Disusun oleh:
Avita Erfavira
22010112210151
Penguji
: dr. Maharani,Sp.M
Pembimbing
: dr. Bolia
HALAMAN PENGESAHAN
Nama
: Avita Erfavira
NIM
: 22010112210151
Judul Laporan
Penguji
Pembimbing
: dr. Bolia
Penguji,
dr. Bolia
LAPORAN KASUS
OD MYOPIA RINGAN OS ASTIGMATISMA MYOPIKUS KOMPOSITUS
DENGAN ODS PRESBIOPIA
Kepada Yth.
Dibacakan oleh
: Avita Erfavira
Pembimbing
: dr. Bolia
Dibacakan tanggal
: 21 Januari 2013
I. PENDAHULUAN
Tajam penglihatan dipengaruhi oleh refraksi, kejernihan media refrakta dan
saraf. Bila terdapat kelainan/gangguan pada komponen tersebut, akan dapat
mengakibatkan penurunan tajam penglihatan. Hasil pembiasan sinar pada mata
ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri dari kornea, cairan mata, lensa, badan
kaca, dan panjang bola mata. Pada orang normal susunan pembiasan oleh media
penglihatan dan panjangnya bola mata seimbang sehingga setelah melalui media
refrakta dibiaskan tepat di daerah makula lutea. Mata yang normal disebut emetropia
dan mata yang tidak bisa membiaskan cahaya tepat sampai makula lutea disebut
ametropia.1 Beberapa bentuk ametropia di antaranya adalah miopia, di mana bayangan
dari benda yang terletak jauh berfokus di depan retina pada mata yang tidak
berakomodasi, dan astigmatisma, di mana berkas sinar tidak difokuskan pada satu titik
dengan tajam pada retina akan tetapi pada 2 garis titik api yang saling tegak lurus
yang terjadi akibat kelainan kelengkungan permukaan kornea.2
Depkes melaporkan bahwa kelainan refraksi menempati urutan pertama dalam
10 penyakit mata terbesar di Indonesia.3 Hasil survei oleh Hartanto didapatkan
prevalensi kelainan refraksi tak terkoreksi penuh yang terbanyak adalah miopia
dengan presentase 58,15%. 4
II. IDENTITAS PENDERITA
Nama
: Ny.W
Umur
: 43 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Alamat
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
Nomor CM
: C 395996
III. ANAMNESIS
(autoanamnesis tanggal 11 Januari 2013)
2.
3.
4.
5.
: baik
Kesadaran
: composmentis
Tanda vital
: afebris
nadi
: 80/menit
respirasi
: 20/menit
: mesosefal
thoraks
abdomen
ekstremitas
Status Ophthalmologi
Oculus Dexter
6/8,5
6/8,5 S-0,25
VISUS
KOREKSI
Oculus Sinister
6/8,5
6/8,5 S-0,50 C-0,50 X 90
SENSUS COLORIS
PARASE/PARALYSE
arah baik
Tidak ada kelainan
Edema (-), spasme (-)
Edema (-), spasme (-)
Hiperemis (-), sekret (-),
SUPERCILIA
PALPEBRA SUPERIOR
PALPEBRA INFERIOR
CONJUNGTIVA
arah baik
Tidak ada kelainan
Edema (-), spasme (-)
Edema (-), spasme (-)
Hiperemis (-), sekret (-),
edema (-)
Hiperemis (-), sekret (-),
PALPEBRALIS
CONJUNGTIVA
edema (-)
Hiperemis (-), sekret (-),
edema (-)
Injeksi (-), sekret (-)
Tidak ada kelainan
Jernih
Kedalaman cukup,
FORNICES
CONJUNGTIVA BULBI
SCLERA
CORNEA
CAMERA OCULI
edema(-)
Injeksi (-), sekret (-)
Tidak ada kelainan
Jernih
kedalaman cukup,
ANTERIOR
Kripte (+)
Bulat, central, regular,
IRIS
PUPIL
Kripte (+)
Bulat, central, regular,
LENSA
FUNDUS REFLEKS
TENSIO OCULI
mmHg
Tidak dilakukan
SISTEM CANALIS
mmHg
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
LACRIMALIS
TEST FLUORESCEIN
Tidak dilakukan
Pemeriksaan Binokularitas :
- Alternating Cover Test
(-)
(-)
- Distorsi
(-)
- Reading
test
Add S+1,25 J 6
Status oftalmologi :
Oculus Dexter
6/8,5
6/8,5 S-0,25
VISUS
KOREKSI
Oculus Sinister
6/8,5
6/8,5 S-0,50 C-0,50 X 90
6/6 Add S+1,25 J 6
Pemeriksaan Binokularitas :
- Alternating Cover Test
(-)
(-)
- Distorsi
(-)
- Reading
test
Add S+1,25 J 6
VI. DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja
OD Myopia ringan
OS Astigmatisma myopikus kompositus
Diagnosis Tambahan
ODS Presbiopia
VII. PENATALAKSANAAN
-
Astenof
VIII. PROGNOSIS
Quo ad visam
Quo ad sanam
Quo ad vitam
Quo ad cosmeticam
IX. EDUKASI
1.
