh dari unit pelayanan
kesehatan serta laporan kantor pemerintah dan masyarakat.
3. Data demografi yang dapat diperoleh dari unit statistik
kependudukan dan masyarakat.
4. Data geografi yang dapat diperoleh dari unit unit meteorologi dan
geofisika.
5. Data laboratorium yang dapat diperoleh dari unit pelayanan
kesehatan dan masyarakat.
6. Data kondisi lingkungan.
7. Laporan wabah (W1).
8. Laporan penyelidikan wabah/KLB.
9. Studi epidemiologi dan hasil penelitian lainnya.
10.Data hewan dan vektor sumber penular penyakit yang dapat
diperoleh dari unit pelayanan kesehatan dan masyarakat.
11.Laporan kondisi pangan.
12.Data dan informasi penting lainnya.

28
Menurut Dr. Langmuer, data yang dikumpulkan berasal dari
berbagai sumber dan berbeda antara satu negara dengan negara
lain, dan berbeda-beda pula untuk tiap jenis penyakit. Sumber-
sumber tersebut dinamakan ELEMENT.
1. Pencatatan kematian.
2. Di beberapa daerah di Indonesia sudah dijalankan .
3. Laporan penyakit.
4. Merupakan element terpenting dalam surveilans. Data yang
diperlukan disini adalah nama penderita, nama orang tua (jika
penderita masih kanak–kanak), umur, jenis-kelamin, alamat
lengkap (termasuk RT, RW, desa, kelurahan dan kecamatan).
Diagnosa dan tanggal mulai sakit perlu diketahui.
5. Laporan wabah.
6. Ada beberapa penyakit menular yang sukar diketahui bila terjadi
secara perorangan tetapi dalam bentuk wabah segera dapat
dikenal, misalnya influenza, dengue haemorrhagie fever,
keracunan makanan dan lain-lain.
7. Pemeriksaan laboratorium.
8. Dengan kemajuan tehnik laboratorium, terutama pada bidang
virologi dan serologi, laboratorium mempunyai peranan penting
dalam surveilans.
9. Penyelidikan peristiwa penyakit.
10.Untuk memastikan diagnosa penyakit dari penderita yang
dilaporkan, maka untuk mengetahui banyak hal lagi, perlu
diadakan penyelidikan lengkap dari suatu peristiwa penyakit.
Penting pula diadakan pencarian kasus lainnya ditempat peristiwa
penyakit itu terjadi. Ada kalanya dari suatu peristiwa penyakit yang
dilaporkan, yang kemudian diadakan checking on the spot,
ditemukan kasus-kasus lain lebih banyak, sehingga bisa dikatakan
bahwa yang terjadi sebetulnya adalah wabah tetapi tidak
ketahuan.
11.Penyelidikan wabah.
Bila suatu daerah melaporkan adanya kematian, atau adanya
kejadian kesakitan yang meningkat atau lebih banyak dari

29
biasanya, maka perlu segera dipelajari apakah keadaan tersebut
memang betul-betul wabah dengan mengadakan “checking on the
spot”. Sering kali dalam keadaan panik, kejadian biasa dikira suatu
wabah, terutama jika sumber berita wabah itu berasal dari luar dan
tanpa diperiksa oleh petugas kesehatan setempat. Penyelidikan
suatu wabah dapat meliputi semua bidang, baik klinis, laboratoris
maupun epidemiologi.
12.Survei.
Survei merupakan suatu cara aktif dan cepat untuk mendapat
keterangan mengenai keadaan suatu penyakit masyarakat.
Sayangnya memerlukan banyak tenaga, fasilitas dan biaya
operasi yang mahal.
13.Penyelidikan tentang distribusi vektor dan reservoir penyakit pada
hewan. Surveilans dari penyakit-penyakit yang bersumber
binatang atau “arthropode-borne diseases” memerlukan data
tentang vektor dan hewan yang menjadi sumber (misalnya
penyakit pes, malaria, dan lain-lain)
14.Penggunaan obat-obatan, serum dan vaksin.
15.Dari keterangan-keterangan penggunaan barang-barang tersebut
diatas, baik mengenai banyaknya, jenisnya, waktu digunakannya,
kesemuanya itu bisa memberikan gambaran tentang keadaan
suatu penyakit.
16.Keterangan mengenai penduduk serta lingkungannya.
17.Untuk melengkapi gambaran epidemiologis dari suatu penyakit,
perlu adanya keterangan-keterangan mengenai penduduk serta
faktor-faktor lain yang ada hubungannya dengan penyakit
tersebut, termasuk pula keadan lingkungan hidup.

Dari elemen-elemen surveilans diatas, seorang epidemiolog


mendapatkan keterangan untuk melengkapi gambaran epidemiologi
dari suatu penyakit. Tidak semua elemen tersebut diperlukan untuk
memberi gambaran tersebut, tetapi tiap penyakit mempunyai elemen-
elemen sendiri. Misalnya untuk cacar, yang penting ialah elemen
tentang penyelidikan peristiwa penyakit, dimana, berapa, dsb. Untuk
salmonella dititik beratkan pada pemeriksaan laboratorium (isolasi

30
kumannya), untuk influenza digunakan angka kematian atau “excess
mortality rate” dari penyakit-penyakit infeksi jalan pernapasan bagian
atas.

c. Alur dan Tata Cara Pelaporan


Alur mekanisme pelaporan disampaikan dari unit pengumpul data yang
berada pada tingkat dimana populasi atau sumber data berasal,
misalnya dari puskesmas, laboratorium, RS, dsb. Selanjutnya pelaporan
disampaikan ke unit pada level yang lebih tinggi diatasnya.
Tatacara pelaporan sesuai dengan format yang telah menjadi
kesepakatan, misalnya format SKD KLB dilaporkan menggunakan format
PWS KLB, format pelaporan penyakit setiap bulan menggunakan format
STP, baik rutin maupun sentinel, hasil penyelidikan epidemiologi
menggunakan format PE, dsb. Pelaporan disampaikan menggunakan
cara yang sudah disepakati misalnya menggunakan pos, SMS gateway,
faxcimile, WhatsApp dsb.

5. Pengumpulan, pengolahan, analisis data, diseminasi informasi


a. Pengumpulan dan Pengolahan Data
Tahapan pengumpulan data merupakan tahapan yang paling
menentukan terhadap arah manajemen data selanjutnya, sehingga
dalam proses pengumpulannya diharapkan dapat menghasilkan data
yang berkualitas yaitu data yang relevan (sesuai dengan tujuan
pengumpulan data), valid (terbebas dari dari kesalahan eksternal dan
internal), reliabel (konsistensi hasil suatu alat menurut waktu dan orang,
lengkap dan tepat waktu).

1. Sumber dan Jenis data


Sebelum melakukan pengumpulan data, terlebih dahulu harus ada
kejelasan tentang jenis data yang akan dikumpulkan. Dalam hal ini
definisi operasional yang jelas, sederhana, stabil dan mudah
dikerjakan akan sangat membantu ketepatan jenis data yang akan
dikumpulkan oleh siapa, kapan dan dimana. Bila batasannya tidak
jelas, data yang terkumpul akan beragam dan berbeda satu sama
lainnya, sehingga hasilnya kurang spesifik. Jenis data yang

31
dikumpulkan antara lain jenis penyakit, data faktor risiko dan data lain
yang dibutuhkan.
2. Metoda
Metoda pengumpulan data :
a. Aktif yaitu mengumpulkan data secara rutin dari sumber data dan
tanya jawab dengan menggunakan kuesioner atau format formulir
yang telah disiapkan atau melakukan observasi langsung.
b. Pasif dengan menerima data dan informasi dari sumber data.
3. Pengolahan data
Pengolahan data merupakan dasar dari kegiatan analisis data
berikutnya, sehingga dalam proses pengolahan data ini diperlukan
ketekunan sekaligus kejujuran dalam mensikapi hasil yang diperoleh.
Bila hasil pengolahan data menunjukkan adanya inkonsistensi, perlu
melakukan pelacakan untuk mencari kejelasan atas terjadinya
inkonsistensi tersebut sekaligus berupaya mencari usaha untuk
menjaga konsistensinya, misalnya dengan melihat data dasar dan
melakukan klarifikasi pada sumbernya.
Pada dasarnya pengolahan data, dapat dilakukan dengan pendekatan
kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan pengolahan data secara
kuantitatif dengan menyorot masalah serta upaya pemecahannya,
yang sebagian menggunakan metode pengukuran. Dalam hal ini
pengumpulan data dibuat sedemikian rupa sehingga dapat
dikuantifikasi.
Pendekatan kuantitatif ini dengan tabulasi, yakni tabulasi sederhana,
tabulasi frekuensi sampai dengan tabulasi silang yang berisi hubungan
dari beberapa variabel (multi-variable). Manfaat penerapan metode
kuantitatif ini, antara lain:
a. Efisien dalam menghimpun, mengolah dan menganalisa data
penelitian terutama dalam perencanaan penelitian survey.
b. Relatif lebih mudah untuk melakukan perbandingan dan
generalisasi.
c. Lebih mudah menerapkan metode induksi, terhadap hasil-hasil
penelitian.
d. Lebih tepat untuk menguji hipotesa, terutama dalam penelitian yang
bersifat eksplanatoris.

