3. Uji Pengkabutan
Uji pemeriksaan astigmatisme dengan memakai prinsip mengistirahatkan akomodasi dengan memakia
lensa positif. Dengan mata istirahat pasien disuruh melihat astigmatisme dial (juring astigmat). Bila
grais vertical yang terlihat jelas berarti garis ini terproyeksi dengan baik pada retina sehingga diperlukan
koreksi bidang vertical dengan memakai lensa silinder negative dengan sumbu 180°. Penambahan
kekuatan silinder diberikan sampai garis pada juring astigmatisme terlihat sama jelasnya.4
Pemeriksaan tekanan bola mata dilakukan denga menggunakan tonometer. Cara penggunanyanya adalah
alat ini didekatkan atau ditempelkan dengan lembut kepermukaan kornea untuk menguur tekanan bola mata.
Kornea mata sangat sensitif sehingga dokter speasilis mata perlu menggunakan pembiusan lokal dengan obat
tetes mata. Tekanan bola mata yang normal berkisar 9-21mmHg. Dikenal beberapa alat tonometer seperti
Schiotz dan tonometer aplanasi Goldman.5
6. Pemeriksaan funduskopi.
Pemeriksaan funduskopi merupakan pemeriksaan untuk melihat keadaan papil mata dan sekitarnya.
Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan di kamar gelap. Untuk memeriksa mata kanan sebaiknya pemeriksa
menggunakan mata kanan dan oftalmoskop dipegang tangan kanan, demikian sebaliknya. Pasien diminta
melihat jauh kedepan atau memifiksasi matanya pada benda yang terletak jauh didepan. Pasien tidak boleh
menggerakan bola matanya namu boleh mengedip, setelah itu, pemeriksa focus pada retina dengan
menggunakan lensa oftalmoskop yang sesuai denga refraksi pasien. Ketika telah menemukan pembuluh darah
maka ditelusuri hingga menenmukan papil. Papil normal bentuk lonjong, tampak sedikit pucat, batas dengan
retina tegas. Selain itu pemeriksa juga memperhatikan macula lutea, pemebuluh darah. Dan melaoprkan adakah
odema papi dan papil atrodfi.6.
hasil pemeriksaan:
1. visus
Okuli dextra (OD) 6/60-ph 6/40- koreksi S-2.00 cyl-0.75 180°:6/6
Okuli sinistra (OS) 6/60-ph 6/50-Koreksi-S+0,75:6/40
2. Segmen anterior OD dalam batas normal, segmen ODS optic nerve bulat, batas tegas, CDR 0,3 A:V
2:3, reflek macula positif, perifer tidak ada perdarahan maupun eksudat.
3. Tonometri ODS: 15 mmHg.
Hipermetropi
Etiologi
Penyebab dari hipermetropi adalah sebagai berikut :
1. Sumbu utama bola mata yang terlalu pendek
Biasanya terjadi karena Mikropthalmia, renitis sentralis, arau ablasio retina(lapisan retina lepas lari ke depan
sehingga titik fokus cahaya tidak tepat dibiaskan).
2. Daya pembiasan bola mata yang terlalu lemah
Terjadi gangguan-gangguan refraksi pada kornea, aqueus humor, lensa dan vitreus humor. Gangguan yang
dapat menyebabkan hipermetropi adalah perubahan pada komposisi kornea dan lensa sehingga kekuatan
refraksi menurun dan perubahan pada komposisi aqueus humor dan viterus humor. Misal pada penderita
Diabetes Melitus terjadi hipermetopi jika kadar gula darah di bawah normal.
3. Kelengkungan kornea dan lensa tidak adekuat
Kelengkungan kornea ataupun lensa berkkurang sehingga bayangan difokuskn di belakang retina.
Perubahan posisi lensa
Dalam hal ini, posisi lensa menjadi lebih posterior.
