Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING

SKENARIO 4 BLOK 6.1

Disusun Oleh:

Emmanuela Anandita (19.P1.0002)


Canggih Mugilaksana (19.P1.0008)
Stefany Mutiara Hastuti (19.P1.0010)
Tiffany Rambu Leki Atarabu (19.P1.0017)
Mauritio Aldo Laksono (19.P1.0021)
Delvi Monica Fimbay (19.P1.0026)
Agustinus Krisna Aryo Wicaksono (19.P1.0033)
Christyaningsih Aestephanie Grace Juliandari (19.P1.0039)

Tutor: dr. Gregorius Yoga Panji Asmara, SH., MH.CLA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG
2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Problem based learning adalah proses pembelajaran menggunakan sebuah


permasalahan. Dari diskusi ini selain untuk memenuhi tugas perkuliahan dan
diharapkan sebuah permasalahan yang kami bahas mampu memberikan manfaat
tersendiri bagi seluruh pihak yang terlibat dalam diskusi. PBL diimplementasikan
dengan 7 steps, antar lain

1. Terminologi adalah identifikasi dan klarifikasi istilah asing yang


disajikan didalam skenario.
2. Rumusan Masalah yaitu mendefinisikan masalah yang akan dibahas
sebagai tujuan utama.
3. Analisis Rumusan Masalah adalah jawaban sementara terhadap masalah
yang akan diteliti.
4. Skema adalah suatu bentuk rancangan secara garis besar yang memuat
gambaran umum tentang suatu tujuan yang dapat dicapai.
5. Sasaran Belajar adalah memformulasikan tujuan pembelajaran dalam
rangka diskusi dalam pembelajaran mandiri.
6. Belajar Mandiri adalah mencari informasi tambahan dari sumber yang
valid dan berdiskusi dalam kelompok.
7. Sintesis dan Penyusunan Informasi yaitu membagikan penemuan dalam
diskusi dan mencoba mengintegrasikan pengetahuan yang telah
diperoleh dalam diskusi melalui suatu penjelasan yang komprehensif.
1.2 Topik dan Masalah Diskusi

Mata Kabur
Seorang perempuan usia 18 tahun datang ke Rumah sakit Mata dengan
keluhan penglihatan kedua mata kabur. Keluhan sejak 3 bulan terakhir.
Pandangan kabur apabila melihat jarak jauh dan membaik jika jaraknya menjadi
dekat. Pandangan kabur terjadi perlahan dan makin lama makin kabur. Pasien
juga mengeluh harus memincingkan mata agar penglihatan semakin jelas
Keluhan pandangan seperti tertutup kabut (-), melihat kilatan cahaya (-),
pandangan seperti tertutup tirai (-), melihat bintik-bintik hitam (-), melihat
pelangi saat melihat lampu (-), mata merah (-), mata cekot-cekot (-), nrocos (-),
silau (-), dan kotoran mata (-).
Riwayat trauma dan operasi mata disangkal. Riwayat penyakit DM (-),
hipertensi (-). Riwayat pemakaian kacamata di keluarga (-). riwayat didepan
computer dalam jangka waktu lama dalam sehari (+).
Riwayat menggunakan kacamata sebelumnya disangkal. Riwayat trauma
pada daerah mata disangkal. Riwayat minum obat-obatan dalam jangka waktu
lama disangkal. Riwayat keluhan yang sama dalam keluarga disangkal.
Pemeriksaan Oftalmologi

OD OS

VISUS DASAR 6/24


Pemeriksaan dilakukan dengan 6/48
Pemeriksaan dilakukan dengan

cara: Pasien memakai trial cara: Pasien memakai trial


frame frame.
- -
Mata kiri kiri ditutup Mata kanan ditutup
dengan occluder. dengan occluder
- -
Pasien diminta untuk Pasien diminta untuk

- membaca angka/huruf - membaca angka/huruf


pada Snellen chart dimulai Snellen chart dimulai
dari yang terbesar dari yang terbesar
dilanjutkan sampai pasien dilanjutkan sampai
merasakabur dan tidak pasien merasa kabur
bisa melihat
. dan tidak bisa melihat
.

