Anda di halaman 1dari 19

0

LAPORAN KASUS
PSPD KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA

ODS MIOPIA LEVIOR
ASTHENOPIA




Dokter Pembimbing :
dr. Azrief Arhamsyah Ariffin, Sp.M


Penyusun:
Charisha Nadia
NIM 030.09.051


KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
RUMAH SAKIT MARZOEKI MAHDI BOGOR
PERIODE 2 JUNI 2014 4 JULI 2014





1

BAB I
PENDAHULUAN

Miopia atau rabun jauh adalah anomali refraksi dimana berkas sinar sejajar yang memasuki
mata dalam keadaan tanpa akomodasi, difokuskan di depan retina. Miopia berasal dari kata
muopia yang dalam bahasa Yunani berarti menutup mata.
Prevalensi miopia bervariasi dengan usia dan faktor lainnya. Prevalensi miopia meningkat
pada usia sekolah dan dewasa muda, mencapai 20-25% pada populasi remaja dan 25-35%
pada dewasa muda di Amerika Serikat dan negara-negara maju. Dilaporkan bahwa prevalensi
miopia lebih tinggi pada beberapa area di Asia, seperti Cina dan Jepang. Prevalensi miopia
pada populasi Asia sekarang mencapai 70-90%. Prevalensi ini berkurang pada populasi
berusia di atas 45 tahun, mencapai 20% pada usia 65 tahun, dan menurun hingga 14% pada
orang berusia 70-an.
1
















2

BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Nama : Nn. Putri Asri Nur Fatonah
Jenis kelamin : Perempuan
Tempat, tanggal lahir : Bogor, 8 Juni 1995
Usia : 18 tahun
Alamat : Jl. Artzimar II RT/RW 001/018, Bogor Utara
Status pernikahan : Belum menikah
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pelajar

II. ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 6 Juni 2014 di Poliklinik Mata RS Dr. H.
Marzoeki Mahdi, Bogor.
Keluhan Utama
Penglihatan buram sejak 3 minggu yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poliklinik Mata RS Dr. Marzoeki Mahdi, Bogor, dengan keluhan
penglihatan buram sejak 3 minggu yang lalu. Pandangan buram terutama saat membaca dan
melihat jauh. Pasien mengeluh saat membaca pasien perlu mendekatkan bukunya agar lebih
terlihat jelas. Saat melihat jauh, pasien perlu memicingkan matanya agar lebih terlihat jelas.
Adanya pandangan berkabut disangkal.
3

Pasien juga mengeluh mata sering terasa pegal saat membaca. Selain mata terasa pegal, mata
juga sering berair, dan terasa pusing. Adanya mual dan muntah disangkal.
Mata merah disangkal. Mata terasa nyeri disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah menggunakan kacamata sebelumnya. Pasien tidak pernah mengalami
keluhan yang sama sebelumnya. Pasien menyangkal riwayat sakit mata sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penggunaan kacamata minus pada kedua orang tua dan kakak pasien.
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
Keadaan umum : Baik, tidak tampak sakit
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 80x/ menit
Suhu : Afebris
Pernafasan : 16 x/menit

Status generalis dalam batas normal.

B. Status Oftalmologi
Mata Okular Dextra Okular Sinistra
Palpebra :
Skuama - -
Edema - -
Luka robek - -
Konjungtiva :
Warna Jernih Jernih
Injeksi - -
4

Penebalan - -
Pigmen - -
Benda asing - -
Sekret - -
Kornea :
Jernih + +
Benda asing - -
Infiltrat - -
Sikatrik - -
Arkus senilis - -
COA :
Volume Normal Normal
Isi Aqueos Humor Aqueos Humor
Hifema - -
Hipopion - -
Iris :
Warna Coklat kehitaman Coklat kehitaman
Kripta + +
Pupil
Besar 3 mm 3 mm
Warna Hitam Hitam
Bentuk Bulat, isokor Bulat, isokor
RCL/RCTL +/+ +/+
Posisi Ortoposisi Ortoposisi
Lensa
Jernih + +
IOL - -
Gerak bola mata






5

Visus 0,7 0,7


IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada pemeriksaan visus menggunakan kartu Snellen (berjarak 20 feet), ditemukan
dan dikoreksi visus :
VOD : 0,7 S - 0,50 1,0
VOS : 0,7 S 0,50 1,0
Pada pasien juga dilakukan tes buta warna (Ishihara Test), didapatkan pasien tidak
buta warna.