Gejala Klinis
Tanda dan gejala orang yang terkena penyakit rabun dekat secara obyektif klien susah melihat jarak
dekat atau penglihatan klien akan rabun dan tidak jelas. Sakit kepala frontal. Semakin memburuk pada waktu
mulai timbul gejala hipermetropi dan sepanjang penggunaan mata dekat.
1. Penglihatan tidak nyaman (asthenopia)
Terjadi ketika harus fokus pada suatu jarak tertentu untuk waktu yang lama.
2. Akomodasi akan lebih cepat lelah terpaku pada suatu level tertentu dari ketegangan.
3. Bila 3 dioptri atau lebih, atau pada usia tua, pasien mengeluh penglihatan jauh kabur.
4. Penglihatan dekat lebih cepat buram, akan lebih terasa lagi pada keadaan kelelahan, atau penerangan yang
kurang.
5. Sakit kepala biasanya pada daerah frontal dan dipacu oleh kegiatan melihat dekat jangka panjang. Jarang
terjadi pada pagi hari, cenderung terjadi setelah siang hari dan bisa membaik spontan kegiatan melihat dekat
dihentikan.
6. Eyestrain
7. Sensitive terhadap cahaya
8. Spasme akomodasi, yaitu terjadinya cramp m. ciliaris diikuti penglihatan buram intermiten
Patofisiologi
Diameter anterior posterior bola mata yang lebih pendek, kurvatura kornea dan lensa yang lebih lemah, dan
perubahan indeks refraktif menyebabkan sinar sejajar yang dating dari objek terletak jauh tak terhingga di
biaskan di belakang retina.
klasifikasi
1. Hipermetropia manifest
Adalah hipermetropia yang dapat dikoreksi dengan kacamata positif maksimal yang memberikan tajam
penglihatan normal. Hipermetropia ini terdiri atas hipermetropia absolut ditambah dengan hipermetropia
fakultatif. Hipermetropia manifes didapatkan tanpa siklopegik dan hipermetropia yang dapat dilihat dengan
koreksi kacamata yang maksimal.
2. Hipermetropia Absolut
Dimana kelainan refraksi tidak diimbangi dengan akomodasi dan memerlukan kacamata positif untuk
melihat jauh. Biasanya hipermetropia laten yang ada berak
Hipermetropia manifes yang tidak memakai tenaga akomodasi sama sekali disebut sebagai hipermetropia
absolut, sehingga jumlah hipermatropia fakultatif dengan hipermetropia absolut adalah hipermetropia manifes.
3. Hipermetropia Fakultatif
Dimana kelainan hipermatropia dapat diimbangi dengan akomodasi ataupun dengan kaca mata positif.
Pasien yang hanya mempunyai hipermetropia fakultatif akan melihat normal tanpa kaca mata yang bila
diberikan kaca mata positif yang memberikan penglihatan normal maka otot akomodasinya akan mendapatkan
istrahat. Hipermetropia manifes yang masih memakai tenaga akomodasi disebut sebagai hipermetropia
fakultatif.
4
. Hipermetropia Laten
Dimana kelainan hipermetropia tanpa siklopegi ( atau dengan obat yang melemahkan akomodasi)
diimbangi seluruhnya dengan akomodasi. Hipermetropia laten hanya dapat diukur bila siklopegia. Makin muda
makin besar komponen hipermetropi laten seseorang. Makin tua seseorang akan terjadi kelemahan akomodasi
sehingga hipermetropia laten menjadi hipermetropia fakultatif dan kemudian akan menjadi hipermetropia
absolut. Hipermetropia laten sehari-hari diatasi pasien dengan akomodasi terus menerus, teritama bila pasien
masih muda dan daya akomodasinya masih kuat.