32
Pendekatan kualitatif, merupakan metode pengumpulan data yang
menghasilkan deskriptif analitis, berupa informasi secara tertulis atau
lisan, dan perilaku yang nyata.
Setelah data dikumpulkan, selanjutnya dilakukan Pengolahan dan
Analisis Data. Sebelum dianalisis, data perlu diolah terlebih dulu.
Analisis dimaksudkan untuk memberi makna pada data.
Secara garis besar pengolahan data dapat dilakukan secara manual
atau komputerisasi dengan menggunakan software tertentu
bergantung pada tujuan pengolahanya.
a. Kompilasi / Perekam Data
Proses kompilasi/perekam data sebagai tahap awal pemrosesan
data baik secara manual maupun komputer. Langkah awal dari
tahapan ini adalah melakukan perhitungan data sesuai dengan
karekteristik yang diinginkan.
b. Verifikasi Data
Langkah ini dimaksudkan untuk menjamin agar data yang telah
dikompilasikan telah terbebas dari kesalahan dan semaksimal
mungkin validitasnya bisa dijamin. Kegiatan ini dimulai dengan
pembersihan data yang sebaiknya dilakukan sejak penjumlahan
data dari buku register, bila pada tahapan ini dijumpai adanya
kejanggalan nilai yang dihasilkan maka perlu segera dilakuan
koreksi untuk kegiatan perekam data.
Verifikasi data dilakukan setelah proses kompilasi/perekam selesai
dikerjakan untuk melihat tingkat “missing data” dan
“konsistensinya”, kegiatan ini biasanya dilakukan dengan cara
membuat distribusi frekuensi dari variabel yang hendak dinilai
menurut beberapa karakteristiknya selanjutnya verifikasi dengan
cara berikut :
Bila hasil verifikasi diatas semua data sudah konsisten, dapat
dinyatakan bahwa data siap untuk dilakukan proses selanjutnya.
Namun bila ada dari verifikasi masih dijumpai adanya
inkonsistensi, maka perlu dilakukan pengecekan ulang terhadap
kelengkapan datanya, perhitunganya, data dasar (sumber
datanya), pertimbangkan ratio pemakaian sarana / bahan.
c. Transformasi / Manipulasi Data

33
Yang dimaksud dengan transformasi / manipulasi data adalah
mengubah bentuk nilai-nilai variabel awal menjadi bentuk yang
baru sesuai dengan rencana analisis sedangkan nilai variabel
aslinya masih ada.
Pengubah variabel kedalam bentuk yang baru tersebut, sedapat
mungkin menjaga aspek ilmiahnya antara lain dengan
menggunakan ukuran “Gold Standard” (standard emas) yang
merupakan hasil kesepakatan para ahli atau hasil kegiatan ilmiah
sebelumnya. Jika nilai Gold Standar tidak didapatkan, maka kita
dapat menetapkan nilai standard sendiri dengan menguraikan
justifikasinya.
Dengan adanya bentuk variabel yang baru tersebut diharapkan
proses analisis menjadi lebih mudah dalam menghasilkan suatu
informasi sesuai yang diharapkan. Kegiatan transformasi data
yang dimaksud akan lebih mudah bila dilakukan dengan
menggunakan komputer dan software anlisis data.
Beberapa cara yang biasa dilakukan untuk membentuk variabel
antara lain :
1) Memodifikasi nilai variabel.
2) Mengelompokan nilai variabel.
3) Mengelompokan nilai beberapa variabel menjadi variabel baru.
4) Mengekstraksi sebagian dari nilai suatu variabel

Dengan kata lain, secara ringkas pengolahan data meliputi : Editing,


Coding, dan Tabulating.
a. Editing
Yaitu kegiatan untuk memeriksa data mentah yang telah dikumpulkan.
Sebelum data diolah, data atau keterangan yang telah dikumpulkan
dalam buku catatan, daftar pertanyaan atau pada pedoman
wawancara perlu dibaca sekali lagi dan diperbaiki. Jika masih terdapat
yang salah atau yang masih meragukan perlu dilakukan revisi. Artinya,
pada tahap ini dilakukan peningkatan kualitas data, dengan
menghitung dan mengoreksi daftar pertanyaan yang telah diisi.
Berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengedit data :

34
1) Apakah data sudah lengkap dan sempurna atau masih ada yang
kurang / kosong.
2) Apakah data sudah cukup jelas untuk dibaca atau masih ada
kesalahan / kurang jelas.
3) Apakah semua catatan dapat dipahami.
4) Apakah semua data sudah cukup konsisten (sesuai yang
diinginkan).
5) Apakah data cukup seragam (misalnya satuan yang digunakan).
6) Apakah ada data yang tidak sesuai atau ada data yang ekstrim.

b. Coding
Yaitu kegiatan peng-kode-an terhadap data sehingga memudahkan
untuk analisis data. Data yang dikumpulkan dapat berupa angka,
kalimat pendek atau panjang, ataupun hanya jawaban ”ya” atau ”tidak”.
Untuk memudahkan analisis, maka jawaban-jawaban tersebut perlu
diberi kode. Pemberian kode-kode kepada jawaban sangat penting
artinya jika pengolahan data dilakukan dengan komputer.
Pemberian kode dapat dilakukan dengan melihat jenis pernyataan,
jawaban atau pertanyaan. Dalam hal ini dapat dibedakan, misalnya
jawaban yang berupa angka, jawaban dari pertanyaan tertutup,
jawaban pertanyaan semi-terbuka, jawaban pertanyaan terbuka, dan
jawaban pertanyaan kombinasi.
Biasanya coding dilakukan untuk data-data kualitatif. Dengan koding
ini, data kualitatif dapat di konversi menjadi data kuantitatif
(kuantifikasi). Proses kuantifikasi mengikuti prosedur yang berlaku,
misalnya dengan menerapkan skala pengukuran nominal dan ordinal.
Contoh : Data Agama Responden, Skala Nominal
1 = Islam
2 = Kristen
3 = Katolik
4 = Hindu
5 = Budha
Coding dapat dilakukan sebelum atau sesudah pengumpulan data
dilakukan. Untuk keperluan tertentu, koding dalam jumlah yang banyak
perlu dibuatkan buku kode sebagai petunjuk peng-kode-an.

35
c. Tabulating
Yaitu kegiatan untuk membuat tabel (tabulasi) data. Tabulasi data tidak
lain adalah memasukkan data ke dalam tabel-tabel dan mengatur
angka-angka, atau menyajikan data dalam bentuk tabel untuk
memudahkan analisis maupun pelaporan.
Tabulasi dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain :
1) Metode Tally (turus), yaitu dengan membuat coretan garis tegak
sebanyak 4 buah dan diikuti garis melintang yang memotong
keempat garis tegak (cross five).
2) Menggunakan Kartu, yaitu dengan menggunakan kartu tanpa
lubang atau dengan kartu berlubang.
3) Menggunakan Komputer.

d. Penyajian data
Secara umum penyajian data dapat dibagi dalam 3 (tiga) jenis yaitu :
1) Tulisan ( textular )
Semua bentuk laporan dari pengumpulan data dilakukan secara
tertulis mulai dari proses pengambilan data, pelaksanaan
pengumpulan data sampai hasil analisis berupa informasi dari
pengumpulan data tersebut.
2) Tabel ( tabular )
Penyajian data dalam bentuk tabel adalah penyajian dengan
memakai kolom dan baris.
Bentuk-bentuk tabel sebagai berikut :
a) Master tabel ( tabel induk )
Tabel yang berisi semua hasil pengumpulan data yang masih
dalam bentuk data mentah, tabel induk ini biasanya disajikan
dalam lampiran suatu laporan pengumpulan data.
b) Text tabel ( tabel rincian )
Merupakan uraian dari data yang diambil dari tabel induk. Contoh :
distribusi frekwensi, distribusi relatif, distribusi kumulatif dan tabel
silang.

36
Dalam menyajikan sebuah tabel perlu diingat beberapa hal :
 Judul tabel, harus singkat, jelas dan lengkap hendaknya dapat
menjawab apa yang disajikan,dimana kejadiannya dan kapan
terjadi.
 Nomor tabel.
 Keterangan-keterangan ( catatan kaki = foot note ) yaitu
keterangan yang diperlukan untuk menjelaskan hal-hal tetentu
yang tidak bisa dituliskan didalam badan tabel.
 Sumber,bila mengutip tabel dari laporan orang lain maka harus
mencantumkan sumber dari mana tabel itu dikutip.
c). Gambar/Grafik ( diagram )
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penyajian grafik :
 Judul yang singkat, jelas dan lengkap
 Perlu 2 sumbu sebagai ordinat dan absis dalam menggambar
 Skala tertentu
 Nomor gambar
 Foot note
 Sumber
Jenis-jenis grafik/gambar
 Histogram
Histogram adalah grafik yang digunakan untuk menyajikan data
kontinu, merupakan areal diagram sehingga bila interval kelas
tidak sama dilakukan pemadatan dengan membandingkan nilai
interval kelas dengan frekuensi kelas.
 Frekuensi Poligon
Penyajian frekuensi poligon digunakan untuk data kontinu
seperti pada histogram. Membuat grafik frekuensi poligon
adalah dengan menghubungkan puncak-puncak dari balok-
balok histogram. Keuntungan frekuensi poligon adalah dapat
melakukan perbandingan penyebaran beberapa masalah yang
digambar dalam satu gambar.
 Ogive
Ogive adalah grafik dari data kontinu dalam bentuk frekuensi
kumulatif. Dari perpotongan ogive kurang dari (less than) dan

