Anda di halaman 1dari 12

RESUME

PEMERIKSAAN MATA,TELINGA,DAN HIDUNG

Oleh:

Vrima Ayu F

NIM. 19631831

Praktikum Skill Laboratorium 1

Prodi S1 Keperawatan

Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Ponorogo


LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING

Nama :Vrima Ayu Febriani

Judul :Resume Pemeriksaan Mata,Telinga,Dan Hidung

Tanggal :15 Desember 2021

Disusun untuk memenuhi tugas praktikum Skill Laboratorium 1 di Laboratorium Keperawatan


Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Ponorogo.

Pembimbing Penyusun

Saiful Nur Hidayat,S.Kep.,Ns.M.Kes Vrima Ayu Febriani


NIK.1979121420030212 NIM.19631831
PEMERIKSAAN MATA

A. PENGERTIAN

Pemeriksaan mata adalah istilah umum yang merujuk pada rangkaian pemeriksaan untuk
menilai kesehatan mata. Pemeriksaan dimulai dari yang paling sederhana, seperti membaca
grafik huruf standar, hingga tes yang jauh lebih rumit dengan menggunakan lensa bertenaga
tinggi dan mesin untuk mengamati struktur internal mata.

Pemeriksaan mata rutin sangatlah penting, terlepas dari usia dan kesehatan fisik. Tidak
hanya untuk membuat resep lensa kontak atau kacamata, tapi juga untuk memeriksa
kehadiran penyakit dan menilai kesehatan mata sebagai indikator kesehatan. Selain itu,
melalui prosedur ini, dokter spesialis mata akan mampu mengenali dan mendiagnosis
penyakit sistemik kronis.

B. TUJUAN

Untuk mengetahui kualitas penglihatan dan lapang pandang. Pemeriksaan ini juga


berguna untuk mendiagnosis gangguan pada mata dan menentukan penanganannya dengan
tepat. Umumnya, tes mata dianjurkan untuk dilakukan secara rutin, meskipun tidak ada
keluhan, dengan tujuan untuk mendeteksi gangguan pada mata sejak dini. Hal ini penting,
mengingat gangguan mata yang masih dalam tahap ringan bisa terjadi tanpa menyebabkan
gejala yang disadari penderitanya.

C. KLASIFIKASI

 Tes otot mata - Dilakukan untuk memeriksa kesehatan otot yang mengatur gerakan
mata, serta mengevaluasitanda-tanda kemunduran otot atau kordinasi.

 Tes ketajaman penglihatan - Tes standar untuk mengukur ketajaman penglihatan,


biasanya dilakukan dengan cara membaca grafik huruf dalam berbagai ukuran.
 Pemeriksaan refraksi - Seringkali dilakukan menggunakan komputer refraktor atau
dengan retinoskopi untuk mengukur resep lensa kontak dan kacamata. Pada
pemeriksaan ini biasanya dilakukan penyetelan dengan menggunakan sebuah
perangkat yang dilengkapi dengan beberapa lensa untuk mendapatkan kombinasi
yang memberikan penglihatan paling jelas.

 Pemeriksaan lapang pandang (Perimetri) - Pemeriksaan yang menentukan jangkauan


penglihatan. Kehilangan lapang penglihatan merupakan ciri penyakit mata.

 Tes buta warna - Tes ini menilai kekurangan dan menentukan kebutaan warna.

 Pemeriksaan slit-lamp - Mikroskop slit-lamp atau lampu celah digunakan untuk


memeriksan struktur di dalam mata. Cairan flourescein yang digunakan untuk
mewarnai selaput air mata, dapat membantu menampakkan sel-sel yang rusak.

 Pemeriksaan retina (Oftalmoskopi/Funduskopi) - Pemeriksaan yang dilakukan pada


struktur belakang mata, termasuk retina, untuk memeriksa kemungkinan penyakit
mata.

 Pemeriksaan glaukoma (Tonometri) - Pengukuran tekanan (intraocular) mata untuk


mengenali kehadiran glaukoma, kondisi yang merusak saraf optik. Metode
pemeriksaan tonometri yang umum dilakukan ada dua, yaitu:

Tonometri aplanasi
Saat melakukan pemeriksaan ini, dokter akan memberikan obat tetes mata yang
berisi anestesi lokal di kedua mata pasien dan pewarna khusus pada mata. Setelah
beberapa menit, ketika efek obat bius lokal sudah mulai bekerja, pasien akan diminta
untuk duduk di depan slit-lamp dengan mata terbuka. Setelah itu, dokter akan
menempelkan alat khusus di kedua permukaan bola mata pasien untuk menilai
tekanan di dalam bola. Karena sudah ditetesi obat bius lokal, pemeriksaan ini tidak
terasa sakit.
Tonometri nonkontak
Tonometri nonkontak menggunakan udara yang ditiupkan ke mata. Pada
pemeriksaan ini, tidak ada alat yang ditempelkan ke bola mata, jadi tidak terasa sakit.

