Anda di halaman 1dari 22

Kata Pengantar

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmatNyalah penulis dapat menyelesaikan Referat ini tepat pada waktunya. Penulis
juga ingin berterimakasih yang sebesar besarnya kepada Dr. Rastri Paramita, Sp.M
yang telah membimbing , dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan Referat ini.
Penulis juga ingin mengucapkan terimakasih untuk orang tua yang senantiasa
memberikan dukungan moril maupun material dan juga ucapan terimakasih penulis
kepada teman teman yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Pada kesempatan ini, penulis membahas mengenai Kelainan refraksi,
bagaimana mendiagnosis penyakit sampai dengan penatalaksanaannya dan terapi apa
yang direkomendasikan. Penulis berharap semoga Referat ini dapat bermanfaat untuk
semua orang. Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, untuk itu
penulis menerima kritik dan saran yang membangun dari siapa saja mengenai apabila
terdapat kesalahan dalam penulisan referat ini.

Penyusun, 15 Februari 2014

Daftar Isi

I. PENDAHULUAN........................................................................................................3
II. PEMERIKSAAN........................................................................................................4
a. Cara Pemeriksaan Visus Dasar....................................................................................4
b. Cara Pemeriksaan Low Visual Acuity.........................................................................5
c. Tes Pin Hole.................................................................................................................5
d. Pemeriksaan Refraksi untuk Koreksi Miopia dan Hipermetropia...............................6
e. Pemeriksaan Refraksi untuk Koreksi Presbiop............................................................6
f. Pengukuran Jarak Pupil................................................................................................7
III. KELAINAN-KELAINAN REFRAKSI....................................................................7
A.EMETROPIA...............................................................................................................7
B.MIOPIA........................................................................................................................8
B.HIPERMETROPIA....................................................................................................12
C.ASTIGMATISMA......................................................................................................14
D.PRESBIOPIA.............................................................................................................20
IV. KESIMPULAN........................................................................................................21

REFRAKSI
I. PENDAHULUAN
Mata dapat dianggap sebagai kamera potret, dimana sistem refraksinya
menghasilkan bayangan kecil dan terbalik di retina. Rangsangan ini diterima oleh sel
batang dan kerucut di retina, yang diteruskan melalui saraf optik nervus kedua, ke
korteks serebri pusat penglihatan, yang kemudian tampak sebagai bayangan yang
tegak. Supaya bayangan tidak kabur, kelebihan cahaya diserap oleh lapisan epitel
pigmen di retina. Bila intensitas cahaya terlalu tinggi, pupil akan mengecil untuk
menguranginya. Refraksi mata ditentukan oleh permukaan kornea, humor akueus,
lensa, badan kaca (vitreous humor) dan panjangnya bola mata.

Gambar 1: Anatomy Bola mata


Sumber: http://webvision.med.utah.edu/anatomy.html
Nilai indeks (n) kornea,humor aqueous dan badan kaca adalah masing-masing
adalah 1.33. Manakala nilai indeks lensa adalah 1.41. Total kekuatan refraksi bola
mata adalah 60 dioptri.Kekuatan refraksi kornea dan lensa adalah 40 dan 20 dioptri.
Tetapi untuk tujuan praktis, refraksi mata terjadi di dua tempat, yaitu
permukaan anterior kornea dan lensa. Daya refraksi kornea hampir sama dengan
humor akueus, sedang daya refraksi lensa hampir sama pula dengan badan kaca.

Keseluruhan sistem refraksi mata ini membentuk lensa yang cembung dengan fokus 23
mm. Dengan demikian pada mata yang emetrop, dalam keadaan mata istirahat, sinar
yang sejajar, yang datang di mata akan dibiaskan tepat di fovea sentralis dari retina.
Pada keadaan normal, cahaya tidak terhingga akan terfokus pada retina,
demikian pula bila benda jauh didekatkan, maka dengan adanya daya akomodasi benda
dapat difokuskan pada retina. Dengan berakomodasi, maka benda pada jarak yang
berbeda-beda akan terfokus pada retina.
Akomodasi adalah kemampuan lensa untuk mencembung yang terjadi akibat
kontraksi otot siliar. Akibat akomodasi, daya pembiasan lensa bertambah kuat,
kekuatan akomodasi akan meningkat sesuai kebutuhan. Makin dekat benda, makin
kuat mata harus berakomodasi. Kekuatan akomodasi diatur oleh refleks akomodasi.
Reflek ini akan bangkit bila mata melihat kabur, dan pada waktu konvergensi atau
melihat dekat.

