Anda di halaman 1dari 6

Pemeriksaan Alis dan Palpebra

Pemeriksaan alis dan palpebra dilakukan dengan melihat distribusi rambut pada alis,
bulu mata, serta permukaan palpebra dengan melihat adanya abnormalitas anatomi
dan kontur (massa atau lesi abnormal).
Untuk menilai ptosis, dilakukan pengukuran margin-reflex distance 1 (MRD1).
Pengukuran ini dilakukan dengan pencahayaan medium menggunakan penlight dan
penggaris. Central corneal light reflex ditemukan dengan tahapan sebagai berikut:
1. Meminta pasien untuk melihat lurus jauh ke depan
2. Lakukan pencahayaan pada bagian midline di antara kedua bola mata dari
jarak kurang lebih 60 cm
3. Lihat adanya bayangan “titik” cahaya, normalnya pada bagian medial pupil.
Deviasi ke bayangan cahaya ke lateral pupil (esotropia) atau ke medial pupil
(exotropia) menunjukkan adanya abnormalitas

Bayangan titik cahaya ini dikenal dengan central corneal light reflex, dari titik ini
kemudian diukur tegak lurus ke margin palpebra superior (MRD1) dan inferior
(MRD2) dengan menggunakan penggaris untuk melihat adanya ptosis.
Selain itu, pemeriksaan ini dilakukan bersamaan dengan identifikasi lagophthalmos,
dengan cara:
1. Meminta pasien untuk melihat ke bawah dan perlahan menutup mata
2. Apabila terdapat ruang antara margin palpebra superior dan inferior pada saat
melihat jauh ke bawah, maka dapat dikatakan lagophthalmos
3. Derajat lagophthalmos diukur dengan penggaris
4. Pada kondisi ditemukan kelainan, perlu dilakukan pemeriksaan nervus
kranialis, pergerakan bola mata, kekuatan otot orbikularis okuli, dan Bell’s
phenomenon

Konjungtiva dan Sklera


Pemeriksaan konjungtiva dilakukan juga dengan menggunakan penlight atau slit
lamp. Pemeriksaan ini dilakukan dengan melihat permukaan dan kontur, ada atau
tidaknya injeksi, dan lesi. Teknik pemeriksaan sebagai berikut:
1. Pada palpebra inferior, pemeriksaan konjungtiva dilakukan dengan menarik
bagian bawah kelopak mata untuk memvisualisasi secara detil seluruh
konjungtiva.
2. Pada palpebra superior, pemeriksaan konjungtiva dilakukan dengan
melakukan eversi palpebra superior untuk memvisualisasi seluruh konjungtiva

Pemeriksaan sklera dilakukan dengan melihat warna, kontur, ada atau tidaknya
injeksi dan lesi. Normalnya sklera berwarna putih. Pemeriksaan sklera dilakukan
bersamaan dengan pemeriksaan konjungtiva karena posisi anatominya yang saling
tumpang tindih.

1
Kornea
Pemeriksaan kornea dilakukan dengan menyinari mata, baik dengan senter
ataupun slit lamp. Kornea normalnya jernih. Adanya defek pada epitel kornea,
sekecil apapun, adalah abnormal. Pada pemeriksaan kornea bisa terdapat opasitas
seperti awan akibat inflamasi atau trauma terdahulu, misalnya akibat abrasi kornea.
Garis-garis radial berwarna putih menunjukkan adanya pembuluh darah inaktif yang
tumbuh dari tepi ke tengah kornea, disebut juga ghost vessels, akibat
infeksi sifilis sebelumnya.
Penyakit sistemik juga dapat menimbulkan deposit pada tepi kornea. Adanya garis
sirkuler perifer, biasanya berwarna kehijauan, dapat timbul akibat penyakit Wilson.
Sedangan adanya gambaran kornea yang suram atau berkabut menunjukan edema
kornea.
Pada kecurigaan adanya defek pada kornea, misalnya akibat abrasi atau ulkus
kornea, dapat digunakan tetes fluoresensi topikal yang kemudian disinari dengan
cahaya berwarna biru dari senter atau slit lamp.

