B. PELAKSANAAN
1. PANDUAN BELAJAR ANAMNESIS KELAINAN MATA
1.1 Landasan Teori
Anamnesis adalah kesimpulan hasil wawancara mengenai penyakitnya dengan pasien dan atau orang
lain yang mengetahui tentang sakitnya (autoanamnesa dan alloanamnesa). Berikut ini adalah langkah-
langkah anamnesis mengenai beberapa kelainan mata yang sering dijumpai di masyarakat.
Pada dasarnya pola pertumbuhan sel yang abnormal terbagi atas dua macam,yaitu non neoplastik
dan neoplastik. Non neoplastik adalah pertumbuhan sel yangabnormal yang tidak dapat berubah menjadi sel
yang baru atau orang biasanyamenyebutnya tumor, sedangkan neoplastik adalah pertumbuhan sel abnormal
yangdapat berubah menjadi sel baru yang biasanya disebut kanker.
1.4 Kesimpulan
Berdasarkan hasil anamnesis, apakah pasien menderita keluhan yang mengarah kepada Infeksi, Glukoma,
katarak, ganguan refraksi atau Keganasan pada mata.
Skenario:
1. Ny. T, 60 tahun, datang dengan keluhan mata kabur sejak 1 tahun yang lalu.
2. Imam, 24 tahun datang dengan mata merah sejak 2 hari yang lalu
3. Ny. R, 58 tahun, datang dengan keluhan nyeri pada mata sejak 2 hari yang lalu
4. Reno, 15 tahun, datang dengan mata kabur sejak 6 bulan yang lalu
5. An. A, 6 bulan, datang dengan keluhan bintik mata berwarna putih
6. Tn.I, 40 tahun, datang dengan koreng pada kelopak mata
LKK 2: PEMERIKSAAN TAJAM PENGLIHATAN DASAR DAN PEMERIKSAAN FISIK MATA
(LAPANG PANDANG, TEKANAN BOLA MATA, DAN FUNDUSKOPI)
2. Media Pembelajaran
1) Penuntun LKK 1 Blok XV FK UMP
2) Ruang periksa dokter
3) Pasien simulasi
4) Kursi
5) Snellen Chart
6) Senter
7) Mistar pengukur
3. Langkah Kerja
1. Mengucapkan salam kepada pasien.
2. Memperkenalkan diri sebagai dokter yang bertugas.
3. Menanyakan identitas pasien.
4. Menjelaskan tujuan dan meminta izin pasien.
5. Ruang pemeriksaan harus dengan penerangan cukup.
6. Pasien duduk pada jarak 6 m atau jarak 5 m(20 kaki) menghadap lurus Snellen chart dengan pandangan mata
setinggi bagian tengah dari Snellen chart.
7. Jika pasien memakai kacamata/lensa kontak, maka minta pasien untuk melepasnya.
8. Biasakan untuk memeriksa mata kanan terlebih dahulu dan minta pasien untuk menutup mata yang satu
dengan menggunakan telapak tangan atau dengan alat (trial frame + occluder).
9. Pasien diminta untuk melihat lurus ke depan dengan santai.
10. Pasien dipersilahkan untuk membaca huruf/gambar yang terdapat pada Snellen chart, dari yang paling besar
(dari atas) sampai pada huruf/gambar terkecil yang masih dapat terlihat oleh mata pasien.
11. Jika pasien hanya dapat melihat huruf pada Snellen chart dibaris 5/20, artinya pasien hanya dapat melihat
pada jarak 5 m yang pada orang normal dapat dibaca dari jarak 20m (visus 5/20)
12. Apabila penderita tak dapat melihat huruf/gambar terbesar yang terdapat pada Snellen chart, maka kita
mempergunakan hitung jari.
13. Penderita diminta untuk menghitung jari pemeriksa (satu jari atau dua jari) yang diletakkan secara horizontal
di depan tubuh pemeriksa. Pemeriksa mulai pada jarak 1 m, lalu mundur sampai posisi 2 m di depan pasien,
dan seterusnya sampai posisi 6 m. Jika penderita dapat melihat pada jarak 1m, maka visus dinyatakan dalam
1/60 (dapat melihat jari pada jarak 1 meter, yang pada orang normal dapat dilakukan pada jarak 60 m).