VISUSKOREKSI 6/24 S-1,50 6/6 6/48 S-2,00 6/6


- Lakukan Langkah seperti - Lakukan Langkah
memeriksa visus dasar seperti memeriksa
- visus dasar
Cobakanlensa sferis+0,5
Dioptri dan
lensa sferis
- - Cobakan lensa sferis
0,5 Dioptri secara +0,5 Dioptri dan lensa
bergantian sferis-0,5 Dioptri
- secara bergantian
Tanyakan kepasien mana
yang lebih jelas - Tanyakan ke pasien
- mana yang lebih jelas
Pada kasus ini, pasien
lebih jelas menggunakan - Pada kasus ini, pasien
lensa minus, lanjutkan lebih jelas
secara bertahap dengan menggunakan lensa
menambah kekuatan lensa minus, lanjutkan
minus sambil meminta secara bertahap
pasien untuk membaca ke dengan menambah
Snellen chart sampai baris kekuatan lensa minus
6/6 sambil meminta pasien
- untuk membaca ke
Didapatkan sampai lensa
Snellen chartampai
s
sferis-1,50 Dioptri untuk
baris 6/6
bisa melihat pada baris
6/6 - Didapatkan sampai
- lensa sferis
-2,00
Tidak perlu dilakukan pin
Dioptri untuk bisa
hole karena pasien sudah
melihat pada baris 6/6
bisa mencapai visus 6/6
dengan lensa koreksi - Tidak perlu dilakukan
pin hole karena pasien
sudah bisa mencapai
visus 6/6 dengan lensa
koreksi

Kedudukan bola mata


ortoforia Ortoforia

GERAK BOLA MATA

Bebas ke segala arah, nyeri (-)

Bebas ke segala arah,nyeri (-)

SUPERSILIA Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

PALPEBRA Edema (-), spasme (-) Edema (-), spasme (-)

KONJUNGTIVA Injeksi (-), hiperemis (-), sekret (-) Injeksi (-), hiperemis (-),

sekret (-)

SKLERA Ikterik (-) Ikterik (-)

KORNEA Jernih Jernih

COA Kedalaman cukup Kedalaman cukup

IRIS Kripte (+) Kripte (+)

PUPIL Bentuk bulat, sentral, regular, Bentuk bulat, sentral, regular,


diameter 3 mm, reflek pupil (+) diameter 3 mm, reflek pupil (+)
normal normal

LENSA Jernih Jernih

FUNDUS REFLEK (+) Cemerlang (+) cemerlang


1.3 Waktu dan Tempat
1. Diskusi I
Waktu : Pukul 19.00 – 20.40 WIB
Hari/tanggal : Senin, 25 April 2022
Tempat : Google Meet
2. Diskusi II
Waktu : Pukul 10.00 – 11.40 WIB
Hari/tanggal : Rabu, 27 April 2022
Tempat : Ruang Tutorial BSB
BAB II

HASIL DISKUSI

2.1. Terminologi

1. Trial frame
Alat yang memungkinkan pemeriksa menentukan besarnya perbedaan antara
lensa pilihan sehingga perbedaannya dapat dilihat oleh pasien. Diindikasikan
bagi pasien dengan penglihatan rendah agar dapat melihat secara normal.1
2. Occluder
Disk buram dengan satu atau lebih lubang kecil di dalamnya, yang digunakan
oleh dokter mata untuk menguji ketajaman visual.2

3. Snellen chart
Kartu yang bertuliskan beberapa huruf dengan ukuran yang berbeda.
4. Ortoforia
Kedudukan bola mata dimana kerja otot-otot luar bola mata seimbang
sehingga memungkinkan terjadinya fusi tanpa usaha apapun.3
5. Dioptri
Satuan untuk kekuatan refraktif lensa, yaitu 1/panjang fokus yang dinyatakan
dalam ukuran meter, dengan simbol D.

6. Pinhole
Jenis kacamata terapi yang dibuat khusus untuk penderita rabun dekat dan
jauh. Kacamat ini didesain dengan lensa yang dilapisi selembar plastik
berwarna gelap dan dipenuhi oleh lubang-lubang kecil.
7. Nrocos
Nrocos / epiphora adalah adanya mata berair, yang merupakan keluhan umum
untuk rujukan ke klinik okuloplastik untuk evaluasi.

