DISUSUN OLEH :
NIM : PO.71.20.2.20.030
TINGKAT : 1.B
TAHUN 2020/2021
A. PEMERIKSAAN PADA INDERA MATA
Tes ini bertujuan untuk menilai kekuatan otot mata dalam menggerakkan bola mata.
Pada pemeriksaan ini, dokter akan meminta pasien untuk menutup dan membuka kelopak
mata lalu mengikuti gerakan jari dokter atau objek lainnya.
Prosedur ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jelas penglihatan pasien ketika
melihat suatu objek pada jarak tertentu. Tes ketajaman penglihatan umumnya dilakukan
menggunakan kartu Snellen, yaitu kartu khusus yang terdiri dari beberapa huruf dan angka
dengan ukuran yang bervariasi.
Saat menjalani tes ini, pasien pertama akan diminta untuk melepaskan kacamata atau
lensa kontaknya lalu pemeriksa akan mempersilahkan pasien duduk di ruangan dengan
pencahayaan yang baik. Setelah itu, pemeriksa akan meminta pasien untuk membaca huruf
atau angka pada kartu Snellen yang diletakkan dengan jarak sekitar 6 meter di depan tempat
duduk pasien.
Jika terdapat kelainan refraksi pada mata, pemeriksa kemudian akan menggunakan alat mirip
kacamata yang disebut phoropter untuk menentukan ketebalan lensa kacamata yang cocok
digunakan oleh pasien.
Setelah penglihatan terkoreksi dengan alat tersebut, dokter akan meresepkan kacamata
atau lensa kontak sesuai dengan ukuran lensa yang cocok bagi pasien.
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk menilai kemampuan mata pasien dalam melihat
suatu benda di sekitar ketika mata terfokus pada satu titik.
Pada pemeriksaan ini, pertama-tama pasien akan diminta untuk duduk dan menutup
salah satu matanya menggunakan tangan, lalu dokter akan mengarahkan pasien untuk
memfokuskan pandangan pada satu titik di depan mata yang terbuka. Pasien akan diminta
untuk tidak menggerakkan mata atau kepala selama pemeriksaan berlangsung.
Setelah itu, dokter akan menggerakkan jarinya atau benda tertentu dari berbagai sisi
dan pasien akan diminta untuk mengatakan “iya” ketika benda tersebut atau jari dokter mulai
terlihat. Pemeriksaan ini kemudian akan dilakukan pada mata yang lain.
Tes buta warna adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mendeteksi apakah pasien
mengalami buta warna atau kesulitan dalam mengidentifikasi warna tertentu.
Pemeriksaan mata ini paling sering dilakukan dengan metode Ishihara. Pada metode
pemeriksaan buta warna ini, pasien akan diminta untuk menyebutkan tampilan angka atau
pola tertentu yang muncul di kartu berwarna khusus.
Apabila penglihatan pasien normal, maka ia dapat melihat angka yang tertera pada
kartu tersebut. Namun, jika pasien mengalami buta warna, maka angka tersebut akan tidak
terbaca atau tampak seperti angka lainnya.
6. Tonometri
Tonometri merupakan tes yang dilakukan untuk mengukur tekanan di dalam bola
mata atau tekanan intraokular (TIO). Tes ini dilakukan untuk memeriksa apakah terdapat
penyakit yang dapat meningkatkan tekanan bola mata meningkat, misalnya glaukoma.
Tonometriaplanasi
Saat melakukan pemeriksaan ini, dokter akan memberikan obat tetes mata yang berisi
anestesi lokal di kedua mata pasien dan pewarna khusus pada mata. Setelah beberapa
menit, ketika efek obat bius lokal sudah mulai bekerja, pasien akan diminta untuk
duduk di depan slit-lamp dengan mata terbuka.
Setelah itu, dokter akan menempelkan alat khusus di kedua permukaan bola mata
pasien untuk menilai tekanan di dalam bola. Karena sudah ditetesi obat bius lokal,
pemeriksaan ini tidak terasa sakit.