V. RESUME
Seorang wanita 18 tahun datang dengan keluhan penglihatan buram saat melihat
jauh sejak 3 minggu yang lalu. Pasien juga mengeluh mata sering terasa pegal,
mata juga sering berair, dan terasa pusing. Pada riwayat keluarga didapatkan
Riwayat penggunaan kacamata minus pada kedua orang tua dan kakak pasien.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 110/80 mmHg, status generalis lainnya
dalam batas normal. Pada status oftalmologi didapatkan VOD : 0,7 dan VOS : 0,7.
Pada hasil koreksi visus didapatkan :
VOD : 0,7 S - 0,50 1,0
VOS : 0,7 S 0,50 1,0
Status oftalmologi lainnya dalam batas normal.

VI. DIAGNOSIS KERJA
ODS Miopia levior
Astenopia

VII. TATALAKSANA
Pemberian kacamata dengan ukuran : Koreksi kacamata lensa sferis negatif
VOD : 0,8 S - 0,50 1,0
VOS : 0,4 S - 1,00 1,0

6


VIII. PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam
Ad fungsionam : ad bonam
Ad sanationam : ad bonam



















7

BAB III
PEMBAHASAN KASUS
Seorang pasien datang dengan keluhan penurunan penglihatan sejak 3 minggu yang lalu,
tanpa disertai mata merah. Dari keluhan utama ini dapat dipikirkan diagnosis banding dari
penurunan penglihatan perlahan, tanpa mata merah yaitu kelainan refraksi, katarak, dan
glaukoma.
Dari keluhan selanjutnya yaitu, saat melihat jauh, pasien perlu memicingkan matanya agar
lebih terlihat jelas lebih mengarahkan kepada diagnosis kelainan refraksi. Selain itu adanya
riwayat kelurga yang menggunakan kacamata, mendukung diagnosis kelainan refraksi,
dimana kelainan refraksi ini dapat diturunkan secara genetik.
Penglihatan berkabut disangkal belum dapat menyingkirkan diagnosis katarak, namun pada
pasien seusia pasien jarang didapatkan katarak. Mual, muntah, dan mata terasa nyeri
disangkal belum dapat menyingkirkan diagnosis glaukoma.
Dari hasil pemeriksaan oftalmologi didapatkan VOD : 0,7 dan VOS 0,7 membuktikan adanya
penurunan visus. Hasil pemeriksaan lensa didapatkan jernih pada kedua mata dapat
menyingkirkan diagnosis banding katarak.
Dilakukan koreksi terhadap visus pasien didapatkan :
VOD : 0,7 S - 0,50 1,0
VOS : 0,7 S 0,50 1,0
Keberhasilan koreksi visus pasien mengarahkan diagnosis adanya kelainan refraksi berupa
miopia levior atau miopia ringan, karena hanya membutuhkan lensa sferis -0,50 D.
Adanya keluhan mata sering terasa pegal saat membaca, juga sering berair, dan terasa pusing
menandakan adanya astenopia atau mata lelah. Astenopia dapat terjadi jika kelainan refraksi
tidak terkoreksi, sehingga menyebabkan mata terasa pegal, berair, dan nyeri kepala. Rasa
pegal pada daerah di mata hal ini karena pasien terus menerus melakukan akomodasi
sehingga otot-otot mata di sekitar mata menjadi bekerja berlebihan dan terasa pegal muncul
pada pasien ini.
8

Tatalaksana yang diberikan ialah dengan koreksi visus menggunakan kacamata dengan lensa
cekung atau konveks. Penggunaan lensa cekung pada kelainan miopia membantu
memfokuskan bayangan agar jatuh tepat pada retina. Pada pasien diberikan lensa cekung
dengan kekuatan -0,50 D.




















9

BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI
Yang termasuk media refraksi antara lain kornea, pupil, lensa, dan vitreous. Media refraksi
targetnya di retina sentral (makula). Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media
penglihatan yang terdiri atas kornea, aqueous humor (cairan mata), lensa, badan vitreous
(badan kaca), dan panjangnya bola mata. Pada orang normal susunan pembiasan oleh media
penglihatan dan panjang bola mata sedemikian seimbang sehingga bayangan benda setelah
melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea. Mata yang normal disebut
sebagai mata emetropia dan akan menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada
keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh.
2
A. Kornea
Kornea (Latin cornum=seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian selaput mata
yang tembus cahaya. Kornea merupakan lapisan jaringan yang menutupi bola mata
sebelah depan dan terdiri atas 5 lapis, yaitu:
1. Epitel
Tebalnya 50 m, terdiri atas 5 lapis selepitel tidak bertanduk yang saling tumpang
tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng. Pada sel basal sering terlihat
mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin
maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat berikatan erat dengan sel
basal di sampingnya dan sel poligonal di depannya melalui desmosom dan makula
okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, eliktrolit, dan glukosa yang
merupakan barrier. Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat
kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren. Epitel berasal
dari ektoderm permukaan
2. Membrana Bowman
Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang
tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma. Lapisan
ini tidak mempunyai daya regenerasi
3. Stroma
Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan lainnya,
pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sadangkan dibagian perifer serat
10

kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama
yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang
merupakan fibroblas terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit
membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah
trauma.
4. Membran Descemet
Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea
dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya. Bersifat sangat elastis dan
berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40 m.
5. Endotel
Berasal dari mesotelium, berlapis satu,bentuk heksagonal, besar 20-40 m. Endotel
melekat pada membran descement melalui hemi desmosom dan zonula okluden.
2
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus, saraf
nasosiliar, saraf V. Saraf siliar longus berjalan supra koroid, masuk ke dalam stroma kornea,
menembus membran Bowman melepaskan selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel
dipersarafi samapai kepada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk
sensasi dingin ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah
limbus terjadi dalam waktu 3 bulan. Trauma atau panyakkit yang merusak endotel akan
mengakibatkan sistem pompa endotel terganggu sehingga dekompresi endotel dan terjadi
edema kornea. Endotel tidak mempunya daya regenerasi.Kornea merupakan bagian mata
yang tembus cahaya dan menutup bola mata di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat
dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea
dilakukan oleh kornea.
2

B. Aqueous Humor (Cairan Mata)
Aqueous humor mengandung zat-zat gizi untuk kornea dan lensa, keduanya tidak memiliki
pasokan darah. Adanya pembuluh darah di kedua struktur ini akan mengganggu lewatnya
cahaya ke fotoreseptor. Aqueous humor dibentuk dengan kecepatan 5 ml/hari oleh jaringan
kapiler di dalam korpus siliaris, turunan khusus lapisan koroid di sebelah anterior. Cairan ini
mengalir ke suatu saluran di tepi kornea dan akhirnya masuk ke darah. Jika aqueous humor
tidak dikeluarkan sama cepatnya dengan pembentukannya (sebagai contoh, karena sumbatan
pada saluran keluar), kelebihan cairan akan tertimbun di rongga anterior dan menyebabkan
11

peningkatan tekanan intraokuler (di dalam mata). Keadaan ini dikenal sebagai glaukoma.
Kelebihan aqueous humor akan mendorong lensa ke belakang ke dalam vitreous humor, yang
kemudian terdorong menekan lapisan saraf dalam retina. Penekanan ini menyebabkan
kerusakan retina dan saraf optikus yang dapat menimbulkan kebutaan jika tidak diatasi.
3
C. Lensa
Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa di dalam bola mata dan
bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak di belakang iris dan terdiri dari zat tembus
cahaya (transparan) berbentuk seperti cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat
terjadinya akomodasi. Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak di dalam
bilik mata belakang. Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat lensa
di dalam kapsul lensa. Epitel lensa akan membentuk serat lensa terus-menerus sehingga
mengakibatkan memadatnya serat lensa di bagian sentral lensa sehingga membentuk nukleus
lensa. Bagian sentral lensa merupakan serat lensa yang paling dahulu dibentuk atau serat
lensa yang tertua di dalam kapsul lensa. Di dalam lensa dapat dibedakan nukleus embrional,
fetal dan dewasa. Di bagian luar nukleus ini terdapat serat lensa yang lebih muda dan disebut
sebagai korteks lensa. Korteks yang terletak di sebelah depan nukleus lensa disebut sebagai
korteks anterior, sedangkan dibelakangnya korteks posterior. Nukleus lensa mempunyai
konsistensi lebih keras dibanding korteks lensa yang lebih muda. Di bagian perifer kapsul
lensa terdapat zonula Zinn yang menggantungkan lensa di seluruh ekuatornya pada badan
siliar. Secara fisiologis lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu: kenyal atau lentur karena
memegang peranan terpenting dalam akomodasi untuk menjadi cembung, jernih atau
transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan, terletak ditempatnya, yaitu berada
antara posterior chamber dan vitreous body dan berada di sumbu mata. Lensa orang dewasa
dalam perjalanan hidupnya akan menjadi bertambah besar dan berat.
D. Badan Vitreous (Badan Kaca)
Badan vitreous menempati daerah mata di balakang lensa. Struktur ini merupakan gel
transparan yang terdiri atas air (lebih kurang 99%), sedikit kolagen, dan molekul asam
hialuronat yang sangat terhidrasi. Badan vitreous mengandung sangat sedikit sel yang
menyintesis kolagen dan asam hialuronat.
7
Peranannya mengisi ruang untuk meneruskan
sinar dari lensa ke retina. Kebeningan badan vitreous disebabkan tidak terdapatnya
pembuluh darah dan sel. Pada pemeriksaan tidak terdapatnya kekeruhanbadan vitreous akan
12