II. PEMERIKSAAN
a. Cara Pemeriksaan Visus Dasar
1. Pasien duduk 6 meter (20 feet) dari kartu Snellen
2. Tutup mata kiri dengan okluder atau telapak tangan tanpa menekan bola
mata
3. Minta pasien membaca/mengidentifikasi optotip atau pemeriksa
menunjuk optotip. Dimulai dari yang terbesar hingga yang terkecil, dari
kiri ke kanan, yang masih dapat teridentifikasi sampai hanya separuh
optotip pada satu baris yang teridentifikasi dengan benar.
4. Lihat berapa tajam penglihatan pada baris tersebut. 5. Catat jumlah
optotip yang salah diidentifikasi
6. Ulangi langkah 1-5 untuk mata kiri.
7. Ulangi dengan menggunakan kedua mata dan catat sebagai tajam
penglihatan dua mata

b. Cara Pemeriksaan Low Visual Acuity


Jika pasien tidak dapat melihat huruf pada Kartu Snellen yang paling atas,
maka dilakukan pemeriksaan ini.
1. Minta pasien duduk dengan nyaman.
2. Tutup mata yang tidak diperiksa.
3. Pemeriksa berdiri 1 m dari pasien, acungkan jari pemeriksa, minta pasien
menghitung jumlah jari.
4. Bila pasien menjawab dengan benar, pemeriksa mundur ke jarak 2 m, dst,
hingga jarak 6 meter.
5. Tajam penglihatan dicatat : hitung jari dari jarak 1 m = 1/60, dari jarak 2 m
= 2/60, s/d 6/60.
6. Bila pasien tidak dapat menghitung jari dari jarak 1 m, gerakkan tangan
pemeriksa dari jarak 1 m.
7. Tanyakan apakah pasien dapat melihat gerakan tangan serta arah gerakan
tangan pemeriksa.
8. Bila dapat melihat gerakan tangan : tajam penglihatan dicatat sebagai hand
movement atau 1/300.
9. Bila tidak dapat melihat gerakan tangan, sinari mata pasien dengan lampu
senter dan tanyakan apakah pasien dapat melihat cahaya.
10. Bila dapat melihat cahaya : tajam penglihatan dicatat sebagai ligh
perception atau 1/~.
11. Bila tak dapat melihat cahaya disebut no light perception atau 0.
12. Ulangi langkah 11-10 untuk mata sebelahnya.
c. Tes Pin Hole
Tes Pin Hole dilakukan untuk membedakan apakah penglihatan yang buram
disebabkan oleh kelainan refraksi atau bukan.
Cara pemeriksaannya adalah sebagai berikut :
1. Pasien diminta duduk dengan jarak yang ditentukan (umumnya 6 meter
atau 20 kaki) dari kartu pemeriksaan
2. Tutup mata yang akan diperiksa dengan okluder Pin Hole, bila
berkacamata, pasang koreksi kacamatanya

3. Langkah selanjutnya sama dengan pemeriksaan tajam penglihatan. 4. Catat


sebagai tajam penglihatan PH.
d. Pemeriksaan Refraksi untuk Koreksi Miopia dan Hipermetropia
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan apakah kelainan refraksi
disebabkan oleh miopia atau hipermetropia. Cara pemeriksaannya adalah
sebagai berikut:
1. Minta pasien untuk duduk pada jarak yang ditentukan (6 m) dari kartu
pemeriksaan.
2. Ukur jarak pupil untuk penglihatan jauh
3. Pasang trial frame, atur jarak pupil
4. Tutup mata kiri dengan okluder.
5. Periksa tajam penglihatan pasien.
6. Tambahkan lensa S + 0,50 pada mata kanan.
7. Tanyakan apakah penglihatan bertambah jelas atau tidak
8. Bila bertambah jelas, tambahkan terus lensa sferis positif hingga tercapai
tajam penglihatan terbaik. Pilih lensa sferis positif terbesar yang
memberi tajam penglihatan yang terbaik.
9. Bila dengan langkah 6, penglihatan bertambah kabur, tambahkan lensa S
- 0,50. Bila bertambah jelas, tambahkan terus lensa negatif hingga
tercapai tajam penglihatan terbaik. Pilih lensa sferis negatif terkecil yang
memberikan tajam penglihatan terbaik.
10. Ulangi langkah 4-9 untuk mata kiri.
11. Periksa kembali tajam penglihatan dua mata menggunakan lensa koreksi.
12. Minta pasien berdiri dan berjalan, tanyakan apakah merasa pusing.
e. Pemeriksaan Refraksi untuk Koreksi Presbiop
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara :
1. Minta pasien duduk di ruang terang.
2. Ukur jarak pupil untuk penglihatan dekat. 3. Pasang trial frame, atur jarak
pupil.
4. Tutup mata kiri dengan okluder.
5. Periksa tajam penglihatan mata kanan menggunakan kartu Jaeger, dari jarak
yang diinginkan pasien (umumnya 33 cm).

