BUTA WARNA
Di susun oleh :
Nama
Kelas
: Pendidikan Biologi A
NIM
: 13304241078
A. TOPIK
Buta warna
B. TUJUAN
Mengetahui cara melakukan pengujian test buta warna
C. LATAR BELAKANG
Salah satu gangguan yang terjadi pada mata adalah buta warna. Buta warna
adalah keadaan dimana seseorang tidak mampu membedakan warna. Ada dua jenis buta
warna, yaitu buta warna total dan buta warna parsial. Dalam buta warna total berarti
seseorang sama sekali tidak bisa membedakan warna, objek apapun, yang dilihatnya
hanyalah hitam dan putih. Sementara dalam buta warna parsial, seseorang tidak bisa
membedakan warna-warna tertentu saja. Sebagian besar buta warna parsial adalah buta
warna merah-hijau, dalam artian seseorang yang mengalami buta warna parsial umumnya
kesulitan untuk membedakan warna merah-hijau (Kementerian Kesehatan RI. 2007).
Seseorang yang menderita buta warna dapat diketahui dengan
menggunakan tes Ishihara. Tes Ishihara adalah sebuah metode pengetesan buta warna yang
dikembangkan oleh Dr. Shinobu Ishihara. Tes ini pertama kali dipublikasikan pada tahun
1917 di Jepang. Sejak saat itu, tes ini terus digunakan di seluruh dunia, sampai sekarang.
Tes buta warna Ishihara terdiri dari lembaran yang didalamnya terdapat titik-titik dengan
berbagai warna dan ukuran. Titik berwarna tersebut disusun sehingga membentuk
lingkaran. Warna titik itu dibuat sedemikian rupa sehingga orang buta warna tidak akan
melihat perbedaan warna seperti yang dilihat oleh orang normal (Daryanto. 2013).
Tes buta warna saat ini sangat dibutuhkan bagi dunia industri, pendidikan,
maupun pemerintahan. Hal ini di sebabkan oleh ketergantungan manusia dalam pekerjaan
atau pendidikan yang erat sekali berhubungan dengan warna. Oleh karena itu, dalam
kegiatan praktikum ini dilakukan test buta warna guna mengetahui seseorang menderita
buta warna atau tidak dan dapat mengetahui bagaimana cara melakukan pengujian test
buta warna.
D. DASAR TEORI
Buta warna sebenarnya adalah ketidakmampuan seseorang untuk membedakan
warna tertentu. Orang tersebut biasanya tidak buta semua warna melainkan warna-warna
tertentu saja. Meskipun demikian, ada juga orang yang sama sekali tidak bisa melihat
warna, jadi hanya tampak sebagai warna hitam, putih dan abu abu saja (kasus seperti ini
sangat jarang terjadi) (Daryanto. 2013).
2
(cc) sehingga buta warna. Laki-laki yang memilki sebuah kromosom X saja, sehingga ia
hanya dapat normal (C-) atau buta warna (c-) saja. Seorang perempuan normal
(homozigotik CC) yang kawin dengan seorang laki-laki buta warna (c-) akan mempunyai
anak normal, baik laki-laki maupun perempuan (Suryo, 2005).
Menurut Syaifuddin (2006), ada tiga jenis gangguan penglihatan terhadap
warna, yaitu:
a. Monochromacy
Adalah keadaan dimana seseorang hanya memiliki sebuah sel pigmen cones atau tidak
berfungsinya semua sel cones. Monochromacy ada dua jenis, yaitu rodmonochromacy
(typical) adalah jenis buta warna yang sangat jarang terjadi, yaitu ketidakmampuan
dalam membedakan warna sebagai akibat dari tidak berfungsinya semua cones retina.