2.2. Rumusan Masalah

1. Apakah yang menyebabkan pandangan kabur apabila melihat jarak jauh dan
membaik jika jaraknya menjadi dekat?
2. Apakah penggunaan komputer dalam jangka panjang dapat menyebabkan
pandangan kabur?
3. Bagaimanakah interpretasi dari pemeriksaan visus?
4. Faktor apa saja yang dapat menyebabkan kelainan seperti kasus di atas?
5. Bagaimana cara mencegah terjadinya atau memberatnya kelainan mata
tersebut? 
6. Apakah ada komplikasi yang dapat terjadi jika kelainan ini tidak diobati?
7. Apa diagnosis dan diagnosis banding dari skenario di atas? 
8. Apa tujuan dari pemeriksaan pinhole test?

2.3. Hipotesis

1. Apakah yang menyebabkan pandangan kabur apabila melihat jarak jauh


dan membaik jika jaraknya menjadi dekat?
Kondisi pada skenario dimana pasien tersebut memiliki pandangan kabur saat
jarak jauh dan membaik saat jarak dekat dikarenakan adanya peningkatan
panjang aksial bola mata, yang disebabkan oleh penurunan kuantitas dan
perubahan karakteristik anatomi berupa peregangan sklera. Adanya
konvergensi yang berlebihan, akomodasi yang terus menerus, dan kontraksi
muskulus okuli yang mengakibatkan peningkatan tekanan intraokuler yang
selanjutnya menimbulkan peregangan sklera.
2. Apakah penggunaan komputer dalam jangka panjang dapat
menyebabkan pandangan kabur?
Iya, dari hasil riset yang dilakukan National Institute of Occupational Safety
and Health (NIOSH) bahwa penggunaan komputer terlalu lama dapat
menimbulkan peningkatan stress yang lebih tinggi daripada pekerja lain.
NIOSH juga menunjukkan, hampir 88% dari seluruh pengguna komputer
mengalami Computer Vision Syndrome (CVS), yaitu suatu kondisi yang
terjadi karena terlalu lama memfokuskan mata ke layar komputer lebih dari
empat (4) jam sehari. Penglihatan kabur terjadi bila mata tidak dapat
memfokuskan objek penglihatan secara tepat di retina sehingga tidak
terbentuk bayangan yang jelas. Penglihatan kabur disebabkan oleh kelainan
refraksi seperti hipermetropia, miopia, dan astigmatisma, selain itu bisa
disebabkan oleh kacamata. Suatu keadaan yang disebut dengan presbiopia
juga berkaitan dengan timbulnya keluhan penglihatan kabur. Faktor
lingkungan kerja dapat berpengaruh pula terhadap timbulnya keluhan ini, yaitu
layar monitor yang kotor, sudut penglihatan yang kurang baik, adanya refleksi
cahaya yang menyilaukan atau monitor komputer yang berkualitas buruk atau
rusak.
3. Bagaimanakah interpretasi dari pemeriksaan visus?
Hasil pemeriksaan visus dinyatakan dalam pecahan:
 Angka teratas mengacu pada jarak berdiri dari grafik, ini seringkali 20
kaki (6 meter).
 Angka bawah menunjukkan jarak dimana seseorang dengan
penglihatan normal dapat membaca baris yang sama dengan benar.
Misalnya, 20/20 (6/6) dianggap normal. 20/40 (6/12) menunjukkan
bahwa baris yang dibaca dengan benar pada jarak 20 kaki (6 meter)
dapat dibaca oleh orang dengan penglihatan normal dari jarak 40 kaki
(12 meter).
4. Faktor apa saja yang dapat menyebabkan kelainan seperti kasus di atas?
 Penyakit kornea, katarak, kekeruhan kapsular, atau kekeruhan vitreous
mengganggu pembiasan sinar cahaya yang masuk ke mata. Pembiasan
acak tersebut menyebabkan ketajaman berkurang, silau, dan kontras
menurun.
 Miosis pupil lebih lanjut membatasi jumlah cahaya yang mencapai
retina.
 Kelainan refraksi.
5. Bagaimana cara mencegah terjadinya atau memberatnya kelainan mata
tersebut?
a. Senam mata
Salah satu senam mata yang bisa dilakukan di rumah adalah
memfokuskan pandangan pada titik yang jauh dan dekat. Senama mata
ini dilakukan dengan cara sebagai berikut:
 Duduk dengan nyaman di kursi
 Letakkan jempol atau ibu jari sejauh 25 sentimeter di depan
mata.
 Fokuskan pandangan Anda terhadap ibu jari itu