6. Bila bertambah jelas, tambahkan lensa sferis positif hingga pasien dapat
membaca sampai besar huruf 20/30
7. Ulangi langkah yang sama pada mata kiri 8. Ulangi pemeriksaan dengan
kedua mata.

f. Pengukuran Jarak Pupil


Cara pemeriksaan jarak pupil pada penglihatan dekat :
1. Sinari kedua mata dengan pen light dari jarak 33 cm.
2. Minta pasien agar melihat cahaya.
3. Ukur jarak antara pupil OD dengan OS
4. Catat sebagai jarak pupil pada penglihatan dekat
Untuk mendapatkan jarak pupil pada penglihatan jauh dapat dilakukan dengan
cara yang sama, namun pasien memfiksasikan penglihatannya pada objek yang
jauh. Selain itu jarak pupil untuk penglihatan jauh bisa didapatkan dengan cara
Menambahkan 2 mm jika jarak pupil pada penglihatan dekat kurang dari 60 mm.
Menambahkan 3 mm jika jarak pupil pada penglihatan dekat lebih dari 60 mm.

III. KELAINAN-KELAINAN REFRAKSI


Mata yang normal, disebut sebagai mata emetrop. Sedangkan mata yang
mengalami kelainan refraksi disebut sebagai ametrop.
Ametrop adalah suatu kondisi dimana sinar sejajar yang datang tidak difokuskan
tepat ke retina pada mata yang berada pada keadaan istirahat atau tanpa akomodasi.
Ametrop adalah suatu kondisi dimana sinar sejajar yang datang tidak difokuskan tepat
ke retina pada mata yang berada pada keadaan istirahat atau tanpa akomodasi. Sinar
sejajar yang datang dapat difokuskan di depan atau di belakang retina.
A.EMETROPIA
Emetropia berasal dari kata Yunani, emetros, yang berarti ukuran normal atau
dalam keseimbangan wajar, sedang arti opsis adalah penglihatan. Mata dengan sifat
emetropia adalah mata tanpa adanya kelainan refraksi pembiasan sinar mata dan
berfungsi normal.

Pada mata ini daya bias mata adalah normal, dimana sinar jauh difokuskan
sempurna di daerah makula lutea tanpa bantuan akomodasi.
Mata emetropia akan mempunyai penglihatan normal atau 6/6 atau 100%. Bila
media penglihatan seperti kornea, lensa, dan badan kaca keruh, maka sinar tidak dapat
diteruskan ke macula lutea. Pada keadaan media penglihatan keruh maka penglihatan
tidak akan 100% atau 6/6

Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran depan


dan kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata. Kornea mempunyai daya
pembiasan sinar terkuat dibanding bagian mata lainnya. Lensa memegang peranan
membiaskan sinar terutama pada saat melakukan akomodasi atau melihat benda yang
dekat. Panjang bola mata seseorang dapat berbeda-beda. Bila terdapat kelainan
pembiasan sinar oleh kornea (mendatar, mencembung) atau adanya perubahan panjang
(lebih panjang, lebih pendek) bola mata maka sinar normal tidak dapat terfokus pada
macula. Keadaan ini disebut sebagai ametropia yang dapat berupa miopia,
hipermetropia atau astigmat.
Kelainan lain pada pembiasan mata normal adalah gangguan perubahan
kecembungan lensa yang dapat berkurang akibat berkurangnya elastisitas lensa
sehingga terjadi gangguan akomodasi. Gangguan akomodasi dapat terlihat pada usia
lanjut sehingga terlihat keadaan yang disebut presbiopia.

B.MIOPIA
DEFINISI
Miopia atau penglihatan dekat (nearsighted) adalah suatu kelainan refraksi
dimana sinar sejajar yang datang dari jarak tak terhingga, oleh mata dalam keadaan
istirahat atau tanpa akomodasi, difokuskan didepan retina. Pada miopia didapatkan
bayangan kabur pada penglihatan jauh sedangkan penglihatan dekat lebih jelas dan
penderita menjadi melihat terlalu dekat.

