Penguji
Pembimbing
HALAMAN PENGESAHAN
Melaporkan kasus seorang wanita 22 tahun dengan astigmatisma miop kompositus,
Penguji kasus
Pembimbing
Dibacakan oleh
Dibacakan tanggal
: 15 Desember 2011
Diajukan guna memenuhi tugas Kepaniteraan Senior di Bagian Ilmu Kesehatan Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
Pembimbing
I.
Kepada Yth.
Dibacakan oleh
: Ikrar Abdillah M.
Pembimbing
Dibacakan tanggal
: 15 Desember 2011
PENDAHULUAN
2
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang
terdiri atas kornea, cairan mata, lensa, dan panjang bola mata. Pada orang normal
susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya bola mata seimbang
sehingga setelah melalui media refrakta dibiaskan tepat di daerah macula lutea. Mata
yang normal disebut dengan emetropia dan mata yang tidak bisa membiaskan cahaya
tepat sampai macula lutea disebut ametropia. Yang termasuk ametropia adalah miopia,
hipermetropia, dan astigmatisma. Miopia (nearsightedness) adalah salah satu bentuk
ametropia di mana bayangan dari benda yang terletak jauh berfokus di depan retina
pada mata yang tidak berakomodasi.1
Jika tajam penglihatan dengan lensa sferis tidak tercapai 6/6, harus dipikirkan
adanya suatu astigmat. Pada astigmatisma, mata menghasilkan suatu bayangan dengan
titik atau garis fokus multipel.2
Penyakit mata sampai saat ini merupakan masalah kesehatan di Indonesia,
terutama yang menyebabkan kebutaan. Hasil survei Kadir (1996) gangguan miopia di
Jawa Tengah sebesar 5,3%.3 Prevalensi low vision di Indonesia adalah sebesar 4,8%
(Asia 5 9%). Provinsi Jawa Tengah memiliki prevalensi low vision di atas
prevalensi nasional sebesar 5,9%.4
II.
IDENTITAS PENDERITA
III.
Nama
: Nn. I
Umur
: 22 tahun
Agama
: Islam
Alamat
: Ngaliyan, Semarang
Pekerjaan
: Mahasiswa
ANAMNESIS
(autoanamnesis pada 12 Desember 2011)
Keluhan Utama
pasien mengeluh pandangan kabur jika melihat jauh, kemudian memakai kacamata
minus 0.25 pada mata kanan dan kiri, namun pasien jarang memakai kacamata. Mata
tidak pernah merah cekot-cekot sebelumnya. Pasien kemudian memeriksakan diri ke
poli mata RSDK.
Riwayat Penyakit Dahulu :
-
IV.
PEMERIKSAAN
PEMERIKSAAN FISIK
Status Praesen (Tanggal 12 Desember 2011)
Keadaan umum
: Baik
Kesadaran
: Komposmentis
Tanda Vital
: TD
: 120/80 mmHg
Nadi : 82x/menit
Pemeriksaan Fisik
: Kepala
Thoraks
Suhu : 36,40 C
RR
: 20x/menit
: Mesosefal
: Cor : tidak ada kelainan
Paru : tidak ada kelainan
Abdomen
Oculus Dexter
5/60
S-3.00 C-0.75 x1800 6/6
Tidak dilakukan
Gerak bola mata bebas ke
VISUS
KOREKSI
SENSUS COLORIS
PARASE/PARALYSE
Oculus Sinister
4/60
S-2.75 C-0.50 x1800 6/6
Tidak dilakukan
Gerak bola mata bebas ke
segala arah
Tidak ada kelainan
Edema (-), spasme (-)
Edema (-), spasme (-)
Hiperemis (-), Sekret (-)
SUPERCILIA
PALPEBRA SUPERIOR
PALPEBRA INFERIOR
CONJUNGTIVA
segala arah
Tidak ada kelainan
Edema (-), spasme (-)
Edema (-), spasme (-)
Hiperemis (-), Sekret (-)
PALPEBRALIS
CONJUNGTIVA FORNICES
CONJUNGTIVA BULBI
SCLERA
CORNEA
CAMERA OCULI
ANTERIOR
IRIS
PUPIL
LENSA
FUNDUS REFLEKS
TENSIO OCULI
SISTEM CANALIS
d : 3 mm, RP (+) N.
Jernih
(+) cemerlang
T (Schiotz) :6/5,5=15,9 mmHg
Tidak dilakukan
LACRIMALIS
TEST FLUORESCEIN
- Duke Elder test (-)
Tidak dilakukan
RESUME
Seorang wanita berusia 22 tahun, datang ke Rumah Sakit Dokter Kariadi
dengan keluhan pandangan kabur berbayang jika melihat jauh. Riwayat memakai
5
kacamata dengan ukuran S-3.00 D ODS sejak 1 tahun terakhir. Orangtua memakai
kacamata lihat jauh.
