Anda di halaman 1dari 52

1.

Kenapa pemeriksaan visus mata dari


jarak 6 meter?

Karena pada jarak ini mata akan melihat


benda dalam keadaan beristirahat/tanpa
akomodasi

Sumber:(puspa et.,al 2018)


2. Pemeriksaan manual tekanan bola mata
3. Pemeriksaan tonometri

Tonometri adalah suatu tindakan untuk melakukan pemeriksaan


tekanan introkuler dengan alat yang disebut tonometer
Cara pengukuran tekanan bola mata:
1. Tonometer digital
2. Tonometer schiotz
3. Tonometer aplanasi goldman
4. Tonometer mackay-marg

Prinsip dan metode


Tonometer schiotz merupakan tonometer indentasi atau menekan
permukaan kornea dengan beban yang dapat bergerak bebas pada
sumbunya. Benda yang ditaruh pada bola mata (kornea) akan
menekan bola mata kedalam dan mendapatkan perlawanan tekanan
dari dalam melalui kornea.
Alat
Obat tetes anastesi lokal (pantokain 0,5%)
Tonometri schiotz
3. Pemeriksaan tonometri
Pasien ditidurkan dengan posisi horizontal
Mata ditetesi dengan obat anestesi topikal atau pantokain
0,5%.
Ditunggu sampai pasien tidak merasa perih
Kelopak mata pasien dibuka dengan telunjuk dengan ibu jari
(jangan tekan bola mata pasien)
Tonometer schiotz kemudian diletakkan diatas permukaan
kornea, sedangkan mata yang lainnya berfiksasi pada satu
titik dilangit-langit kamar pemeriksa.
Setelah telapak tonometri menunjukkan angka yang tetap,
dibaca nilai tekanan pada busur schiotz yang berantara 0-15
Baca nilai tekanan skala burr schotz yang berantara 0-15.
dengan menambahkan beban 7,5 atau 10 gr.
Pemeriksaan ini harus dilakukan dengan hati-hati , karena
dapat mengakibatkan lecetnya kornea sehingga dapat
mengakibatkan keratitis dan erosi kornea
3. Pemeriksaan tonometri
3. Pemeriksaan tonometry

Pembacaan tabel

-Misalnya Jarum menunjukkan angka 5 dengan beban 5,5


tekanan 5/5,5 lihat tabel, hasil 17,3 mmHg.
-Apabila Jarum menunjukkan angka 1-3 tambahkan beban 7,5
gr.
-Apabila pada beban 7,5 jarum menunjukkan angka 1-3
tambahkan beban 10gr.
Tekanan intra okuler normal: 11-21 mmhg
3. Pemeriksaan tonometry

Tonometer Aplanasi

Tonometer adalah suatu alat yang digunakan untuk


pemeriksaan  untuk mengetahui  TIO (Tekanan Intra Okuler)
pada mata.
1. tonometer digital
2. tonometer schiotz
3. tonometer aplanasi goldman.
Tonometer Aplanasi goldman
Merupakan alat yang paling tepat untuk mengukur tekanan bola mata
dan tidak dipengaruhi oleh faktor kekakuan sklera.
Alat ini mengukur tekanan bola mata dengan memberikan tekanan
yang akan mendatarkan permukaan kornea dalam ukuran tertentu.
3. Pemeriksaan tonometry

Tekanan intraokuler normal

Becker dengan menggunakan tonometer Shiotz pada 909


populasi adalah 16,1 mmHg dengan SD 2,8 mmHg.

Leydecker dkk (1958) pada 10.000 populasi mendapatkan


nilai tekanan intraokuler 15,8 mmHg dengan SD 2,6 mmHg
serta dari penelitian

Goldmann pada 400 populasi dengan menggunakan tonometer


aplanasi mendapatkan nilai tekanan intraokuler rata-rata 15,4
mmHg dengan SD 2,5 mmHg.
3. Pemeriksaan tonometry

Alat :
Slit lamp dengan sinar biru
Tonometer Aplanasi
Flouresein strip
Obat anastesi local
3. Pemeriksaan tonometry

