Disusun oleh:
Pembimbing:
dr. Maria Larasati Susyono, Sp.M
Anatomi 3
Definisi 4
Epidemiologi 4
Patofisiologi 5
Kriteria Diagnostik 6
Diagnosis Banding 8
Terapi 9
Prognosis 12
DAFTAR PUSTAKA 13
2
Anatomi1
3
Gambar 1. Anatomi Aparatus Lakrimalis1
Definisi2
Dry Eye syndrome atau keratokonjungtivitis sika adalah keadaan dimana
permukaan kornea dan konjungtiva mengalami kekeringan akibat berkurangnya
volume air mata.
Epidemiologi
4
Patofisiologi6
Dry eye syndrome dapat disebabkan oleh peningkatan evaporasi air mata,
atau oleh penurunan produksi air mata. Penurunan dari produksi air mata akan
menyebabkan peradangan pada permukaan bola mata. Pengingkatan evaporasi air
mata dapat disebabkan oleh disfungsi kelenjar meibom, yang berujung pada
distorsi dari lapis lemak pada tirai air mata. Evaporasi juga dapat dipengaruhi oleh
frekuensi berkedip atau abnormalitas struktur palpebral. Penurunan jumlah air
mata akan menyebabkan tirai air mata menjadi hiperosmolar yang akan
menyebabkan inflamasi.
Kriteria Diagnostik
a. Anamnesis
Pada anamnesis, akan ditemukan keluhan pasien berupa sensasi
mata kering, kemerahan pada mata, sensasi adanya benda asing di mata.
Pada kasus yang lebih berat, pasien akan mendeskripsikan
ketidaknyamanan yang lebih signifikan, disertai dengan fotofobia, kelopak
mata terasa berat, atau air mata yang kental.
Anamnesis juga harus berupaya untuk mengidentifikasi faktor-
faktor yang mungkin mencetus kelainan ini seperti cuaca, lingkungan
kerja, stres, penyakit sistemis (Grave’s disease, sjögren syndrome, HIV,
diabetes, dan lain-lain), serta obat-obat yang dikonsumsi dalam waktu
dekat atau secara regular.7
Pemeriksaan fisik7,8
Pemeriksaan fisik pada penyakit dry eye syndrome dimulai dari
inspeksi. Pada inspeksi menggunakan slit lamp, dapat ditemukan genangan air
mata yang sedikit atau tidak nampak pada bagian palpebra inferior. Selain
5
itu, dapat juga ditemukan adanya bekas gesekan di konjungtiva (Temporal
lid parallel conjunctival folds/LIPCOFs) akibat pergerakan palpebra
karena sedikitnya lubrikasi oleh air mata. Derajat keparahan LIPCOFs lalu
diukur menggunakan klasifikasi Höh dari derajat 0 sampai 4. Dimana
derajat 0 berarti tidak ada LIPCOFs, derajat 1 saat ada satu lipatan kecil,
derajat 2 saat LIPCOFs mencapai setinggi tirai air mata normal (N:
0.25mm) dan terdiri dari beberapa lipatan, serta derajat 3 saat LIPCOFs
sudah melewati tinggi tirai air mata normal dan terdiri dari beberapa
lipatan.
Diperlukan juga identifikasi kelainan anatomis dari kelopak mata seperti
entropion atau ektropion yang dapat menyebabkan penutupan kelopak
mata yang tidak sempurna, sehingga menyebabkan evaporasi berlebih.
b. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan pewarnaan seperti uji Fluorescein dan hijau lisamin dapat
dilakukan. Setelah zat pewarna sudah diberikan, inspeksi dengan slit lamp
akan dilakukan untuk melihat adanya warna yang timbul pada mata.
