Oleh :
Sulastri 1840312268
Yeni Novi Yanti 1840312277
Hifzil Husni 1840312314
Putri Wahyuni 1840312413
Norma Sartika Yulinar 1840312416
Preseptor :
dr. Rinda Wati Sp.M
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya
sehingga makalah yang berjudul “ Pemeriksaan Refraksi Subjektif ” ini dapat penulis
selesaikan. Makalah ini merupakan salah satu syarat untuk mengikuti kepaniteraan klinik
di bagian Ilmu Kesehatan Mata RSUP Dr. M. Djamil Fakultas Kedokteran Universitas
Andalas Padang.
Terimakasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah banyak membantu
menyusun makalah ini dan khususnya kepada dr. Rinda Wati Sp.M selaku pembimbing dan
juga kepada rekan-rekan dokter muda.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran sebagai masukan untuk perbaikan
demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua
dalam menambah pengetahuan dan pemahaman, khususnya mengenai pemeriksaan
refraksi subjektif.
Penulis
2
BAB 1
PENDAHULUAN
3
1.4 Metode Penulisan
Penulisan makalah ini menggunakan kepustakaan yang merujuk pada beberapa
literatur
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Tujuan
1. Untuk mendapatakan hasil korek si refraksi yang lebih baik dari pada pemeriksaan
objektif saja
2. Untuk mendapatakan koreksi lensa spheris yang lebih tajam
5
3. Untuk mendapatkan koreksi kelainan penyerta astigmatisme
4. Mengetahui apakah kelainan spheris ametropia
2.3 Klasifikasi
Visus atau visual aquity (VA) merupakan salah satu ukuran dari ambang penglihatan.
Kata aquity berasal dari bahasa latin yaitu acuitas yang berarti ketajaman. Maka VA
berkenaan dengan ketajaman atau kejelasan penglihatan seseorang. VA menggambarkan
kemampuan seseorang untuk melihat dan mengidentifikasi suatu objek serta untuk melihat
fungsi penglihatan seseorang.
Cara memeriksa visus ada beberapa tahap. Menggunakan chart yaitu membaca chart
dari jarak yang ditentukan yaitu 6 meter, digunakan jarak sepanjang itu karena pada jarak
tersebut mata normal akan relaksasi dan tidak berakomodasi.
a. Snellen chart yaitu kartu bertuliskan beberapa huruf dengan ukuran yang berbeda
untuk pasien yang bisa membaca.
b. Chart yaitu kartu yang bertuliskan huruf E tetapi arah kakinya berbeda-beda.
c. Cincin landolt yaitu kartu dengan tulisan berbentuk huruf C tapi dengan arah cincin
yang berbeda-beda.
Cara memeriksa :
a. Kartu diletakkan pada jarak 6 meter dari pasien. Jika berjarak 6 m berarti visus
normalnya 6/6. Satuan selain meter ada kaki 20/20
b. Pencahayaan harus cukup
c. Bila ingin memeriksa visus mata kanan, maka mata kiri harus ditutup dan pasien
diminta membaca kartu.
6
Cara menilai visus dari hasil membaca kartu :
a. Jika pasien dapat membaca kartu pada baris dengan visu 6/6 berarti tidak perlu membaca
pada baris berikutnya karena visus normal
b. Jika pasien tidak dapat membaca kartu pada baris tertentu di atas visus normal, maka
cek pada baris tersebut
c. Jika hanya tidak bisa membaca 1 huruf dalam satu baris, berarti visusnya terletak pada
baris tersebut dengan false 1.
d. Jika tidak bisa membaca 2 huruf dalam satu baris, berarti visusnya terletak pada baris
tersebut dengan false 2
e. Jika tidak bisa membaca lebih dari detengah jumlah huruf yang ada, berarti visusnya
berada di baris tepat di atas baris yang tidak dapat dibaca.
Bila terdapat penurunan visus, maka cek dengan menggunakan pinhole (alat untuk
memfokuskan titik pada penglihatan pasien), dengan menggunakan pinhole dapat
dibedakan apakah penurunan visus terjadi karena kelainan refraksi atau bukan. Jika visus
tetap berkurang berarti penurunan visus bukan karena kelainan refraksi, dan sebaliknya
jika visus menjadi lebih baik dari sebelumnya berarti terdapat kelainan refraksi.
7
Pada pasien yang tidak dapat melihat dan membaca kartu, maka dilakukan
penghitungan jari. Penghitungan jari di mulai pada jarak tepat di depan Snellen chart, yaitu
6 m. Bila pasien dapat menghitung jari pada jarak 6 m maka visusnya 6/60. Jika pasien
tidak dapat menghitung jari 6 m, di majukan jadi 5 m, 4 m, 3m sampai 1 m di depan pasien.