-Mata yang akan diperiksa diberi anastesi topical pantocain 0.5%


-Pada mata tersebut ditempelkan kertas flouresein yaitu pada
daerah limbus inferior. Sinar oblik warna biru disinarkan dari slit
lamp kedasar telapak prisma tonometer Aplanasi Goldmann
-Pasien diminta duduk dan meletakkan dagunya pada slitlamp
dan dahinya tepat dipenyangganya.
-Pada skala tonometer aplanasi dipasang tombol tekanan
10mmHg
-Telapak prisma aplanasi didekatkan pada kornea perlahan lahan
-Tekanan ditambah sehingga gambar kedua setengah lingkaran
pada kornea yang telah diberi flouresein terlihat bagian luar
berhimpit dengan bagian dalam
-Dibaca tekanan pada tombol putaran tonometer aplanasi yang
memberi gambaran setengah lingkaran yang berhimpit. Tekanan
tersebut merupakan TIO dalam mmHg.
3. Pemeriksaan tonometry
3. Pemeriksaan tonometry
3. Pemeriksaan tonometry

Nilai : dengan tonometer Aplanasi, jika TIO > 20 mmHg sudah


dianggap menderita glaucoma.
4. interpretasi lapang pandang dan
pemeriksaan ?
Pemeriksaan Konfrontasi

Merupakan uji pemeriksaan lapang pandang yang paling sederhana


karena tidak memerlukan alat tambahan. Lapang pandang pasien
dibandingkan dengan lapang pandang pemeriksa.
Pasien diinstruksikan untuk melihat gerak dan jumlah tangan pemeriksa
di arah:

Lateral : 90o
Caudal: 70o
Cranial: 55o
Medial: 60o

1) Pasien dan pemeriksa atau dokter berdiri berhadapan dengan


bertatapan mata pada jarak 60 cm.
2) Pemeriksa memeriksa mata kanan pasien dengan menggunakan mata
kanannya dan memegang funduskopi dengan tangan kanan.
3) Pemeriksa menggerakkan jari dari arah temporalnya dengan jarak
yang sama dengan mata pasien kearah sentral
4) Bila pemeriksa telah melihat benda atau jari dalam lapang
pandangannya, maka bila lapang pandang pasien normal ia juga dapat
melihat benda tersebut
5) Bila lapang pandang pasien menyempit maka akan melihat benda atau
jari tersebut bila benda telah berada lebih ketengah dalam lapang
pandang pemeriksa.
6) Dengan cara ini dapat dibandingkan lapang pandang pemeriksa dengan
lapang pandang pasien pada semua arah.
7) Selain itu apabila pasien memiliki skotoma fokal, maka biasanya pasien
akan mengatakan jari sempat terlihat, namun menghilang untuk
beberapa saat, sebelum akhirnya terlihat lagi.
8) Hal ini tergantung dimana posisi titik butanya.

Tes Konfrontasi

Sumber : buku ilmu kesehatan mata fakultas


kedokteran universitas udayana 2017
5. lapisan lapisan retina beserta penyakitnya

 Retina terdiri atas 10 lapisan, dari luar ke dalam: epitel pigmen, lapisan
batang dan kerucut, membran limitans eksterna, lapisan inti luar, lepisan
pleksiform luar, lapisan inti dalam, lappisan pleksiform dalam, lapisan sel
ganglion, lapisan serat saraf, dan membran limitans interna
 Penyakit yang ada di lapisan retina:
 1. Ablasi retina
 2. Retinoblastoma
 3. Retinitis pigmentosa
 4. Degenerasi makula
 5. Retinopati diabetik
 6. Retinopathy of Prematurity (ROP)
 7. Amaurosis fugax
7. Orthophoria

Orthophoria adalah suatu kondisi fiksasi binokular di


mana garis-garis penglihatan bertemu pada objek yang
dituju, dan dianggap sebagai kondisi normal
keseimbangan otot- otot okular kedua mata.
8. Eksotropia

Penyimpangan sumbu penglihatan yang dimana


salah satu sumbu penglihatan menuju titik fiksasi
sedangkan sumbu penglihatan lainnya menyimpang
pada bidang horizontal ke arah lateral.
Etiologi

1. Herediter : train autosomal dominan


2. Inervasi : tetapi tidak terdapat
abnormalitas
3. kelainan pada rongga orbitas misalnya
penyakit crouzon
Gejala klinis
1. Mata Lelah
2. Sakit kepala
3. Penglihatan kabur
4. Mata juling bersilang
5. Mata tidak mengarah ke arah yang sama
6. Gerakan mata yang tidak terkoordinasi
7. Penglihatan ganda
Klasifikasi
1. Eksotropia intermiten
 Penyebab >1/2 kasus ekstropia
 Anamnesis : memburuk scr progresif
 Tanda khas : penutup satu mata dalam cahata terang