 Setelah itu, carilah objek sejauh 10-20 kaki dari pandangan
Anda, kemudian fokuslah pada objek tersebut selama 15 detik
 Kemudian, kembalikan fokus pandangan pada ibu jari, dan
ulangilah senam mata ini sebanyak 5 kali.
b. Mengistirahatkan diri dari gadget
Cara mengatasi rabun jauh secara alami selanjutnya ialah
mengistirahatkan diri dan mata dari gadget, entah itu ponsel, komputer,
laptop, ataupun televisi. Sebab, menggunakan mata untuk bekerja
dengan gadget selama berjam-jam akan memaksa mata untuk fokus
kepada objek yang sangat dekat sehingga rabun jauh bisa tumbuh.
c. Bekerja di tempat yang terang
Menulis, membaca, atau menggunakan ponsel di tempat yang gelap
akan memberikan stres atau tekanan hebat pada mata. Otot di dalam
mata pun bisa menegang, sehingga rabun jauh akan datang. Cobalah
cara mengatasi rabun jauh secara alami ini tak hanya di rumah, tapi
pada berbagai lokasi dan situasi yang memungkinkan.
d. Mengkonsumsi vitamin
Vitamin A, B, C, D, dan E seringkali dipercaya sebagai nutrisi yang
menyehatkan mata. Itulah sebabnya, para ahli sering
merekomendasikan cara mengatasi rabun jauh secara alami ini.
Berbagai sumber alami vitamin A, B, C, D, dan E adalah wortel, tomat,
apel, paprika, ikan, kacang, hingga sayuran hijau. Konsumsilah
berbagai makanan sehat ini demi mencegah kerusakan pada mata yang
lebih parah.
e. Beraktivitas di luar rumah
Cara mengatasi rabun jauh secara alami ini cukup mudah dilakukan;
beraktivitaslah di luar rumah! Para peneliti juga menemukan fakta
bahwa paparan sinar ultraviolet (UV) dari matahari bisa menjaga
kesehatan mata, terutama dari penyakit miopia alias rabun jauh.\
f. Memakai kacamata
Gunakanlah kacamata pelindung saat Anda sedang beraktivitas, seperti
berolahraga atau kegiatan apapun yang berhubungan dengan paparan
polusi yang mengandung racun. Selain bisa menjadi cara mengatasi
rabun jauh agar tidak semakin parah, miopia juga bisa dicegah dengan
langkah ini.
g. Mengonsumsi makanan sehat
Beberapa studi juga membuktikan, ikan yang mengandung asam lemak
omega-3 juga bisa dikonsumsi sebagai cara mengatasi rabun jauh.
6. Apakah ada komplikasi yang dapat terjadi jika kelainan ini tidak
diobati?
a. Retinal Detachment (RD)
Terjadi ketika cairan vitreous masuk melalui robekan atau lubang
retina yang menyebabkan pemisahan retina dari koroid.
b. Cataract
Katarak menyebabkan lensa pada mata miopia akan kehilangan
transparansi.
c. Open Angle Glaucoma (OAG)
Glaukoma dapat terjadi akibat degenerasi anyaman trabekulum yang
merupakan tempat pengeluaran cairan mata. Peningkatan tekanan pada
mata dapat merusak saraf mata. Glaukoma sudut terbuka lebih sering
terjadi pada mata miopia daripada mata normal.
7. Apa diagnosis dan diagnosis banding dari skenario di atas? 
 Diagnosis: myopia
 Diagnosa banding: kelainan refraksi mata antara lain myopia,
hipermetropi, astigmatisme, presbiopi, dan katarak.
8. Apa tujuan dari pemeriksaan pinhole test?
 Pinhole test digunakan jika pasien memerlukan kacamata atau jika
kacamatanya tidak tersedia, ketajaman penglihatan terkoreksi dapat
diperkirakan dengan uji penglihatan melalui “pinhole”. Penglihatan
kabur akibat refraksi (mis., miopia, hiperopia, astigmatisme)
disebabkan oleh banyaknya berkas sinar tak terfokus yang masuk ke
pupil dan mencapai retina. Hal ini mengakibatkan terbentuknya
bayangan yang tidak terfokus tajam. Ketika pasien diuji lubang jarum,
lubang jarum menghilangkan cahaya yang tersebar dan membantu
pasien fokus lebih jelas yang memungkinkan mereka membaca grafik
Snellen dengan lebih mudah.
 Lalu pinhole test digunakan untuk memastikan apakah pengelihatan
berkurang disebabkan oleh kesalaan bias, jika iya pinhole akan
meningkatkan ketajaman visual saat melihat.
2.4. Skema