Gambar 2. Refraksi cahaya dan penglihatan pada mata miopi


Sumber: : http://www.emedicine.com/

ETIOLOGI
Penyebab terjadinya kelainan refraksi miopia dapat dibagi menjadi 2 yaitu yang
disebabkan oleh sistem optik yang terlalu kuat (miopia refraktif) dan yang disebabkan
oleh jarak anterior posterior bola mata terlalu panjang (miopia aksial).
Jarak anterior posterior bola mata terlalu panjang, dapat merupakan kelainan
kongenital maupun didapat, juga ada faktor herediter. Sebab-sebab aksis lebih panjang
karena konvergensi berlebihan menyebabkan polus posterior mata memanjang.
Kelainan sistem optik penyebabnya dapat terletak pada kornea yang terlalu
cembung, misalnya pada kelainan kongenital (keratokonus dan keratoglobus) maupun
didapat (keratektasia akibat menderita keratitis sehingga kornea menjadi lemah,
dimana tekanan intraokuler menyebabkan kornea menonjol di depan).Lensa yang
terlalu cembung akibat terlepas dari zunula zinii, pada luksasi lensa atau subluksasi
lensa, oleh kekenyalannya sendiri lensa menjadi lebih cembung. Cairan mata, dimana
pada seseorang yang menderita diabetes melitus yang tidak terkontrol dengan baik
menyebabkan tingginya kadar gula dalam humor aqueous, akibatnya indeks bias cairan
meninggi pula.
KLASIFIKASI
Miopi diklasifikasikan berdasarkan pada tingkat dioptri dan secara klinis.

Klasifikasi miopi berdasarkan tingkatan tinggi dioptri:


1. Miopi ringan = sampai 3 dioptri
2. Miopi sedang = 3-6 dioptri
3. Miopi berat = 6-9 dioptri
Klasifikasi miopi berdasarkan klinis :
1. Miopia simpleks:
Miopi simpleks sering terjadi pada usia muda, kemudian berhenti.
Miopi ini akan naik sedikit pada waktu pubertas dan bertambah lagi hingga
usia 20 tahun. Besar dioptri pada miopi ini kurang dari 5D atau 6D.
2. Miopia progresif :
Miopi progresif merupakan kelainan miopi yang jarang. tetapi dapat
ditemukan pada semua umur. Kelainannya mencapai puncak pada waktu masih
remaja dan bertambah terus sampai umur 25 tahun atau lebih. Besar dioptri
dapat diperoleh melebihi 6 dioptri.
3. Miopi Maligna
Miopi maligna merupakan miopi progresif yang lebih berat. Miopi
progresif dan miopi maligna sering juga disebut miopi degeneratif, karena
kelainan ini disertai dengan degenerasi koroid, vitreous floaters, degenerasi
likuifaksi dan bagian mata yang lain.
GEJALA KLINIK
Gejala pada miopi dapat dibedakan menjadi berdasarkan gejala subjektif dan gejala
objektif :

Gejala subjektif terdiri dari :


1. Penglihatan jauh kabur, lebih jelas dan nyaman apabila melihat dekat karena
membutuhkan akomodasi yang lebih kecil daripada emetrop.
2. Kadang seakan melihat titik-titik seperti lalat terbang karena degenerasi vitreus.
3. Mata lekas lelah, berair, pusing, cepat mengantuk (merupakan gejala
asthenophia).
4. Memicingkan mata agar melihat lebih jelas agar mendapat efek pin-hole.

Gejala objektif terdiri dari :

10

1. Bilik mata depan dalam karena otot akomodasi tidak dipakai.


2. Pupil lebar (midriasis) karena kurang berakomodasi.
3. Mata agak menonjol pada miopi tinggi.
4. Pada pemeriksaan oftalmoskopi, retina dan koroid tipis disebut fundus tigroid.
KOMPLIKASI
Penyulit dapat timbul biasanya pada pasien dengan myopia tinggi, antara lain
adalah terjadinya ablasio retina, degenerasi vitreous, strabismus, perubahan pigmentasi
retina, perdarahan makula, glaukoma sudut terbuka dan post-cortical katarak.
Strabismus biasanya esotrofia, atau strabismus ke dalam akibat mata berkonvergensi
terus-menerus. Bila terdapat strabismus ke luar, mungkin fungsi satu mata telah
berkurang atau terdapat ambliopia
TERAPI
Penatalaksanaan pada penderita miopi dapat dilakukan dengan cara non bedah
dan bedah, hal ini juga tergantung dari berat-ringannya miopi penderita tersebut.
1. Koreksi non bedah bisa dilakukan dengan memakai kaca mata sferis negatif
terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal atau lensa
kontak.Lensa kontak mengurangi masalah kosmetik yang muncul pada
penggunaan kacamata akan tetapi memerlukan perawatan lensa yang benar dan
bersih.

