Disusun oleh :
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Mata merupakan organ perifer sistem penglihatan, oleh karena itu perlindungan terhadap organ ini sangat penting. Saat terjadi gangguan ataupun kelainan pada struktur anatomi mata, hal tersebut dapat menimbulkan penurunan fungsi atau bahkan sampai kehilangan fungsi pengihatan. Salah satu gangguan pada mata yang sering dialami oleh setiap orang yaitu buta warna maupun kelainan visus ( ketajaman penglihatan ). Melalui praktikum ini, diharapkan agar mahasiswa kedokteran dapat melakukan pemeriksaan terhadap visus maupun tes buta warna. Hal ini dikarenakan, pada prakteknya kasus-kasus ini akan banyak dijumpai di masyarakat. B. Tujuan
Mahasiswa mengerti dan memahami apa yang dimaksud dengan buta warna Mahasiswa mengetahui jenis-jenis buta warna Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan buta warna Mahasiswa mengerti dan memahami yang dimaksud dengan visus, anomali refraksi dan koreksi anomali refraksi
Mahasiswa mengetahui dan memahami jenis pemeriksaan visus, anomali refraksi dan koreksi anomali refraksi
Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan visus, anomali refraksi dan koreksi anomali refraksi
Adapun mekanisme penglihatan secara singkat yaitu Cahaya yang masuk melalui kornea diteruskan ke pupil. Yang mengatur perubahan pupil tersebut adalah iris. Setelah melalui pupil dan iris, maka cahaya sampai ke lensa. Lensa ini berada diantara aqueous humor dan vitreous humor, melekat ke otot-otot siliaris melalui ligamentum suspensorium. Fungsi lensa selain menghasilkan kemampuan refraktif yang bervariasi selama berakomodasi, juga berfungsi untuk memfokuskan cahaya ke retina. Bila cahaya sampai keretina, maka selsel batang dan sel-sel kerucut yang merupakan sel-sel yang sensitif terhadap cahaya akan meneruskan sinyal-sinyal cahaya tersebut ke otak melalui saraf optik. Bayangan atau cahaya yang tertangkap oleh retina adalah terbalik, nyata, lebih kecil, tetapi persepsi pada otak terhadap benda tetap tegak, karena otak sudah dilatih menangkap bayangan yang terbalik itu sebagai keadaan normal. ( Guyton & hall : 2007 )
Kartu Uji Warna Metode cepat untuk menentukan suatu kelainan buta warna didasarkan pada penggunaan kartu bertitik-titik yang disebut kartu ishihara.kartu ini disusun dengan menyatukan titik-titik yang mempunyai bermacam-macam warna.
Visus adalah perbandingan jarak seseorang tehadap huruf optotip snellen yang masih bisa ia lihat jelas dengan jarak seharusnya yang bisa dilihat mata normal. Baik buruknya visus ditentukan oleh alat optik, sel-sel reseptor cahaya di retina lintasan visual dan pusat penglihatan serta pusat kesadaran. Faktanya mata kita bisa melihat sesuatu pada jarak tertentu, misalnya jari bisa diihat jelas pada jarak 60 m, lambaian tangan hingga 300 m, dan cahaya jauh tak terhingga. Alat untuk menguji penglihatan disebut optotip snellen yang diciptakan oleh prof. Hermann Snellen dari belanda. Kartu ini berupa huruf atau angka yang disusun berdasarkan daya pisah konus di retina. Dua titik yang terpisah dapat dibedakan oleh mata dengan syarat 2 konus diselingi 1 konus harus terangsang.
Tes buta warna 2 anggota kelompok dijadikan naracoba dan pembanding ( orang dengan persepsi warna normal )
Alat uji ( kartu ishihara ) diletakkan pada jarak 75 cm dari naracoba dan pembanding dengan penyinaran matahari secara tidak langsung yang cukup dan pada posisi tegak lurus dengan garis penglihatan
Secara berturut-turut, naracoba dan pembanding ditunjukkan gambar no 1-14. Naracoba dan pembanding diminta untuk menyebutkan setiap gambar yang mereka lihat
Naracoba duduk di kursi berjarak 6 m dari optotip Snellen. Mata kiri ditutup, kemudian dengan panduan penguji, naracoba membaca huruf huruf pada optotip snellen dengan mata kanan. Pembacaan huruf dimulai dari deretan huruf yang terbesar sampai yang masih bisa dibaca.