37
besar dari (more than) akan didapatkan nilai yang tepat untuk
letak dan besarnya nilai modus.
 Diagram garis (line diagram)
Diagram garis digunakan untuk menggambarkan data diskrit
atau data dengan skala nominal yang menggambarkan
perubahan dari waktu ke waktu atau perubahan dari suatu
tempat ke tempat lain.
 Diagram batang (bar diagram/diagram balok)
Diagram batang digunakan untuk menyajikan data diskrit atau
data dengan skala nominal maupun ordinal. Beda balok-balok
diagram batang dengan balok-balok histogram adalah pada
histogram balok-baloknya menyabung sebab histogram
menggambarkan data kontinu. Gambar balok dapat vertikal
atau horizontal. Cara menampilkan balo-balok tersebut berupa
single bar, multiple bar dan subdivided bar.
 Diagram pinca ( Pie diagram/ diagram lingkar )
Diagram pinca/lingkar digunakan untuk menyajikan data distrik
atau data dengan skala nominal dan ordinal atau disebut juga
data kategori. Luas satu lingkaran 360 derajat. Proporsi data
yang akan disajikan dalam bentuk derajat.
 Diagram tebar ( Scatter diagram )
Diagram tebar adalah diagram yang digunakan untuk
menggambarkan hubungan dua macam variabel yang
diperkirakan ada hubungan. Sumbu Y menggambarkan
variabel dependen sedang sumbu X menggambarkan variabel
independen.
 Pictogram
Pictogram adalah diagram yang digambar sesuai dengan
objeknya, misalnya ingin menunjukkan jml penduduk dengan
menggambar orang dsb
 Mapgram
Digunakan map atau peta dari suatu daerah. Permasalahan
yang akan digambarkan ditunjukkan langsung di peta tersebut.

38
b. Analisis Data dan Diseminasi Informasi
1. Analisis data
Analisis data merupakan bagian yang amat penting dalam metode
ilmiah, karena dengan analisislah data tersebut dapat
diinterpretasikan sehingga berguna dalam memecahkan masalah
penelitian. Data yang diperoleh dalam penelitian dikelompok-
kelompokkan, dikategorikan, dan dimanipulasi serta diolah
sedemikian rupa sehingga mempunyai makna untuk menjawab
masalah penelitian dan bermanfaat untuk menguji hipotesis.
Manipulasi berarti mengubah data dari bentuk awalnya menjadi suatu
bentuk yang dapat memperlihatkan hubungan antar fenomena yang
diteliti. Setelah hubungan yang terjadi dianalisis, dibuat penafsiran
terhadap hubungan antara fenomena tersebut, dan dibandingkan
dengan fenomena lain di luar penelitian.
Sesuai dengan keluaran yang dihasilkan, secara garis besar analis
data dibedakan menjadi dua kelompok sebagai berikut :
a) Analisis Deskriftif
Yaitu analisis yang dilakukan untuk melihat gambaran atau
mendeskrisikan nilai-nilai suatu variabel data. Misalnya distribusi
frekuensi (absolut, proporsi) nilai tengah (mean, median, modus)
dan nilai sebaranya (standard eror). Terdapat 3 (tiga) variabel
epidemiologi yang lazim dianalisis yaitu variable orang, waktu dan
tempat. Variabel orang meliputi: umur, jenis kelamin, pekerjaan,
pendidikan, dll. Untuk variable waktu meliputi: hari, minggu, bulan,
tahun, musim, dll. Sedangkan variable tempat seperti: di bandara,
pelabuhan atau PLBD.

b) Analisis Analitik
Yaitu analisis yang dilakukan untuk melihat hubungan antara
variabel terikat (dependent variabel) dengan variabel bebas
(independent variabel). Dalam melihat hubungan antar variabel
tersebut metode stastik dibedakan menjadi dua kelompok, sebagai
berikut :

39
1) Analisis Bivariate
Yaitu analisis yang dilakukan untuk melihat hubungan tingkat
keeratan hubungan atau hubungan sebab akibat antara dua
variabel tanpa memperhitungkan pengaruh faktor lain diluar
variabel tersebut. Biasanya analisis statistik dilakukan dengan
cara tabulasi silang. Ukuran statistik yang digunakan unutk
melihat hubungan dimaksud biasanya digambarkan dalam nilai
koefisien korelasi ( r ), X2, Odd Ratio, Relatif Risk dsb.
2) Analisis multivariate
Yaitu analisis yang dilakukan untuk melihat hubungan sebab
akibat antara dua variabel dengan memperhitungkan pengaruh
faktor lain diluar variabel tersebut baik sebagai variabel
counfounding ataupun sebagai variabel Interaksi. Ukuran
statistik dalam analisis ini digunakan untuk melihat kaitan
antara suatu akibat (dependen variabel) dengan banyak faktor
yang mempengaruhi (independen variabel).
Disamping itu teknik analisis multivariate juga digunakan untuk
membuat model hubungan satu variabel dengan banyak
variabel secara bersamaan dalam bentuk formula (persamaan)
yang juga dapat digunakan untuk proyeksi.

2. Diseminasi Informasi
Setelah data dilakukan analisa dan interpretasi hasilnya segera
disebarluaskan kepada yang berkepentingan sesuai dengan kebutuhan
dalam pengambilan tindakan, baik itu berupa pencegahan,
penanggulangan, pemberantasan dan penelitian.
Beberapa contoh tindakan yang dapat dilakukan yaitu :
a. Melakukan penelusuran kebenaran pencatatan dan pelaporan pada
Puskesmas.
b. Apabila terjadi kenaikan jumlah kasus, maka perlu dilakukan
pengecekan ke sumber pelaporan.
c. Apabila terjadi peningkatan jumlah kasus di desa tertentu, maka perlu
diberikan umpan balik pada Pustu yang membawahi desa tersebut.

40
d. Penyebaran informasi dilaksanakan pada saat lokakarya mini
Puskesmas atau rapat koordinasi di kecamatan untuk meningkatkan
kewaspadaan sektor lain.

Pada Sistem Kewaspadaan Dini KLB, tindak lanjut yang baik adalah
apabila dilakukan sebelum terjadinya kasus atau peningkatan kasus
(pra-kasus). Tindak lanjut dalam pra kasus yang dapat dilakukan antara
lain :
a. Meningkatkan cakupan program.
b. Penyuluhan kesehatan masyarakat.
c. Persiapan logistik yang memadai.
d. Pendekatan dengan lintas sektoral, dll.

6. Kelengkapan dan ketepatan laporan


a. Pengertian Ketepatan, Kelangkapan dan Kebenaran Laporan
Kelengkapan dan ketepatan laporan merupakan salah satu indikator
kinerja surveilans epidemiologi yang penting. Kelengkapan dan
kebenaran laporan sangat berpengaruh terhadap mutu analisa dan
informasi epidemiologi yang dihasilkan. Sementara ketepatan laporan
sangat menentukan terhadap kebutuhan inrformasi epidemiologi pada
saat menetapkan suatu tindakan program. Informasi epidemiologi yang
tersedia setelah keputusan dibuat, merupakan informasi epidemiologi
yang tidak bermanfaat.
1. Kelengkapan laporan
Kelengkapan laporan adalah prosentase laporan yang diterima
dibagi dengan laporan yang seharusnya diterima dalam periode
waktu yang sama. Kelengkapan laporan dapat dilihat dari 2 aspek
yaitu lengkapnya jumlah laporan dan lengkap isi yang dilaporkan.
Pada modul ini yang dibahas terutama cara menghitung
kelengkapan jumlah laporan
Contoh :
Laporan rutin Puskesmas terdiri dari Laporan Mingguan Wabah (W2)
di Puskesmas sebagai bagian dari kegiatan Pemantauan Wilayah
Setempat (PWS) Surveilans dan Laporan Bulanan Data Kesakitan di

41
Puskesmas (LB1) sebagai bagian dari Surveilans Epidemiologi Rutin
Terpadu Berbasis Puskesmas
2. Ketepatan Waktu Laporan
Ketepatan waktu laporan berarti waktu laporan yang kita terima
sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan, misalnya ditetapkan
laporan sudah harus diterima tiap-tiap tanggal 5 bulan berikutnya.
Laporan yang tidak tepat waktu akan mempengaruhi pemantauan
perkembangan kasus, sehingga kasus-kasus yang terjadi terlambat
diketahui.
Salah satu kegunaan ketepatan waktu mengirim laporan adalah
mengetahui secara dini perkembangan kasus-kasus yang
berpontensi KLB, sehingga data yang teratur dikirim dan tepat waktu
dapat digunakan untuk alat pantau kemungkinan terjadi KLB atau
sebagai alat dalam sistem kewaspadaan dini KLB (SKD, KLB).
3. Kebenaran Laporan
Artinya data yang dimuat dalam laporan adalah data yang benar-
benar dapat dipertanggung jawabkan (valid), dan ini merupakan
persyaratan utama yang harus dipenuhi dalam melaksanakan
kegiatan surveilans
Contoh : Dilaporkan kasus poliomyelitis 5 kasus dari satu desa.
Pada saat ini kasus poliomielitis sudah tidak ada di Indonesia, oleh
karena petugas Puskesmas harus melakukan pengecekan terhadap
data tersebut sebelum membuat laporan.

b. Penghitungan Ketepatan, Kelengkapan dan Kebenaran Laporan


1. Cara menghitung kelengkapan laporan pada Laporan Mingguan
Wabah (W2) di Puskemas
Laporan Mingguan Wabah (W2) Puskesmas dikirim ke Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota per minggu. Untuk menghitungkan
jumlah minggu per tahun menggunakan Kalender Mingguan
Epidemiologi yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal PP & PL,
Departemen Kesehatan setiap tahun, contoh Kalender Mingguan
Epidemiologi dan formulir Laporan Mingguan Wabah (W2) terlampir.
Kelengkapan Laporan Mingguan (W2) Puskesmas dihitung menurut
jumlah W2 yang diterima di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