Gambar 3. Koreksi pada Mata Miopi


Sumber: http://www.eyecenter.com.ph/

11

2. Koreksi dengan bedah :


Pada keadaan tertentu miopi dapat diatasi dengan pembedahan pada kornea.
Pada saat ini telah terdapat berbagai cara pembedahan pada miopi, seperti
keratotomi radial, keratektomi fotoreaktif dan Laser assisted In situ
interlamellar keratomilieusis (LASIK)

B.HIPERMETROPIA
DEFINISI
Hipermetropia adalah suatu keadaan kelainan refraksi dimana tanpa akomodasi,
sinar-sinar sejajar yang jatuh di kornea akan difokuskan di belakang retina. Untuk
sinar-sinar yang berjarak kurang dari 5 m, akan difokuskan lebih jauh di belakang
retina.

Gambar 4: Refraksi cahaya pada mata hipermetropia


ETIOLOGI
1.

Hipermetrop aksial
Hipermetrop disebabkan sumbu mata terlalu pendek. Hal ini dapat bersifat

congenital seperti mikrotafmi, ataupun akuisita akibat retinitis sentralis ataupun ablasio
retina yang mengakibatkan jarak lensa ke retina terlalu pendek
2. Hipermetrop pembiasan
Hipermetrop disebabkan daya bias yang kurang. Penyebabnya antara lain pada:

Kornea: lengkung kornea kurang dari normal (aplanatio cornea)

Lensa: Sklerosis, sehingga tidak secembung semula, ataupun afakia

12

Cairan mata: Pada penderita diabetes, karena pengobatan yang


berlebihan sehingga humor akueus yang mengisi bilik mata mengandung
kadar gula rendah dan daya bias berkurang

KLASIFIKASI
Klasifikasi hipermetropi berdasarkan klinis :
a. Hipermetropia laten, adalah hipermetropia yang hanya dapat terdeteksi dengan
pemberian siklopegik, karena dapat diimbangi seluruhnya dengan akomodasi.
Makin muda seseorang, makin besar komponen hipermetropia laten. Makin tua
seseorang, akan terjadi kelemahan akomodasi sehingga hipermetropia laten
menjadi hipermetropia fakultatif dan kemudian akan menjadi hipermetropia
absolut.
b.

Hipermetropia manifest, adalah hipermetropia yang dapat terdeteksi tanpa


pemberian siklopegik (untuk memparalise proses akomodasi) dan koreksi
terbaik didapatkan dengan lensa positif yang terbesar. Hipermetropia ini dibagi
menjadi:
-

Hipermetropia fakultatif, dimana kelainan hipermetropia dapat diimbangi


dengan akomodasi yang kuat atau pemberian kacamata positif.

Hipermetropia absolut, dimana kelainan refraksi tidak diimbangi dengan


akomodasi dan memerlukan kacamata positif untuk melihat jauh.

c. Hipermetropia total, adalah hipermetropia yang dapat terdeteksi setelah


akomodasi dilumpuhkan dengan obat sikloplegik.
GEJALA KLINIK
Gejala pada hipermetropi dapat dibedakan menjadi berdasarkan gejala
subjektif dan gejala objektif :
Gejala subjektif terdiri dari :

Penglihatan dekat kabur, kecuali pada hipermetrop tinggi atau pada usia tua,
penglihatan jauh juga terganggu

Asthenophia akomodatif dengan gejala sakit sekitar mata, sakit kepala,


konjungtiva merah, lakrimasi, fotofobi ringan, mata terasa panas dan berat,

13

mengantuk. Gejala biasanya timbul setelah melakukan pekerjaan dekat


seperti menulis, membaca, dan sebagainya
Gejala objektif terdiri dari :

Bilik mata depan dangkal karena akomodasi terus menerus sehingga


menimbulkan hipertrofi otot siliaris yang disertai terdorongnya iris ke
depan

Pupil miosis karena berakomodasi.

Pseudopapilitis (pseudoneuritis) karena hiperemis papil N.II akibat


akomodasi terus menerus sehingga seolah-olah meradang.