Apabila visus naracoba 6/6, ada kemingkinan mata naracoba bukan emetrop. Untuk menetapkannya pasang lensa sferis +0.5 D.
Jika hasil 2 dan 3 visus naracoba tidak 6/6, ada kemungkinan naracoba menderita hipermetrop. Naracoba diberi koreksi lensa positif sampai ditemukan visus 6/6.
Bila tidak mengubah nilai visus, kemungkinan miopi. Untuk merubah nilai itu dipakai lensa sferis negatif sampai ditemukan visus 6/6.
Apabila masih tidak mencapai visus 6/6 dari kedua koreksi diatas, maka kemungkinan naracoba menderita astigmtisma. Maka naracoba dikoreksi dengan lensa prisma.
Naracoba : Marcel Agung ( 21 th )/ L No gambar 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Terlihat oleh naracoba 12 3 5 29 74 7 45 2 X 16 Dapat merunut gambar 35 96 X Terlihat oleh pembanding 12 8 5 29 74 7 45 2 X 16 Dapat merunut gambar 35 96 X
Naracoba I Febri ( 21 th )/ P
OD VOD : 6/6 Koreksi : Hasil : hipermetrofi fakultatif ( - ) Astigma : 45 Koreksi lensa 0,75
OS VOD : 6/6 Koreksi : Hasil : hipermetrofi fakultatif ( - ) Astigma : 45 Koreksi lensa 0,75
OD VOD : 6/9 Koreksi sferis (-) : 0,25 Hasil : hipermetrofi fakultatif ( - ) Astigma : 180 Koreksi lensa silinder : 3/4
OS VOD : 6/12 Koreksi sferis (-) : 0,5 Hasil : hipermetrofi fakultatif ( - ) Astigma : 180 Koreksi lensa silinder : 3/4
b. Pembahasan Pada praktikum kali ini, kami melakukan praktikum pemeriksaan buta warna dan pemeriksaan visus, anomali refraksi dan koreksi anomali refraksi. pada pemeriksaan buta warna, hasil pemeriksaan naracoba menunjukkan dari 14 gambar warna pada buku ishihara, naracoba mampu menjawab 13 gambar warna dengan tepat. Hal ini belum dapat dikatakan buta warna karena naracoba hanya salah satu dalam menjawab 14 gambar warna. Untuk lebih memastikan apakah naracoba buta warna atau tidak perlu dilakukan pemeriksaan ulang ataupun pemeriksaan yang lebih spesifik. Dikatakan buta warna apabila pada tes ishihara, naracoba tidak mampu menjawab lebih dari 2 gambar warna. Buta warna adalah istilah umum untuk gangguan persepsi warna. Penderita buta warna kesulitan membedakan nuansa warna atau buta terhadap warna tertentu. Buta warna tidak dapat disembuhkan. Menurut statistik, sekitar 9% laki-laki dan 0,5% perempuan menyandang buta warna. Masalah mereka terutama adalah membedakan nuansa hijau (deuteranomali) atau nuansa merah (protanomali) dan kebutaan warna hijau (deuteranopia) atau warna merah (protanopia). Kesulitan atau kebutaan terhadap warna biru dan buta warna total sangat jarang terjadi. Retina mata memiliki hampir tujuh juta sel fotoreseptor yang terdiri dari dua jenis sel yaitu sel batang dan sel kerucut. yang terkonsentrasi di bagian tengahnya yang disebut makula. Sel batang sangat sensitif terhadap cahaya, dan dapat menangkap cahaya yang lemah