Tonometrinonkontak
Tonometrinonkontak menggunakan udara yang ditiupkan ke mata. Padapemeriksaan
ini, tidak ada alat yang ditempelkan ke bola mata, jadi tidak terasa sakit.
Palpasi
Palpasi dilakukan pada tulang dan tulang rawan hidung. Palpasi dilakukan dengan
menggunakan jari-jari telunjuk mulai dari pangkal hidung sampai apeks untuk mengetahui
ada-tidaknya nyeri, massa tumor, atau tanda-tanda krepitasi.
Jika ala nasi penderita terasa sangat sakit pada saat kita melakukan palpasi, curigai
adanya furunkelvestibulum nasi.[3,6,7]
Rhinoskopi Anterior
Pemeriksaan rhinoskopi anterior dilakukan dengan menggunakan spekulum hidung.
Area yang perlu dinilai mencakup vestibulum nasi, konkha inferior, septum hidung,
nasofaring, meatus tengah, meatus superior, dan reses sphenoethmoidal. Pemeriksa juga perlu
menilai adanya massa seperti polip, pus dari meatus tengah sampai ke reses sphenoethmoidal,
atau septum deviasi.
Pada pemeriksaan rhinoskopi anterior dapat pula dinilai Fenomena Palatum Molle
yaitu pergerakan palatum molle pada saat pasien diminta untuk mengucapkan huruf “ i “.
Pada waktu melakukan penilaian fenomena palatum molle usahakan agar arah pandang mata
sejajar dengan dasar rongga hidung bagian belakang. Pandangan mata tertuju pada daerah
nasofaring sambil mengamati turun naiknya palatum molle pada saat pasien mengucapkan
huruf “ i ”. Fenomena Palatum Molle akan negatif bila terdapat massa di dalam rongga
nasofaring yang menghalangi pergerakan palatum molle, atau terdapat kelumpuhan otot-otot
levator dan tensorvelipalatini.
Bila rongga hidung sulit diamati oleh adanya edema mukosa dapat digunakan tampon kapas
efedrin yang dicampur dengan lidocaine yang dimasukkan ke dalam rongga hidung untuk
mengurangi edema mukosa.
Rhinoskopi Posterior
Pemeriksaan rhinoskopi posterior dilakukan dengan menggunakan kaca khusus untuk
menilai koana posterior dan nasofaring. Pada pasien dapat diberi xylocaine 4% dan efedrin
3% untuk memudahkan dalam melakukan pemeriksaan.
Untuk pemeriksaan ini dipakai kaca tenggorok no. 2-4. Kaca ini dipanaskan dulu dengan
lampu spiritus atau dengan merendamnya di air panas supaya kaca tidak menjadi kabur oleh
napas pasien.
Lidah pasien ditekan dengan spatula lidah, pasien bernapas melalui mulut, kemudian
kaca tenggorok dimasukkan ke belakang uvula dengan arah kaca ke atas. Setelah itu pasien
diminta bernapas melalui hidung. Perlu diperhatikan kaca tidak boleh menyentuh dinding
posterior faring supaya pasien tidak terangsang untuk muntah. Sinar lampu kepala diarahkan
ke kaca tenggorok dan diperhatikan:
Septum nasi bagian belakang
Nares posterior
Sekret di dinding belakang faring (post nasal drip)
Dengan memutar kaca lebih ke lateral, akan tampak konka superior, konka media dan
konka inferior
Evaluasi nasofaring, perhatikan muara tuba, torus tubarius, dan adanya massa di
fossaRossenmuller[9,10]
Tes Fungsi Penghidu
AlcoholSniffTest (AST) dapat dilakukan sebagai skrining untuk menilai fungsi
hidung sebagai organ penghidu. Penderita diminta untuk menutup kedua mata, selanjutnya
kapas yang telah diberi alkohol didekatkan perlahan-lahan ke hidung penderita, dimulai 20–
30 cm dari midsternum. Hasil pemeriksaan dapat dikategorikan sebagai normosmik jika
pasien dapat menghidu dari jarak > 10 cm dan hiposmik jika dapat menghidu hanya pada
jarak 0–10 cm. Pasien dianggap anosmik jika tidak dapat menghidu sama sekali