Iris dan Pupil


Pemeriksaan iris dilakukan dengan melihat warna serta permukaan iris.
Sedangkan, pemeriksaan pupil dilakukan dengan melihat bentuk, lokasi, ukuran
pupil, serta refleks cahaya langsung dan tidak langsung. Pada pemeriksaan ini juga
perlu dilihat adanya defek transiluminasi iris karena defek atau hilangnya pigmen
epitel iris bagian posterior, serta adanya nodul.
Pemeriksaan ini dapat digabung dengan pemeriksaan bilik mata depan (camera
okuli anterior/CoA) untuk melihat kedalaman CoA. Kedalaman bilik mata secara
sederhana dapat diperiksa dengan menggunakan penlight dengan penyinaran
secara oblik dari temporal. Apabila bayangan terlihat pada > 2/3 iris, maka dapat
dikatakan bahwa bilik mata depan dangkal.
Pada CoA juga perlu dideteksi adanya cells, level perdarahan, dan apakah ada
penetrasi pada kasus trauma.

Palpasi Nodus Limfatik dan Arteri Temporalis


Pemeriksaan arteri temporalis dilakukan dengan melakukan palpasi pada area
pelipis tepat di atas arteri temporalis untuk merasakan pulsasi, nyeri tekan, serta
tonjolan atau lesi pada area tersebut. Setelah dilakukan palpasi, dapat dilakukan
auskultasi dengan bagian bel dari stetoskop di atas arteri temporalis untuk
mendengar adanya bruit.
Palpasi nodus limfatik dilakukan pada area yang dicurigai terdapat pembesaran
nodus limfatik. Pembuluh limfatik dari mata bagian medial palpebra mengalir ke
nodus limfatik submandibular, sedangkan bagian lateral palpebra mengalir ke nodus
limfatik preaurikular dan nodus servikalis profunda.
Palpasi dilakukan untuk melihat adanya pembesaran nodus limfatik serta nyeri
tekan. Bila terdapat pembesaran, dilakukan identifikasi bentuk, ukuran, permukaan,
serta hubungan dengan jaringan di bawahnya (mobile/immobile).

2
Proptosis dan Enophthalmos dengan Exophthalmometer
Exophthalmometer adalah alat untuk mengukur protrusi bola mata dari rima orbita
lateral ke bagian terdepan kornea. Pembesaran pada salah satu atau beberapa
struktur yang mengisi ruang orbita (bola mata, otot ekstraokular, jaringan lemak
retroorbita, dan vaskular), akan menyebabkan protrusi okuli.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Meminta pasien untuk melihat lurus ke depan
2. Meletakkan kedua ujung prisma exophthalmometer pada rima orbita kiri dan
kanan
3. Pada bagian dalam prisma terdapat kaca di mana pada kaca tersebut
terdapat pantulan skala yang dapat dilihat dengan bagian terdepan kornea

Derajat pterygium
Tingkat keparahan pterigium dibagi menjadi 4 derajat yaitu
1. Pterygium Derajat 1 : Lapisan pterygium hanya menutup limbus
kornea
2. Pterygium Derajat 2 : Lapisan pterygium melewati limbus kornea
tetapi di bawah 2 milimeter melewati kornea
3. Pterygium Derajat 3 : Lapisan pterygium melebihi derajat 2 tetapi
tidak melebihi tepi pupil mata dalam cahaya normal
4. Pterygium Derajat 4 : Lapisan pterygium sudah melewati tepi pupil
mata dan timbul gangguan penglihatan

3
hirschberg test

Pemeriksaan pupil yang lain yaitu UJI HIRSCHBERG. Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat
penyakit strabismus:
Pemeriksaan dilakukan dengan cara :
1. Siapkan senter untuk pemeriksaan.
2. Meminta penderita untuk menghadap ke depan dengan mata membuka.
3. Arahkan senter 30 cm dari depan pasien setinggi mata pasien.
4. Pasien diminta melihat kearah sumber cahaya yang diletakkan di depan pasien.
5. Lihat lokasi pantulan cahaya pada masing-masing mata.
6. Kondisi normal jika pantulan cahaya ada di tengah-tengah pupil kedua mata.