14. Apabila penderita tak dapat menghitung jari, maka dipergunakan lambaian tangan pemeriksa pada jarak 1 m.
Jika penderita dapat mengidentifikasi arah gerak lambaian tangan pemeriksa, maka visus dinyatakan 1/300.
15. Apabila lambaian tangan tak terlihat oleh penderita, maka kita periksa visusnya dengan cahaya (sinar baterai).
Apabila pasien dapat melihat sinar tersebut maka visus dinyatakan dalam 1/~ (satu per tak terhingga).
Kemudian sinar diarahkan ke empat kuadran penglihatan (atas, bawah, kiri, kanan) dan minta pasien
menyebutkan arah datangnya sinar tersebut. Apabila pasien dapat menjawab dengan benar, maka visusnya
dinyatakan dalam 1/~ , proyeksi sinar benar. Bila pasien menjawab salah, maka visus dinyatakan dalam 1/~ ,
proyeksi sinar salah.
Interpretasi Hasil
a. Visus mata kiri (VOS): normal (6/6), tidak normal (sebutkan nilai visusnya).
b. Visus mata kanan (VOD) : normal (6/6), tidak normal (sebutkan nilai visusnya).
Lampiran:
II. PEMERIKSAAN FISIK MATA (LAPANG PANDANG, TEKANAN BOLA MATA, DAN
FUNDUSKOPI)
A. SASARAN PEMBELAJARAN
Setelah kegiatan ini mahasiswa diharapkan mampu:
1. Melakukan pemeriksaan lapang pandang mata dengan metode konfrontasi.
2. Melakukan pemeriksaan tekanan bola mata dengan metode digital (palpasi).
3. Melakukan pemeriksaan tekanan bola mata dengan menggunakan tonometer Schiotz.
4. Melakukan pemeriksaan funduskopi.
a. Mempersiapkan pasien dan alat.
b. Melakukan pemeriksaan funduskopi pada posisi yang benar.
c. Melakukan interpretasi terhadap hasil yang didapatkan pada funduskopi.
B. PELAKSANAAN
1. PANDUAN BELAJAR PEMERIKSAAN LAPANG PANDANG MATA
1.1 Landasan Teori
Perimetri adalah suatu teknik untuk memeriksa lapangan pandang perifer dan sentral. Teknik ini dilakukan
terpisah untuk masing-masing mata, bertujuan untuk mengukur fungsi retina, nervus optikus (N. II), dan jalur
visual intrakranial secara bersama. Sensitivitas penglihatan paling besar di pusat lapangan bersangkutan dan
paling kecil di perifer. Perimetri tergantung pada respons pasien secara subyektif dan hasilnya akan tergantung
pada status psikomotor dan status penglihatan pasien. Perimetri harus selalu dilakukan dan ditafsirkan dengan
mengingat hal tersebut.
Ada 2 metode dasar penyajian sasaran dalam perimetri, yaitu:
1. Perimetri statik
Sebuah objek yang sulit, misalnya cahaya lemah, disajikan pertama kali di lokasi tertentu. Jika tidak terlihat,
ukuran atau intensitas cahaya secara bertahap dinaikkan sampai dapat dideteksi oleh pasien. Hal serupa
dilakukan di lokasi-lokasi lain sehingga sensitivitas cahaya berbagai titik dalam lapangan dapat dinilai dan
digabungkan membentuk profil dari lapangan visual.
2. Perimetri kinetik
Mula-mula diuji sensitivitas seluruh lapangan terhadap satu objek uji, dengan ukuran dan kecerahan yang
tetap, yang digerakkan perlahan-lahan dari perifer ke sentral. Batas daerah terlihatnya objek uji tersebut oleh
pasien disebut isopter. Makin besar isopter, makin baik lapangan pandang mata itu.
Dalam latihan keterampilan klinik kali ini yang akan dilakukan adalah perimetri kinetik.
1.2 Media Pembelajaran
1. Penuntun LKK 2 Blok XV FK UMP
2. Ruang periksa dokter
3. Pasien simulasi
4. Kursi
5. Objek (stik hitam dengan ujung berwarna putih berukuran 3mm)
13. Lakukan pemeriksaan funduskopi pada mata kiri pasien dengan oftalmoskop di tangan kiri pemeriksa dan
dilihat dengan mata kiri pemeriksa.