memudahkan melihat bagian retina pada pemeriksaan oftalmoskopi.
5
Vitreous humor
penting untuk mempertahankan bentuk bola mata yang sferis.
3


Panjang Bola Mata
Panjang bola mata menentukan keseimbangan dalam pembiasan. Panjang bola mata
seseorang dapat berbeda-beda. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh karena kornea
(mendatar atau cembung) atau adanya perubahan panjang (lebih panjang atau lebih pendek)
bola mata, maka sinar normal tidak dapat terfokus pada mekula. Keadaan ini disebut sebagai
ametropia yang dapat berupa miopia, hipermetropia, atau astigmatisma.
2


MIOPIA
Definisi
Miopia disebut sebagai rabun jauh, akibat ketidakmampuan untuk melihat jauh, akan tetapi
dapat melihat dekat dengan lebih baik. Miopia adalah kelainan refraksi dimana sinar sejajar
yang masuk ke mata dalam keadaan istirahat (tanpa akomodasi) akan dibias membentuk
bayangan di depan retina.
4
Patofisiologi
Miopia disebabkan karena pembiasan sinar dalam mata yang terlalu kuat untuk panjangnya
bola mata akibat :
a. Sumbu aksial mata lebih panjang dari normal (diameter anteropsterior yang lebih
panjang, bola mata yang lebih panjang) disebut sebagai myopia aksial
b. Kurvatura kornea atau lensa lebih kuat dari normal (korena terlalau cembung atau
lensa mempunyai kecembungan yang lebih kuat) disebut myopia kurvatura/refraktif.
c. Indeks bias mata lebih tinggi dari norma,misalnya pada diabetes mellitus. Kondisi ini
disebut myopia indeks.
d. Miopi karena perubahan posisi lensa. Misalnya posisi lensa lebih ke anterior,
misalnya pasca operasi glaucoma.

13

Gejala Klinis
Gejala klinis miopia adalah sebagai berikut:
Gejala utamanya pandangan kabur saat melihat jauh
Sakit kepala (jarang)
Cenderung memicingkan mata bila melihat jauh (untuk mendapatkan efek pinhole),
dan selalu ingin melihat dengan mendekatkan benda pada mata
Suka membaca, apakah hal ini disebabkan kemudahan membaca dekat masih belum
diketahui dengan pasti.
4


Klasifikasi
Berdasarkan besar kelainan refraksi, miopia dibagi atas 3, yaitu:
Miopia ringan : -0,25 D s/d -3,00 D
Myopia sedang : -3,25 D s/d -6,00 D
Myopia berat : -6,25 D atau lebih.
Berdasarkan perjalan klinis, miopia dibagi sebagai berikut:
a. Myopia simpleks : dimulai pada usia 7-9 tahun dan akan bertambah sampai anak
berhenti tumbuh ( 20 tahun )
b. Myopia progresif/maligna : myopia bertambah secara cepat ( 4.0 D /tahun ) dan
sering disertai perubahan vitero-retinal
c. Ada satu tipe miopia pada anak dengan miopia 10 D atau lebih yang tidak berubah
sampai dewasa.
5


Diagnosis
Untuk mendiagnosis myopia dapat dilakukan dengan beberapa pemeriksaan pada mata,
pemeriksaan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Refraksi Subyektif
14