seperti cahaya dari bintang di malam hari, tetapi sel itu tidak dapat membedakan warna. Berkat sel batang kita dapat melihat hal-hal di sekitar kita di malam hari, tetapi hanya dalam nuansa hitam, abu-abu, dan putih. Sel kerucut dapat melihat detail obyek lebih rinci dan membedakan warna tetapi hanya bereaksi terhadap cahaya terang. Kedua jenis sel tersebut berfungsi saling melengkapi sehingga kita bisa memiliki penglihatan yang tajam, rinci, dan beraneka warna. Ada tiga jenis sel kerucut pada retina yang masing-masing berisi pigmen visual (opsin) yang berbeda sehingga bereaksi terhadap panjang gelombang cahaya yang berbeda : merah, hijau dan biru. Sel kerucut menangkap gelombang cahaya sesuai dengan pigmen masing-masing dan meneruskannya dalam bentuk sinyal transmisi listrik ke otak. Otak kemudian mengolah dan menggabungkan sinyal warna merah, hijau dan biru dari retina ke tayangan warna tertentu. Karena perbedaan intensitas dari masing-masing warna pokok tersebut, kita dapat membedakan jutaan warna. Gangguan penerimaan cahaya pada satu jenis atau lebih sel kerucut di retina berdampak langsung pada persepsi warna di otak. Penyebab buta warna yaitu karena tidak adanya sel kerucut. Seseorang yang buta warna memiliki cacat atau kekurangan satu atau lebih jenis sel kerucut. Selain itu buta warna juga dapat disebabkan oleh faktor genetik. Karena gen untuk pigmen visual merah dan hijau terdapat pada kromosom X, buta warna merah atau hijau umumnya terjadi pada laki-laki. Tidak seperti wanita, laki-laki hanya memiliki satu kromosom X sehingga tidak ada salinan cadangan yang bisa mengganti gen cacat yang sesuai. Oleh karena itu laki-laki memiliki resiko lebih besar untuk buta warna dibanding perempuan yang memiliki dua kromosom X. Selain itu Cedera otak atau stroke dapat mengganggu pengolahan warna di otak. Jika buta warna baru terjadi di usia remaja atau dewasa, penyebabnya adalah penyakit di makula, misalnya karena degenerasi makula atau kerusakan saraf optik di belakangnya. Pada pemeriksaan visus, anomali refraksi dan koreksi anomali refraksi hasil yang diperoleh pada naracoba pertama yaitu naracoba menderita hipermetrop fakultatif. Hal ini bisa diketahui karena pada saat pemeriksaan visus naracoba 6/6 namun setelah dikoreksi dengan lensa sferis positip 0,5 D, visus naracoba tetap 6/6. Pada kasus hipermetrop fakultatip, masih dapat diatasi dengan akomodasi. Akomodasi merupakan kesanggupan mata untuk memperbesar daya pembiasannya dengan cara menambah kecembungan lensa pada saat melihat lebih dekat. Pada kasus ini, apabila tidak menimbulkan keluhan tidak perlu dilakukan koreksi. Hipermetropia fakultatif merupakan bagian dari hipermetropia yang merupakan kelainan refraksi dimana dalam keadaan tanpa akomodasi, semua sinar sejajar yang datang dari benda-benda pada jarak tak hingga dibiaskan dibelakang retina dan sinar divergen yang datang dari benda-benda pada jarak dekat difokuskan ( secara imaginer ) lebih jauh lagi dibelakang retina.