42
Kelengkapan Laporan Mingguan Wabah (W2) tersebut dapat dihitung
setiap kwartal atau setiap tahun.
Contoh, Laporan Mingguan Wabah (W2) yang seharusnya dikirim
oleh 1 puskesmas selama kwartal 1 (Januari-Maret-April) sebanyak
16 minggu, sedangkan realisasinya sebanyak 12 minggu.
 Maka kelengkapan Laporan Mingguan Wabah (W2) puskesmas
tersebut selama kwartal 1 adalah 12/16 x 100% = 75,0%
 Laporan Mingguan Wabah (W2) yang seharusnya diterima
Kabupaten/Kota, selama kwartal 1 (Januari-Maret-April) adalah
jumlah puskesmas yang ada di kabupaten tersebut x (kali) 13
minggu. Maka rumus kelengkapan Laporan Mingguan Wabah
(W2) Kabupaten/Kota adalah :

Jumlah Laporan Mingguan (W2)


yang diterima dari semua
Puskesmas dalam 13 minggu
X 100 %
Jumlah Laporan Mingguan (W2)
yang seharusnya diterima dari
semua Puskesmas dalam
periode waktu 16 minggu

Contoh menghitung kelengkapan laporan pada Laporan Bulanan


Data Kesakitan (STP) :
Cara menghitung kelengkapan laporan bulanan sama dengan cara
perhitungan kelengkapan laporan mingguan.
Contoh, selama kwartal II - III tahun 2008 Puskesmas (X) telah
mengirimkan 7 Laporan Bulanan Data Kesakitan (STP) selama
Januari sampai dengan Agustus 2008 (8 bulan).
o Maka kelengkapan Laporan Bulanan Puskesmas (X) selama kwartal II-III
adalah :
7 bulan
X 100% = 87,5%
8 bulan
o Seandainya Puskesmas tersebut tidak mengirimkan laporannya lagi pada
tahun tersebut, maka kelengkapan Laporan Bulanan Puskesmas (X)
kumulatip setahun adalah
7 bulan
X 100% = 58,3%
12 bulan

43
Cara menghitung kelengkapan laporan bulanan tersebut dapat juga
digunakan untuk menghitung kelengkapan laporan bulanan menurut jenis
laporan yang dikirim seperti LBIS, LBI, LB3 dan sebagainya.
Misalnya laporan bulanan dari 10 Puskesmas di daerah X, maka laporan
yang harus kita terima dalam satu tahun ada 10 x 12 = 120 laporan
(100%). Tenyata laporan yang diterima hanya 5 Puskesmas yang rutin
mengirim tiap bulan (5x12 = 60), maka kelengkapan laporan yang
diterima adalah 50%.

2. Cara menghitung ketepatan waktu laporan


Contoh : Selama tahun 2008 Laporan Bulanan STP Puskesmas X yang
dikirim di Dinas Kabupaten/Kota sebanyak 12 laporan dan 6 laporan
diantaranya diterima tiap tanggal 4 pada bulan berikutnya. Maka laporan
yang tepat waktu sebelum tanggal 5 pada bulan berikutnya adalah 6/12 x
100%.

Contoh : Laporan Mingguan Wabah (W2) seharusnya dikirim hari ke 2


minggu berikutnya. Selama kwartal 1 (13 minggu) yang dikirim pada hari
ke 2 minggu berikutnya hanya 10 laporan, maka laporan mingguan yang
dikirim tepat waktu adalah :
10
X 100% = 76,9 %
13
Contoh : Laporan Bulanan Puskesmas (X) seharusnya dikirim tanggal 5
bulan berikutnya. Selama kwartal II (8 bulan) laporan bulanan yang dikirim
dibawah tanggal 5 bulan berikutnya sebanyak 6 laporan. Maka ketepatan
waktu pengiriman laporan bulanan selama kwartal II adalah :
6
X 100% = 75 %
8
3. Cara menghitung Kebenaran Laporan
Contoh : Dilaporkan kasus poliomyelitis 5 kasus dari satu desa. Pada saat
ini kasus poliomielitis sudah tidak ada di Indonesia, oleh karena petugas
Puskesmas harus melakukan pengecekan terhadap data tersebut
sebelum membuat laporan.
Contoh : Pada Laporan Bulanan Puskesmas X (STP) terdapat laporan 5
penderita tetanus golongan umur 0 - 7 hari. Data ini perlu dicek apakah

44
golongan umurnya benar ? Apakah ini penderita tetanus neonatorum atau
tetanus ?

c. Validasi Data
Yang dimaksud validasi data dalam modul ini adalah suatu cara
mengoreksi kebenaran data. Data yang diperoleh dari catatan register
harian Puskesmas, catatan kegiatan Puskesmas di luar gedung dan
catatan kasus/kematian pada suatu KLB penyakit, biasanya dilakukan
oleh beberapa orang petugas Puskesmas, oleh karena itu dapat terjadi
kesalahan pencatatan dan pelaporan. Untuk memperkecil kemungkinan
terjadinya kesalahan pencatatan, maka terlebih dahulu dilakukan validasi
data sebelum data dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Untuk melakukan validasi data ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
yaitu:
1. Sumber data
2. Definisi/batasan kasus
3. Alat yang digunakan untuk mencatat data
4. Waktu atau periode pengumpulan data
5. Alat ukur yang digunakan
6. Kelengkapan laporan
7. Petugas pengumpul data
Misalnya, dijumpai perbedaan jumlah kasus tetanus neonatorum antara
laporan umpan balik Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan data yang
ada di Puskesmas. Misalnya, umpan balik Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota melaporkan adanya 5 kasus tetanus neonatorum di
Puskesmas (X) selama kwartal 1, sedang jumlah kasus tetanus
neonatorum selama kwartal 1 menurut catatan Puskesmas hanya 3
kasus. Maka, data seperti itu harus dikoreksi dengan mengecek ulang
semua sumber laporan yang ada dengan memperhatikan:
1) Kapan waktu laporan dibuat dan dikirim ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, apakah datanya sesuai dengan data yang ada
dalam umpan balik
2) Siapa yang melaksanakan kompilasi data
3) Dari mana sumber data tersebut diperoleh, apakah masih ada
laporan yang belum terkumpul.

45
Setelah kita melakukan pengecekan dengan teliti, maka akan diperoleh
data yang benar. Apabila data yang benar adalah data yang ada di
Puskesmas, maka Puskesmas segera mengirim ralat ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.

A. JENIS/KELOMPOK PENYAKIT BERDASARKAN POLA PENULARAN


1. Potensi Penularan Penyakit potensial KLB dan wabah
Penyakit menular yang terjadi merupakan hasil dari interaksi antara agent
host, dan lingkungan. Dalam menimbulkan suatu penyakit, suatu agent
dipengaruhi oleh beberapa karakteristik, yaitu:
1) Karakteristik inherent.
Pada agent biologis/ mikrobiologis meliputi: marfologi, motilitas,
fisiologi, reproduksi, metabolisme, nutrisi, suhu yang optimum,
produksi toksin, dll. Yang tak kalah penting adalah sift-sifat kimia dan
fisik dari agent yang tak hidup, misalnya ukuran partikel, merupakan
substansi yang larut atau tidak, dll.
2) Viabilitas dan resistensi.
Kepekaan mikroorganisme terhadap panas, dingin, kelembaban,
matahari, dll. Dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya.

3) Sifat-sifat yang berhubungan dengan manusia


Terdapat beberapa faktor-faktor yang penting dalam menimbulkan
penyakit yaitu:
 Infektivitas (derajat penularan): kemampuan untuk menginfeksi
dan menyesuaikan diri terhadap penjamu.
 Patogenitas: kemampuan untuk menimbulkan reaksi jaringan
penjamu, baik local atau umum, klinis atau subklinis.
 Virulensi: merupakan derajat berat ringannya reaksi yang
ditimbulkan oleh agent.
 Antigenisitas: kemampuan untuk merangsang penjamu membuat
mekanisme penolakan / pertahanan terhadap agent yang
bersangkutan.

46
4) Reservoir dan sumber infeksi
Reservoir adalah tempat dimana mikroorganisme patogen dapat hidup
baik berkembang biak atau tidak. Yang bisa berperan sebagai
reservoir adalah manusia, binatang, makanan, air, serangga dan
benda lain. Kebanyakan reservoir adalah tubuh manusia, misalnya di
kulit, mukosa, cairan maupun drainase. Adanya microorganisme
patogen dalam tubuh tidak selalu menyebabkan penyakit pada
hostnya. Sehingga reservoir yang di dalamnya terdapat
mikroorganisme patogen bisa menyebabkan orang lain menjadi sakit
(carier). Kuman akan hidup dan berkembang biak dalam reservoar jika
karakteristik reservoarnya cocok dengan kuman. Karakteristik tersebut
yaitu oksigen, air, suhu, pH, dan pencahayaan.