A. SASARAN PEMBELAJARAN
Setelah kegiatan ini mahasiswa diharapkan mampu:
1. Melakukan anamnesis kelainan telinga.
2. Melakukan pemeriksaan telinga dengan menggunakan otoskop dan corong telinga.
3. Melakukan tes pendengaran dan menginterpretasikannya
B. PELAKSANAAN
1. PANDUAN BELAJAR ANAMNESIS KELAINAN TELINGA
1.1 Landasan Teori
Anamnesis adalah kesimpulan hasil wawancara mengenai penyakitnya dengan pasien dan atau orang
lain yang mengetahui tentang sakitnya (autoanamnesa dan alloanamnesa). Berikut ini adalah langkah-
langkah anamnesis mengenai beberapa kelainan telinga yang sering dijumpai di masyarakat.
Skenario:
1. Seorang anak, usia 7 tahun, datang bersama ibunya ke IGD RSMP karena keluar cairan di
telinga kanan sejak 3 hari yang lalu
2. Tn. S, 30 tahun, datang dengan penurunan pendengaran sejak 1 minggu terakhir.
3. Ny.Umi, 46 tahun datang dengan nyeri telinga yang semakin hebat sejak 1 hari yang lalu.
a. Persiapan Pasien:
a. Meminta pasien untuk duduk tegak lurus dengan kepala condong ke depan.
b. Untuk melihat telinga kiri, kepala pasien diputar ke kanan dan sebaliknya
b. Teknik Pemeriksaan Telinga dengan menggunakan lampu kepala dan corong
telinga:
a. Lampu ditaruh di kepala.
b. Sinar lampu di fokuskan ke arah telinga yang akan diperiksa.
c. Jari I dan II tangan kiri memegang daun telinga yang akan diperiksa.
d. Pasang corong telinga di liang telinga kanan dan telinga kiri, secara bergantian.
e. Melakukan penilaian terhadap liang telinga dan membrana timpani.
c. Teknik Pemeriksaan Telinga dengan menggunakan Otoskopi:
a. Jari I dan II tangan kiri memegang daun telinga yang akan diperiksa.
b. Melakukan pemeriksaan telinga kanan dan kiri secara bergantian dengan
menggunakan Otoskopi menggunakan tangan kanan untuk melihat membrana
timpani.
c. Melakukan penilaian.
www.treathb.com
Gambar Cara melakukan pemeriksaan otoskopi
2.4 Interpretasi Hasil
Melakukan penilaian terhadap membran timpani:
a. warna : pink pucat (normal), merah (radang), putih (sklerosis)
b. refleks cahaya: (+) atau (-)
c. kontur: normal, bulging, perforasi, retraksi
Interpretasi:
Tes Rinne Tes Weber Tes Schwabach Diagnosis
LKK 4: PEMERIKSAAN KULIT (Tes Sensibilitas, Tes Gunawan dan Kekuatan Otot pada
Penderita Lepra)
A. SASARAN PEMBELAJARAN
Setelah kegiatan ini diharapkan mahasiswa mampu:
1. Melakukan pemeriksaan fungsi saraf sensorik pada kasus lepra
a. Fungsi sensorik raba
b. Fungsi sensorik nyeri
c. Fungsi sensorik suhu
2. Melakukan pemeriksaan fungsi saraf motorik pada kasus lepra
a. Pemeriksaan nervus medianus
b. Pemeriksaan nervus radialis
c. Pemeriksaan nervus ulnaris
d. Pemeriksaan nervus peroneus
3. Melakukan pemeriksaan fungsi saraf otonom pada kasus lepra
a. Tes Gunawan
4. Melakukan tes perabaan (palpasi) saraf
B. PELAKSANAAN
1. PANDUAN BELAJAR
1.1 Landasan Teori
Lepra atau kusta atau morbus hansen adalah suatu penyakit infeksi kronik yang disebabkan
oleh Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler obligat, menyerang saraf perifer, kulit, dan
mukosa traktus respiratorius bagian atas.