2.5. Sasaran Belajar

1. Mengetahui Anatomi Mata

2. Mengetahui Etiologi dan Faktor Risiko Miopia

3. Mengetahui Patofisiologi Miopia

4. Mengetahui Klasifikasi berdasarkan Derajat Miopia

5. Mengetahui Manifestasi Klinis Miopia

6. Mengetahui Diagnosis (Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, Pemeriksaan


Penunjang) Miopia
7. Mengetahui Diagnosis Banding Miopia

8. Mengetahui Tatalaksana Miopia 

9. Mengetahui Komplikasi Miopia

2.6. Belajar Mandiri

2.6.1 Anatomi Mata


Media penglihatan, yang terdiri dari kornea, cairan mata, lensa, badan kaca,
dan
panjang bola mata.
a. Kornea
Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus
cahaya, dan juga merupakan lapisan jaringan yang menutupi bola mata
sebelah mata depan. Kornea terdiri dari beberapa lapis, yaitu:
1) Epitel
Ketebalannya 550 m, yang terdiri atas lima lapis sel epitel tidak
bertanduk yang saling tumpang tindih, satu lapis sel basal, sel
poligonal dan sel gepeng.
2) Membran Bowman
Letaknya di bawah membran basal epitel kornea yang
merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma
dan berasal dari bagian depan stroma. Membran Bowman tidak
memiliki daya regenerasi.
3) Stroma
Stroma menyusun ketebalan kornea, yaitu sebesar 90%. Stroma
terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar
satu dengan yang lainnya. Di permukaan terlihat anyaman yang
teratur, sedangkan di bagian perifer serat kolagen ini
bercabang. Keratosit adalah sel stroma kornea yang merupakan
fibroblast terletak di antara serat kolagen stroma.
4) Membran Descement
Membran descement adalah membran aselular dan merupakan
batas belakang stroma kornea.
5) Endotel
Endotel berasal dari mesotelium, berlapis satu, memiliki bentuk
heksagonal, dan berukuran 20-40 m
b. Aqueous Humor
Aqueous humor adalah cairan jernih yang mengisi bilik mata depan
dan belakang, dengan volume sekitar 250. Cairan ini memiliki tekanan
osmotik yang sedikit lebih tinggi daripada plasma. Komposisi dari
aqueous humor hampir sama dengan plasma, tetapi cairan ini memiliki
konsentrasi askorbat, piruvat, dan laktat yang lebih tinggi; protein,
urea, dan glukosa yang lebih rendah. Tempat diproduksinya aqueous
humor adalah di corpus ciliare.
c. Lensa
Lensa merupakan struktur bikonveks, avaskular, tidak berwarna, dan
hampir transparan sempurna. Ketebalan lensa sekitar 4 mm dan
diameternya sekitar 9 mm. lensa tergantung pada zonula di belakang
iris. Zonula menghubungkan lensa dengan corpus ciliare. Pada lensa
tidak ada serat nyeri, pembuluh darah, ataupun saraf.
d. Badan Kaca
Badan kaca adalah suatu jaringan yang berbentuk seperti kaca bening
dan terletak di antara lensa dengan retina. Badan kaca bersifat semi
cair dan memiliki kandungan air sebanyak 90%. Fungsi dari badan
kaca ini sama dengan fungsi dari cairan mata, yaitu mempertahankan
bola mata agar tetap bulat.
2.6.2 Etiologi dan Faktor Risiko
A. Etiologi
a. Faktor Keturunan
Penelitian ginekologis telah memberikan banyak bukti bahwa faktor
keturunan merupakan faktor etiologi utama terjadinya miopia. Cara
transmisi dari miopia adalah dengan autosomal resesif, autosomal
dominan, sex linked dan derajat miopia yang diturunkan secara
bervariasi.
b. Faktor Perkembangan
Bukti yang ada menunjukkan bahwa faktor prenatal dan perinatal turut
berperan serta menyebabkan miopia.
- Hipertensi sistemik
- Toksemia
- Penyakit retina
- Kelahiran prematur yaitu berat badan lahir kurang dari 500 gr
B. Faktor Risiko
a. Genetik
Anak dengan orangtua miopia memiliki prevalensi miopia lebih tinggi.