Pada naracoba kedua hasil yang didapat yaitu visus normal 6/6. Namun naracoba memiliki astigmatisma yaitu kelainan refraksi mata, yang ditandai adanya berbagai derajat refraksi pada berbagai meridian, sehingga sinar sejajar yang datang pada mata itu akan difokuskan pada macam-macam fokus pula. Astigmatisma dibedakan menjadi dua yaitu astigmatisma regular dan ireguler. Pada astigmatisma regular setiap meridian mata mempunyai titik fokus tersendiri yang letaknya teratur. Sedangkan pada astigmatisma iregular terdapat perbedaan refraksi yang tidak teratur pada setiap meridian dan bahkan mungkin terdapat perbedaan refraksi pada meridian yang sama. Penyebab astigmatisma adalah poligenetik atau polifaktorial. Kelainan kornea ( 90% ), perubahan lengkung kornea dengan atau tanpa pemendekan atau pemanjangan diameter anteroposterior. Kelainan lensa dan kekeruhan lensa juga dapat menyebabkan astigmatisma. Gejala-gejala individu dengan dengan astigmatisma yaitu merasa kabur penglihatannya jika melihat jauh maupun dekat.pasien mungkin merasa cepat lelah matanya ( astenopia ). Prinsip koreksi mata
astigmatisma yaitu dengan menyatukan kedua fokus utama tepat di retina dengan menggunakan lensa sferis silindris. Pada naracoba ketiga, hasil yang didapat yaaitu untuk visus okuli dextra 6/9 yang dikoreksi dengan lensa sferis negatif 0,25 sedangkan visus okuli sinistra 6/12 yang dikoreksi dengan lensa sferis negatif 0,5. Hal ini berarti naracoba menderita miopia dan juga astigmatisma. Miopia adalah kelainan refraksi mata, dimana sinar sejajar yang datang dari jarak tak terhingga difokuskan didepan retina oleh mata dalam keadaan tanpa akomodasi sehingga pada retina didaptkan lingkaran difus dan bayangan kabur.Cahaya yang datang dari jarak yang lebih dekat mungkin difokuskan tepat di retina tanpa akomodasi. Pada miopia tidak ada kompensasi akomodasi karena akomodasi dibutuhkan untuk melihat dekat, sedangkan mata miopia ringan-sedang ( < 6D ) bisa melihat dekat tanpa akomodasi. Hal ini
disebabkan karena mata hanya dapat konvergensi atau mengumpulkan sinar dan tidak bisa menyebarkan sinar atau divergensi. Pada miopia tinggi ( > 6D ) harus membaca pada jarak yang dekat sekali. Jika tidak dikoreksi ia harus mengadakan konvergensi yang berlebihan. Akibatnya polus posterior mata lebih memanjang dan miopianya bertambah. Pada miopia tinggi kadang-kadang mata kiri dan kanan tidak bisa konvergensi bersamaan sehingga pasien menggunakan matanya secara bergantian. Dilain pihak bila dikoreksi penuh makan saat melihat akan terjadi akomodasi berlebihan dan sangat melelahkan. Usaha pasien miopia untuk melihat jelas akan sering menggosok-gosok mata secara tidak sadar untuk membuat kurvatura kornea lebih datar sementara. Selain itu penderita miopia akan sering menyempitkan celah mata untuk mendapatkan pinhole ( lubang kecil ) yag merupakan usaha untuk mengurangi aberasi kromatis dan sferis. Selain itu juga seorang miopik akan mendekati
dan mendekatkan obyek untuk mengamatinya. Miopia bisa dikoreksi dengan lensa sferis negatif terkecil yang memberikan visus 6/6.
BAB V KESIMPULAN
Dari praktikum yang sudah dilakukan, kesimpulan yang diperoleh yaitu : Pada pemeriksaan buta warna, naracoba tidak mengalami buta warna karena mampu membaca 13 gambar warna pada buku ishihara secara benar Pada pemeriksaan visus, refraksi anomali dan koreksi refraksi anomali, pada naracoba pertama mengalami gangguan mata hipermetropi fakuttatif. Sedangkan pada naracoba kedua, visus matanya normal namun naracoba mengalami astigmatisma Pada naracoba ketiga mengalami gangguan mata mipia dan juga astigmatisma. Gangguan penglihatan merupakan salah satu keluhan utama pasien datang ke dokter mata. Untuk pemeriksaan buta warna dapat menggunakan tes ishihara sedangkan pada pemeriksaan ketajaman penglihatan dapat menggunakan optotip snelle.
DAFTAR PUSTAKA
Guyton AC and hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran, ed.11, jakarta : EGC,2007 Tortora GJ, grabowski SR. Principles of anatomy and phisiology. Ed.john wiley & son inc.203 Hartono & Suhardjo, ILMU KESEHATAN MATA, Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada : 2007 sherwood, L. Fisiologi Manusia : Dari Sel ke Sistem. EGC. Jakarta. 2001