Diagnosis myopia dapat ditegakkan dengan pemeriksaan Refraksi Subyektif, metode
yang digunakan adalah dengan Metoda trial and error Jarak pemeriksaan 6 meter/ 5
meter/ 20 kaki. Digunakan kartu Snellen yang diletakkan setinggi mata penderita,
Mata diperiksa satu persatu dibiasakan mata kanan terlebih dahulu Ditentukan visus /
tajam penglihatan masing-masing mata Bila visus tidak 6/6 dikoreksi dengan lensa
sferis negatif, bila dengan lensa sferis negatif tajam penglihatan membaik atau
mencapai 5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien dikatakan menderita myopia, apabila
dengan pemberian lensa sferis negatif menambah kabur penglihatan kemudian diganti
dengan lensa sferis positif memberikan tajam penglihatan 5/5, 6/6, atau 20/20 maka
pasien menderita hipermetropia.
2. Refraksi Obyektif
Yaitu menggunakan retinoskopi, dengan lensa kerja +2.00D pemeriksa mengamati
refleks fundus yang bergerak berlawanan arah dengan arah gerakan retinoskop
(against movement) kemudian dikoreksi dengan lensa sferis negatif sampai tercapai
netralisasi
3. Autorefraktometer (komputer)
Yaitu menentukan myopia atau besarnya kelainan refraksi dengan menggunakan
komputer.

Tatalaksana
a. Koreksi lensa
Koreksi myopia dengan menggunakan lensa konkaf atau lensa negatif, perlu diingat
bahwa cahaya yang melalui lensa konkaf akan disebarkan. Karena itu, bila permukaan
refraksi mata mempunyai daya bias terlalu besar, seperti pada myopia, kelebihan daya
bias ini dapat dinetralisasi dengan meletakkan lensa sferis konkaf di depan mata.
Besarnya kekuatan lensa yang digunakan untuk mengkoreksi mata myopia ditentukan
dengan cara trial and error, yaitu dengan mula-mula meletakan sebuah lensa kuat dan
kemudian diganti dengan lensa yang lebih kuat atau lebih lemah sampai memberikan
tajam penglihatan yang terbaik. Pasien myopia yang dikoreksi dengan kacamata sferis
negatif terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal. Sebagai contoh
bila pasien dikoreksi dengan -3.00 dioptri memberikan tajam penglihatan 6/6,
15

demikian juga bila diberi sferis -3.25 dioptri, maka sebaiknya diberikan koreksi -3.00
dioptri agar untuk memberikan istirahat mata dengan baik setelah dikoreksi.
b. Obat-obatan
Penggunaan sikloplegik untuk menurunkan respon akomodasi untuk terapi pasien
dengan pseoudomyopia. Beberapa penilitian melaporkan penggunaan atropine dan
siklopentolat setiap hari secara topikal dapat menurunkan progresifitas dari myopia
pada anak-anak usia kurang 20 tahun. Meskipun tidak menunjukan kegelisahan yang
berlebih dan memiliki resiko yang sama dengan penggunaan sikloplegik dalam jangka
panjang dan memiliki sensivitas yang sama dalam respon terhadap cahaya untuk
medilatasikan pupil (midriasis). Karena inaktivasi muskulus siliaris, pemberian lensa
positif tinggi (ex; 2.50D) dapat digunakan untuk penglihatan dekat. Pemberian
atropine memiliki efek samping yaitu reaksi alergi, dan keracunan sistemik.
Pemakaian atropine dalam jangka panjang dapat memberikan efek samping pada
retina.
c. Terapi visus (vision therapy)
Tajam penglihatan yang tidak dikoreksi pada myopia dapat diperbaiki pada pasien
dengan menggunakan terapi penglihatan, tetapi tidak menunjukan penurunan myopia.
hal ini adalah cara yang diusulkan untuk menurunkan progresifitas myopia. Selama
ini belum ada penelitian yang melakukan pengujian dari usulan tersebut terhadap
keberhasilan dalam menurunkan progresifitas myopia. Terapi penglihatan (vision
therapy) yang digunakan untuk menurunkan respon akomodasi sering digunakan pada
pasien pseudomyopia.
d. Orthokeratology
Orthokeratology adalah cara pencocokan dari beberapa seri lensa kontak, lebih dari
satu minggu atau bulan, untuk membuat kornea menjadi datar dan menurunkan
myopia. Kekakuan lensa kontak yang digunakan sesuai dengan standar. Tergantung
dari respon individu dalam orthokeratology yang sesekali beruba-ubah, penurunan
myopia sampai dengan 3.00 dioptri pada beberapa pasien, dan rata-rata penurunan
yang dilaporkan dalam penelitian adalah 0.75-1.00 dioptri. Beberapa dari penurunan
ini terjadi antara 4-6 bulan pertama dari program orthokeratology, kornea dengan
kelengkungan terbesar memiliki beberapa pemikiran dalam keberhasilan dalam
membuat pemerataan kornea secara menyeluruh. Dengan followup yang cermat,
orthokeratology akan aman dengan prosedur yang efektif. Meskipun myopia tidak
selalu kembali pada level dasar, pemakaian lensa tambahan pada beberapa orang
16