KOMPLIKASI
Penyulit yang dapat ditemukan antara lain adalah glaukoma sudut tertutup
karena sudut bilik mata depan dangkal dan strabismus konvergen akibat akomodasi
terus menerus
TERAPI
Terapi dilakukan dengan koreksi menggunakan lensa spheris positif terbesar
yang memberikan visus terbaik dan dapat melihat dekat tanpa kelelahan. Secara umum
tidak diperlukan lensa spheris positif pada hipermetropi ringan, tidak ada astenopia
akomodatif, dan tidak ada strabismus.
C.ASTIGMATISMA
DEFINISI
Astigmatisma

merupakan

suatu

kelainan

refraksi

dimana

didapatkan

bermacam-macam derajat refraksi pada bermacam-macam meridian sehingga sinar


sejajar yang datang difokuskan pada macam-macam fokus pula. Berkas sinar tidak
difokuskan pada satu titik terjadi akibat kelainan kelengkungan permukaan konea (90
%) dan kelainan kelengkungan permukaan lensa (10 %). Pada mata astigmatisme,
lengkungan jari-jari pada satu meridian kornea lebih panjang daripada jari-jari
meridian yang tegak lurus padanya.

14

Gambar 5: Refraksi cahaya pada mata astigmatisma

ETIOLOGI
Penyebab astigmatisma secara garis besar :
1.

Kelainan kornea

Perubahan lengkung kornea dengan atau tanpa pemendekan atau pemanjangan


diameter anteroposterior bola mata. Bisa kongenital atau akuisita akibat kecelakaan,
peradangan kornea ataupun operasi. Astigmatisma kornea harus diperiksa dengan tes
placido, dimana gambaran kornea terlihat tak teratur.
2.

Kelainan lensa

Kekeruhan lensa biasanya katarak insipien atau imatur.


3.Selain hal-hal diatas, terdapat penyebab astigmatisma yang lain diantaranya:

pembiasan sinar pada mata tidak sama pada semua bidang atau meridian

astigmatisma disebabkan karena pembiasan mata yang tidak sama pada


berbagai sumbu penglihatan mata

keadaan dimana mata lebih rabun jauh pada salah satu sumbu (misal 90 derajat)
dibanding sumbu lainnya (180 derajat)

umumnya akibat kornea berbentuk lonjong (oval) seperti telur, makin lonjong
bentuk kornea makin tingggi astigmatisma mata

astigmatisma biasanya diturunkan atau terjadi sejak lahir

astigmatisma biasanya berjalan bersama dengan miopia dan hipermetropia dan


tidak banyak terjadi perubahan selama hidup

15

pada usia pertengahan, kornea menjadi lebih sferis kembali sehingga


astigmatisma menjadi astigmatism againts the rule (astigmatisma tidak lazim).

KLASIFIKASI
Berdasarkan keteraturan meridiannya, astigmatisma terbagi atas:
1.

Astigmatisma reguler
Suatu astigmatisme yang memperlihatkan kekuatan pembiasan bertambah atau

berkurang perlahan-lahan secara teratur dari satu meridian ke meridian berikutnya.


Bayangan yang terjadi pada astigmatisme reguler dengan bentuk yang teratur, dapat
berbentuk garis, lonjong atau lingkaran.

2.

Astigmatisma irreguler
Suatu astigmatisma yang tidak memiliki 2 meridian yang saling tegak lurus.

Pada astigmatisma ireguler, kekuatan pembiasan meridian-meridian utamanya selalu


berubah sepanjang bukaan pupil. Astigmatisma ini dapat terjadi akibat kelengkungan
kornea pada meridian yang sama berbeda sehingga bayangan menjadi lebih irreguler.
Astigmatisma irreguler terjadi akibat infeksi kornea, trauma, distrofi atau akibat
kelainan pembiasan pada meridian lensa yang berbeda. Pada tes placido terdapat
gambaran yang irreguler.
Astigmatisma reguler berdasarkan letak pembiasan dibagi atas :

Astigmatisma miopia simpleks


Satu meridian berupa miopia sedangkan meridian yang lain emetropia
Contoh : C-2.00 X 90

Astigmatisma miopia compositium


Kedua meridian berupa miopia
Contoh : CS-1.50 C-1.00 X 60

Astigmatisma hipermetropia simpleks


Satu meridian berupa hipermetropia, sedangkan meridian yang lain emetropia
Contoh : C+2.00 X 45

Astigmatisma Hipermetropia compositium


Kedua meridian berupa hipermetropia
Contoh : S+3.00 C+2.000 X 30

16

Astigmatisma mixtus
Satu meridian berupa miopia sedangkan meridian yang lain hipermetropia
Contoh : S+2.00 C-5.00 X 180