Pemeriksaan fisik : tidak ada kelainan
Status Oftalmologi :
Oculus Dexter
5/60
S-3.00D C-0.75D x1800 6/6
VI.
VISUS
KOREKSI
Oculus Sinister
4/60
S-2.75D C-0.50D x1800 6/6
DIAGNOSA
ODS Astigmatisma miop kompositus
VII.
TERAPI
- Resep kacamata sesuai dengan koreksi
- OD = S-3.00D C-0.75D x1800
- OS = S-2.75D C-0.50D x1800
VIII. PROGNOSIS
Quo ad visam
Quo ad sanam
Quo ad vitam
Quo ad cosmeticam
IX.
OD
Ad bonam
Dubia Ad bonam
OS
Ad bonam
Dubia Ad bonam
Ad bonam
Ad bonam
USUL USUL
1. Pemeriksaan Funduscopy ODS
2. Kontrol pemeriksaan visus setiap 6 bulan
X.
EDUKASI
-
Menjelaskan untuk tidak terlalu lama saat menonton televisi atau berada di
depan komputer, sebaiknya istirahat tiap 30 menit.
6
XI.
TINJAUAN PUSTAKA
Kelainan Refraksi
Secara keseluruhan status refraksi mata ditentukan oleh :5
1. Kekuatan kornea (rata-rata 43 D)
2. Kedalaman camera oculi anterior (rata-rata 3,4 mm)
3. Kekuatan lensa kristalina (rata-rata 21 D)
4. Panjang aksial (rata-rata 24 mm)
Kelainan refraksi adalah keadaan di mana bayangan tegas tidak terbentuk pada
retina (macula lutea). Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem
optik pada mata sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Pada mata normal,
kornea dan lensa akan membelokkan sinar pada titik fokus yang tepat pada sentral
retina. Keadaan ini memerlukan susunan kornea dan lensa yang sesuai dengan
panjang bola mata. Pada kelainan refraksi, sinar dibiaskan di depan atau di
belakang macula lutea.2
Ametropia adalah keadaan di mana pembiasan mata dengan panjang bola mata
yang tidak seimbang. Ametropia dapat disebabkan kelengkungan kornea atau
lensa yang tidak normal (ametropia kurvatur) atau indeks bias abnormal di dalam
mata (ametropia indeks). Ametropia dapat ditemukan dalam bentuk kelainan
miopia, hipermetropia, dan astigmatisme. Bentuk-bentuk ametropia :
1. Ametropia aksial
Ametropia yang terjadi akibat sumbu optik bola mata lebih panjang atau lebih
pendek sehingga bayangan benda difokuskan di depan atau di belakang retina.
Pada miopia aksial fokus akan terletak di depan retina karena bola mata lebih
panjang dan pada hipermetropia aksial fokus bayangan terletak di belakang
retina.2
2. Ametropia refraktif
Ametropia akibat kelainan sistem pembiasan sinar di dalam mata. Bila daya
bias kuat, maka bayangan benda terletak di depan retina (miopia) atau bila
daya bias kurang maka bayangan benda akan terletak di belakang retina
(hipermetropia refraktif).2
3. Ametropia kurvatura
Ametropia yang terjadi karena kecembungan kornea atau lensa yang tidak
normal. Pada miopia kurvatura kornea bertambah kelengkungannya seperti
pada keratokonus. Sedangkan pada hipermetropia kurvatura lensa dan kornea
lebih kecil dari kondisi normal.5
Pemeriksaan visus dengan optotipe Snellen.
Tujuannya adalah melakukan pemeriksaan refraksi secara subyektif. Pemeriksaan
refraksi secara subyektif adalah suatu tindakan untuk memperbaiki penglihatan
seseorang dengan bantuan lensa yang ditempatkan didepan bola mata.
Alat-alat yang digunakan:
- Optotipe Snellen
- Trial lens set
Prosedur pemeriksaan terdiri dari dua langkah :
1. Langkah pertama : Pemeriksaan visus
2. Langkah kedua : Koreksi visus
Langkah pertama.
Pasien duduk dengan jarak 6 meter dari optotipe Snellen, salah satu mata
pasien ditutup kemudian disuruh membaca huruf terbesar sampai huruf
terkecil.
Bila huruf terbesar tidak terbaca maka pasien diperiksa dengan hitung jari.
Contoh : visus = 1/60 (artinya pasien bisa membaca optotipe Snellen pada
jakar 1 meter sedangkan orang normal bisa membaca optotipe Snellen pada
jarak 60 meter)
Bila hitung jari tidak bisa, maka pasien diperiksa dengan lambaian tangan
pada jarak 1 m. Pasien disuruh menyebutkan arah lambaian tangan. Hasilnya
visus = 1/300
Bila lambaian tangan tidak bisa maka pasien diperiksa dengan menggunakan
sinar, untuk membedakan gelap-terang. Hasilnya visus = 1/~
Bila tidak bisa membedakan gelap dan terang, maka visus = 0. Pastikan
dengan reflek pupil direk dan indirek.