4
7. Jika pantulan cahaya satu mata lebih kearah luar kemungkinan ESOTROPI dan jika kearah dalam
kemungkinan EXOTROPI.
8. Iris yang normal adalah bebas dan tidak melekat. Kelainan perlekatan iris : Iris melekat pada
kornea (SINEKIA ANTERIOR) : pada trauma Iris melekat pada lensa (SINEKIA POSTERIOR) : pada
uveitis

PEMERIKSAAN SCHIMMER TEST


Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengukur fugsi sistem lakrimal.
Alat yang digunakan kertas Whatman 41 (panjang 35 mm lebar 5 mm).
Prosedur pemeriksaan :
1. Siapkan kertas Whatman 41 dan lipat 5mm dari tepi panjangnya.
2. Letakkan kertas pada 1/3 lateral fornik inferior dengan lepatan di belakang palpebra.
3. Tunggu 5 menit
4. Amati dan ukur daerah basah di kertas.
5. Hasil : Nilai normal schimmer test daerah basah 10-30 mm. Jika kurang dari nilai tersebut
menunjukkan dry eye.

Bagaimana Dry Eye bisa terjadi?

Dry Eye dapat terjadi akibat 3 mekanisme ini: 

 Kerusakan kelenjar Meibom pada kelompoka mata atauMeibomian Gland Dysfunction


(MGD), adalah kondisi tersumbatnya kelenjar Meibom yang berperan menghasilkan
lapisan minyak pada air mata dan penyebab tersering dry eye.Persentase MGD pada
populasi Asia lebih besar dibandingkan populasi lainnya yakni mencapai 46% hingga
70%. Hal ini dipengaruhi oleh suhu lingkungan, kelembapan atau humidity, dan juga
kualitas udara yang berbeda di Asia dibandingkan wilayah lainnya.
 Penguapan air mata berlebih atau evaporative dry eye (EDE), merupakan kondisi dimana
terjadi peningkatan penguapan air mata akibat ketidakstabilan lapisan minyak air mata
atau akibat faktor eksternal lainnya.
 Penurunan produksi air mata atau aqueous deficient dry eye (ADDE), merupakan keadaan
dimana terjadi penurunan produksi komponen aqueous antara lain dapat disebabkan oleh
penyakit autoimmune atau kondisi lainnya.

Deteksi dan pemeriksaan Dry Eye

Sebagai pionir pelayanan komprehensif terhadap dry eye, JEC memiliki beragam modalitas
pemeriksaan yang juga didukung dengan teknologi mutakhir untuk mendiagnosis dry eye, antara
lain:

 Dry Eye questionnaire: menilai derajat keluhan Dry Eye Anda


 Schirmer test: menilai produksi air mata
 Fluorescein Tear Break Up Time (TBUT): menilai stabilitas air mata
 SBM Sistemi® Tearscope: menilai kualitas komponen minyak air mata
 Ocular surface staining: menilai derajat peradangan dan kerusakan permukaan mata
 SBM Sistemi®Meibography: menilai kondisi kelenjar meibom di kelopak mata
 Ferning test: menilai kualitas komponen lendir (mucin) air mata
 TearLab® osmometer: menilai tingkat osmolaritas air mata 

5
TearLab mampu menilai kadar osmolaritas air mata dengan cepat sebagai diagnosis definitif dry
eye. Apabila hasil pemeriksaan Tearlab Anda menunjukkan keadaan hiperosmolaritas, artinya
dapat dipastikan Anda mengalami sindrom mata kering dimana keseimbangan komposisi dan
kestabilan air mata tidak lagi dapat dicapai.

Anda mungkin juga menyukai