Ast. M.Simplex

Ast. H. Simplex

Simplex
Ast. M Compositium

Ast. H Compositium

Ast. Mixtus

Gambar 6: Macam-macam Astigmatisma Reguler


Berdasarkan letak meridian utamanya, astigmatisma reguler dibagi atas:

Astigmatism with the rule


Pada Astigmatism with the rule, daya bias terbesar terletak dalam rentang 20
derajat meridian vertikal. Keadaan ini lazim didapatkan pada anak atau orang
muda dan bayi baru lahir akibat dari perkembangan normal serabut-serabut
kornea.

Astigmatism against the rule


Pada Astigmatism against the rule, daya bias terbesar terletak dalam rentang 20
derajat meridian horizontal. Keadaan ini terjadi akibat kelengkungan kornea
pada bagian meridian horizontal lebih kuat dibandingkan kelengkungan kornea
vertikal. Keadaaan ini sering ditemukan pada usia lanjut karena kornea menjadi
lebih sferis kembali.

Astigmatisma oblik

17

Merupakan astigmatisma regular dengan meridian-meridian utamanya tidak


terletak dalam 20 derajat horizontal atau vertikal.
GEJALA DAN TANDA-TANDA
1. Distorsi dari bagian-bagian lapang pandang
2. Tampak garis-garis vertikal, horizontal atau miring yang kabur
3. Memegang bahan bacaan dekat dengan mata
4. Sakit kepala
5. Mata berair
6. Kelelahan mata
7. Memiringkan kepala untuk melihat dengan lebih jelas

DIAGNOSIS
1. Anamnesa gejala-gejala dan tanda-tanda astigmatisme 2. Pemeriksaan Oftalmologi
a. Visus tergantung usia dan proses akomodasi dengan menggunakan Snellen Chart
b. Refraksi Periksa mata satu per satu, mulai dengan mata kanan. Pasien diminta
untuk memperhatikan kartu tes astigmatisme dan menentukan garis yang mana yang
tampak lebih gelap dari yang lain. Contohnya, pasien yang miopia pada meridian
vertikal dan emmetropia pada meridian horizontal akan melihat garis-garis vertikal
tampak distorsi, sedangkan garis-garis horizontal tetap tajam dan tidak berubah.
Sebelum pemeriksaan subjektif ini, disarankan menjadikan penglihatan pasien miopia
untuk menghindari bayangan difokuskan lebih jauh ke belakang retina. Selain itu,
untuk

pemeriksaan

objektif,

bisa

digunakan

keratometer,

keratoskop,

dan

videokeratoskop
c. Motilitas okular, penglihatan binokular, dan akomodasi termasuk pemeriksaan
duksi dan versi, tes tutup dan tes tutup-buka, tes Hirschberg, amplitud dan fasilitas
akomodasi, dan steoreopsis
d. Penilaian kesehatan okular dan skrining kesehatan umum untuk mendiagnosa
penyakit-penyakit yang bisa menyebabkan astigmatisme. Pemeriksaan ini termasuk
reflek cahaya pupil, tes konfrontasi penglihatan warna, tekanan intraokular, dan
pemeriksaan menyeluruh tentang kesehatan segmen anterior dan posterior dari

18

mata dan adnexanya. Biasanya pemeriksaan dengan ophthalmoskopi indirect


diperlukan untuk mengevaluasi segmen media dan posterior

\
Gambar 15. Kartu untuk tes Astigmatisme
PENATALAKSANAAN ASTIGMATISME
1.Astigmatisme bisa dikoreksi dengan menggunakan lensa silinder tergantung gejala
dan jumlah astigmatismenya
2.Untuk astigmatisme yang kecil, tidak perlu dikoreksi dengan silinder
3.Untuk astigmatisme yang gejalanya timbul, pemakaian lensa silender bertujuan untuk
mengurangkan gejalanya walaupun kadang-kadang tidak memperbaiki tajam
penglihatan
4.Aturan koreksi dengan lensa silinder adalah dengan meletakkannya pada aksis 90o
dari garis tergelap yang dilihat pasien pada kartu tes astigmatisme. Untuk
astigmatisme miopia, digunakan silinder negatif, untuk astigmatisme hiperopia,
digunakan silinder positif
5.Untuk astigmatisme irregular, lensa kontak bisa digunakan untuk meneutralisasi
permukaan kornea yang tidak rata.
6.Selain itu, astigmatisme juga bisa dikoreksi dengan pembedahan LASIK,
keratektomi fotorefraktif dan LASEK.