5). Cara penularan


Penyakit menular adalah penyakit yang disebabkan oleh bibit penyakit
tertentu atau oleh produk toxin yang didapatkan melalui penularan bibit
penyakit atau toxin yang diproduksi oleh bibit penyakit tersebut dari
orang yang terinfeksi, dari binatang atau dari reservoir kepada orang
yang rentan; baik secara langsung maupun tidak langsung melalui
tumbuh-tumbuhan atau binatang, melalui vektor atau melalui
lingkungan.
Penularan penyakit infeksi adalah mekanisme dimana penyakit infeksi
ditularkan dari suatu sumber atau reservoir kepada seseorang.
Penularan ini dapat terjadi melalui tiga yaitu secara langsung, tidak
langsung, dan melalui udara.
a. Penularan secara langsung
Mekanisme ini menularkan bibit penyakit langsung dari sumbernya
kepada orang atau binatang lain melalui “Port d’entre”. Hal ini bisa
melalui kontak langsung seperti melalui sentuhan, gigitan, ciuman,
hubungan seksual, percikan yang mengenai conjunctiva, selaput
lendir dari mata, hidung atau mulut pada waktu orang lain bersin,
batuk, meludah, bernyanyi atau bercakap (biasanya pada jarak
yang kurang dari 1 meter).

47
b. Penularan tidak langsung
Alat yang terkontaminasi seperti mainan anak-anak, saputangan,
kain kotor, tempat tidur, alat masak atau alat makan, instrumen
bedah atau duk; air, makanan, susu, produk biologis seperti darah,
serum, plasma, jaringan organ tubuh, atau segala sesuatu yang
berperan sebagai perantara dimana bibit penyakit di “angkut”
dibawa kepada orang/binatang yang rentan dan masuk melalui
“Port d’entre “ yang sesuai. Bibit penyakit tersebut bisa saja
berkembang biak atau tidak pada alat tersebut sebelum ditularkan
kepada orang /binatang yang rentan. Penularan tidak langsung
dapat melalui alat dan vektor.
c. Penularan melalui udara
Penyebaran bibit penyakit melalui “Port d’entre” yang sesuai,
biasanya saluran pernafasan. Aerosol berupa partikel ini sebagian
atau keseluruhannya mengandung mikro organisme. Partikel ini
bisa tetap melayang-layang diudara dalam waktu yang lama
sebagian tetap infektif dan sebagian lagi ada yang kehilangan
virulensinya. Partikel yang berukuran 1 – 5 micron dengan mudah
masuk kedalam alveoli dan tertahan disana.

2. Mekanisme penularan penyakit potensial KLB dan wabah Respon


Penyakit menular yang terjadi merupakan hasil dari interaksi antara
agent host, dan lingkungan, dalam prosesnya, melibatkan enam faktor
yang penting (sering disebut sebagai rantai penularan) salah satunya
adalah cara penularan /transmisi dari agent ke host yang baru.
Cara penularan dari agent ke host yang baru dibedakan menjadi dua
secara langsung yaitu secara kontak atau secara “droplet spred” (
kontak dan droplet) dan tidak langsung yaitu terjadi melalui mekanisme
yang melibatkan benda hidup maupun benda tak hidup ( Air born,
Vehicle Born dan Vector Born)
a. Droplet
Adalah terjadinya penularan secara droplet terjadi pada kasus
mengandung mikroba dengan ukuran lebih dari 5 mikron atau droplet
besar. Sumber penularan akan tersebar saat batuk, bersin, muntah,
bicara, selama prosedur suction, bronkoskopi dan lainnya

48
Beberapa penyakit menular dengan cara droplet seperti common
cold, respiratory syncytial virus (RSV), influenza (H1N1, H5N1),
COVID-19 dll
b. Kontak
Adalah terjadinya penularan penyakit melalui kontak langsung atau
tidak langsung. Kontak langsung meliputi kontak permukaan kulit
terluka/abrasi, orang. Transmisi kontak tidak langsung dapat terjadi
kontak antara orang yang rentan dengan alat atau benda yang
terkontaminasi.
Beberapa penyakit yang penularannya melalui kontak
langsung atau tidak langsung antara lain:
 Penularan langsung dari orang ke orang : Sifilis, GO, chlamedia
strochomatis
 Penularan langsung dari hewan ke manusia : penyakit zoonotik
 Penularan langsung dari tumbuhan ke manusia : penyakit jamur
 Penularan melalui alat/benda yang terkontaminasi : trichuris,
ancylostomiasis,
c. Air born
Adalah terjadinya penularan penyakit melalui udara, terdapat dua
bentuk droplet nuklei dan debu
Beberapa penyakit yang cara penularannya melalui udara yaitu
penyakit TBC, Cacar, Streptococcus hemoliticus, dfiteri, varicella
zoster, tuberkulosis, dll,
d. Vehicle
Adalah terjadinya penularan penyakit melalui benda mati seperti
makanan, minuman, susu, alat bedah, alat dapur dll.
Beberapa penyakit yang termasuk Vehicle Born Desiase adalah:
 Water Born Disease : Cholera, Tifus, Hepatitis dll
 Food Born Disease : Disentri, Salmonellosis dll
 Milk Born Disease : Enteric Fever, Diare pada bayi dll
e. Vector
Adalah terjadinya penularan penyakit melalui vektor pembawa
penyakit yaitu terbawanya bibit penyakit pada saat serangga
merayap ditanah baik terbawa pada kakinya atau pada belalainya,
begitu pula bibit penyakit terbawa dalam saluran pencernaan

49
serangga. Bibit penyakit tidak mengalami perkembangbiakan,
Golongan arthropoda (avertebrata) yang dapat memindahkan
penyakit dari reservoir ke penjamu adalah:
 Masquito borne disease : malaria, DBD, Yellow fever, virus
encephalitis dll
 Louse borne disease : epidemic tifus fever
 Flea borne disease : pes, tifus murin

D.RESPON TINDAKAN/PENANGGULANGAN
Program penanggulangan KLB dilakukan dalam upaya menurunkan angka
kesakitan, kematian dan kecacatan akibat penyakit menular.
Penanggulanagn dilakukan melalui kegiatan yang secara terpadu oleh
pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat, meliputi:
1. Penyelidikan epidemilogis
Penyelidikan epidemiologi pada Kejadian Luar Biasa adalah untuk
mengetahui keadaan penyebab KLB dengan mengidentifikasi faktor-
faktor yang berkontribusi terhadap kejadian tersebut, termasuk aspek
sosial dan perilaku sehingga dapat diketahui cara penanggulangan dan
pengendaian yang efektif dan efisien (Anonim, 2004 dalam Wuryanto,
2009).
a. Pemeriksaan, pengobatan, perawatan, dan isolasi penderita termasuk
tindakan karantina.
Tujuannya adalah:
 Memberikan pertolongan medis kepada penderita agar sembuh
dan mencegah agar mereka tidak menjadi sumber penularan.
 Menemukan dan mengobati orang yang tampaknya sehat, tetapi
mengandung penyebab penyakit sehingga secara potensial dapat
menularkan penyakit (carrier).

2. Pencegahan dan pengendalian


Merupakan tindakan yang dilakukan untuk memberi perlindungan kepada
orang-orang yang belum sakit, tetapi mempunyai resiko terkena penyakit
agar jangan sampai terjangkit penyakit.
a. Pemusnahan penyebab penyakit

50
Pemusnahan penyebab penyakit terutama pemusnahan terhadap bibit
penyakit/kuman dan hewan tumbuh-tumbuhan atau benda yang
mengandung bibit penyakit

b. Penanganan jenazah akibat wabah


Terhadap jenazah akibat penyebab wabah perlu penanganan secara
khusus menurut jenis penyakitnya untuk menghindarkan penularan
penyakit pada orang lain.

c. Komunikasi Risiko.
Kegiatan komunikasi risiko ini diarahkan kepada masyarakat dan
pihak-pihak terkait yang berisiko terjangkit penyakit. Komunikasi yang
dilakukan bersifat persuasif edukatif tentang penyakit yang dapat
menimbulkan KLB/wabah agar mereka mengerti sifat-sifat penyakit,
sehingga dapat melindungi diri dari penyakit tersebut dan apabila
terkena, tidak menularkannya kepada orang lain. Penyuluhan juga
dilakukan agar masyarakat dapat berperan serta aktif dalam
menanggulangi wabah.

E.DETEKSI DINI KLB

A. Konsep Kewaspadaan

Salah satu upaya dalam mengurangi kerugian akibat yang ditimbulkan oleh
letusan Kejadian Luar Biasa (KLB) suatu penyakit atau keracunan adalah
melakukan pengamatan yang intensif yang dikenal dengan Sistem
Kewaspadaan Dini terhadap penyakit potensial KLB (SKD-KLB), termasuk
keracunan. Kegiatan SKD diarahkan terhadap deteksi dini KLB dan
pemantauan faktor-faktor yang memungkinkan timbulnya KLB serta cara-cara
pencegahan dan penanggulangannya, sehingga dapat mengurangi kerugian.
Pelaksanaan SKD-KLB di Puskesmas akan memberikan manfaat yang besar
dalam pencegahan KLB penyakit apabila dilaksanakan dengan baik.
Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) merupakan salah satu aplikasi SKD-
KLB di Puskesmas. Disamping itu, di Puskesmas juga terdapat PWS
imunisasi, PWS sanitasi dan sebagainya.