Penderita rod monochromacy tidak dapat membedakan warna sehingga yang terlihat
hanya hitam, putih dan abu-abu; Cone monochromacy (atypical) adalah tipe
monochromacy yang sangat jarang terjadi yang disebabkan oleh tidak berfungsinya dua
sel cones. Penderita cone monochromacy masih dapat melihat warna tertentu, karena
masih memiliki satu sel cones yang berfungsi.
b. Dichromacy
Adalah jenis buta warna dimana salah satu dari tiga sel cone tidak ada atau tidak
berfungsi. Akibat dari disfungsi salah satu sel pigmen pada cone, seseorang yang
menderita dikromatis akan mengalami gangguan penglihatan terhadap warna-warna
tertentu. Dichromacy dibagi menjadi tiga bagian berdasarkan sel pigmen yang rusak.
1) Protanopia, adalah salah satu tipe dichromacy yang disebabkan oleh tidak adanya
photoreseptor retina merah. Pada penderita protanopia, penglihatan terhadap warna
merah tidak ada. Dichromacy tipe ini terjadi pada 1% dari seluruh pria. Protanopia
juga dikenal dengan buta warna merah-hijau.
2) Deutanopia, adalah gangguan penglihatan terhadap warna yang disebabkan tidak
adanya photoreseptor retina hijau.
3) Tritanopia, adalah keadaan dimana seseorang tidak memiliki short-wavelength cone.
Seseorang yang menderita tritanopia akan mengalami kesulitan dalam membedakan
warna biru dan kuning dari spektrum cahaya tampak. Tritanopia disebut juga buta
warna biru-kuning dan merupakan tipe dichromacy yang sangat jarang dijumpai.
c. Anomalous trichromacy
Adalah gangguan penglihatan warna yang dapat disebabkan oleh faktor keturunan atau
kerusakan pada mata setelah dewasa. Penderita anomaloustrichromacy memiliki tiga
sel cones yang lengkap, namun terjadi kerusakan mekanisme sensitivitas terhadap salah
satu dari tiga sel reseptor warna tersebut.
4
E. METODE
a. Tempat dan Waktu
Tempat
: Laboratorium Zoologi
Tanggal
: 14 April 2015
Waktu
: 13.00-14.20
b. Alat dan Bahan
Buku test buta warna (Ishiharas Test)
c. Cara Kerja
Menguji kemampuan membedakan warna dengan menulis apa yang terlihat pada buku
test buta warna pada kolom-kolom yang telah tersedia
Angka atau
Angka atau
mor
Gambar yang
Gambar yang
Gambar
Terlihat oleh
Sebenarnya
1
2
3
4
5
Praktikan
12
8
5
29
74
12
8
5
29
74
6
6
7
8
9
10
11
12
13
14
7
45
2
7
45
2
Tak ada
gambar/angka
16
16
35
96
35
96
Isi dari buku Ishihara mengatakan bahwa, jika praktikan memiliki kesalahan
penafsiran warna lebih dari tiga pada nomor urut 1 sampai 11, maka praktikan dapat
dikatakan buta warna. Sementara jika praktikan memiliki kesalahan penafsiran warna
sebanyak 3 atau kurang, maka tidak digolongkan ke dalam buta warna. Adapun nomor
urut 12 sampai dengan 14 hanya untuk mengidentifikasi jenis buta warna yang dialami
oleh praktikan, yaitu apakah buta warna total atau buta warna parsial (Taiyeb. 2013)..
Berdasarkan hasil test Ishihara yang telah dilakukan, praktikan dapat membaca
semua angka dan gambar yang tampak pada lembar uji buku tes buta warna dengan benar,
kecuali pada uji nomor sembilan. Pada uji nomor sembilan tersebut, hasil sebenarnya
menunjukkan tidak terdapat angka atau gambar apapun dalam lembaran. Akan tetapi
praktikan membacanya sebagai sebuah pola atau garis. Karena praktikan hanya melakukan
1 kesalahan dari 14 uji maka dapat disimpulkan bahwa praktikan tidak menderita buta
warna.