 Uji ketebalan retina: Pemeriksaan ini direkomendasi bila tekanan mata lebih tinggi
dari tekanan normal. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan perangkat yang
memanfaatkan gelombang suara untuk mengukur ketebalan retina. Uji ketebalan
retina berlangsung selama beberapa detik dengan bantuan anestesi tetes mata.

D. INDIKASI
 Mata merah
 Penurunan visus
 Keluar sekret mata
 Gangguan lapang pandang ataupun pucat.
E. KONTRAINDIKASI
Pemeriksaan mata tidak memiliki kontraindikasi absolut maupun relatif.
F. KOMPLIKASI
Hingga usia 7 atau 8 tahun, otak biasanya mengembangkan berbagai respons terhadap
penglihatan binocular yang abnormalrepon ini mungkin tidak imbul bila onset strabismusnya
stelah uiaterebut. Kelainan-kelainan tersebut adalah diplopia, suoresi,anomaly korespodensi
retina, dan fiksasi ekstentrik.
a. Diplopia
Apabila terdapat strabismus, kedua fovea menerima bayangan yang berbeda. Objek yang
telihat oleh satu foveadicitrakan pada daerah retina perifer di mata yang lain. Bayangan fovea
terlokalisasi tepat di depan, sedangkan bayangan retina periferdari objek yang sama di mata yang
lain dilokalisasi di arahyang lain. Dengan demikian objek yang sama terlihat di dua
tempt(diplopia). Saat objek-objek yang dicitrakan di dua foveaterlihat pada arah yang dalam
ruang, proses lokalisasi objek-objek yang terpisah secra spasial di tempat yang sama ini
disebutkebingungan penglihatan.
b. Supresi
Dalam kondisi penglihatan binocular pasien strabismus, bayangan yang terlihat di salah
satu mata menjadi predominan danyang terlihat di mata yang lain tidak di persepsikan. Supresi
adalahadaptasi sensori yang paling sering timbul pada strabismus kanak-kanank. Supresi
bermanifestasi sebagai skotoma di mata yang berdeviasi hanya pada kondisi penglihatan
binocular. Suatuskotoma adalah daerah penurunan penglihatn di dalam lapangan pandang,
dikelilingi oleh oleh daerah penglihatan yang sedikitmenurun atau normal.

c. Ambliopia
Pengalaman visual abnormal berkepanjangan yang dialamioleh seorang anak usia karang
dari 7tahun dapat menyebabkanambliopia(penurunan ketajaman penglihatan tanpa adanya
penyakitorganiac pada satu mata yang dapat dideteksi)tiga klinik penyebabambliopia adalah
akibat deprivasi penglihatan(mis, katarak congenital atay hipoplasia nervus optikus), ambliopia
akibatstrabismus, dan ambliopia akibat kelainan refraksi yang tidak setara(anisometropia).
d. Anomalia korespodensi retina

Anomalia korespodensi retina adalah adaptasi sensori yangtimbul pada strabismus dalam
kondisi penglihatan binocular.Heterotropia menimbulkan supresi pada mata yang tidak
terfiksasidan pergesran rbesar deviasi motorik dan mencegah perspsidiplopia. Fenomena
binocular ini memungkinkan beberapa bentuk kerjasama binocular terjadi pada pasien-asien
strabismus, terapistereopsis berkurang atau tidak ada.
PEMERIKSAAN HIDUNG

A. PENGERTIAN

Pemeriksaan fisik hidung adalah pemeriksaan pada hidung yang mencakup inspeksi,
palpasi, rhinoskopi, dan pemeriksaan fungsi penghidu. Pemeriksaan fisik hidung dapat
membantu menegakkan diagnosis berbagai penyakit hidung, termasuk polip
hidung, sinusitis, dan rhinitis. Pemeriksaan fisik hidung dan rhinoskopi telah terbukti
sebagai teknik paling efisien untuk mengidentifikasi penyakit infeksi, inflamatorik, atau
neoplastik pada hidung.
Pada pemeriksaan fisik hidung, dilakukan inspeksi pada bagian eksternal hidung,
pemeriksaan pada kavitas nasal dan sinus paranasal, pemeriksaan patensi nasal, penilaian
septum hidung, pemeriksaan konkha, serta adanya epistaksis atau sekret nasal.