dalam beberapa jam sehari adalah umum, untuk keseimbangan dalam memperbaiki
refraksi. Beberapa lensa kontak yang didesain secara khusus untuk mengubah secara
maksimal sesuai standarnya. Kekakuan lensa pada kelengkungan kornea lebih tinggi
dari pada permukaan kornea. Hasil yang didapatkan dapat menurunkan myopia
hingga 2.00 dioptri. Orthokeratology dengan beberapa lensa seragam, dapat
mengurangi permukaan kornea yang tidak rata. Orthokeratology adalah penampilan
yang umum pada anak muda walaupun menggunakan lensa yang kaku tetapi dapat
mengontrol myopia, lensa kontak yang permeable pada anak-anak menjadi pilihan
yang disukai. Mengurangi kelengkungan (artinya, membuat kondisinya menjadi lebih
flat/rata) permukaan depan kornea, yang tujuannya adalah mengurangi daya bias
sistem optis bolamata sehingga titik fokusnya bergeser mendekat ke retina. Metode
non operatif untuk ini adalah orthokeratology, yaitu dengan menggunakan lensa
kontak kaku untuk (selama beberapa waktu) memaksa kontur kornea mengikuti
kontur lensa kontak tersebut.
e. Bedah Refraksi
Methode bedah refraksi yang digunakan terdiri dari:
a. Radial keratotomy (RK), dimana pola jari-jari yang melingkar dan lemah
diinsisi di parasentral. Bagian yang lemah dan curam pada permukaan kornea
dibuat rata. Jumlah hasil perubahan tergantung pada ukuran zona optik, angka
dan kedalaman dari insisi. Meskipun pengalaman beberapa orang menjalani
radial keratotomy menunjukan penurunan myopia, sebagian besar pasien
sepertinya menyukai dengan hasilnya. Dimana dapat menurunkan
pengguanaan lensa kontak. Komplikasi yang dilaporkan pada bedah radial
keratotomy seperti variasi diurnal dari refraksi dan ketajaman penglihatan,
silau, penglihatan ganda pada satu mata, kadang-kadang penurunan permanen
dalam koreksi tajam penglihatan dari yang terbaik, meningkatnya
astigmatisma, astigmatisma irregular, anisometropia, dan perubahan secara
pelan-pelan menjadi hiperopia yang berlanjut pada beberapa bulan atau tahun,
setelah tindakan pembedahan. Perubahan menjadi hiperopia dapat muncul
lebih awal dari pada gejala presbiopia. Radial keratotomy mungkin juga
menekan struktur dari bola mata.
b. Laser photorefractive keratectomy adalah prosedur dimana kekuatan kornea
ditekan dengan ablasi laser pada pusat kornea. Dari kumpulan hasil penelitian
menunjukan 48-92% pasien mencapai visus 6/6 (20/20) setelah dilakukan
17

photorefractive keratectomy. 1-1.5 dari koreksi tajam penglihatan yang terbaik
didapatkan hasil kurang dari 0.4-2.9 % dari pasien.
Kornea yang keruh adalah keadaan yang biasa terjadi setelah photorefractive
keratectomy dan setelah beberapa bulan akan kembali jernih. Pasien tanpa bantuan
koreksi kadang-kadang menyatakan penglihatannya lebih baik pada waktu sebelum
operasi. Photorefractive keratectomy refraksi menunjukan hasil yang lebih dapat
diprediksi dari pada radial keratotomy.


















18

DAFTAR PUSTAKA

1. Sherwin JC, Mackey DA. Update on epidemiology and genetics of myopic refractive
error. Available at : http://www.medscape.com/viewarticle/779114_4. Accessed on June,
15th 2014.
2. Sidarta IH. Kelainan refraksi dan koreksi penglihatan. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;
2004.
3. Sherwood L. Fundametals of Physiology: a human perspecvtive. Belmont:Calif. 2006.
4. Junquiera LC, Carniero J. Basic Histology. McGraw-Hill.2003.
5. Dwi Ahmad Yani. 2008. Kelainan Refraksi Dan Kacamata. Surabaya: Surabaya Eye
Clinic,17 (5).

Anda mungkin juga menyukai