5. Hipermetropia Total
Hipermetropia yang ukurannya didapatkan sesudah diberikan siklopegia. Selain klasifikasi diatas ada
juga yang membagi hipermetropia secara klinis menjadi tiga kategori, yaitu:
1. Simple Hipermetropia, diakibatkan variasi biologis normal seperti etiologi axial atau refraksi.
2. Patological Hipermetropia, diakibatkan anatomi okuler yang berbeda yang disebabkan
3. Fungsional Hipermetropia, merupakan akibat dari paralisis akomodasi.
Diagnosis
Kelainan refraksi hipermetropi dapat di periksa dengan melakukan pemeriksaan Okuler
a. Visual Acuity.
Mempergunakan beberapa alat untuk mengetahui kemampuan membaca pasien hipermetropi dalam jarak
dekat. Seperti Jaeger Notation, Snellen metric distance dan Lebehnson.
b. Refraksi.
Retinoskopi merupakan prosedur yang digunakan secara luas untuk menilai hipermetropia secara objektif.
Prosedur yang dilakukan meliputi static retinoscopy, subjective refraction dan autorefraction.
c. Pergerakan Okuler, Pandangan Binokuler dan Akomodasi.
Pemeriksaan ini diperlukan karena gangguan pada fungsi visual diatas dapat menyebabkan terganggunya
visus dan performa visual yang menurun.
d. Assesmen kesehatan okuler dan Skreening Kesehatan sistemik.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendiagnosa hipermetropia dapat berupa respon pupil, uji
konfrontasi lapangan pandang, uji penglihatan warna, pengukuran tekanan intraokuler dan pemeriksaan
posterior bola mata dan adnexa.
e. Kesehatan segmen anterior
Pada pasien dengan daya akomodasi yang masih sangat kuat atau pada anak-anak, sebaiknya pemeri
melumpuhkan otot akomodasi.
Penatalaksanaan
1. Koreksi Optikal
Hipermetropia dikoreksi dengan kacamata berlensa plus (konveks) atau dengan lensakontak. Pada anak
kecil dengan kelainan berderajat rendah yang tidak menunjukan gejala sakit kepala dan keluhan lainnya, tidak
perlu diberi kacamata. Hanya orang-orang yang derajat hipermetropianya berat dengan atau tanpa disertai mata
juling dianjurkan menggunakan kacamata. Pada anak-anak dengan mata juling ke dalam (crossed eye) yang
disertai hipermetropia, diharuskan memakai kacamata berlensa positif. Karena kacamata berlensa plus ini amat
bermanfaat untuk menurunkan rangsangan pada otot-otot yang menarik bolamata juling ke dalam.
Biasanya sangat memuaskan apabila power yang lebih tipis (1 D) daripada total fakultatif dan absolute
hyperopia yang diberikan kepada pasien dengan tidak ada ketidak seimbangan otot ekstraokular. Jika ada
akomodatif esotrophia (convergence), koreksi penuh harus diberikan. Pada exophoria, hyperopianya harus
dikoreksi dengan 1-2D. Jika keseluruhan refraksi manif
kecil, misalnya 1 D atau kurang, koreksi diberikan apabila pasien memiliki gejala-gejala.
2. Terapi Penglihatan.
Terapi ini efektif pada pengobatan gangguan akomodasi dan disfungsi binokuler akibat dari hipermetropia.
Respon akomodasi habitual pasien dengan hipermetropia tidak akan memberi respon terhadap koreksi dengan
lensa, sehingga membutuhkan terapi penglihatan untuk mengurangi gangguan akomodasi tersebut.
3. Terapi Medis.
Agen Antikolinesterase seperti diisophropylfluorophospate(DFP) dan echothiopate iodide (Phospholine
Iodide,PI) telah digunakan pada pasien dengan akomodasi eksotropia dan hipermetropia untuk mengurangi
rasio konvergensi akomodasi dan akomodasi(AC/A).
3. Merubah Kebiasaan Pasien.
Modifikasi yang dapat dilakukan adalah pengunaan cahaya yang cukup dalam aktivitas, menjaga kualitas
kebersihan mata dan apabila pasien adalah pengguna komputer sebaiknya menggunakan komputer dengan
kondisi ergonomis.