Indeks van Bijsterfeld membagi permukaan bola mata menjadi 3 area,
bagian nasal, bagian korneal, dan bagian temporal. Luas pewarnaan pada
masing-masing zona akan dinilai dari skala 0 sampai 3. Nilai ketiga zona
akan ditambahkan dan hasil yang lebih dari nilai 3.5 diklasifikasikan
sebagai kondisi patologis.7
6
Gambar 2. Indeks van Bijsterfeld7
Sekresi air mata dari apparatus lakrimalis diuji dengan uji Schirmer,
dengan menaruh strip Schirmer pada 1/3 lateral fornix inferior selama 5
menit. Hasil sama dengan atau kurang dari 5 menegakkan adanya keadaan
patologis.8
Untuk memeriksa integritas tirai air mata, dapat dilakukan pengukuran
ketebalan tirai air mata menggunakan optical coherence tomography,
dimana tebal kurang dari 2 mm dianggap sebagai patologis. Tear film
break-up time juga dapat diukur dengan menghitung waktu pecahnya air
mata yang diwarnai oleh fluorescein setelah satu kedipan mata. Waktu
pecah dibawah 10 detik dianggap patologis (N: 20-30).7,8
Jika ditemukan xerostomia pada anamnesis atau pemeriksaan fisik pada
pasien, harus dilakukan pemeriksaan untuk menyaring adanya sjögren
syndrome. Dalam mendiagnosis sjögren syndrome, diperlukan setidaknya
4 dari 6 kriteria berikut:9,10,11
● Keluhan dari pasien tentang kekeringan mulut.
● Keluhan dari pasien tentang mata kering.
● Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang menunjukkan tanda-
tanda adanya kekeringan pada mulut pasien.
● Kekeringan mulut yang dibuktikan oleh uji kecepatan produksi air
liur tanpa stimulasi atau dengan Saxon test.
7
● Temuan yang membuktikan mata kering pada pemeriksaan fisik
maupun pemeriksaan penunjang.
● Penegakan diagnosis mata kering dengan uji Schirmer, waktu
pemecahan tirai air mata, atau uji pewarnaan dengan fluorescein.
● Infiltrat limfosit ditemukan pada kelenjar minor air ludah dengan
pemeriksaan histopatologi.
● Adanya serum autoantibodi seperti antibodi terhadap antigen
Ro(SSA), La(SSB), ANA, RF, SP-1, CA6, atau PSP.
Diagnosis Banding2,3,6
b. Keratitis
Peradangan kornea menyebabkan keluhan mata merah dengan
penglihatan yang turun mendadak. Disertai pula dengan gejala lain seperti
silau, mata berair dan kotor, luka pada kornea, bengkak dan nyeri pada
bagian mata.
c. Infeksi
Penyakit infeksi dapat menimbulkan keluhan berupa mata kering.
Contoh dari penyakit-penyakit ini adalah infeksi klamidia, herpes zoster,
herpes simplex, HIV.
d. Kelainan Persyarafan
Trauma pada CN 7 dapat menyebabkan Bell’s Palsy yang akan
8
mengganggu pergerakan palpebra, yang dapat meningkatkan evaporasi air
mata. Trauma pada CN 5 juga dapat menyebabkan respon sekresi air mata
yang menurun.
e. Rosacea
Reaksi sistem imun dan disregulasi vakular yang disebabkan oleh
Rosacea dapat menyerupai keluhan pada mata kering. Namun,
selain dari kemerahan pada mata, terdapat juga peradangan pada daerah
glabella, pipi, hidung, dan jidat. Papul dan pustule juga muncul beserta
dengan kemerahan. Manifestasi pada mata akan menimbulkan keluhan
mata gatal, kering, dan terasa buram.
f. Blefaritis
Peradangan pada bagian kelopak mata akan menimbulkan keluhan
berupa sensasi terbakar, mata merah dan gatal. Selain itu akan muncul
serbuk di bagian dasar bulu mata.
g. Medikamentosa
Beberapa pengobatan dapat mengganggu sekresi atau integrase
dari air mata. Sebagai contoh, lensa kontak dapat mengganggu
distribusi air mata yang merata, mengiritasi mata, dan menyerap
produksi air mata. Obat tetes timolol yang diberikan untuk
menurunkan tekanan bola mata juga berpengaruh pada produksi air
mata. Antihistamin dan antimuskarinik lainnya juga dapat
menurunkan produksi air mata.
Terapi2,7,8
9
identifikasi faktor yang mencetus penyakit harus diidentifikasi dan diberi
nasihat untuk memodifikasi faktor tersebut. Pasien juga perlu
diedukasikan tentang manfaat asam amino esensial dan opsi suplemen
nutrisi. Pemberian lubrikasi mata berupa air mata buatan sebanyak 3
sampai 4 kali sehari perlu dilakukan sepanjang hidup pasien untuk
mencegah penyakit muncul kembali dan melindungi dari komplikasi
berupa ulserasi dan infeksi bakteria. Tetes air mata buatan tanpa pengawet
dapat diberikan untuk mencegah toksisitas yang dapat memperburuk
kekeringan mata. Untuk efek yang lebih lama, dapat diberikan tetes mata
yang mengandung mukomimetik seperti methylcellulose, polyvinyl
alcohol, atau asam poliakrilik. Salep petrolatum dapat diberikan sesasaat
sebelum tidur pada malam hari. Pada kondisi defisiensi musin dapat
diberikan tetes denga nisi mukomimetik seperti natrium hyaluronat.
b. Anti Radang
Pemberian tetes yang mengandung kortikosteroid seperti
loteprednol dapat diberikan karena memiliki efek samping yang rendah.