Langkah kedua.
Pasang trial frame. Koreksi dilakukan bergantian, dengan cara menutup salah
satu mata.
Pasang lensa sferis +0,5D. Setelah diberi lensa sferis +0,5D visus membaik,
berarti hipermetrop.
Koreksi yang diberikan pada hipermetrope adalah koreksi lensa sferis positif
terbesar yang memberikan visus sebaik-baiknya.
Jika diberi lensa sferis positif bertambah kabur, berarti miopia. Maka lensa
diganti dengan lensa sferis negatif.
Koreksi yang diberikan pada miopia adalah koreksi lensa sferis negatif
terkecil yang memberikan visus sebaik-baiknya.
Jika visus tidak bisa mencapai 6/6, maka dicoba dengan memakai pinhole
pasien merasa kabur berarti lensa koreksi sudah tepat, apabila menjadi
jelas berarti pasien masih berakomondasi.
-
Distortion test
Pasien disuruh berjalan sambil memakai lensa koreksi. Jika saat berjalan
lantai tidak goyang-goyang dan tidak merasa pusing maka koreksi sudah
tepat.
Reading test
Untuk pasien yang berusia 40 tahun atau lebih, perlu dilakukan test
penglihatan dekat. Diberi lensa sferis positif sesuai umur kemudian
membaca kartu jaeger
Lensa addisi untuk penglihatan dekat biasanya diberikan berdasarkan
patokan umur :
- 40 tahun
: 1,00D
- 50 tahun
: 2,00D
- >60 tahun
: 3,00D
Setelah semua pemeriksaan selesai maka dibuatkan resep kaca mata dimana
sebelumnya telah diukur PD (pupil distance) dengan penggaris.
Miopia
Penderita dikatakan miopia apabila sinar sejajar yang masuk mata (tanpa
akomodasi) difokuskan jatuh didepan retina sehingga pandangan penderita akan
kabur jika melihat jauh. Miopia dapat disebabkan oleh axial length (sumbu bola
mata) yang panjang melebihi normal (normal berkisar 23-24 mm). Pada penderita
diabetes mellitus dan katarak (tipe nuklear), indeks refraksi meningkat sehingga
dapat menyebabkan miopia. Kelainan curvatura pada kornea dan lensa juga dapat
menyebabkan terjadinya miopia.1
Faktor risiko berkembangnya miopia :6
1. Riwayat miopia pada keluarga
2. Sering melakukan pekerjaan yang memerlukan penglihatan dekat
10
3. Kurvatura kornea yang tajam atau rasio radius kornea yang memiliki panjang
aksial yang lebar
Berdasarkan derajatnya miopia dibedakan :2
1. miopia ringan : 0 3 D
2. miopia sedang : 3 6 D
3. miopia berat : > 6 D
Tipe miopia secara klinis dibagi dua, yaitu:
1. Miopia simplex
o Tidak dijumpai kelainan patologis pada mata
o Progresifitas mulai berkurang saat masa pubertas dan stabil pada usia
sekitar 20 tahun
o Derajat myopnya tak lebih dari 6 D
o Visusnya dengan koreksi dapat mencapai penuh
2. Miopia patologis
o Bila miopia masih progresive, disebut juga sebagi miopia progressive
o Dijumpai tanda-tanda degenerative pada vitreous, macula, dan retina
o Secara keseluruhan bola mata lebih besar, pemanjangan bola mata pada
myop pathologi hampir seluruhnya kearah poluspostrerior
Curvatura kornea lebih datar (flat)
COA lebih dalam
Pupil lebih lebar
Sclera lebih tipis
Gambar fundus oculi dapat dijumpai :
pada papil N II miopic cressent
retina tigroid (oleh karena kehilangan banyak pigmen)
vasa choroid tampak jelas
o Choroid atrofi (gambaran bercak-bercak putih pada fundus)
o Daerah macula dapat dijumpai
Foster-fuchs fleck (lesi meninggi, sirkular, berpigmen, sangat jarang
o
o
o
o
o
dijumpai)
Atropi
Gambaran mirip perdarahan di dekat macula
o Pada derajat myop yang sangat tinggi dapat dijumpai posterior stofiloma
(seluruh polus posterior herniasi kebelakang)
Komplikasi yang dapat terjadi:1
o Perdarahan retina
11
lensa
kontak.6
Kerugian
penggunaan
kacamata
meliputi:
2. Lensa kontak
Keuntungan pemakaian lensa kontak adalah: memberikan penglihatan yang
lebih luas, tidak membatasi kegiatan, kosmetik lebih baik. Kerugian
penggunaan lensa kontak: sukar dalam perawatan, mata dapat merah dan
infeksi, tidak semua orang dapat memakainya (mata alergi dan mata kering).2
3. Orthokeratologi
Tindakan ini bertujuan untuk mendatarkan kornea perifer sehingga sama
datarnya
keratektomi
fotorefraktif/photorefractive
keratectomy/PRK,
trauma
adanya pterigium
Tipe Astigmatisma :2
o Astigmat irregular
Karena adanya irregularitas pada bidang meridian curvatura sehingga
tidak ada satu bentuk geometri yang dianut. Contoh: akibat cicatrix cornea
o Astigmat reguler
Apabila dijumpai dua bidang meridian utama yang saling tegak lurus
sehingga dapat dikoreksi.