Gangguan yang paling sering terjadi pada lepra adalah adanya lesi kulit. Kalau secara inspeksi
lesi tersebut mirip dengan penyakit lain, maka ada tidaknya anestesia akan sangat membantu
diagnosis lepra. Gangguan lain yang paling ditakutkan adalah timbulnya deformitas sekunder akibat
gangguan saraf, biasanya nervus medianus, nervus ulnaris, nervus radialis, dan nervus peroneus.
Untuk itu perlu kiranya mempelajari cara pemeriksaan kekuatan dari nervi tersebut.
1.3.2 Teknik Pemeriksaan Fungsi Saraf Motorik (Voluntary Muscle Test) Pada Lepra
1. Nervus medianus
- Pemeriksa memegang tangan penderita dalam posisi keempat jari (jari II sampai jari V)
rapat.
- Penderita diminta mengangkat ibu jari ke atas.
- Perhatikan pangkal ibu jari, apakah benar-benar bergerak ke atas dan jempolnya lurus.
- Jika penderita melakukannya, kemudian dorong ibu jari pada bagian pangkal, bukan
pada kukunya.
- Interpretasi: jika penderita mampu mengangkat ibu jari ke atas dan ada tahanan sewaktu
didorong berarti nervus medianus baik (belum ada kelemahan).
2. Nervus radialis
- Pemeriksa memegang pergelangan tangan penderita kemudian minta supaya ia
mengangkat pergelangan tangannya ke belakang sepenuhnya.
- Pemeriksa mendorong punggung tangan penderita perlahan untuk menguji ketahanan
otot.
- Interpretasi: jika ada tahanan berarti nervus radialis baik.
Gambar Cara melakukan pemeriksaan nervus radialis
Sumber: www.physicalexamination.org
3. Nervus ulnaris
- Pemeriksa memegang ketiga jari penderita (jari ke II sampai ke IV) dalam posisi
supinasi dengan lurus
- Penderita diminta untuk merapatkan jari kelingking.
- Jika penderita dapat merapatkan kelingking, taruhlah kertas diantara kelingking dan jari
manis. Penderita diminta menahan kertas.
- Kemudian kertas ditarik perlahan untuk mengetahui ketahanan otot.
- Interpretasi: jika kertas tidak mudah ditarik berarti nervus ulnaris baik.
4. Nervus peroneus
- Penderita dalam posisi duduk dengan telapak kaki menapak lantai.
- Pemeriksa memegang kedua pergelangan kaki penderita.
- Penderita, diminta mengangkat kaki sepenuhnya (dalam posisi dorso fleksi).
- Kemudian pemeriksa menekan punggung kaki menggunakan kedua tangan untuk
memeriksa ketahanan otot.
- Interpretasi: jika ada tahanan kuat berarti nervus peroneus baik.
1.3.3 Teknik Pemeriksaan Fungsi Saraf saraf otonom pada kasus lepra (Tes Gunawan)
Tes Gunawan adalah suatu tes yang digunakan untuk menguji fungsi saraf otonom pada lesi yang diduga
mengalami gangguan saraf (misalnya lesi pada lepra). Prinsip tes Gunawan adalah tinta yang digoreskan pada
lesi akan melebar apabila terkena keringat. Keringat sendiri merupakan tanda bahwa saraf otonom masih
berfungsi baik.
- Pensil tinta digoreskan membentuk garis mulai dari bagian tengah lesi yang
dicurigai terus sampai ke kulit normal.
- Pasien diminta untuk melakukan aktivitas agar berkeringat.
- Perhatikan: apakah tinta tersebut melebar atau tidak.
- Interpretasi: Tinta melebar : fungsi saraf otonom normal. Tinta tidak melebar : fungsi saraf
otonom tidak normal.