51
SKD-KLB itu sendiri merupakan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 4 tahun
1984, PP Nomor 40 tahun 1991, Permenkes Nomor 560 tahun 1989 dan
Permenkes Nomor 949 tahun 2004, sehingga perumusan SKD-KLB
menggunakan pendekatan legalitas, epidemiologi dan kesisteman.
1. Pengertian dan Konsep SKD-KLB
a). Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa
Adalah suatu tatanan pengamatan yang mendukung sikap tanggap
terhadap adanya suatu perubahan status kesehatan dalam
masyarakat, berupa penyimpangan persyaratan yang berkaitan
dengan kecenderungan terjadinya kesakitan/ kematian atau
pencemaran makanan/lingkungan sehingga dapat segera melakukan
tindakan dengan cepat dan tepat untuk mencegah/ mengurangi
terjadinya korban.
Dalam menerapkan SKD-KLB digunakan pendekatan deteksi dini KLB
dan pendekatan faktor risiko KLB. Pendekatan deteksi dini
menekankan pada identifikasi adanya KLB sedini mungkin, sehingga
upaya penyelidikan dan penanggulangan dapat segera dilakukan dan
korban sakit atau kematian dapat dicegah atau dikurangi. Sementara
pendekatan faktor risiko menekankan pada identifikasi faktor risiko
KLB, agar upaya-upaya pencegahan dan kesiapsiagaan menghadapi
kemungkinan terjadinya KLB dapat dilakukan. Misalnya, identifikasi
perubahan sanitasi terhadap kemungkinan terjadinya KLB kolera.
b). Indikator (indikator ditujukan pada proses terlaksananya PWS dan
sikap tanggap pencegahan atau tindakan dini)
Adalah tanda-tanda terjadinya peningkatan kesakitan, kematian, atau
perubahan faktor risiko yang dipantau secara terus menerus dan
sistematis untuk mengetahui terjadinya perubahan atau penyimpangan
terhadap kemungkinan terjadinya KLB
c). Variabel SKD (variabel kasus dan variabel pra kasus)
Pada pendekatan deteksi dini KLB menggunakan pemantauan
terhadap jumlah kesakitan dan kematian (pemantauan kasus - PWS
kasus/surveilans), sementara pendekatan faktor risiko KLB
menggunakan pemantauan terhadap perubahan lingkungan, perilaku
dan pelayanan kesehatan (pemantauan prakasus – PWS sanitasi,
PWS imunisasi, dsb). Variabel PWS kasus maupun PWS prakasus

52
harus sederhana, tidak komplek, baik pada saat pengumpulan,
pengolahan data, analisis-interpretasi maupun distribusi informasi
epidemiologinya. Hal ini sangat penting, karena PWS tersebut
merupakan aplikasi lapangan, frekuensi kegiatan sangat tinggi (harian
atau mingguan) dan membutuhkan tindak lanjut segera.

VARIABEL INDIKATOR
PENYAKIT
PRA KASUS KASUS
1. Penyakit  Cakupan  Peningkatan atau
yang dapat imunisasi desa < adanya kasus campak,
dicegah 80 % polio, pertusis, difteri,
dengan tetanus
imunisasi
(PD3I)
2. Diare  Perilaku hidup  Peningkatan kasus diare
sehat  Ada kematian atau kasus
 Penyediaan air diare dengan dehidrasi
bersih berat
 % Jamban
keluarga
3. DHF  Angka bebas  Peningkatan atau
jentik adanya kasus demam
berdarah dengue

Pada umumnya kegiatan atau langkah-langkah SKD-KLB adalah meliputi :


 Penetapan Daerah Rawan KLB suatu Penyakit Menular atau keracunan
tertentu.
 Penetapan bulan atau minggu rawan KLB berdasarkan kajian data KLB
beberapa tahun sebelumnya.
 Penetapan unsur dasar penyebab terjadinya KLB suatu penyakit tertentu,
berdasarkan hasil kajian data KLB beberapa tahun sebelumnya dan kondisi
saat sekarang.
 Mengajukan rencana kegiatan (anggaran) untuk menghadapi kemungkinan
terjadinya KLB, baik untuk pemantapan SKD-KLB dan kesiapsiagaan
menghadapi kemungkinan adanya KLB (penyelidikan dan penanggulangan
yang berupa pelayanan pengobatan dan manipulasi faktor risiko dari
masing-masing program terkait).
 Pemantauan terhadap peningkatan kasus atau kematian. Pemantauan ini
bersifat dinamis artinya pada tahun dan atau bulan rawan KLB maka
pemantauan dilakukan lebih ketat. Misalnya pada SKD-KLB diare,

53
dilaksanakan pemantauan mingguan wabah (W2), dan pada musim
kemarau panjang atau adanya KLB di sekitarnya, maka pemantauan
dilakukan tiap hari di Puskesmas dan Rumah Sakit dengan pemantauan
terhadap peningkatan kasus diare dan munculnya kasus diare dehidrasi
berat.
 Pemantauan terhadap kondisi lingkungan pemukiman, kondisi masyarakat
dan kondisi pelayanan kesehatan.
 Penyelidikan situasi rawan KLB atau ada dugaan terjadinya KLB
 Kesiapsiagaan menghadapi KLB, pada saat ancaman adanya KLB
meningkat :
1) Memperbaiki kondisi rawan dan mengingatkan petugas serta
masyarakat akan adanya kemungkinan terjadinya KLB serta tindakan
pencegahan dan pengobatan segera yang harus dilakukan.
2) Peningkatan aktivitas surveilans.
3) Tindakan cepat pada peningkatan kasus yang cenderung KLB serta
pemberian terapi untuk mempercepat penyembuhan, sehingga
penderita tidak lagi menjadi sumber penularan. Pada beberapa kasus,
isolasi penderita di rumah atau rumah sakit dapat dilakukan.

B. Kajian sistematis berbagai jenis penyakit potensial KLB dan Wabah


Kajian epidemiologi dilakukan secara terus menerus dan sistematis , dengan
menggunakan bahan kajian data surveilans penyakit yang berpotensi KLB
dan kondisi rentan/faktor risiko yang ada seperti Status Gizi masyarakat,
status Imunisasi, kondisi lingkungan, kerentanan pelayanan kesehatan,
ancaman penyebaran penyakit dari wilayah atau negara lain serta sumber
data lain dari jejaring Surveilans
Untuk melakukan deteksi dini kondisi rentan KLB di Puskesmas adalah
dengan menerapkan cara cara surveilans epidemiologi yang di fokuskan
terhadap KLB penyakit menular dan atau keracunan serta dengan
Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) kondisi rentan KLB .
Kegiatan SKD-KLB di Puskemas yang dapat dilakukan adalah :
1. Menetapkan prioritas penyakit potensial KLB, tentunya telah disepakati
bersama dengan Dinas Kesehatan setempat.
2. Identifikasi indikator penyakit dan faktor risiko yang akan dilakukan
pemantauan, termasuk variabel-variabelnya. Variabel yang dipilih perlu

54
dibatasi, karena kegiatan PWS-KLB membutuhkan kecepatan proses
dan pengambilan keputusan segera, misalnya pemantauan penyakit
diare terhadap semua kelompok usia, menurut desa.
3. Pengumpulan dan pengolahan data.
4. Analisa dan interpretasi data.
5. Melakukan penyelidikan keadaan yang dicurigai sebagai kondisi rawan
KLB, baik adanya peningkatan penyakit atau kerawanan faktor risiko
yang berpotensi KLB.
6. Merumuskan rekomendasi tindak lanjut.
7. Bekerjasama dengan berbagai pihak terkait dalam rangka pencegahan
atau tindakan dini KLB. Pada keadaan dimana ancaman terjadinya KLB
sangat tinggi, maka kegiatan PWS-KLB diperketat, dengan peringatan
kepada berbagai pihak terkait segera dilakukan terus menerus sampai
terjadi peningkatan kewaspadaan setiap petugas kesehatan dan
masyarakat.

Kegiatan pengumpulan, pengolahan data, analisa dan distribusi


informasi epidemiologi dalam PWS-KLB
1. Pengumpulan dan Pengolahan Data
Data pelaksanaan SKD-KLB di Puskesmas (PWS-KLB) dapat diperoleh dari
sumber data sebagai berikut :
a. Register harian kunjungan penderita Puskesmas.
b. Laporan dari Puskesmas Pembantu dan Bidan di Desa.
c. Laporan cakupan program terkait.
d. Laporan masyarakat (Community Base Surveillance).
Dalam pelaksanaan SKD-KLB di Puskesmas/Puskesmas Pembantu, data
register rawat jalan Puskesmas adalah yang paling mudah dimanfaatkan
sebagai indikator pemantauan kasus. Data dapat ditabulasi dalam buku
khusus (contoh form pada lampiran 1) secara harian atau mingguan, dan
apabila ada peningkatan kasus yang mencurigakan dapat segera dilakukan
pelacakan kembali atau penyelidikan ke lapangan. Kemudian secara
mingguan, data tersebut dapat dilaporkan dengan form W2 (laporan
mingguan KLB) ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, untuk dimanfaatkan
sebagai SKD-KLB di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Demikian juga

55
dengan Puskesmas Pembantu dan Bidan di Desa membuat tabulasi data,
dan kemudian secara mingguan dikirim ke Puskemas.
Penyakit endemis yang dimasukkan sebagai penyakit potensial KLB,
seperti penyakit diare, tabulasi data di Puskesmas dilakukan secara harian
memuat variable waktu, tempat dan orang. Sementara penyakit yang
jarang terjadi, tetapi satu kasus sudah menjadi informasi penting dalam
rangka SKD-KLB, misalnya ditemukan satu kasus difteri, polio, atau
penyakit yang tidak pernah ada di wilayah tersebut, misalnya kasus pes,
Ebola, Hantavirus, dsb, maka satu kasus sudah harus dilaporkan sebagai
KLB.

2. Penyajian dan Analisis data


Penyajian data dengan menggunakan tabulasi dan dikombinasi dengan
grafik memudahkan kita melakukan analisis deskripsi. Analisis data
dilakukan sejak membuat tabulasi data dari register harian, sehingga
adanya suatu kelainan yang terjadi di wilayah kerja dapat segera diketahui
dan dilakukan tindakan pencegahan atau penanggulangan dini.