Faktor genetik memiliki peran dalam bentuk dan pemanjangan bola
mata. Pola genetik yang diturunkan bervariasi: autosomal resesif,
autosomal dominan, dan sex linked, baik terkait sindrom maupun
berdiri sendiri. Makin banyaknya kasus miopia tanpa kluster keluarga
menandakan genetik tidak berdiri sendiri serta adanya pengaruh faktor
lingkungan.
b. Pekerjaan dengan Jarak Pandang Dekat
Pekerjaan dengan jarak pandang dekat, kurang dari 25-30 cm, dalam
jangka waktu lama dikaitkan dengan tidak optimalnya akomodasi. Hal
ini akan menciptakan kondisi bayangan difokuskan di belakang retina
(hyperopic defocus), yang terbukti menyebabkan pemanjangan bola
mata. Hubungan kejadian miopia dengan pekerjaan dengan jarak
pandang dekat <25 cm cenderung lebih besar pada anak-anak.
c. Aktivitas di Luar Ruangan
Aktivitas di luar ruangan dinilai sebagai faktor terkuat yang dapat
menunda mulainya miopia pada anak. Hal ini diduga terkait dengan
beberapa mekanisme berikut. Pertama, stimulus cahaya saat aktivitas
luar ruangan memicu keluarnya dopamin retina, yang menghambat
proses pertumbuhan dan perubahan bentuk sklera. Kedua, hipotesis
bahwa stimulus cahaya mengaktifkan kaskade sinyal retina ke sklera
yang akan mempengaruhi proses perubahan sklera. Ketiga, memberi
kesempatan melihat jarak jauh tanpa akomodasi, menyeimbangkan
hyperopic defocus berkepanjangan yang kerap terjadi di dalam
ruangan.
d. Jenis Kelamin
Kejadian miopia pada anak perempuan lebih tinggi daripada anak laki-
laki. Perempuan memiliki risiko 1,21 kali lebih tinggi untuk mengidap
miopia daripada laki-laki. Anak perempuan cenderung memiliki
aktivitas luar ruangan yang lebih singkat dan lebih lama bekerja
dengan jarak pandang dekat.
e. Lama Waktu Tidur
Hubungan antara waktu tidur dan miopia belum sepenuhnya dipahami.
Anak yang tidur selama 9 jam atau lebih dalam sehari memiliki risiko
lebih rendah daripada yang tidur kurang dari 7 jam sehari.Terdapat dua
hipotesis, pertama yaitu tidur mengistirahatkan otot siliar dan
menghambat progresi miopia.Kedua, tidur memberi kesempatan bagi
sel batang mata untuk terpajan suasana gelap (skotopik).
f. Pemakaian Perangkat dengan Layar Digital (Digital Screen Time)
Pemakaian perangkat dengan layar digital, misalnya tablet,
smartphone, televisi, dan komputer, dalam jangka lama dapat
menyebabkan serangkaian gejala yang disebut digital eye strain (DES)
atau ketegangan mata digital, berupa mata lelah, mata kering, nyeri
kepala, mata kabur, dan nyeri kepala hingga leher.Namun, bukti
hubungan antara pemakaian perangkat dengan layar digital dan
kejadian miopia masih kontradiktif. Sebuah studi menyarankan batas
pemakaian perangkat digital tidak lebih dari 2 jam per hari pada anak
dan remaja untuk mencegah perkembangan miopia. Penggunaan tablet
memiliki risiko miopia lebih rendah daripada smartphone, karena
tablet cenderung diposisikan lebih jauh dari mata pengguna sehingga
beban konvergensi mata lebih rendah.Ulasan sistematis lainnya
memaparkan tidak ada hubungan antara layar digital dan
perkembangan miopia.
g. Kepadatan Penduduk, Ukuran Rumah dan Perkotaan
Hidup di lingkungan padat penduduk, perkotaan dan ukuran rumah
sempit memiliki risiko bola mata lebih panjang, atau miopia lebih
tinggi. Hal ini dikaitkan dengan area bermain luar ruangan yang
terbatas, sehingga makin banyak porsi waktu untuk pekerjaan dengan
jarak pandang dekat.
h. Status Ekonomi
Status ekonomi dihubungkan dengan motivasi belajar yang
menyebabkan lebih banyaknya pekerjaan dengan jarak pandangan
dekat.