2. Eksotropia konstan
• Ekstropia intermiten
• Kelainan dijumpai sejak lahir dan muncul setelah ekstropia
intermiten
• Lamanya penyakit? Penurunan penglihatan pada satu mata
• Mungkin juga dijumpai hipertropia
Pemeriksaan klinis
1. Ktajaman penglihatan

2. Prgerakan bola mata

3. Hess screen

4. Test hirschbreng

5. Test krimsky

6. Duksi (rotasi monocular)

7. Versi (Gerakan mata konjugat)

8. Gerakan disjungtif

9. Pemeriksaan sensorik
Penatalaksanaan
Terapi strabismus
1. Terapi medis
• Koreksi refraksi
• Terapi amblyopia

2. Terapi bedah
 Bila kontrol terhadap fusi nya memburuk
 Menghilangkan diplopia aau gejala astenopia lainnya.
 Resesi otot rektus lateralis bilateral bila deviasi lebih besar pada
penglihatan jauh.
 Reseksi otot rektus medialis dan resesi rektus lateralis ipsilateral bila
deviasi lebin besar pada penglihatan dekat.
 Diperlukan tindakan bedah pada satu atau bahkan dua otot horizontal
lainnya untuk deviasi yang sangat besar ( > 50 PD

Sumber : Yankes.kemenkes 2022


9. Hiperopia/hipermetropia

Definisi
Hiperopia atau hipermetropia atau rabun dekat
adalah suatu kondisi adanya insufisiensi kekuatan
refraksi terhadap panjang aksial bola mata.
Patogenesis
Hiperopia terjadi karena panjang aksial bola mata
yang pendek, kekuatan refraksi media yang rendah,
dan kelengkungan atau kurvatura kornea yang datar.
Kombinasi faktor tersebut pada mata yang tidak
berakomodasi menghasilkan bayangan yang
terbentuk jatuh di belakang retina, sehingga
bayangan yang terbentuk menjadi buram.

Secara umum, penyebab hiperopia lebih dominan


karena faktor genetik atau herediter, dan sebagian
kecil faktor lainnya.
Klasifikasi
berdasarkan derajat kekuatan refraksi,
yaitu:
1. Hiperopia ringan-sedang (≤+3 dioptri)
2. Hiperopia tinggi (>+3 dioptri)
berdasarkan etiologinya menjadi hyperopia :

1. fisiologis : Hiperopia fisiologis disebabkan oleh penurunan panjang aksial


bola mata atau penurunan kekuatan refraksi media, misalnya karena adanya
kornea yang datar, ketebalan lensa yang meningkat atau kekuatan refraksi
lensa uang turun.

2. Patologis : Hiperopia patologis dapat terjadi karena gangguan kongenital


bola mata seperti aniridia, sindrom Down, dan mikroftalmia atau nanoftalmia,
serta malformasi segmen anterior misalnya pada sklerokornea, limbal
dermoid, atau kornea plana. Kelainan bola mata karena adanya trauma
mekanik atau kimia, katarak, ectopia lentis, tumor orbital, atau degenerasi
retina seperti sindrom Leber juga dapat menyebabkan hiperopia patologis.

3. fungsional
Hiperopia juga diklasifikasikan berdasarkan keterlibatan
akomodasi menjadi:
1. Hiperopia laten, ditandai tanpa adanya gejala karena adanya
kompensasi akomodasi dan diperlukan sikloplegik untuk koreksi
refraktif
2. Hiperopia manifes, ditandai dengan hiperopia yang
mendapatkan koreksi lensa konkaf atau spheris positif yang
memberikan hasil visus jauh maksimal
3. Hiperopia total, adalah total penjumlahan dari hipermetropia
laten dan manifes
4. Hiperopia fakultatif, adalah hiperopia yang terkompensasi
akomodasi tetapi dapat dikoreksi tanpa menggunakan sikloplegik
5. Hiperopia absolut, adalah hiperopia yang tidak dapat
terkompensasi oleh akomodasi
Manifestasi Klinis Hiperopia
Hiperopia dapat mempengaruhi baik penglihatan
jauh maupun dekat, tetapi lebih dominan
mengganggu penglihatan dekat, serta dipengaruhi
kemampuan akomodasi setiap individu.
Pemeriksaan fisik
1. refraksi siklopegik
2. Pemeriksaan visus
Tatalaksana

1. Non – bedah : koreksi lensa spheris


positif, cyclotherapy atau terapi
sikopegik, dan modifikasi kebiasaan
hidup

2. bedah

Sumber : perpustakaan fakultas kedokteran padjadjaran https://perpustakaanrsmcicendo.com/