B. TUJUAN
Pemeriksaan fisik hidung dapat membantu menegakkan diagnosis berbagai penyakit
hidung, termasuk polip hidung, sinusitis, dan rhinitis. Pemeriksaan fisik hidung dan
rhinoskopi telah terbukti sebagai teknik paling efisien untuk mengidentifikasi penyakit
infeksi, inflamatorik, atau neoplastik pada hidung.
C. KLASIFIKASI

Pemeriksaan Hidung Normal


Normalnya mukosa hidung berwarna merah muda, tidak terdapat discharge. Septum
berada ditengah, konka inferior dan media normal. Catatan: 80% atau lebih pasien
memiliki deviasi septum, hal ini tidak mengidentifikasikan kondisi abnormal
Pemeriksaan Morfologi
Teknik pemeriksaan hidung yang baik adalah menggunakan pencahayaan lampu kepala,
inspeksi hidung luar untuk menilai adakah bekas riwayat trauma seperti edema, skar atau
deformitas. Inspeksi nares dan columella, nilai simetrisitasnya. Masukan speculum
kedalam cavum nasi, angkat ala nasi secara perlahan dengan membuka speculum secara
vertical. Catatan: jangan menyentuh septum nasi ketika menggunakan speculum karena
dapat menyebabkan nyeri atau rasa tidak nyaman, dan lepaskan speculum dari hidung
dalam keadaan terbuka. Karena jika speculum tertutup, dapat menarik rambut hidung.
Lakukan pemeriksaan untuk menilai adanya deviasi septum, spina septum atau ada tidak
perforasi. Inspeksi bagian mukosa conca inferior dan media, lihat warnanya, adakah
cairan, pembengkakan, atau perlukaan dan amati apakah ada polip pada meatus media.
Rhinoskopi anterior
Dengan menggunakan spekulum hidung dan sumber cahaya dari lampu kepala. Dilihat
hidung bagian dalam dengan cara memasukkan spekulum hidung melalui nares anterior.
Untuk lubang hidung kanan, spekulum dipegang dengan tangan kiri, sedangkan untuk
lubang hidung kiri, spekulum dipegang dengan tangan kanan. Spekulum dimasukkan
dalam keadaan tertutup, setelah ujung spekulum masuk, baru dibuka. Letakkan ujung jari
telunjuk pada cuping hidung. Sinar diarahkan ke lubang hidung, diperiksa berturut-turut
septum nasi, dasar cavum nasi, konka nasalis, meatus nasi dan nasofaring.Untuk
mendapatkan pandangan yang lebih luas, bisa digunakan tampon kapas yang sebelumnya
dibasahi dengan adrenalin yang diencerkan 1:1000. Dengan tampon tang dimasukkan
tampon kapas adrenalin tesebut dan ditempelkan pada konka.
Rhinoskopi posterior
Struktur anatomi yang dapat dilihat menggunakan cermin indirek antara lain palatum
molle posterior, tonsila palatina posterior, orifisium tuba eustachius, torus tubarius, fossa
rosenmuller, dan adenoid.

D. INDIKASI
Indikasi pemeriksaan fisik hidung adalah adanya keluhan pada hidung atau fungsi
penghidu. Keluhan yang memerlukan pemeriksaan fisik hidung antara lain:

 Obstruksi nasal

 Rhinorrhea

 Sekret di hidung atau tenggorok (post nasal drip)


 Bersin
 Epistaksis
 Gangguan penghidu seperti hiposmia dan anosmia

E. KONTRAINDIKASI
Tidak ada kontraindikasi yang bersifat absolut pada pemeriksaan fisik hidung.
Pemeriksaan fisik hidung merupakan tindakan yang mudah dan tidak invasif, sehingga
relatif aman dilakukan pada semua pasien.

Meskipun pemeriksaan fisik hidung relatif aman, pemeriksaan ini melibatkan alat
seperti spekulum hidung yang dimasukkan ke dalam kavitas nasal yang dapat
menimbulkan rasa tidak nyaman, nyeri, atau memicu respon vasovagal pada pasien.Selain
itu, pemeriksaan juga perlu berhati-hati pada pasien dengan gangguan perdarahan.
Informed consent yang baik perlu diberikan pada pasien sebelum melakukan tindakan ini.

F. KOMPLIKASI
1. Pasien dapat mengeluhkan adanya rasa tidak nyaman atau nyeri karena bagian hidung
dan tenggorok dimasukkan alat, namun hal ini tidak menimbulkan komplikasi yang
serius. Nyeri hebat jarang terjadi, kecuali pada kasus seperti adanya luka pada hidung,
furunkel vestibulum nasi, atau corpus alienum.
2. Pemeriksa perlu melakukan pemeriksaan fisik hidung sesuai standar. Selain itu,
pemeriksa dapat menjelaskan bahwa rasa tidak nyaman hanya bersifat sementara dan
tidak akan memperparah kondisi penyakit yang diderita. Pada beberapa kasus, dapat
terjadi respon vasovagal karena spekulum yang dimasukkan.
3. Pada pasien anak, dapat terjadi trauma pada hidung jika pasien tiba-tiba bergerak atau
tidak kooperatif. Untuk itu, pasien anak perlu didampingi oleh orang tua. Pemeriksa perlu
menjelaskan posisi anak dan orang tua selama pemeriksaan dan memberi informed
consent.