Jika tidak dapat menghitung jari pada jarak 1 m, maka dilakukan pemeriksaan dengan
lambaian tangan. Lambaian tangan dilakukan tepat 1 m didepan pasien, berupa lambaian
ke atas,kanan, kiri dan bawah. Bila pasien dapat menyebutkan adanya lambaian, berarti
visusnya 1/300 dengan proyeksi benar apabila pasien dapat menyebutkan arah lambaian,
atau proyeksi salah apabila pasien tidak dapat menyebutkan arah lambaian.
Bila pasien tidak bisa melihat lambaian tangan, maka dilakukan penyinaran dengan
menggunakan pen light. Jika dapat melihat sinar, berarti visusnya 1/~. Tentukan arah
proyeksi, jika pasien dapat menyebutkan dari mana arah sinar yang datang berarti visusnya
1/~ dengan proyeksi benar. Proyeksi sinar ini di cek dari 4 arah. Hal tersebut unt uk
mengetahui apakah tangkapan retina masih bagus pada 4 sisinya yaitu temporal, nasal,
superior, dan inferior.
Pemeriksaan refraksi subjektif dengan teknik trial and error dilakukan dengan cara
mencoba menempatkan lensa sferis negatif atau positif sehingga didapatkan visus 6/6.
Lensa sferis negatif yang dipilih adalah lensa sferis negatif terke:il dan untuk lensa sferis
positif, dipilih lensa sferis positif terbesar.
a. Koreksi visus dilakukan jika pasien dapat membaca huruf snellen. Pemeriksaan
dilakukan dengan teknik trial and error
b. Pasang trial frame. Koreksi dilakukan bergantian dengan cara menutup salah satu
mata
8
c. Pasang lensa sferis +0,5 D. Setelah diberikan lensa sferis +0,5 D, jika tajam penglihatan
membaik berarti pasien hipermetropi
d. Koreksi dilanjutkan dengan cara menambah atau mengurangi lensa sferis sampai
didapatkan visus 6/6
e. Koreksi yang diberikan pada hipermetrop adalah koreksi lensa sferis positif terbesar
yang memberikan visus sebaik-baiknya
f. Jika diberikan lensa sferis positif bertambah kabur, bearti miopia. Maka lensa diganti
dengan lensa sferis negatif
g. Koreksi dilanjutan dengan cara menambah atau mengurangi lensa sferis sampai
didapatkan visus 6/6
h. Koreksi diberikan pada miopia adalah koreksi lensa sferis negatif terkecil yang
memberikan visus sebaik-baiknya
i. Jika visus tidak bisa mencapai 6/6, maka dicoba dengan memakai pinhole.
9
2.3.3 Teknik Pemeriksaan Refraksi Pada Astigmat
2.3.3.1 Teknik Astigmatic Dial
Astigmatic dial merupakan pemeriksaan grafik dengan garis-garis yang
tersusun secara radial yang dapat digunakan untuk menentukan aksis
astigmatisme. Seberkas cahaya dari titik sumber digambarkan oleh mata
astigmat sebagai Sturm konoid. Jari-jari astigmat yang sejajar dengan meridian
mata astigmat akan digambarkan sebagai garis tajam sesuai dengan garis-garis
fokus Sturm konoid.1,2,3,7
10
7. Bila penglihatan belum 6/6 sesuai kartu snelen, maka mungkin lensa positif yang
diberikan terlalu berat sehingga perlu mengurangi lensa positif atau menambah
lensa Negatif.
8. Pasien diminta membaca kartu snelen pada saat lensa negatif ditambah perlahan-
lahan hingga ketajaman penglihatan menjadi 6/6. Kurangi sferis positif atau tambah
dengan lensa negatif sampai diperoleh ketajaman visual yang terbaik.
Jackson cross cylinder dapat digunakan untuk menentukan sumbu axis dan kekuatan
astigmatisme dengan memposisikan titik merah dan putih di sumbu axis dapat ditentukan
kekuatan.
Lensa JCC adalah lensa yang memiliki lensa spherocylindrical yang memiliki
komponen kekuatan sferis dan komponen kekuatan silinder dengan kekuatan dua kali lebih
besar dari kekuaan lensa sferis, dan tanda yang berlawanan, seperti +0,50 OS dengan -1.00
DC. Hal ini menghasilkan daya bias meridian bersih 0,50 DC dalam satu meridian utama
dan -0.50 DC pada meridian lainnya (hingga 50 DC). Crossed cylinder +0.25 OS dengan -
0.50 DC (hingga 25 DC) atau +0.37 OS dengan -0.75 DC (hingga 37 DC), dan lain-lain,
juga ada. Dengan demikian, dua sumbu utama dari lensa crossed cylinder menunjukkan
kekuatan silinder yang sama dari tanda yang berlawanan. Meridian utama terdapat pada
tepi lensa sehingga dapat terlihat oleh pemeriksa.1
1. Posisikan Jackson Cross Cylinder sehin gga titik put ih dan merah berada diantara
sudut aksis yang diperkirakan.
2. Balikkan posisi Jackson Cross Cylinder pada pasien sehingga didapatkan dua
pilihan yang mana yang lebih jelas.
