PENDAHULUAN
B. ISI
a. PPI ( pencegahan dan pengendalian infeksi )
Universal precautions yaitu tindakan dalam mencegahan dan pengendalian infeksi
secara rutin untuk mengurangi resiko penyebaran infeksi, dan untuk mencegah
terjadinya HAIS, yaitu infksi yang terjadi selama proses perawatan di RS namun gejala
akan muncul setelah pasien pulang. Juga infeksi pada petugas kesehatan yang terjadi
karena pekerjaan.
Salah satu upaya pendukung maka perlu ditekankan 5 moment hand hygiene, yaitu 2
sebelum dan 3 sesudah tindakan ke pasien. Kebersihan tangan merupakan cara
efektifyang sederhana, dengan handrub (20-30 detik) dan handwash (40-60 detik).
Standart WHO 5 moment cuci tangan mengena pada perawat 70%, dokter 10% dan
instalasi lain 20%.
Selain itu, penggunaan APD juga sangat berperan dalam proteksi diri petugas dari
bahaya phisikal, kemikal, biologis atau bahan infeksius. Pengolahan limbah dan
pemilahan linen juga wajib diperhatikan. Linen kotor non infeksius dimasukkan dalam
kantong warna hitam. Linen kotor infeksius dimasukkan dalam kantong warna kuning.
Gunakan cara aman pada penggunaan benda tajam, jangan recapping jarum bekas
pakai, jangan mematahkan jarum, melepas dan membengkokkan jarum bekas pakai.
Etika bersin dan batuk :
1. Ambil tisyu saat akan bersin, apabila tidak ada tisyu gunakan siku untuk menutup
mulut, jangan menggunakan tangan, pakailah masker dan cuci tangan.
2. Tutup mulut dengan tisyu pada saat bersin.
3. Buang tisu ke dalam bak sampah.
4. Lakukan prosedur kebersihan tangan.
c. Pemeriksaan Mata
1. Pemeriksaan visus
Menilai tajam penglihatan dan memberikan penilaian menurut ukuran baku yang
ada. Perawat menilai visus pasien dinilai dari deretan terakhir pasien mampu
membaca kartu snellen. Jika pasien tidak mampu mengenal huruf atau angka atau
arah kaki atau gambar binatang dengan kode yang terbesar (60 meter) lakukan
dengan hitungan jari mulai dari 20cm dari muka pasien terus kebelakang dengan
jarak 1 meter, sampai dimana pasien tidak dapat melihat maksimal 6 meter ( 1/60
sapai 6/60 ). Jika hitungan jari tidak dapat terlihat, lakukan dengan lambaian tangan
(1/300). Jika lambaian tangan tidak dapat terlihat, lakukan dengan mendekatkan
senter dan menanyakan kepada pasien untuk membedakan terang gelap (1/~). Bila
pasien tidak dapat membedakan terang gelap lampu senter tersebut berarti visus
pasien nol atau buta. Jika pasien menggunakan kaca mata, cek visus dengan kaca
mata.
2. Pemeriksaan proyeksi terhadap sinar dan persepsi warna
Perawat melakukan pemeriksaan proyeksi warna dengan menggunakan warna
merah-hijau dengan cara menyorotkan cahaya senter tepat kea rah warna tersebut
secara bergantian.
3. Pemeriksaan tekanan intraokuler
Pemeriksaan tekanan mata pasien dengan menggunakan kedua jari telunjuk
pemeriksa pada kelopak mata pasien.
4. Test Buta Warna
Tes yang digunakan untuk mengetahui apakah seseorang mengalami buta warna
atau tidak. Metode ini dilakukan dengan cara memperlihatkan gambar berisikan
berbagai warna yang diantara warna-warna tersebut terbentuk angka. Ishihara ini
umumnya dilakukan secara manual.
5. Memberikan obat tets dan zalf mata
Yaitu memberikan terapi topical berupa tets/zalf mata ke pasien.
6. Pemeriksaan schiemer tes
Tes yang digunakan untuk memeriksa apakah mata dapat memproduksi air mata
yang cukup untuk tetap cukup membasahinya.tes ini digunakan bila seseorang
mengalami kekeringan mata atau produksi air mata yang berlebihan.
7. Persiapan pasien pemeriksaan dokter
Mempersiapkan pasien yang akan dilakukan pemeriksaan mata oleh dokter sesuai
kondisi, bertujuan untuk memberikan tindakan awal yang diwajibkan sebelum
pasien diperiksa dokter. Antara lain keluhan, riwayat penyakit, alergi, pemakaian
obat, tindakan yang telah dilakukan, mengukur visus, BB, TB, dan vital sign.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah tonometry, retinometri,
refraktometri dan lensometri.
8. Koreksi Refraksi
Mengukur kekuatan refraksi maksimal pada pasien.