OD
OS
Ad bonam
Ad bonam
Dubia ad bonam
Dubia ad bonam
Ad bonam
Ad bonam
5. Menjelaskan untuk tidak terlalu lama saat menonton televisi atau berada di
depan komputer.
6. Menjelaskan tentang pentingnya memakai kacamata koreksi dan menjelaskan
tentang komplikasi yang akan terjadi bila tidak memakai kacamata.
X. USUL-USUL
1.
XI. DISKUSI
Kelainan Refraksi
Secara keseluruhan status refraksi mata ditentukan oleh :5
1. Kekuatan kornea (rata-rata + 43 D)
2. Kedalaman camera oculi anterior (rata-rata 3,4 mm)
3. Kekuatan lensa kristalina (rata-rata + 21 D)
4. Panjang aksial (rata-rata 24 mm)
Kelainan refraksi adalah keadaan di mana bayangan tegas tidak terbentuk
pada retina (macula lutea). Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan
sistem optik pada mata sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Pada mata
normal, kornea dan lensa akan membelokkan sinar pada titik fokus yang tepat
pada sentral retina. Keadaan ini memerlukan susunan kornea dan lensa yang
sesuai dengan panjang bola mata. Pada kelainan refraksi , sinar dibiaskan di depan
atau di belakang macula lutea.6,7
Ametropia adalah keadaan di mana pembiasan mata dengan panjang bola
mata yang tidak seimbang. Ametropia dapat disebabkan kelengkungan kornea atau
lensa yang tidak normal (ametropia kurvatur) atau indeks bias abnormal di dalam
mata (ametropia indeks). Ametropia dapat ditemukan dalam bentuk kelainan
miopia, hipermetropia, dan astigmatisma. Bentuk-bentuk ametropia :
1. Ametropia aksial
Ametropia yang terjadi akibat sumbu optik bola mata lebih panjang atau lebih
pendek sehingga bayangan benda difokuskan di depan atau di belakang retina.
Pada miopia aksial fokus akan terletak di depan retina karena bola mata lebih
panjang dan pada hipermetropia aksial fokus bayangan terletak di belakang
retina.1
2. Ametropia refraktif
Ametropia akibat kelainan sistem pembiasan sinar di dalam mata. Bila daya
bias kuat, maka bayangan benda terletak di depan retina (miopia) atau bila
daya bias kurang maka bayangan benda akan terletak di belakang retina
(hipermetropia refraktif).1
3. Ametropia kurvatura
Ametropia yang terjadi karena kecembungan kornea atau lensa yang tidak
normal. Pada miopia kurvatura kornea bertambah kelengkungannya seperti
Distortion test
Pasien disuruh berjalan sambil memakai lensa koreksi. Jika saat berjalan
lantai tidak goyang-goyang dan tidak merasa pusing maka koreksi sudah
tepat.
Reading test
Untuk pasien yang berusia 40 tahun atau lebih, perlu dilakukan test
10
: 1,00D
- 50 tahun
: 2,00D
Gambar 2. Pinhole
11
yaitu mencapai 80% s/d 90% dari astigmatisma,sedangkan media lainnya adalah
lensa kristalin. Kesalahan pembiasan pada kornea ini terjadi karena perubahan
lengkung kornea dengan tanpa pemendekan atau pemanjangan diameter anterior
posterior bola mata.Perubahan lengkung permukaan kornea ini terjadi karena
kelainan kongenital, kecelakaan, luka atau parut di kornea, peradangan kornea
sertaakibat pembedahan kornea.
b. Adanya
kelainan
pada
lensa
dimana
terjadi
kekeruhan
pada
lensa.
berkurang
dan
lama
kelamaan
lensa
kristalin
akan
12
koreksi astigmatisma jenis ini adalah Sph 0,00 Cyl Y atau Sph-X Cyl+Y di
mana X dan Y memiliki angka yang sama.