10. Eksofthalmus
 Exophthalmos adalah penonjolan salah satu mata atau keduanya keluar
dari orbit. Itu berasal dari bahasa Yunani, yang berarti 'mata menonjol. Hal
ini terjadi akibat peningkatan isi orbita pada anatomi reguler orbit tulang.
Tergantung pada penyebab yang mendasari, exophthalmos dapat disertai
dengan beberapa gejala, seperti :
 1. Mata melotot
 2. Pembekakan kelopak/ periorbital
 3. Diplopia
 4. Mata merah

Sumber : Butt S, Patel BC. Exophthalmos. 2023 In: StatPearls, Treasure Island (FL):
StatPearls Publishing;
10. Eksofthalmus
Pada orang dewasa, penyebab paling umum dari
exophthalmos unilateral dan bilateral adalah
penyakit mata terkait tiroid, seperti
ophthalmopathy terkait Graves.
Pada anak-anak, selulitis orbital adalah penyebab
paling umum, sedangkan exophthalmos bilateral
kemungkinan besar disebabkan oleh
neuroblastoma dan leukemia.

Sumber : Butt S, Patel BC. Exophthalmos. 2023 In: StatPearls, Treasure Island (FL):
StatPearls Publishing;
10. Eksofthalmus
Exophthalmos dapat dilihat pada pemeriksaan dan
diukur menggunakan exophthalmometer, dimana
luasnya diukur dengan jarak dari apeks kornea ke titik
tengah tepi anterior orbit.

Sumber : Butt S, Patel BC. Exophthalmos. 2023 In: StatPearls, Treasure Island (FL):
StatPearls Publishing;
10. Eksofthalmus
Diagnosis
 Anamnesis
 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Penunjang
 CT Scan
 MRI

Sumber : Butt S, Patel BC. Exophthalmos. 2023 In: StatPearls, Treasure Island (FL):
StatPearls Publishing;
10. Eksofthalmus
Penatalaksanaan
 Terapi suportif akan memberikan pereda gejala yang sesuai
untuk pasien
 Kacamata hitam dan kacamata pelindung dapat dianjurkan
untuk membantu melindungi terhadap fotosensitifitas dan
silau.
 Orbitopati tiroid sedang hingga berat diobati dengan
kortikosteroid oral dan intravena

Sumber : Butt S, Patel BC. Exophthalmos. 2023 In: StatPearls, Treasure Island (FL):
StatPearls Publishing;
13. Proptosis
Proptosis didefinisikan sebagai penonjolan
mata yang tidak normal ke ruang yang
menempati lesi di orbital
Proptosis merupakan perpindahan
anterior satu atau dua bola mata didalam
tulang orbital. Protrusi okular diukur
dengan exophthalmometer
Gejala
1. Mata kering
2. Iritasi mata
3. Sensititif terhadap cahaya
4. Penglihatan kabur
Klasifikasi :
1. Proptosis unilateral
- kelainan kongenital
- lesi traumatika
- lesi peradangan
- gang. Sirkulasi & lesi PD
- kista orbita
2. Proptosis bilateral
- kelainan perkembangan tulang
- peradangan
- kelainan endokrin
- penyakit sistermik
 Lanjutan..
3. Proptosis akut
- fraktur emfisematus didinding medial
orbita
- perdarahan orbita
- ruptur mukokel sinus ethmoidalis
4. Proptosis intermittent
- dilatasi vena orbita
- edema orbita periodik
- perdarahan orbita berulang
- tumor PD
5. Proptosis pulsating
- kelainan PD
- kelainan atap orbita
Diagnosis
1. Anamnesa
2. Pemerisaan fisik

Pemeriksaan penunjang
1. Ct-Scan
2. MRI
3. USG orbita
Tatalaksana

Tergantung pada penyebabnya. Bila


merupakan menifestasi thyroid eye disease
maka pasien harus mengkonsumsi
medikamentosa u/ gangguan tiroidnya seperti
radioiodin atau tionamide. Pada pasien
proptosis yang disertai edema dan nyeri berat,
pemberian regimen kortikosteroid dapat
mengurangi reaksi inflmasi yang terjadi.
Medikamentosa yang dapat diberikan yaitu
prednisone 1 mg/kg/hari selama 1 minggu
Komplikasi
1. Kebutaan
2. Ulkus peptikum
3. Diplopia
4. Retrobulbular hematoma
14. Pemeriksaan Gerakan Bola Mata (GBM)
Tujuan : menilai adanya hambatan pergerakan bola mata
Alat : Penlight/senter

1. Pemeriksa duduk berhadapan dengan pasien dengan jarak jangkauan


tangan pemeriksan (25-30 cm)

2. Pemeriksa meminta pasien untuk memandang lurus ke depan.

3. Arahkan senter pada glabella pasien dan amati pantulan sinar pada
kornea dan minta pasien untuk melirik ke arah cahaya senter tanpa
menggerakkan kepala.