19

D.PRESBIOPIA
DEFINISI
Presbiopia merupakan kelainan refraksi pada mata yang menyebabkan punctum
proksimum mata menjadi jauh. Hal ini disebabkan karena telah terjadi gangguan
akomodasi yang terjadi pada usia lanjut. Presbiopia merupakan suatu keadaan yang
fisiologis, bukan suatu penyakit dan terjadi pada setiap mata.
ETIOLOGI
Gangguan daya akomodasi akibat kelelahan otot akomodasi yaitu menurunnya
daya kontraksi dari otot siliaris sehingga zonulla zinii tidak dapat mengendur secara
sempurna. Gangguan akomodasi juga terjadi karena lensa mata elastisitasnya
berkurang pada usia lanjut akibat proses sklerosis yang terjadi pada lensa mata.

GEJALA KLINIK
Gejala yang timbul akibat gangguan akomodasi pada pasien berusia di atas 40
tahun ini adalah keluhan saat membaca atau melihat dekat menjadi kabur dan
membaca harus dibantu dengan penerangan yang lebih kuat (pupil mengecil), serta
mata menjadi cepat lelah.
Keadaan ini bila tidak dikoreksi akan menimbulkan gejala astenopia yaitu mata
lekas lelah, berair, pusing, cepat mengantuk. Pemeriksaan presbiopia mempergunakan
tes dari Jaeger.
TERAPI
Penatalaksanaan pada penderita presbiopia adalah dengan menggunakan
kacamata sferis positif (S+), yang kekuatannya sesuai dengan umur pasien. Pada
kacamata baca diperlukan koreksi atau penambahan sesuai dengan bertambahnya usia
pasien biasanya adalah :

+1.0 D untuk usia 40 tahun

20

+1.5 D untuk usia 45 tahun

+2.0 D untuk usia 50 tahun

+2.5 D untuk usia 55 tahun

+3.0 D untuk usia 60 tahun

Penambahan kekuatan lensa untuk membaca juga disesuaikan dengan kebutuhan jarak
kerja pasien pada waktu membaca sehingga angka angka di atas tidak merupakan
angka yang tetap. Penambahan maksimal kekuatan lensa yang diberikan pada pasien
presbiopia adalah +3.0, hal ini karena pada keadaan ini mata tidak melakukan
akomodasi bila membaca pada jarak 33 cm, karena benda yang dilihat terletak pada
titik api lensa +3.0 dioptri sehingga sinar yang keluar akan sejajar dan bayangan akan
difokuskan tepat pada retina.

IV. KESIMPULAN
Kelainan refraksi adalah salat satu gangguan mata yang dapat mengganggu dalam
kegiatan sehari-hari dan menjadi masalah serius dalam keluhan padqa mata. Kelainan
refraksi adalah keadaan bayangan tegas tidak dibentuk pada retina, dimana terjadi
ketidakseimbangan sistem penglihatan pada mata sehingga menghasilkan bayangan
yang kabur. Sinar tidak dibiaskan tepat pada retina, tetapi dapat di depan atau di
belakang retina dan/ atau tidak terletak pada satu titik fokus. Kelainan refraksi dapat
diakibatkan terjadinya kelainan kelengkungan kornea dan lensa, perubahan indeks bias,
dan kelainan panjang sumbu bola mata.
Dalam hal diagnosis dan penatalaksanaan, kelainan refraksi tidak mudah untuk
dideteksi, butuh pembelajaran terus menerus agar dapat memahami dan mengevaluasi
kelainan refraksi. Oleh karena itu, kelainan refraksi harus segera ditanggulangi agar
tidak menjadi lebih berat atau mengganggu aktifitas sehari-hari.

21

DAFTAR PUSTAKA
1. Montgomery TM. Anatomy, Physiology & Pathology of the Human Eye.
2006. Available at http://www.tedmontgomery.com/the_eye/index.html
2. Ilyas S. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta. Balai Penerbit
FKUI.1999.
3. Vaughan D.G, Asbury T, Eva P.R. Oftalmologi Umum.Edisi 14. Jakarta.
Arcan-Hipokrates.1996.
4. Suhardjo. Ilmu Kesehartan Mata. Edisi 1. Yogyakarta. Bagian Ilmu Penyakit
Mata FKUGM. 2007.
5. Koreksi Pada Mata Miopi. Diuduh dari : http://www.eyecenter.com.ph/

22

Anda mungkin juga menyukai