5. Bedah Refraksi.
Terapi pembedahan refraksi saat ini sedang dalam perkembangan Terapi pembedahan yang mungkin
dilakukan adalah HOLIUM:YAG laser thermal keratoplasty, Automated Lamellar Keratoplasty, Spiral Hexago
Keratotomy, Excimer Laser dan ekstraksi lensa diganti dengan Intra Oculer Lens. Akan tetapi pembedahan
masih jarang digunakan sebagai terapi terhadap hipermetropia.
Gambar 1.4 Skema Miopi dan Hipermetropi
TAMBAHAN
Hipermetropia
Hipermetropia atau rabun dekat merupakan keadaan gangguan kekuatan pembiasaan mata dimana sinar
sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak dibelakang retina. Pada hipermetropia sinar
2. Hipermetropia simple, biasanya merupakan lanjutan hipermetropia anak yang tidak berkurang pada
3. Hipermetropia didapat, umum didapat setelah bedah pengeluaran lensa pada katarak (afakia).7
a. Hipermetropia sumbu atau hipermetropia aksial merupakan kelainan refraksi akbiat bola mata pendek,
dibelakang retina.
c. Hipermetropia refraktif, dimana terdapat indeks bias yang lemah kurang pada sistem optic mata.7
1. Hipermetropia ringan, yaitu antara Spheris +0.25 Dioptri s/d Spheris +3.00 Dioptri.
2. Hipermetropia sedang, yaitu antara Spheris +3.25 Dioptri s/d Spheris +6.00 Dioptri
3. Hipermetropia tinggi, yaitu jika ukuran Dioptri lebih dari Spheris +6.25 Dioptri.7
Hipermetropia manifes, hipermetropia ,anifes didaptkan tanpa sikloplegik, yang dapat dikoreksi
dengan kaca mata positif maksimal yang meberikan tajam pengelihatan normal. Hipermetropia ini
Hipermetropia manifes absolut, kelainan refraksi tidak diimbangi dengan akomodasi ataupun dengan
kaca mata positif. Pasien yang hanya mempunyai hipermetropia fakultatif akan melihat normal tanpa
kaca mata, bila diberikan kaca mata positif memberikan pengelihatan normal maka otot akomodasinya
akan istirahat.
Hipermetropia laten, dimana kelainan hipermetropia tanpa siklopegia (atau dengan obat yang
melemahkan akomodasi) diimbangi seluruhnya dengan akomodasi. Hipermetropia laten hanya dapat
diukur bila diberikan siklopegia. Mmakin muda makin besar komponen hipemetripia laten seseorang.
Makin tua seseorang akan terjadi kelemahan akomodasi sehingga hipermetropia laten menjadi
Hipermetropia total, hipermetropia laten dan manifest yang ukuranya didpatka sesudah siklopegia.7
Etiologi
Mikropthalmia, Retinitis Sentralis, ataupun Ablasio Retina (lapisan retina lepas lari ke depan sehingga
Hipermetopia jenis ini disebut juga Hipermetropi Refraksi. Dimana dapat terjadi gangguan-gangguan
refraksi pada kornea, aqueus humor, lensa, dan vitreus humor. Gangguan yang dapat menyebabkan
hipermetropia refraksi ini adalah perubahan pada komposisi kornea dan lensa sehingga kekuatan
refraksinya menurun dan perubahan pada komposisi aqueus humor dan vitreus humor( mis. Pada
penderita Diabetes Mellitus, hipermetropia dapat terjadi bila kadar gula darah di bawah normal, yang
Hipermetropia jenis ini disebut juga hipermetropi kurvatura. Dimana kelengkungan dari kornea ataupun
Dalam hal ini didapati pergeseran posisi lensa menjadi lebih posterior.tidak ada lagi (afakia).7