4. Kemudian gerakkan senter dengan membentuk huruf H (mengikuti six


cardinal of gaze) dan berhenti sejenak pada waktu senter berada di arah
six cardinal of gaze. Amati posisi dan gerakan kedua bola mata selama
senter digerakkan.

5. Letakkan penlight/pensil pada jarak 30 cm di depan mata penderita, lalu


minta panderita untuk mengikuti/melihat ujung penlight/pensil yang
digerakkan mendekat ke arah hidung penderita.
Lanjutan 
14. Pemeriksaan Gerakan Bola Mata (GBM)
6. Pemeriksa mencatat hasil pemeriksaan dan menjelaskan kepada
pasien.
 Nilai 0 mengindikasikan gerakan bola mata normal.
 Nilai -1 sampai -4 mengindikasikan adanya hambatan gerakan
bola mata.
 Nilai +1 sampai +4 mengindikasikan adanya overaksi dari otot
pergerakan bola mata.

Contoh :

0 0
OD 0 OS 0
0 0

0 0 0 0

0 0 0 0

0 0
14. Pemeriksaan Gerakan Bola Mata (GBM)

Sumber : Buku keterrampilan klinik mata fakultas


kedokteran universitas Hasanuddin 2019
15.Pemeriksaan Shadow Test?

Tujuan tes bayangan adalah untuk mengetahui derajat


kekeruhan lensa. Dasar pemeriksaan adalah makin sedikit
lensa keruh pada bagian posterior maka makin besar
bayangan iris pada lensa yang keruh tersebut, sedang makin
tebal kekeruhan lensa makin kecil bayangan iris pada lensa.

Sumber:(www. scribd.com)
Pemeriksaan Shadow test
Alat yang digunakan adalah lampu sentolop dan loup. Tehniknya
adalah sentolop disinarkan pada pupil dengan membuat sudut 45°
dengan dataran iris, dengan loup dilihat bayangan iris pada; lensa
yang keruh.
Penilaiannya:
a. Bila bayangan iris pada lensa terlihat besar dan letakya jauh
terhadap pupil berarti lensa belum keruh seluruhnya (belum
sampai ke depan);in terjadi pada katarak immatur. keadaan ini
disebut shadow test (+).
b. Apabila bayangan iris pada lensa kecil dan dekat terdapat pupil
berarti lensa sudah keruh seluruhnya (sampai pada kapsul
anterior) terdapat pada katarak matur, keadaan ini disebut
shadow tes(-).
c. Bila katarak hipermatur, lensa sudah keruh seluruhnya,
mengecil serta terletak jauh di belakang pupil, sehingga bayangan
iris pada lensa besar dan keadaan ini disebut pseudopositif.
17. Arcus sinilis
Arcus senilis adalah bentuk
degenerasi kornea yang
paling sering ditemui.
Frekuensi kejadian arcus
senilis pada pria meningkat
seiring bertambah usia
dimulai dari usia 40 tahun,
dan biasanya terjadi pada
semua pria usia lebih dari 80
tahun, onset lebih lambat 10
tahun pada wanita.

Sumber : Sari-Kepustakaan-Degenerasi-Kornea.2017
17. Arcus sinilis
Arcus senilis terlihat sebagai
opasifikasi perifer kornea
berwarna abu-abukeputihan,
terkadang kekuningan, terdiri
atas titik-titik halus yang
mempunyai batas jelas
dengan limbus di perifernya
dan batas yang kabur pada
bagian sentral. Arcus diawali
pada superior dan inferior
kemudian menyebar
melibatkan seluruh perifer.

Sumber : Sari-Kepustakaan-Degenerasi-Kornea.2017
18. Bagaimana aliran aqueous humor?
Pada mekanisme aliran ini, aqueous humor mengalir
dari sudut kamera okuli anterior menuju ke otot siliar
dan kemudian ke rongga suprasiliar dan
suprakoroidal. Cairan ini kemudian meninggalkan
mata melalui sklera atau mengikuti saraf dan
pembuluh darah yang ada.

 Sumber : Rodiah Rahmawaty Lubis : Aqueous Humor, 2009

Anda mungkin juga menyukai