13
Astigmatisma rendah
Astigmatisma yang ukuran powernya < 0,50 D. Biasanya astigmatis-mus rendah tidak
perlu menggunakan koreksi kacamata. Akan tetapi jika timbul keluhan pada penderita
maka koreksi kacamata sangat peru diberikan.
2. Astigmatisma sedang
Astigmatisma yang ukuran powernya berada pada 0,75-2,75 D. Pada astigmatisma ini
pasien sangat mutlak diberikan kacamata koreksi.
3.
Astigmatisma tinggi
Astigmatisma yang ukuran powernya > 3,00 D. Astigmatisma ini sangat mutlak
14
15
Gambar4. Diameter bola mata pada miopia dan bayang jatuh di depan retina.5
2. Miopia refraktif
Bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti terjadi pada katarak
intumensen dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih
kuat.
pada miopia refraktif, menurut Albert E. Sloane dapat terjadi karena beberapa
macam sebab, antara lain :
1. Kornea terlalu cembung (<7,7 mm)
2. Terjadinya hydrasi/penyerapan cairan pada lensa kristalina sehingga
bentuk lensa kristalina menjadi lebih cembung dan daya biasnya
meningkat. Hal ini biasanya terjadi pada penderita katarak stadium awal
(imatur)
3. Terjadi peningkatan indeks bias pada cairan bolamata (biasanya terjadi
pada penderita diabetes melitus).9
Menurut derajat beratnya miopia dibagi dalam :
a. Miopia ringan, dimana myopia kecil daripada < 3 dioptri
b. Miopia sedang, dimana myopia lebih antara 3-6 dioptri
c. Miopia berat atau tinggi, dimana miopia lebih besar dari 6 dioptri
Klasifikasi miopia berdasarkan umur :
1. Congenital (sejak lahir dan menetap pada masa anak-anak)
2. Youth-onset miopia (<20 tahun)
3. Early adult-onset miopia (20-40 tahun)
16
17
Ablatio Retina
Glaukoma sudut terbuka
Pasien dengan miopia akan menyatakan melihat jelas bila melihat benda dekat dan
mengeluh kabur apabila melihat jauh. Pasien juga sering mengeluhkan sakit
kepala, sering disertai juling, dan celah kelopak mata yang sempit. Pasien
biasanya juga memiliki kebiasaan mengernyitkan mata untuk mencegah aberasi
sferis atau untuk mendapatkan efek pinhole. Pasien miopia memiliki punctum
remotum yang dekat sehingga mata selalu dalam atau berkedudukan konvergensi
yang menimbulkan keluhan astenopia konvergensi. Bila kedudukan mata ini
menetap, maka pasien akan mengeluhkan juling atau esotropia.2
18
b. Pemeriksaan objektif13,14
-
astigmatisma.
19
20
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S. Tajam Penglihatan dan Kelainan Refraksi Penglihatan Warna. Dalam :
Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai penerbit FK UI,2004.
2. Vaughan DG, Taylor A, Paul R. Oftalmologi Umum. Trans Suyono J (editor).
22
2010.
[cited
13
Januari
2013].
Available
from
http://www.aoa.org/documents/CPG-15.pdf
11. Ilyas S, Mailangkay H, Taim H, Saman R dan Simarmata M, 2003. Ilmu Penyakit
Mata Untuk Dokter Umum dan mahasiswa Kedokteran EdisiKe-2. Jakarta.
12. A. K. Khurana, Comprehensive Ophtalmology Fourth Edition: Optics
andRefraction, New Age International (P) limited Publishers, 12: 36-38, 2007.
13. Gerhard K. Lang, Ophthalmology A Short Textbook :Optics and Refractive Errors,
Thieme, p. 127-136, 2000.
14. Deborah, Pavan-Langston,Manual of Ocular Diagnosis and Therapy, 6th
Edition:Refractive Surgery, Lippincott Williams and Wilkins, 5:73-100,2008
23