PEMERIKSAAN TELINGA

A. PENGERTIAN
Pemeriksaan fisik telinga adalah pemeriksaan yang umum dilakukan pada berbagai
masalah telinga seperti otitis eksterna dan otitis media. Pemeriksaan fisik telinga dilakukan
dengan inspeksi dan palpasi. Pemeriksaan fisik telinga juga dapat diikuti dengan
pemeriksaan fungsional telinga sederhana, seperti tes bisik dan tes penala.
B. TUJUAN
Tujuan pemeriksaan telinga adalah untuk mengevaluasi keadaan bagian dalam liang telinga
dan kondisi gendang telinga. Prosedur ini mungkin dibutuhkan bila Anda mengalami:
 Trauma kepala
 Infeksi telinga
 Gendang telinga yang tertusuk atau robek
 Nyeri pada telinga
 Penurunan fungsi pendengaran
 Telinga berdengung (tinnitus)
 Gangguan telinga lainnya
C. KLASIFIKASI
Dari hasil pemeriksaan otoskopi, dokter THT bisa mengetahui apakah liang dan telinga pasien
dalam keadaan normal atau tidak. Berikut penjelasannya :
1) Kondisi normal

 Warna lubang telinga tampak sama seperti kulit di sekitarnya. Ini berarti kulitnya tidak
merah atau berubah warna.
 Gendang telinga terlihat berwarna putih terang atau sedikit kerabu-abuan

2) Kemungkinan infeksi
Tanda infeksi telinga bisa terlihat apabila lubang dan gendang telinga tampak:
1. Memerah

2. Membengkak

3. Ada cairan atau nanah di belakang gendang telinga

4. Gendang telinga tidak memantulkan cahaya ketika disorot oleh lampu otoskop. Kondisi ini
dapat menandakan infeksi telinga tengah
Bila hasil pemeriksaan telinga tidak normal, dokter THT bisa melakukan langkah-
langkah di bawah ini
1. Pengobatan
Jika otoskopi bisa memastikan diagnosis gangguan telinga (seperti infeksi telinga), dokter
akan memberikan penanganan yang tepat untuk mengatasi gejala Anda. Misalnya, pemberian
obat antibiotik pada infeksi telinga akibat bakteri.
2. Pemeriksaan Lanjutan
a. Timpanometri
Tes ini dilakukan untuk mencari tanda-tanda infeksi telinga tengah.
b. Akustik relektometri
Prosedur ini bertujuan mengevaluasi seberapa baik gendang telinga dalam merefleksikan
bunyi. Semakin banyak suara yang direfleksikan oleh gendang telinga, berarti tekanan dalam
lubang telinga akan semakin tinggi. Kondisi inilah yang mengakibatkan gangguan pendengaran.
D. INDIKASI

Indikasi pemeriksaan telinga adalah berbagai gejala dan penyakit yang berkaitan dengan
telinga. Berbagai keluhan berkaitan dengan telinga yang memerlukan pemeriksaan fisik telinga
dalam penegakan diagnosis antara lain otorrhea, otalgia, penurunan pendengaran, vertigo,
tinnitus, gatal pada telinga, deformitas, bengkak, dan benda asing telinga.
Terdapat berbagai macam penyakit yang memerlukan pemeriksaan fisik telinga antara lain:
1. Aurikula: lesi kulit, perichondritis, chondritis, trauma

2. Telinga luar dan membran timpani: serumen prop, corpus alienum, otitis eksterna,
otomikosis, hemotympanum, perforasi membran timpani

3. Telinga tengah: otitis media, keganasan


Penurunan pendengaran: Tuli konduktif, tuli sensorineural, tuli campuran

E. KONTRAINDIKASI
Pemeriksaan fisik telinga sering melibatkan otoskop yang dimasukkan ke dalam telinga
yang dapat menyebabkan rasa tidak nyaman atau nyeri pada pasien. Namun, hal ini jarang
menimbulkan masalah yang berarti.
F. KOMPLIKASI
1. Pasien dapat mengeluhkan rasa tidak nyaman dan nyeri selama dan sesudah pemeriksaan
fisik telinga.
2. Pasien juga dapat mengeluhkan nyeri yang bertambah hebat bila pemeriksaan fisik telinga
dilakukan pada beberapa kondisi tertentu, misalnya luka pada aurikula, otitis eksterna, atau
corpus alienum.
3. Lakukan pemeriksaan sesuai standar dan sampaikan pada pasien bahwa rasa tidak nyaman
hanya bersifat sementara dan tidak akan meningkatkan keparahan penyakitnya.

Anda mungkin juga menyukai