3. Putarkan Jackson Cross Cylinder kearah titik putih untuk mendapatkan sumbu
aksis yang lebih baik
11
Langkah pertama dalam pemeriksaan refraksi cross-silinder adalah dengan
mengatur lensa sferis untuk menghasilkan ketajaman visual terbaik tanpa akomodasi.
Buramkan penglihatan yang akan diperiksa dengan lensa sferis positif saat pasien
melihat grafik; kemudian kurangi kekaburan sampai ketajaman visual terbaik diperoleh.
Jika terdapat astigmat, pengurangan keburaman menempatkan lingkaran yang tidak
tampak jelas tepat pada retina. Hal tersebut dinamakan astigmat campuran. Kemudian,
tampilkan 1-2 garis diatas dari ketajaman visual yang terbaik. Kemudian gunakan cross-
silinder, pertama untuk perbaikan aksis silinder dan kemudian untuk perbaikan kekuatan
lensa silinder.3
Gambar 5.
Sumbu lensa JCC dapat diubah tanpa dibalik dengan rotasi lensa JCC searah atau
berlawanan dengan arah jarum jam. Pegangan JCC dirotasi 45 deraja searah jarum jam
dari gambar A. Pada kondisi with-the rule atau against-the-rule okular astigmat,
orientasi meridional lensa JCC pada gambar A dapat digunakan untuk menilai sumbu
silinder, dan orientasi pada gambar B dapat digunakan untuk menilai kekuatan silinder.
Garis vertikal dibawah AXC menunjukkan sumbu dari lensa silinder yang dikoreksi.1
12
Berikut ini langkah-langkah pemeriksaan refraksi cross-silinder:
1.
Atur lensa sferis dengan lensa sferis positif dengan kekuatan terbesar atau
lensa sferis negatif dengan kekuatan terkecil sehingga diperoleh ketajaman
penglihatan yang terbaik.
2.
Gunakan pemeriksaan dengan grafik huruf/angka 1 atau 2 baris diatas
ketajaman visual terbaik pasien.
3.
Jika belum ada koreksi silinder, cari astigmat dengan cross-silinder pada aksis
90° dan 180°. Jika tidak ada, lakukan pada aksis 45° dan 135°.
4.
Perbaiki aksis silinder. Posisikan cross-silinder dengan aksis 45° dari meridian
utama silinder yang sudah dikoreksi. Tentukan pilihan yang terbaik dengan
membalikan cross-silinder, dan rotasikan aksis silinder terhadap aksis cross-
cylinder. Ulangi sampai 2 pilihan tampak sama.
5.
Perbaiki kekuatan silinder. Sejajarkan sumbu cross-silinder dengan meridian
utama dari silinder yang sudah dikoreksi. Tentukan pilihan yang terbaik
dengan membalikkan cross-silinder dan tambahkan atau kurangi kekuatan
sesuai dengan posisi yang lebih disenangi dari cross-silinder. Imbangi
perubahan posisi dari lingkaran yang tidak tampak jelas dengan menambahkan
setengah dari lensa sferis pada arah yang berlawanan setiap kekuatan silinder
diganti.
6.
Perbaiki lensa sferis, aksis silinder, dan kekuatan silinder sampai tidak ada
perubahan yang dibutuhkan.
13
Tabel 2. Perkiraan penglihatan pada penderita astigmat yang tidak dikoreksi1
sferis terbaik
6/5 0.25 DC
6/6 0.50-0.75 DC
6/9 1.00-1.25 DC
6/12 1.50-1.75 DC
6/18 2.00-2.25 DC
6/24 2.50-3.00 DC
6/36 3.25-4.00 DC
≤0.25 DC 300
0.50 DC 150
0.75 DC 100
1.00-1.75 DC 50
2.00-2.75 DC 30
3.00-4.75 DC 20
≥5.00 DC 10
14
2.3.3 Keseimbangan binokular
1. Fogging
2. Disosiasi prisma
15
prisma dan kurangi keburaman binokular sampai ketajaman visual maksimum
diperoleh.
16
BAB 3
KESIMPULAN
Pemeriksaan refraksi subjektif terdiri dari pemeriksaan visus, dan pemeriksaan try and
error. Pemeriksaaan refraksi subjektif pada astigmat terdiri dari astigmatic dial dan silinder
axis. Langkah terakhir refraksi subjektif yaitu memastikan bahwa terjadi relaksasi
akomodasi pada kedua mata. Beberapa metode keseimbangan binokular yang digunakan
diantaranya fogging dan disosiasi prisma.
Pemeriksaan refraksi subjektif ini bertujuan untuk untuk mendapatakan hasil koreksi
refraksi yang lebih baik dari pada pemeriksaan objektif, untuk mendapatkan koreksi lensa
spheris yang lebih tajam, untuk mendapatkan koreksi kelainan penyerta astigmatisme, serta
mengetahui apakah kelainan spheris ametropia. Pemeriksaan refraksi subjektif benar,
diharapkan dapat membantu diagnosis pasien agar penatalaksanaannya sesuai dan
memberikan kenyamanan pada pasien.
17