Klasifikasi astigmat reguler :2
13
o Simplex : satu garis fokus jatuh di retina, sedang yang lain di luar retina.
Jika salah satu fokus jatuh di depan retina disebut miopicus simplex, jika
salah satu fokus jatuh di belakang retina disebut hypermetropicus simplex.
o Compositus : bila kedua fokus jatuh di luar retina tetapi tidak pada satu
titik/bidang, bisa didepan retina (myopicus compositus) atau di belakang
retina (hipermetropicus compositus)
o Mixtus : bila salah satu fokus jauh di depan retina dan yang lain di
belakang retina.
Dikenal adanya :
o Astigmatisma with the rule
Disebut astigmat with the rule bila meridian vertical lebih curam, koreksi
lensa silinder plus pada axis 900 (vertical). Astigmat ini sering terjadi pada
anak-anak.
o Astigmatisma against the rule
Astigmat against the rule, bila meridian horisontal lebih curam, koreksi
lensa silinder plus pada axis 1800, untuk lensa silinder minus sebaliknya.
o Dikenal pula astigmat yang oblique (oblique astigmatism) yaitu astigmat
reguler yang meridian utamanya tidak pada 1800 atau 900.1
Gejala dan keluhan (sign dan symptom) pada penderita astigmatisma :
o penglihatan kabur, salah melihat huruf atau angka
o pusing, sakit sekitar mata
o kadang dijumpai head tilt
Diagnosa astigmatisma ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan subjektif
seperti trial and error technique, fogging technique (pengaburan dengan lensa
spheris positif), dan silinder silang. Pemeriksaan objektif dapat dilakukan
retinoskopi garis, refraktometri, skiaskopi.2
Terapi astigmatisma dilakukan optical correction dengan memberikan lensa
silindris yang sering dikombinasikan dengan lensa spheris. Pembendahan untuk
memperbaiki astigmatisma antara lain :
o
Arcuate keratotomy
Lasik
Analisis Kasus
Pasien ini didiagnosis sebagai astigatisma miop compositus dengan dasar
pemikiran sebagai berikut:
1. Anamnesis:
- Penglihatan kedua mata kabur dan berbayang apabila membaca jauh.
- Riwayat memakai kacamata lihat jauh
- Riwayat orangtua memakai kacamata lihat jauh
2.
Pemeriksaan oftalmologis:
- VOD = 5/60
- VOS = 4/60
DAFTAR PUSTAKA
1. Vaughan DG, Taylor A, Paul R. Oftalmologi umum edisi 14. Jakarta : Widya Medika;
2000
2. Ilyas S, Mailangkay HHB, Taim H, Saman RR, Simarmata M, Widodo PS (editor).
Ilmu penyakit mata edisi 2. Jakarta : Sagung Seto; 2002
3. Kadir, Abdul. Hubungan Faktor Pekerjaan, Perilaku, Keturunan, Pencahayaan, dan
Umur terhadap Kejadian Miopi di Jawa Tengah. [Universitas Indonesia Eprints],1996.
[cited 9 Desember 2011]. Available from : http://eprints.ui.ac.id/32826/
4. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Laporan Hasil Riset Kesehatan
Dasar
Nasional,2007.
[cited
Desember
2011].
Available
from
:
15
http://www.docstoc.com/docs/19707850/Laporan-Hasil-Riset-Kesehatan-Dasar(RISKESDAS)-Nasional-2007
5. Siregar, NH. Kelainan Refraksi yang Menyebabkan Glaukoma. [referat Repository
USU]. 2008. [cited 9 Desember 2011]. Available from: http://repository.usu.ac.id/
bitstream/123456789/3438/1/09E01854.pdf
6. Goss, DA, et al. Care of the Patient with Myopia. [American Optometric Association].
2010. [cited 9 Desember 2011]. Available from: http://www.aoa.org/documents/CPG15.pdf
16