Inhibitor kalsineurin seperti siklosporin 0.05% (restasis) dua kali sehari
juga dapat diberikan untuk meredakan peradangan.
c. Vitamin A Topikal
Pemberian salep vitamin A dapat diberikan untuk memperbaiki
metaplasia pada permukaan mata.
d. Operatif
Apabila terapi dengan edukasi dan obat masih kurang adekuat,
dapat dilakukan tindakan operasi. Tindakan operasi yang dapat dilakukan
adalah penaruhan sumbatan pada pungta dengan penyumbat berbahan
silicon atau kolagen yang bersifat sementara. Penutupan pungkta dan
kanalikuli secara permanen dapat dilakukan dengan kauterisasi termal atau
elektrik, atau laser. Penyuntikan toksin botulinum dipercaya dapat
10
mengurangi pembuangan air mata. Transplan kelenjar liur juga dapat
dilakukan, namun biasa menyebabkan hipersekresi dan mata berair.
Prognosis
11
DAFTAR PUSTAKA
1. Morton DA, Foreman KB, Albertine KH. Orbit. In: The Big Picture: Gross
Anatomy, 2e [Internet]. New York, NY: McGraw-Hill Education; 2019.
Available from:
http://accessmedicine.mhmedical.com/content.aspx?aid=1158277613
2. HS Ilyas, SR Yulianti. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 5. Jakarta: Badan
Penerbit FK UI; 2017. Halaman 165.
3. Garcia-Ferrer FJ, Augsburger JJ, Corrêa ZM. Conjunctiva & Tears.
In: Riordan-Eva P, Augsburger JJ, editors. Vaughan & Asbury’s
General Ophthalmology, 19e [Internet]. New York, NY: McGraw-Hill
Education; 2017. Available from:
http://accessmedicine.mhmedical.com/content.aspx?aid=1144467577
4. Lee AJ, Lee J, Saw S-M, Gazzard G, Koh D, Widjaja D, et al. Prevalence
and risk factors associated with dry eye symptoms: a population based
study in Indonesia. Br J Ophthalmol [Internet]. 2002 Dec 1 [cited 2019 Jan
29];86(12):1347–51. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12446361
5. Singh Titiyal J, Clara Falera R, Kaur M, Sharma V, Sharma N, Prasad R.
Prevalence and risk factors of dry eye disease in North India: Ocular
surface disease index-based cross-sectional hospital study PMID: *****.
2018; Available from: http://www.ijo.in
12
6. RS Sitorus, R Sitompul, S Widyawati, AP Banl. Buku ajar Oftalmologi.
Edisi 1. Jakarta: Badan Penerbit FK UI; 2017.
7. Messmer EM. The pathophysiology, diagnosis, and treatment of dry eye
disease. Dtsch Arztebl Int [Internet]. 2015 Jan 30 [cited 2019 Feb
9];112(5):71–81; quiz 82. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25686388
8. Riordan-Eva P. Disorders of the Eyes & Lids. In: Papadakis MA,
McPhee SJ, Rabow MW, editors. Current Medical Diagnosis &
Treatment 2019 [Internet]. New York, NY: McGraw-Hill Education;
2019. Available from:
http://accessmedicine.mhmedical.com/content.aspx?aid=1160837346
9. Liew MSH, Zhang M, Kim E, Akpek EK. Prevalence and predictors of
Sjogren’s syndrome in a prospective cohort of patients with aqueous-
deficient dry eye. Br J Ophthalmol [Internet]. 2012 Dec 1 [cited 2019 Feb
11];96(12):1498–503. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23001257
10. Daniels TE, Fox PC, Fox RI, Kassan SS, Pillemer SR, Talal N, et al. Full-
Text. 2002;554–8.
11. Shen L, Suresh L, Lindemann M, Xuan J, Kowal P, Malyavantham K, et
al. Novel autoantibodies in Sjogren’s syndrome. Clin Immunol [Internet].
2012 Dec 1 [cited 2019 Feb 12];145(3):251–5.
13