3. Kesimpulan dan tindak lanjut


Berdasarkan indikator SKD-KLB dan dibandingkan dengan data yang telah
kita miliki, beberapa kesimpulan masalah dapat diambil untuk segera
dilakukan tindak lanjut pemecahan dilapangan.

C. Peringatan kewaspadan dini KLB untuk jangka pendek atau jangka


panjang
Salah satu kegiatan SKD-KLB antara lain adalah melakukan kajian
epidemiologi, secara terus menerus dan sistimatis terhadap beberapa
penyakit yang berpotensi KLB,berdasarkan hasil kajian epidemiologi dapat
dirumuskan peringatan kewaspadaan dini KLB pada daerah dan periode
waktu tertentu.
a. Peringatan Kewaspadaan Dini KLB Jangka pendek.
Peringatan kewaspadaan dini KLB merupakan pemberian informasi
adanya ancaman KLB pada suatu daerah dalam periode waktu tertentu.
Peringatan Kewaspadaan Dini KLB atau terjadinya peningkatan KLB
pada daerah tertentu yang dibuat dalam jangka pendek (sekitar 3-6 bulan

56
yang akan datang) di sampaikan kepada pemangku kepentingan seperti
Dinas Kesehatan Kabupaten,Provinsi,Kementerian kesehatan serta
sektor terkait, anggota masyarakat, untuk mendorong peningkatan
kewaspadaan dan kesiap siagaan terhadap KLB di Unit pelayanan
kesehatan serta program terkait serta peningkatan kewaspadaan
masyarakat perorangan dan kelompok.
Berikut adalah salah satu contoh analisis sederhana yang dapat
memberikan informasi sebagai peringatan kewaspadaan dini peningkatan
kasus DBD yang berpotensi menimbulkan KLB (periode bulan Januari-
April 2018). Apabila dilakukan kajian secara terus menerus dan sistematis
maka pada periaode yang sama di tahun berikutnya, kenaikan kasus DBD
akan dapat dikendalikan dan masalah dapat segera diatasi dengan
berbagai strategi untuk antisipasi timbulnya KLB DBD.

Grafik : Jumlah Kasus DBD Berdasarkan Wilayah Desa di


Puskesmas X tahun 2018

Catatan :Total kasus Desa A ; 91. Desa B ; 78. Desa C ; 67


Sumber : Laporan program DBD Puskesmas X tahun 2018

b. Peringatan Kewaspadaan Dini KLB Jangka Panjang.


Peringatan Kewaspadaan Dini KLB dapat juga dilakukan untuk jangka
panjang (periode 5 tahun yang akan datang), agar terjadi kesiapsiagaan
yang lebih baik, serta menjadi acuan perumusan perencanaan strategis
program penanggulangan KLB

57
Berikut beberapa contoh analisis data kasus penyakit potensial KLB:
1) Analisis kecenderungan CFR dan Insiden DBD

Grafik : Case Fatality rate (CFR) dan Insidens DBD


di Indonesia Tahun 1968 -1999
IR = per 100.000 Penduduk CFR = Per 100
50
30

40
25

20 30

15
20

10
10
5

0
0
68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96
19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19

IR CFR Tahun
Sumber : Profil Kesehatan Indonesia 1996

Dari hasil kajian data sekunder yang di tampilkan grafik tersebut diatas
dapat di jelaskan secara umum beberapa informasi penting antara lain:
1. Kasus DBD pertama kali tercatat dan di laporkan pada tahun 1968, dari
tahun ke tahun Insiden DBD menunjukakan peningkatan seiring dengan
bertambahnya jumlah wilayah Provinsi yang terjangkit dan melaporkan
kasus DBD, sementara CFR semakin menurun kemungkinan karena
tatalaksana kasus DBD serta penanggulangan dan pengendalian kasus
sudah semakin baik.
2. Adanya kecenderungan kenaikan kasus di setiap periode 4-5 tahun ,
puncak tertinggi terjadi di tahun 1988.

58
2) Analisis dengan Pola Minimum, Maksimum kasus DBD

Grafik Pola Minimum dan Maksimum Kasus DBD


di Kab. X Tahun 2018

Sumber: Laporan DBD Seksi Survilans Kab. X tahun


2013- 2018

Dari grafik Grafik Pola Minimum dan Maksimum Kasus DBD di Kab. X
Tahun 2013 s/d 2018 dapat di interpretasikan dan di tarik kesimpulan
bahwa telah terjadi peningkatan kasus terjadi pada awal tahun
(periode januari - April) dan cederung mengalami penurunan mulai
bulan Mei – Juni – Juli.
Kewaspadaan kasus DBD yang berpotensi KLB terjadi pada bulan
Januari, September dan Oktober, dikarenakan pola kasus mendekati
dan melebihi pola rata – rata kasusnya
Hasil analisis epidemiologi ini dapat memberikan informasi penting
terkait peningkatan kewaspadaan dini KLB.

Berdasarkan 2 (dua) contoh hasil kajian epidemiologi tersebut dapat


dirumuskan sebagai peringatan kewaspadaan dini KLB pada wilayah
tertentu dan pada periode tertentu untuk melakukan kesiap siagaan yang
lebih baik serta membuat acuan perumusan perencanaan program
penanggulangan dan pengendalian KLB.

59
VIII. Panduan Penugasan

Panduan Diskusi Kelompok


Perhitungan Ukuran Epidemiologi
Tujuan
Setelah diskusi ini, diharapkan peserta mampu menghitung ukuran-ukuran
Epidemiologi

Alat dan Bahan


1. Panduan Diskusi
2. Format-format perhitungan ukuran epidemiologi
3. Alat tulis
4. Laptop

Langkah-langkah
1. Peserta dibagi ke dalam 6 kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari 5
orang (2 menit)
2. Fasilitator menjelaskan diskusi kelompok sebagai berikut: (3 menit)
a. Cermati data kasus DBD dan COVID19 pada lampiran 1
b. Peserta secara kelompok melakukan perhitungan:
- Proporsi
- Rate
- Ratio
c. Setiap Kelompok dapat memilih untuk data yang ada (kasus DBD dan
COVID19)
d. Setiap peserta dalam kelompok melakukan perhitungan, kemudian di
tuliskan dalam bentuk tabel terlampir, selanjutnya anggota kelompoknya
memberikan koreksinya atau tanggapannya.
e. Isi hasil identifikasi pada tabel terlampir.
3. Setiap kelompok mendiskusikan: Perhitungan ukuran Epidemiologi. (15
menit)
4. 1-2 kelompok mewakili untuk memaparkan hasil diskusinya selama 10 menit
dan dilakukan secara panel. (20 menit)
5. Fasilitator memberikan masukan terkait hasil diskusi. (5 menit)

Waktu: 1 JPL = 45 menit

60
IX. REFERENSI

1. David G. Kleinbaum, Lawrence L. Kupper, Hal Morgenstern. Epidemiologic


Research, Lifetime Learning Publications, Van Nostrand Reinhold Company,
New York, 1982.

2. William Halperin & Edward L. Baker Jr, Public Health Surveillance, Van
Nostrand Reinhold, New York, 1992.

3. Center for Disease Control and Prevention (CDC), Principles of


Epidemiology, second edition, Selft Study Course 3030-G, An Introduction to
Applied Epidemiology and Biostatistics, Epidemiology Program Office,
Georgia 30333, December, 1992.
4. Junadi Purnawan, Pengantar Analisis Data, Edisi Pertama, Depok, Agustus
1993,
5. Departemen Kesehatan RI, Pedoman Surveillans Epidemiologi Penyakit
Menular, Ditjen PPM & PLP Dit. Epidemiologi dan Imunisasi, Januari 1994.
6. Departemen Kesehatan RI, Buku Pelajaran Epidemiologi I s/d IV, Ditjen PPM
& PLP Dit. Epidemiologi dan Imunisasi, Subdit Surveilans, Januari 1994.
7. Michael B. Rothman, Modern Epidemiology, New York Oxford, Oxford
University Pres, 1996.

8. Pusdiklat Pegawai Depkes. RI, Modul Surveilans Epidemiologi, untuk


Pelatihan Fungsional bagi Tenaga Surveilans di Puskesmas, Jakarta, 1997.
9. Departemen Kesehatan RI, Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara nomor: 17/KEP/M.PAN/II/ 2000 Jabatan Fungsional
Epidemiologi Kesehatan dan Angka Kredit.

10. Permenkes RI No: 949/Menkes/SK/VIII/2004 tentang pedoman


penyelenggaraan SKD-KLB,

11. Standar Operasional Pengendalian Avian Influenza, Direktorat Jenderal


Peternakan Departemen Pertanian RI 2009
12. Departemen Kesehatan RI, Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan
Kesejahteraan Sosial dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor:
395/Menkes-Kesos/SKB/V/ 2001 < Nomor 19 tahun 2001, tentang Petunjuk
Pelaksanaan Jabatan Fungsional Epidemiologi Kesehatan dan Angka Kredit.

61
13. Antrax di Nusa Tenggara, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan
Hewan bekerjasama dengan Australian Center for International Agricultural
Research November 2011.

14. Manual Penyakit Unggas, Direktorat Kesehatan Hewan, Direktorat Jenderal


Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian, 2012.

15. Manual Penyakit Mamalia, Direktorat Kesehatan Hewan, Direktorat Jenderal


Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian, 2012.

16. Pedoman Pengendalian Penyakit Hewan, Direktorat Jenderal Peternakan


dan Kesehatan Hewan 2013

17. Pedoman pengendalian dan penanggulangan rabies, Direktorat Kesehatan


Hewan, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun 2015.