Pasien diposisikan duduk menghadap ke depan senyaman mungkin. Lensa pada alat
dibuat ukuran nol semua. Pasien membaca snellen dengan satu mata ditutup sampai
batas maksimal. Mata yang akan dikoreksi dicoba dengan lensa Sph (+) atau (-), jika
tambah terang ukuran lensa ditambah sedikit demi sedikit sampai pasien dapat
membaca pada snellen paling bawah (6/6) atau sampai batas kemampuan pasien.
Apabila lensa Sph(+) atau (-) dicoba kabur semua atau tidak maju makan perlu
pinhole. Jika masih tidak bisa maju hasilnya berarti ada kelainan media refraksi,
rujuk ke bagian retina atau neuroophtalmologi. Namun bila dipinhole pasien dapat
membaca labih baik maka selanjutnya dilakukan koreksi maksimal, jika masih sulit
diperlukan lensa cylinder dengan axis yang sesuai tititk terangnya ( dapat dilihat dari
hasil autorefraktometer. Catat hasil yang sesuai dengan kondisi pasien merasa
nyaman dengan lensa tersebut. Pengukuran PD (pupil distance) dilakukan dengan
pasien melihat hidung pemeriksa, penggaris didekatkan ke mata pasien, ukur jarak
reflek cahaya di mata kanan dan kiri dengan menggunakan senter, didapatkan PD
jarak dekat. PD jarak jauh diperoleh dengan menambahkan PD dekat dengan +2mm.
d. Pemeriksaan Penunjang
1. Tekanan bola mata dengan tonometri
Mengukur tekanan intraokuler :
a. Tonometer schiotz
b. Tonometer non contak (air-puff)
Pemeriksaan ini memiliki kelebihan disbanding tonometer sciotz, yaitu dapat
digunakan pada penderita aberasi kornea, alergi obat tetes topical, infeksi mata
dan post operasi. Alat ini dapat mengukur dengan cepat sehingga didapat variasi
hasil tiap pengukuran. Jika pengukuran dilakukan segera setelah mengedipkan
mata dan saat puncak pulsasi ocular atau siklus respirasi maka hasilnya akan
tinggi, maka perlu dilakukan pemeriksaan ulang 3-4kali.
2. Autorefrakto Keratometry
Refraktometri adalah untuk menilai daya/status refraksi seseorang dengan
menggunakan alat refraktometer. Pemeriksaan refraksi mata dengan cara subyektif
(koreksi refraksi/koreksi kaca mata) dan obyektif (menggunakan alat refraktometer).
Alat tersebut juga dapat dipergunakan untuk pemeriksaan keratometri ( mengukur
radius kelengkungan kornea ).
3. Lensometer
Alat yang digunakan untuk menilai indeks bias suatu media (kacamata) dalam skala
dioptri. Ada dua macam yaitu lensometer manual dan otomatis/digital.
4. Retinomtri
Yaitu alat untuk memeriksa visus potensial (fungsi macula) dengan hasil grating
acuity. Semakin kecil grating yang mampudilihat dengan jelas oleh pasien, maka
umumnya fungsi maculanya lebih baik. Retinometri umumnya dilakukan untuk
menentukan prognosis visus pasien yang akan menjalani prosedur bedah katarak.
5. Specular Mikroskope
Alat yang berfungsi untuk mendapatkan gambaran sel endotel berupa jumlah
endotel per mm2 dan hexagonality dari kornea. Jumlah endotel sangat pengaruh
terhadap kesehatan kornea.
6. IOL Master/ Biometri
Biometri adalah pengukuranpanjang bola mata, ketebalan kornea, kedalaman COA,
dan pengukuran lainnya. Dalam hal ini untuk mengukur ukuran lensa intra ocular
(IOL) yang akan dipasang dalam bola mata.
7. Ultra Sonografi (USG)
Suatu pemeriksaan diagnostic imaging (pencitraan) dengan menggunakan aplikasi
ultrasound. Pemeriksaan USG dilakukan untuk organ tertentu yang tidak dapat atau
sulit dilihat secara langsung atau terletak di dalam tubuh.
8. OCT
Ocular coherence tomography adalah metode pemeriksaan imaging yang dilakukan
dengan menggunakan cahaya dengan kekuatan tertentu untuk menangkap citra
dengan resolusi skala micrometer dalam citra tiga dimensi.
9. Foto Fundus
Pengambilan foto retina (retina segmen posterior maupun perifer beserta pembuluh
darah dan papil saraf optic) dengan pembesaran tinggi yang bertujuan untuk
menampilkan detil-detil retina dan mendokumentasikan kondisi retina.
10. Laser Yag Capsulotomi
Laser ini untuk merobek kekeruhan, fibrosis atau melipatnya capsul posterior paska
operasi katarak untuk meningkatkan tajam penglihatan pasien.
C. PENUTUP