1.3.4 Teknik Pemeriksaan Perabaan (palpasi) saraf kasus lepra
Berikut adalah prosedur umum pemeriksaan perabaan (palpasi) saraf:
1. Pemeriksa berhadapan dengan penderita
2. Perabaan dilakukan dengan tekanan ringan sehingga tidak menyakiti penderita
3. Pada saat meraba saraf, perhatikan:
a. Apakah ada penebalan/pembesaran
b. Apakah saraf kiri dan kanan sama besar atau berbeda
c. Apakah ada nyeri atau tidak pada saraf
Sewaktu melakukan palpasi saraf lihat juga mimik penderita, apakah ada kesan kesakitan tanpa menanyakan
sakit atau tidak. Dari beberapa saraf yang disebutkan, ada tiga saraf yang wajib diraba yaitu saraf ulnaris,
peroneus communis dan tibialis posterior.
1. Saraf Ulnaris
a. Tangan kanan pemeriksa memegang lengan kanan bawah penderita dengan posisi siku sedikit ditekuk
sehingga lengan penderita relaks
b. Dengan jari telunjuk dan jari tengah tangan kiri pemeriksa mencari sambil meraba saraf Ulnaris di
dalam sulcus nervi ulnaris yaitu lekukan diantara tonjolan tualng siku dan tonjoloan kecil di bagian
medial (epicondilus medial)
c. Dengan memberikan tekanan ringan pada saraf Ulnaris sambil digulirkan dan menelusuri ke atas
dengan halus sambil melihat mimik/reaksi penderita apakah tampak kesakitan atau tidak
Kemudian dengan prosedur yang sama untuk memeriksa saraf ulnaris kiri (tangan kiri pemeriksa
memegang lengan kiri penderita dan tangan pemeriksa meraba saraf ulnaris kiri penderita tersebut)
TES KULIT
A. SASARAN PEMBELAJARAN
Setelah latihan keterampilan klinik ini mahasiswa diharapkan mampu:
1. Melakukan tes Auspitz
2. Melakukan tes Koebner
3. Melakukan tes goresan lilin
4. Melakukan tes diaskopi
5. Melakukan tes Nikolsky
6. Melakukan tes Asboe Hansen
7. Melakukan tes dermografisme
8. Melakukan tes dermografisme putih
B. PELAKSANAAN
1. PANDUAN BELAJAR TES AUSPITZ
1.1 Landasan Teori
Tes ini dilakukan dengan mengerok permukaan plak psoriasis dengan tujuan untuk
membuang lapisan-lapisan plak sehingga tampaklah permukaan licin dengan titik-titik perdarahan.
Titik-titik perdarahan tersebut menunjukkan pembuluh-pembuluh darah kapiler yang berdilatasi
dan berkelok-kelok pada papilla dermis (papilomatosis). Fenomena tersebut dinamakan fenomena
Auspitz, yang merupakan tanda diagnostik penyakit psoriasis.
1.2 Media Pembelajaran
1. Panduan LKK 6 Blok XV FK UMP
2. Ruang periksa dokter
3. Pisau bisturi
4. Alkohol 70%
5. Pasien simulasi
B. PELAKSANAAN
1. PANDUAN BELAJAR
1.1 Landasan Teori
Abses adalah pengumpulan eksudat purulen yang terjebak di dalam jaringan yang kemudian
membentuk rongga yang secara anatomis sebelumnya tidak ada dengan jaringan fibrotik disekitarnya
sebagai respon tubuh terhadap adanya infeksi.
Abses bermula dari terbentuknya indurasi disertai reaksi inflamasi disekitarnya yang lama-kelamaan
terbentuk masa kistik dengan temperatur yang lebih hangat dibandingkan jaringan sehat. Pada palpasi
akan didapatkan adanya fluktuasi sebagai akibat banyaknya eksudat yang terbetuk.
Insisi abses dalam arti umum berarti melakukan irisan pada kulit. Sedangkan dalam khusus, insisi abses
berarti mengiris abses untuk mengeluarkan pus yang ada didalamnya.
Syarat melakukan tindakan insisi abses :
- Irisan harus langsung, tidak terputus-putus langsung sampai ke jaringan subkutis
- Insisi harus sesuai garis Langer / Rest Skin Tension Lines (RSTL).
- Irisan yang dekat garis persendian harus sejajar dengan aksis / sumbu sendi
- Insisi sedapat mungkin disembunyikan, misal pada abses mammae
- Sterilitas harus dijaga
- Arah insisi tidak boleh tegak lurus dengan alat penting yang ada didaerah itu, missal arteri,
vena, syaraf.