2.6.3 Patofisiologi Miopia


2.6.4 Klasifikasi berdasarkan Derajat Miopia
2.6.5 Manifestasi Klinis Miopia
2.6.6 Diagnosis (Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, Pemeriksaan Penunjang) Miopia
2.6.7 Diagnosis Banding Miopia
2.6.8 Tatalaksana Miopia
2.6.9 Komplikasi Miopia
2.7 Kesimpulan
Berdasarkan skenario, dilakukan pemeriksaan pada bayi usia 4 bulan dengan
berat badan lahir 2000-gram dan didapatkan hasil pemeriksaan berupa tidak
terabanya buah pelir bayi tersebut yang mengarah ke diagnosis Kriptorkismus
atau UDT (undescended testis). UDT merupakan kelainan kongenital dimana
terjadi kegagalan penurunan salah satu atau kedua testis ke dalam bagian bawah
skrotum disebabkan karena faktor anatomis, faktor hormonal dan faktor mutasi
genetik. Fase-fase penurunan testis terdiri atas fase transabdominal dan fase
inguinoskrotal. UDT diklasifikasikan menjadi tiga yaitu UDT sesungguhnya,
testis ektopik dan testis retractile. Untuk mendiagnosis UDT diperlukan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan
hormonal, pemeriksaan radiografi dan laparaskopi. Penanganan UDT yang
kurang tepat dapat menyebabkan komplikasi seperti infertil, komplikasi
hormonal dan komplikasi pembedahan. Penatalaksanaan UDT dapat
menggunakan terapi hormon dan pembedahan orchidopexy.
DAFTAR PUSTAKA

1. ODawn K. DeCarlo., et al. Trial Frame Refraction versus Autorefraction


among New Patients in a Low-Vision Clinic.Investigative Ophthalmology &
Visual Science, Vol. 54, No. 1. 2013
2. OMichelle L Hennelly. 2019. How to detect myopia in the eye clinic.
COMMUNITY EYE HEALTH JOURNAL VOLUME 32.
3. OIlyas, Sidarta. 2014. Ilmu Penyakit Mata. Edisi kelima. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta.
4. ODorland, W.A. Newman. 2012. Kamus Saku Kedokteran Dorland Edisi 28.
EGC Medical Publisher. Jakarta
5. ODorland. 2015. Kamus Saku Kedokteran Ed 29. Elsevier : Singapore
6. OShen, Guang Lin, et.al . 2016. Etiology, diagnosis, management and
outcomes of epiphora referrals to an oculoplastic practice. Int J Ophthalmol.
2016; 9(12): 1751–1755. Published online 2016 Dec 18. Doi:
10.18240/ijo.2016.12.08
7. OWidodo Agung, et al. 2017. Jurnal Oftalmologi Indonesia “Miopia Patologi”.
Surabaya : FK Unair
8. OMelati, Aisyah Permana. 2015. FAKTOR YANG BERHUBUNGAN
DENGAN KELUHAN COMPUTER VISION SYNDROME (CVS) PADA
PEKERJA RENTAL KOMPUTER DI WILAYAH UNNES. Jurusan Ilmu
Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri
Semarang, Indonesia
9. OVaughan D, Asbury J. Oftalmologi Umum. Anatomi dan Embriologi Mata :
Glaukoma. Edisi ke-17. Jakarta: EGC; 2013. hal. 212-28.
10. American Academy of Ophthalmology (AAO)
11. Annechien E. G. Haarman. 2020. The Complications of Myopia: A Review
and Meta-Analysis. Investigative Ophthalmology & Visual Science Journal.
12. Denniston A. K. O., Murray P. I. Philip Oxford Handbook of Ophthalmology.
Oxford, UK: Oxford University Press; 2018.
13. Vaughan D, Asbury J. Oftalmologi Umum. Pemeriksaan Oftalmologik. Edisi
ke-17. Jakarta: EGC; 2013. hal. 31.
14. Hennelly ML. How to detect myopia in the eye clinic. Community Eye
Health. 2019;32(105):15-16. PMID: 31409949; PMCID: PMC6688402.
15. Denniston A. K. O., Murray P. I. Philip Oxford Handbook of Ophthalmology.
Oxford, UK: Oxford University Press; 2018.
16. David A. Goss, et. al. (1987). Myopia. In: John F. Amos, OD ed. Diagnosis
and Management in Vision Care Butterworth, USA. p. 121-162)
17. Miopia: Epidemiologi dan Faktor Risiko. Fabiola Supit & winly,
18. General Practitioner, Alumna from Faculty of Medicine, Public Health and
Nursing,Gadjah Mada University, Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai