Anda di halaman 1dari 32

Laporan Kasus

OD Anopthalmos + OS Astigmatisme Miopia Simplex +Presbiopia

Disusun oleh : Renny Hartanti / 406117036 Pembimbing : Dr. Djoko H., Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA RSUD KUDUS 2013

LAPORAN KASUS

I.

Status penderita
Identitas pasien

Nama Umur Jenis kelamin Agama Pekerjaan Alamat Tanggal periksa

: Tn. S : 62 tahun : Laki-laki : Islam : Pensiunan : Kesambi 01/01 Mejobo : 11 Maret 2013

II.

Anamnesis
Autoanamnesa dilakukan pada hari Senin, tanggal 11 Maret 2013 dan membaca pada catatan medik.

Keluhan Utama : Kontrol bulanan pandangan mata kiri kabur

Keluhan Tambahan: Tidak ada

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke poliklinik untuk kontrol mata bulanan dengan keluhan pandangan mata kiri kabur. Kabur dirasakan saat pasien melihat jauh dan membaca. Pasien tidak merasakan pusing. Pasien sudah menggunakan kacamata sejak kurang lebih 2 bulan belakangan ini. Sejak menggunakan kacamata, penglihatan pasien menjadi lebih baik. Saat ini kacamata masih dirasakan enak dipakai dan pasien tidak mau mengganti kacamata. Mata kanan pasien sudah tidak bisa melihat sama sekali sejak pasien berumur 6 tahun. Hal ini terjadi setelah pasien mengalami trauma tertusuk.

Riwayat Penyakit Dahulu Pasien sudah menggunakan kacamata sejak 2 bulan yang lalu Riwayat trauma pada mata kanan anopthalmos sejak umur 6 thn pasang protesa alergi (-) Riwayat DM (-) Riwayat hipertensi (-)

Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada anggota keluarga yang merasakan keluhan yang sama, anggota keluarga tidak ada yang menggunakan kacamata

Riwayat Sosial ekonomi Pasien seorang pensiunan. Biaya ditanggung ASKES. Kesan ekonomi cukup.

III.

Pemeriksaan fisik

Status Generalis Tekanan Darah Nadi Respiratory Rate Suhu Keadaan Umum Kesadaran Status Gizi : 120/90 mmHg : 80 x / menit : 20 x / menit : afebris : Baik : Compos mentis : Baik

Status Ophtalmologi

Keterangan : Mata kanan anopthalmos, mata kiri dalam keadaan normal OCULI DEXTRA(OD) 0 Gerak bola mata normal, enoftalmus (-) eksoftalmus (-) strabismus (-) PEMERIKSAAN Visus Koreksi Bulbus okuli OCULI SINISTRA(OS) S 6/9 C - 0,75 X 90 6/6 F1 Add S+3,00 Gerak bola mata normal, enoftalmus (-), eksoftalmus (-), strabismus (-)

Edema (-) hiperemis(-) nyeri tekan (-) hematom (-) ptosis (-) blefarospasme (-) lagoftalmus (-) ektropion (-) entropion (-) Edema (-) injeksi konjungtiva (-) injeksi siliar (-) infiltrat (-) hiperemis (-) Putih oedem (-) infiltrat (-) ulkus (-) sikatriks (-) Jernih kedalaman cukup hipopion (-) hifema (-) Kripta(+) edema(-) synekia (-) Bulat diameter 3mm, reguler refleks pupil L/TL (-/-) Jernih Tidak dilakukan Epifora (-) lakrimasi(-)

Palpebra

Edema (-) hiperemis(-) nyeri tekan (-) hematom (-) ptosis (-) blefarospasme (-) lagoftalmus (-) ektropion (-) entropion (-) Edema (-), injeksi konjungtiva (-) injeksi siliar (-) infiltrat (-) hiperemis (-) Putih Oedem (-) Infiltrat (-) Ulkus (-) Sikatriks (-) Jernih kedalaman cukup hipopion (-) hifema (-) Kripta(+) edema(-) synekia (-) Bulat diameter 3mm, reguler refleks pupil L/TL (+/+)

Konjungtiva

Sklera Kornea

Camera Oculi Anterior (COA)

Iris

Pupil

Lensa Retina Fundus Refleks TIO Sistem Lakrimasi

Jernih Normal Tidak dilakukan N Epifora (-) lakrimasi(-)

IV.

Resume
Subyektif OD tidak bisa melihat setelah trauma umur 6 tahun OS pandangan sedikit kabur saat melihat jauh dan membaca Pasien sudah menggunakan kacamata sejak kurang lebih 2 bulan belakangan ini penglihatan membaik Pusing tidak ada

Obyektif OCULI DEXTRA(OD) 0 Gerak bola mata normal, enoftalmus (-) eksoftalmus (-) strabismus (-) Edema (-) hiperemis(-) nyeri tekan (-) hematom (-) ptosis (-) blefarospasme (-) lagoftalmus (-) ektropion (-) entropion (-) Edema (-) injeksi konjungtiva (-) injeksi siliar (-) infiltrat (-) Konjungtiva Palpebra PEMERIKSAAN Visus Koreksi Bulbus okuli OCULI SINISTRA(OS) S 6/9 C - 0,75 X 90 6/6 F1 Add S+3,00 Gerak bola mata normal, enoftalmus (-), eksoftalmus (-), strabismus (-) Edema (-) hiperemis(-) nyeri tekan (-) hematom (-) ptosis (-) blefarospasme (-) lagoftalmus (-) ektropion (-) entropion (-) Edema (-), injeksi konjungtiva (-) injeksi siliar (-) infiltrat (-)

hiperemis (-)

hiperemis (-)

Putih oedem (-) infiltrat (-) ulkus (-) sikatriks (-) Jernih kedalaman cukup hipopion (-) hifema (-) Kripta(+) edema(-) synekia (-) Bulat diameter 3mm, reguler refleks pupil L/TL (-/-) Jernih Tidak dilakukan Epifora (-) lakrimasi(-)

Sklera Kornea

Putih Oedem (-) Infiltrat (-) Ulkus (-) Sikatriks (-) Jernih kedalaman cukup hipopion (-) hifema (-) Kripta(+) edema(-) synekia (-) Bulat diameter 3mm, reguler refleks pupil L/TL (+/+)

Camera Oculi Anterior (COA)

Iris

Pupil

Lensa Retina Fundus Refleks TIO Sistem Lakrimasi

Jernih Normal Tidak dilakukan N Epifora (-) lakrimasi(-)

V.

Diagnosis banding
a. OD anopthalmos + OS Astigmatisme Miopia Simpleks + Presbiopia b. OD anopthalmos + OS Miopia + Presbiopia c. OD anopthalmos + OS Astigmatisme Miopia Kompositus + Presbiopia d. OD anopthalmos + OS Hipermetropia + Presbiopia e. OD anopthalmos + OS Astigmatisme Hipermetrop Simpleks + Presbiopia f. OD anopthalmos + OS Astigmatisma Hipermetrop Kompositus + Presbiopia

VI.

Diagnosis kerja
OD Astigmatisma Miopia Simplex + Presbiopia

VII.

Dasar diagnosa
Pada anamnesa OD tidak bisa melihat sepenuhnya setelah trauma umur 6 tahun OS pandangan sedikit kabur saat melihat jauh dan membaca

Pada pemeriksaan fisik OD Visus 0 anopthalmos (protesa +) OS Visus 6/9 koreksi C -0,75 X 90 6/6 F1 add S + 3,00

VIII.

Terapi
OS Cendo Augentonic tetes mata 3 x 2 tetes sehari

IX.

Prognosis
Okuli dekstra Ad vitam Ad sanam Ad Bonam Ad Bonam Okuli sinistra Ad Bonam Ad Bonam

Ad kosmetikam Ad functionam

Ad Bonam Ad Malam

Ad Bonam Ad Bonam

X.

Usul dan Saran


Menggunakan kacamata yang sesuai dengan ukuran Kontrol mata setiap 6 bulan Membersihkan protesa mata rutin tiap 2 hari sekali dan selalu menjaga higienitasnya.

Tinjauan Pustaka
I.

Pendahuluan
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas kornea, cairan mata, lensa, badan kaca, dan panjangnya bola mata. Pada orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya bola mata demikian seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan tepat didaerah makula lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata yang tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh. Kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk pada retina (macula lutea). Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optik pada mata sehingga menghasilkan bayangan kabur.

II.

Akomodasi
Pada keadaan normal cahaya tidak berhingga akan terfokus pada retina, demikian pula bila benda jauh didekatkan, maka dengan adanya daya akomodasi benda dapat difokuskan pada retina atau makula lutea. Dengan berakomodasi, maka benda pada jarak yang berbeda-beda akan terfokus pada retina. Akomodasi adalah kemampuan lensa untuk mencembung yang terjadi akibat kontraksi otot siliar. Akibat akomodasi, daya pembiasan lensa bertambah kuat. Kekuatan akomodasi akan meningkat sesuai dengan kebutuhan, makin dekat benda makin kuat mata harus berakomodasi (mencembung). Kekuatan akomodasi diatur oleh refleks akomodasi. Refleks akomodasi akan bangkit bila mata melihat kabur dan pada waktu konvergensi atau melihat dekat.

III.

Emetropia
Pada mata ini daya bias mata adalah normal, di mana sinar jauh difokuskan sempurna di makula lutea tanpa bantuan akomodasi. Bila sinar sejajar tidak difokuskan pada makula lutea disebut ametropia. Mata emetropia akan mempunyai penglihatan normal atau 6/6 atau 100%. Bila media penglihatan seperti kornea, lensa, dan badan kaca keruh maka sinar tidak dapat diteruskan di makula lutea. Pada keadaan media penglihatan keruh maka penglihatan tidak akan 100% atau 6/6. kornea mempunyai daya pembiasan sinar terkuat dibanding bagian mata lainnya. Lensa memegang peranan membiaskan sinar terutama pada saat melakukan akomodasi atau bila melihat benda yang dekat.

Gambar Refraksi pada mata emetrop

IV.

Ametropia

Panjang bola mata seseorang berbeda-beda. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh kornea (mendatar atau mencembung) atau adanya perubahan panjang (lebih panjang atau lebih pendek) bola mata maka sinar normal tidak akan terfokus pada makula. Keadaan ini disebut ametropia (anomali refraksi) yang dapat berupa miopia, hipermetropia, atau astigmatisme V.

Mopia
Pada myopia panjang bola mata anteroposterior dapat terlalu besar atau kekuatan pembiasan media refraksi terlalu kuat. Dikenal beberapa bentuk myopia seperti : a. Myopia refraktif, bertambahnya indeks bias media penglihatan b. Myopia aksial, myopia akibat panjangnya sumbu bola mata, dengan kelengkungan kornea dan lensa normal Menurut derajat miopia dapat dikategorikan, yaitu : -

Miopia ringan (0,25 3,00D) Miopia sedang (3,00 6,00D) Miopia berat / tinggi (>6,00D Miopia stasioner, miopia yang menetap setelah dewasa Miopia progresif, yang bertambag terus pada usia dewasa akibat bertambahnya panjang bola mata Miopia maligna, miopia yang berjalan progresif yang dapat mengakibatkan ablasi retina dan kebutaan atau sama dengan miopia pernisiosa = miopia maligna = miopia degenerative Pasien dengan miopia akan menyatakan melihat jelas bila dekat malahan bila

Menurut perjalanannya niopia dikenal bentuk :

melihat terlalu dekat, sedangkan melihat jauh kabur atau disebut pasien adalah rabun jauh Pasien dengan miopia akan menmberikan keluhan sakit kepala, sering disertai dengan juling dan celah kelopak mata sempit. Seseorang miopia mempunyai kebiasaan mengernyitkan matanya untuk mencegah aberasi sferis atau untuk mendapatkan efek pinhole VI.

Presbiopia
I.

Definisi

Presbiopia merupakan keadaan refraksi mata dimana punctum proksimum (titik terdekat yang dapat dilihat dengan akomodasi yang maksimal) telah begitu jauh sehingga pekerjaan dekat yang halus seperti membaca, menjahit sukar dilakukan.

Pada presbiopia terjadi gangguan akomodasi pada usia lanjut, biasanya mulai muncul pada usia 40 tahun. Dengan bertambahnya usia maka semakin kurang kemampuan mata untuk melihat dekat.

II. Etiologi

Gangguan akomodasi pada usia lanjut dapat terjadi akibat: Kelemahan otot akomodasi Sklerosis mata Lensa mata yang tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya

III. Patofisiologi

Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya refraksi mata karena adanya perubahan keseimbangan antara elastisitas matriks lensa dan kapsul sehingga lensa menjadi cembung. Dengan meningkatnya umur maka lensa menjadi lebih keras(sklerosis) dan kehilangan elastisitasnya untuk menjadi cembung, dengan demikian kemampuan melihat dekat makin berkurang

IV. Tanda & Gejala

Keluhan muncul pada saat membaca dekat. Semua pekerjaan dekat sukar dilakukan karena penglihatan kabur. Bila dipaksakan akan muncul keluhan lain yaitu berupa mata lelah, berair, dan sering terasa pedas.

Penderita presbiopia memposisikan membaca dengan menjauhkan kertas yang dibaca

Sukar melakukan pekerjaan dengan melihat dekat terutama di malam hari Sering memerlukan sinar yang lebih terang untuk membaca

V. Pemeriksaan

a. Alat Kartu Snellen Kartu baca dekat Seuah set lensa coba Bingkai percobaan

b. Teknik Penderita yang akan diperiksa penglihatan sentral untuk jauh dan diberikan kacamata jauh sesuai yang diperlukan (dapat positif, negatif / astigmatismat) Ditaruh kartu baca dekat pada jarak 30-40 cm (jarak baca) Penderita disuruh membaca huruf terkecil pada kartu baca dekat Diberikan lensa positif mulai S +1 yang dinaikkan perlahan-lahan sampai terbaca huruf terkecil pada kartu baca dekat dan kekuatan lensa ini ditentukan Dilakukan pemeriksaan mata satu per satu

c. Nilai Ukuran lensa yang memberikan ketajaman penglihatan sempurna merupakan ukuran lensa yang diperlukan untuk adisi kacamata baca. Hubungan lensa adisi dan umurbiasanya: 40 sampai 45 tahun 1,0 dioptri 45 sampai 50 tahun 1.5 dioptri 50 sampai 55 tahun 2.0 dioptri 55 sampai 60 tahun 2.5 dioptri 60 tahun 3.0 dioptri

Karena jarak baca biasanya 33 cm, maka adisi + 3,0 dioptri adalah lensa positif terkuat yang dapat diberikan pada seseorang. Pada keadaan ini mata tidak melakukan akomodasi bila membaca pada jarak 33 cm, karena benda yang dibaca terletak pada titik api lensa + 3,0 dioptri sehingga sinar yang keluar akan sejajar. Kekuatan lensa kacamata baca sering disesuaikan dengankebutuhannya.

VI. Penatalaksanaan

Diberikan penambahan lensa sferis positif sesuai pedoman umur yaitu umur 40 tahun(umur rata rata) diberikan tambahan sferis + 1.00 dan setiap 5 tahun diatasnya ditambahkan lagi sferis + 0.50

Lensa sferis (+) yang ditambahkan dapat diberikan dalam berbagai cara: 1. kacamata baca untuk melihat dekat saja 2. kacamata bifokal untuk sekaligus mengoreksi kelainan yang lain 3. kacamata trifokus mengoreksi penglihatan jauh di segmen atas, penglihatan sedang di segmen tengah, dan penglihatan dekat di segmen bawah 4. kacamata progressive mengoreksi penglihatan dekat, sedang, dan jauh, tetapi 5. dengan perubahan daya lensa yang progresif dan bukan bertingkat.

VII.

Astigmatisma
I.

Definisi Astigmatisma adalah keadaan dimana terdapat variasi pada kurvatur kornea atau lensa pada meridian yang berbeda yang mengakibatkan berkas cahaya tidak difokuskan pada satu titik. Astigmat merupakan akibat bentuk kornea yang oval seperti telur, makin lonjong bentuk kornea makin tinggi astigmat mata tersebut. Dan umumnya setiap orang memiliki astigmat yang ringan.

II. Etiologi

Etiologi kelainan astigmatisma adalah sebagai berikut: 1. Adanya kelainan kornea dimana permukaan luar kornea tidak teratur. 2. Adanya kelainan pada lensa dimana terjadi kekeruhan pada lensa. 3. Intoleransi lensa atau lensa kontak pada postkeratoplasty.

4. Trauma pada kornea 5. Tumor

III. Klasifikasi

Berdasarkan posisi garis fokus dalam retina Astigmatisme dibagi sbb: 1. Astigmatisme Reguler Dimana didapatkan dua titik bias pada sumbu mata karena adanya dua bidang yang saling tegak lurus pada bidang yang lain sehingga pada salah satu bidang memiliki daya bias yang lebih kuat dari pada bidang yang lain. Astigmatisme jenis ini, jika mendapat koreksi lensa cylindris yang tepat, akan bisa menghasilkan tajam penglihatan normal. Tentunya jika tidak disertai dengan adanya kelainan penglihatan yang lain. Bila ditinjau dari letak daya bias terkuatnya, bentuk astigmatisme regular ini dibagi menjadi 2 golongan, yaitu: a. Astigmatisme With the Rule Bila pada bidang vertical mempunyai daya bias yang lebih kuat dari pada bidang horizontal. b. Astigmatisme Against the Rule Bila pada bidang horizontal mempunyai daya bias yang lebih kuat dari pada bidang vertikal
2. Astigmatisme Irreguler

Dimana titik bias didapatkan tidak teratur Berdasarkan letak titik vertical dan horizontal pada retina, astigmatisme dibagi sebagai berikut: 1. Astigmatisme Miopia Simpleks Satu titik (A) di depan retina, satu titik (B) tepat di retina Hasil refraksi: Plano cyl (-)

2. Astigmatisme Hiperopia Simpleks Satu titik (A) tepat di retina, satu titik di belakang retina (B) Hasil refraksi: cyl (+)

3. Astigmatisme Miopia Kompositus

Astigmatisme jenis ini, Kedua-dua titiknya di depan retina. Hasil refraksi: sph (-), cyl (-)

4. Astigmatisme Hiperopia Kompositus

kedua-dua titiknya di belakang retina Hasil refraksi: sph (+) cyl (+)

5. Astigmatisme Mixtus

Satu titik (A) di depan retina, satu titik lagi (B) di belakang retina . Hasil refraksi : Sph (+) Cyl (-), atau Sph (-) Cyl (+)

Berdasarkan tingkat kekuatan Dioptri :


1. Astigmatismus Rendah

Astigmatismus yang ukuran powernya < 0,50 Dioptri. Biasanya astigmatismus rendah tidak perlu menggunakan koreksi kacamata. Akan tetapi jika timbul keluhan pada penderita maka koreksi kacamata sangat perlu diberikan.

2. Astigmatismus Sedang

Astigmatismus yang ukuran powernya berada pada 0,75 Dioptri s/d 2,75 Dioptri.Pada astigmatismus ini pasien sangat mutlak diberikan kacamata koreksi
3. Astigmatismus Tinggi

Astigmatismus yang ukuran powernya > 3,00 Dioptri. Astigmatismus ini sangat mutlak diberikan kacamata koreksi
IV. Tanda dan Gejala

Seseorang dengan astigmatisma akan memberikan keluhan: Penglihatan akan kabur untuk jauh atau pun dekat Melihat jauh kabur sedang melihat dekat lebih baik Melihat ganda dengan satu atau kedua mata Bentuk benda yang dilihat berubah (distorsi) Mengecilkan celah kelopak jika ingin melihat Sakit kepala Mata tegang dan pegal Mata dan fisik lelah Astigmat tinggi (4-8 D) yang selalu melihat kabur sering mengakibatkan ambliopia.

V. Diagnosa 1.

Pemeriksaan pin hole

Uji lubang kecil ini dilakukan untuk mengetahui apakah berkurangnya tajam penglihatan diakibatkan oleh kelainan refraksi atau kelainan pada media penglihatan, atau kelainan retina lainnya.

Setelah pin hole, ketajaman penglihatan :


o

Bertambah terdapat kelainan refraksi yang belum dikoreksi baik.

o Berkurang kekeruhan media penglihatan atau pun retina yang menggangu penglihatan

2.

Uji refraksi Subjektif ( Optotipe dari Snellen & Trial lens) Metode yang digunakan adalah dengan Metoda trial and error Jarak pemeriksaan 6 meter/ 5 meter/ 20 kaki. Digunakan kartu Snellen yang diletakkan setinggi mata penderita, Mata diperiksa satu persatu dibiasakan mata kanan terlebih dahulu. Ditentukan visus / tajam penglihatan masing-masing mata. Bila visus tidak 6/6 dikoreksi dengan lensa sferis positif, biladengan lensa sferis positif tajam penglihatan membaik atau mencapai 5/5,6/6, atau 20/20 maka pasien dikatakan menderita hipermetropia, apabila dengan pemberian lensa sferis positif menambah kabur penglihatan kemudian diganti dengan lensa sferis negatif memberikan tajam penglihatan 5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien menderita miopia. Bila setelah pemeriksaan tersebut diatas tetap tidak tercapai tajam penglihatan maksimal mungkin pasien mempunyai kelainan refraksi astigmat. Pada keadaan ini lakukan uji pengaburan (fogging technique) Objektif Autorefraktometer Yaitu menentukan myopia atau besarnya kelainan refraksi dengan menggunakan komputer. Penderita duduk di depan autorefractor, cahaya dihasilkan oleh alat dan respon mata terhadap cahaya diukur. Alat ini mengukur berapa besar kelainan refraksi yang harus dikoreksi dan pengukurannya hanya memerlukan waktu beberapa detik. Keratometri Adalah pemeriksaan mata yang bertujuan untuk mengukur radius kelengkungan kornea.

3.

Uji pengaburan

Setelah pasien dikoreksi untuk myopia yang ada, maka tajam penglihatannya dikaburkan dengan lensa positif, sehingga tajam penglihatan berkurang 2 baris pada kartu Snellen, misalnya dengan menambah lensa spheris positif 3.

Pasien diminta melihat kisi-kisi juring astigmat, dan ditanyakan garis mana yang paling jelas terlihat. Bila garis juring pada 90 yang jelas, maka tegak lurus padanya ditentukan sumbu lensa silinder, atau lensa silinder ditempatkan dengan sumbu 180.

Perlahan-lahan kekuatan lensa silinder negatif ini dinaikkan sampai garis juring kisi-kisi astigmat vertikal sama tegasnya atau kaburnya dengan juring horizontal atau semua juring sama jelasnya bila dilihat dengan lensa silinder ditentukan yang ditambahkan.

Kemudian pasien diminta melihat kartu Snellen dan perlahan-lahan ditaruh lensa negatif sampai pasien melihat jelas

4.

Keratoskop Keratoskop atau Placido disk digunakan untuk pemeriksaan astigmatisme. Pemeriksa memerhatikan imej ring pada kornea pasien. Pada astigmatisme regular, ring tersebut berbentuk oval. Pada astigmatisme irregular, imej tersebut tidak terbentuk sempurna

VI. Penatalaksanaan

1. Kacamata Silinder Pada astigmatism againts the rule, koreksi dengan silender negatif dilakukan dengan sumbu tegak lurus (60-120 derajat) atau dengan selinder positif dengan sumbu horizontal (30 150 derajat). Sedangkan pada astigmatism with the rule diperlukan koreksi silinder negative dengan sumbu horizontal (30-150 derajat) atau bila dikoreksi dengan silinder positif sumbu vertikal (60-120 derajat)

2. Lensa Kontak

Pada penderita astigmatisma diberikan lensa rigid , yang dapat menetralisasi astigmat yang terjadi di permukaan kornea.

3. Pembedahan Pembedahan Untuk mengoreksi astigmatisma yang berat, dapat digunakan pisau khusus atau dengan laser untuk mengoreksi kornea yang irreguler atau anormal. Ada beberapa prosedur pembedahan yang dapat dilakukan, diantaranya : a) b) Photorefractife Keratectomy (PRK) laser dipergunakan unutk membentuk kurvatur kornea. Laser in Situ Keratomileusis (lasik) laser digunakan untuk merubah kurvatur kornea dengan membuat flap (potongan laser) pada kedua sisi kornea. c) Radial keratotomy Insisi kecil dibuat secara dalam di kornea

ANOFTALMOS
Defek congenital struktur mata digolongkan dalam 2 kategori utama

Anomali perkembangan, disini factor genetik adalah penyebab utama Reaksi jaringan terhadap gangguan in utero (infeksi, obat, dll)

Kelainan congenital Bola mata Kegagalan pembentukan vesikel optic menimbulkan anoftalmos. Anoftalmos adalah istilah medis untuk tidak adanya satu atau kedua mata. Kedua Globe (mata manusia) dan jaringan okular hilang dari orbit. Tidak adanya mata akan menyebabkan orbit tulang kecil, soket mukosa terbatas, kelopak mata pendek, fisura palpebra berkurang dan menonjol malar. mutasi genetik, kelainan kromosom, dan lingkungan prenatal semua dapat menyebabkan anophthalmia. Anophthalmia adalah penyakit yang sangat langka dan sebagian besar berakar pada kelainan genetik. Hal ini juga dapat dikaitkan dengan sindrom lainnya

Penyebab yang paling berbasis genetik untuk anophthalmia disebabkan oleh gen Sox2. Sox2 sindrom anophthalmia disebabkan oleh mutasi pada gen Sox2 yang tidak memungkinkan untuk menghasilkan protein Sox2 yang mengatur aktivitas gen lain dengan mengikat ke daerah tertentu DNA. Tanpa protein Sox2, aktivitas gen yang penting untuk pengembangan mata terganggu. Sindrom anophthalmia Sox2 adalah warisan autosomal dominan, namun sebagian besar pasien yang menderita anophthalmia Sox2 adalah yang pertama dalam sejarah keluarga mereka untuk memiliki mutasi ini. Dalam kasus-kasus tertentu, salah satu orang tua akan memiliki gen bermutasi hanya dalam telur atau sel sperma dan keturunannya akan mewarisinya melalui itu. Ini disebut mosaicism germline [8]. Setidaknya ada 33 mutasi pada gen Sox2 yang telah diketahui menyebabkan anophthalmia. Sox2 bukanlah satu-satunya gen yang dapat menyebabkan anophthalmia. Gen penting lainnya termasuk OTX2, CHX10 dan Rax. Masing-masing gen adalah penting dalam ekspresi retina. Mutasi pada gen ini dapat menyebabkan kegagalan diferensiasi retina, OTX2 secara dominan diwariskan dan bervariasi dalam tingkat keparahan.

Klasifikasi
Anophthalmia Primer adalah tidak adanya lengkap jaringan mata karena kegagalan dari bagian dari otak yang membentuk mata.

Anophthalmia sekunder mata mulai mengembangkan dan untuk beberapa alasan berhenti, meninggalkan bayi dengan jaringan mata hanya residual atau mata sangat kecil yang hanya dapat dilihat di bawah pemeriksaan dekat. Anophthalmia degeneratif mata mulai bentuk dan, untuk beberapa alasan, merosot. Salah satu alasan untuk kejadian tersebut bisa menjadi kekurangan suplai darah ke mata

Protesa Mata

Daftar Pustaka
1. Ilyas, H.S. 2008.Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3.Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta
2. Ilyas S. Kelainan refraksi dan kacamata. 2nd ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.2006. 1-14, 35-48 3. Ilyas, Sidarta. Sari Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FKUI Jakarta 2000 : 52. 4. http://journal.unair.ac.id/filerPDF/03.ok-Tinj.%20Pust.%20dr.%20Sutjipto.pdf

Anda mungkin juga menyukai