18. Pedoman teknis Surveilans Penyakit Hewan Menular, Direktorat Jenderal


Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian RI.

19. Balai Besar Pelatihan Kesehatan Ciloto- Badan PPSDM Kesehatan Modul
Pelatihan Surveilans Epidemiologi bagi petugas Puskesmas- MI1 Konsep
Dasar Surveilans Epidemiologi tahun 2018.

20. Balai Besar Pelatihan Kesehatan Ciloto- Badan PPSDM Kesehatan Modul
Pelatihan Surveilans Epidemiologi bagi petugas Puskesmas- MI2 Manajemen
Data Surveilans Epidemiologi tahun 2018.

62
IX. LAMPIRAN

Panduan Diskusi Kelompok


Pengumpulan, Pengolahan, Analisis, Penyebarluasan Data dan
Informasi Kasus KLB / Wabah

Tujuan
Setelah diskusi ini, diharapkan peserta mampu melakukan pengumpulan,
pengolahan, analisis, penyebarluasan data dan informasi kasus KLB /
Wabah.

Alat dan Bahan


1. Panduan Diskusi
2. Form data set DBD dan COVID 19
3. Alat tulis
4. Laptop

Langkah-langkah
1. Peserta dibagi ke dalam 6 kelompok Masing-masing kelompok terdiri dari 5
orang (2 menit)
2. Fasilitator menjelaskan diskusi kelompok sebagai berikut: (3 menit)
a. Pengumpulan data
Cermati data set yang ada kasus DBD dan kasus COVID19.
b. Pengolahan data
1) Melakukan pengolahan data dan penjajian data berdasarkan data
set yang diberikan (kasus DBD dan kasus COVID19).
2) Kelompok memilih salah satu data set yang ada
3) Lakukan proses pengolahan data sesuai Langkah-langkah
pengolahan data
4) Buat tampilan data sesuai sifat datanya
c. Analisis Data
1) Buatlah analisis data deskriptif data set yang ada (kasus DBD dan
kasus COVID19).

63
2) Buat Intepretasi dari hasil analisis yang ada
d. Penyebarluasan data dan Informasi
1) Membuat desiminasi data surveilans (sesuai tahapan
penyampaian informasi) berdasarkan hasil pengolahan, analisis &
interpetasi data dengan menggunakan data set latihan analisis
data sebelumnya.
2) Membuat desiminasi data yang akan disampaikan pada unit-unit
terkait
3) Membuat desiminasi data surveilans (sesuai tahapan
penyampaian informasi) berdasarkan hasil pengolahan, analisis &
interpetasi data dengan menggunakan data set latihan analisis
data sebelumnya.
4) Membuat desiminasi data yang akan disampaikan pada unit-unit
terkait Identifikasi tahapan penyampaian informasi dari desiminasi
yang saudara buat.
3. Setiap kelompok diberikan waktu untuk berdiskusi. (15 menit)
4. 1-2 kelompok mewakili untuk memaparkan hasil diskusinya selama 10 menit
dan dilakukan secara panel. (20 menit)
5. Fasilitator memberikan masukan terkait hasil diskusi. (5 menit)

Waktu : 1 JPL = 45 menit

64
Lampiran Penugasan MPI.1

FORMAT HASIL PENUGASAN UKURAN EPIDEMIOLOGI


(Perhitungan Ukuran Dasar dasar Epidemiologi)

KECAMATAN
KET
NO URAIAN Lembah Sukma
(konstanta)
Asri Sejati
DBD
1 Proporsi Penduduk Laki – Laki 49,0% 28,6%
2 Proporsi Penduduk Perempuan 51,0% 71,4%
3 Proporsi Penderita DBD Laki – Laki
4 Proporsi Penderita DBD Perempuan
5 Insiden Penderita DBD 0,96 0,4
6 Prevalensi Penderita DBD
7 Attack Rate 8,2 14,3
8 CFR DBD
9 Rasio Jumlah Penduduk Laki - Laki Terhadap Perempuan
10 Rasio Jumlah Penderita DBD Laki - Laki Terhadap Perempuan 53 58

65
KECAMATAN
KET
NO URAIAN Lembah
(konstanta)
Asri Sukma Sejati
COVID19
1 Proporsi Suspect Laki – Laki 49,0% 28,6%
2 Proporsi Suspect Perempuan 51,0% 71,4%
3 Proporsi Suspect Laki – Laki Menurut Kelompok Umur
4 Proporsi Suspect Perempuan Menurut Kelompok Umur
5 Insiden Kasus Konfirmasi 0,96 0,4
6 Attack Rate 8,2 14,3
7 Case Fatality Rate (Cfr)
8 Rasio Jumlah Penduduk Laki - Laki Terhadap Perempuan
9 Rasio Suspect Laki - Laki Terhadap Perempuan 53 58
10 Target Kontak Tracing

(Asumsi :1 Kasus positif = 6-10 kontak erat

66
Data-data di Kecamatan Lembah Asri dan Kecamatan Sukma Sejati
Kabupaten Tanah Subur tahun 2019

KECAMATAN
Lembah Asri Sukma Sejati
NO URAIAN
Laki- Perempuan Jumlah Laki- Perempuan Jumlah
Laki Laki
UMUM:
1 Jumlah Penduduk 39.000 41.000 80.000 37.000 35.000 72.000
Demam Berdarah
Dengue(DBD)
2 Jumlah kasus DBD 35 25 60 20 18 38
3 Jumlah kematian DBD 1 0 1 2 1 3
4 Angka Bebas Jentik (ABJ) 77,8 89,6

COVID19
5 Jumlah Suspect 27 25 52 70 60 130
6 Jumlah kasus konfirmasi 13 11 24 25 23 48
7 Jumlah Kematian 2 1 3 3 2 5
Jumlah Sembuh 10 7 17 16 20 36

67
Panduan Diskusi Kelompok
Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) KLB

Tujuan
Setelah diskusi ini, diharapkan peserta mampu memahami dan
mempresentasikan Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) KLB

Alat dan Bahan


1. Panduan Diskusi
2. Form Matriks Deteksi Dini
3. Alat tulis
4. Laptop

Langkah-langkah:
1. Peserta dibagi ke dalam 5-6 kelompok disesuaikan dengan jumlah peserta /
Tim TGC. ( 2 menit)
2. Fasilitator menjelaskan instruksi diskusi kelompok sebagai berikut: (3 menit)
a. Cermati data set yang ada kasus DBD dan kasus COVID19).
b. Buat grafik penyakit berdasarkan laporan / data yang ada.
c. Buat matrik Deteksi Dini Kasus sesuai format yang ada untuk kasus DBD
dan kasus COVID19
3. Setiap kelompok mendiskusikan: SKD-KLB. (15 menit)
4. 1-2 kelompok mewakili untuk memaparkan hasil diskusinya selama 10 menit
dan dilakukan secara panel. (total 20 menit)
5. Fasilitator memberikan masukan terkait hasil diskusi. (5 menit)

Waktu: 1 JPL = 45 menit

68
Lampiran Penugasan MPI.1

Format Matriks Deteksi Dini


Matriks Deteksi Dini Kasus …………………………..
No Despkripsi Kasus Kondisi Lapangan Kesimpulan
Saat Ini
Ada Tidak
A Gambaran Kasus

1 Gambaran Klinis

2 Etiologi

3 Masa Inkubasi
4 Sumber
Penularan
5 Cara Penularan

6 Epidemiologi

7 Kewaspadaan
Dini
B Faktor Resiko
1 Lingkungan
2 Vector
3 Sosial
4 Imunisasi

69
TIM PENYUSUN

Penasehat:
drg. R. Vensya Sitohang M.Epid (Direktur Surveilans dan Karantina
Kesehatan)

Penangggungjawab:
drh. Endang Burni. P, M.Kes (Kasubdit Surveilans Kemenkes)

Ketua:
dr. Triya Novita Dinihari, (Kepala Seksi Kewaspadaan Dini)

Sekretaris:
Abdurahman, SKM, M.Kes

Tim Penyusun:
Abdurahman, SKM, M.Kes Subdit Surveilans
Abdur Rachim, SKM, M.Kes PAEI
dr. Aisyah, MKM BBPK Ciloto
Bayu Aji, SE, MScPH Subdit Advokasi Kesehatan Dit. Promkes
Berkat Putra S. SKM Subdit Surveilans
Edy Purwanto, SKM, M.Kes Subdit Surveilans
Eka Muhiriyah, SKM, MKM Subdit Surveilans
Emita Ajis, SKM, MPH Subdit Surveilans
Helvy Yunida,S.Tr.Keb,SAP, MM BBPK Ciloto
Husni, SKM, MPH FETP Indonesia
Kambang Sariadji, M.Biomed Puslitbang Biomedis
dr. Listiana Azizah, Sp.KP Subdit Penyakit Infeksi Emerging
dr. Masri Sembiring Maha,DTMH,MCTM Puslitbang Biomedis
Menikha Maulida, SKM , MPH FETP Indonesia
dr. A. Muchtar Nasir , M.Epid Subdit Penyakit Infeksi Emerging
Nina Hernawati, S.Kep, Ners, MKKK BBPK Ciloto
Puhilan, SKM, M.Epid Subdit Surveilans
Tanti Lukitaningsih, SKM, M.Kes PAEI
dr. Titi Sundari, Sp. P RSPI Sulianti Saroso
Ns. Tri Diani Agustuti, S,Kep, M.Kep RSPI Sulianti Saroso
dr. Yan Bani Luza Prima W., MKM BBPK Ciloto

70

Anda mungkin juga menyukai