Dari test buta warna yang dilakukan, karena praktikan melakukan satu
kesalahan pada uji nomor sembilan maka kesalahan tersebut dapat dihitung presentasenya
dengan rumus:
Persentase Kesalahan =
jumlah kesalahan
14
x 100%
1
14
x 100% = 7,14%
Jika dianalisis dari silsilah keluarga praktikan, tidak satupun dari anggota
keluarga praktikan yang menderita buta warna. Bertolak dari hal tersebut, maka fenotip
praktikan dimungkinkan adalah XCB XCB. Praktikan mendapat setengah kromosom X dari
ibu dan setengahnya lagi dari ayah.
Gen buta warna selalu terpaut pada kromosom X, akibatnya, terkait buta
warna, seorang perempuan mempunyai tiga kemungkinan: normal dan tidak menurunkan
sifat buta warna kepada semua anaknya, normal tetapi dapat menurunkan sifat buta warna
kepada anak laki-lakinya, serta kemungkinan ketiga mengalami buta warna dan dapat
menurunkannya kepada anak laki-lakinya. Sementara seorang laki-laki hanya ada dua
kemungkinan, yaitu normal dan tidak menurunkan sifat buta warna kepada anak-anaknya
atau kemungkinan kedua mengalami buta warna dan menurunkan sifat buta warnanya
kepada anak perempuannya (Syaifuddin. 2006).
Selain terkait X-linked, menurut Cummings (2011), penyakit buta warna
terjadi karena sel-sel kerucut tidak mampu merespon warna sebagaimana mestinya. Sel-sel
kerucut pada retina mengalami pelemahan atau kerusakan permanen. Ada tiga jenis sel
kerucut pada retina. Mereka masing-masing berisi pigmen visual (opsin) yang berbeda
sehingga bereaksi terhadap panjang gelombang cahaya yang berbeda: merah, hijau dan
biru. Sel kerucut menangkap gelombang cahaya sesuai dengan pigmen masing-masing dan
meneruskannya dalam bentuk sinyal transmisi listrik ke otak. Otak kemudian mengolah
dan menggabungkan sinyal warna merah, hijau dan biru dari retina ke tayangan warna
tertentu. Karena perbedaan intensitas dari masing-masing warna pokok tersebut, kita dapat
membedakan jutaan warna. Gangguan penerimaan cahaya pada satu jenis atau lebih sel
kerucut di retina berdampak langsung pada persepsi warna di otak. Seseorang yang buta
warna memiliki cacat atau kekurangan satu atau lebih jenis sel kerucut.
G. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
a. Untuk melakukan pengujian terhadap penyakit buta warna dapat dilakukan dengan cara
menggunakan test Ishihara yaitu sebuah metode pengetesan buta warna yang terdiri dari
lembaran-lembaran kertas, yang di dalamnya terdapat titik-titik atau bulatan-bulatan
dengan berbagai warna dan ukuran. Titik atau bulatan berwarna tersebut disusun
sehingga membentuk lingkaran. Warna titik atau bulatan itu dibuat sedemikian rupa
sehingga orang buta warna tidak akan melihat perbedaan warna seperti yang dilihat
oleh orang normal.
b. Jika seseorang dalam menafsirkan gambar yang ada pada lembaran-lembaran tersebut
memiliki kesalahan penafsiran lebih dari tiga pada nomor urut 1 sampai 11, maka
seseorang tersebut dapat dikatakan menderita penyakit buta warna. Sementara jika
Dapat. Jika istrinya membawa gen pembawa sifat buta warna pada salah satu
kromosom X-nya (XCB Xcb).
P
XCB Xcb
(wanita normal)
Maka keturunannya adalah
><
XCB Y
(laki-laki normal)
Kemungkinan
CB
diderita
CB
4. Apabila
X
CB
XCB
lakinya.
X 25%
CB
Xcb
X
CB
X
cb
dua
kandung, laki-laki
memiliki keturunan
cb
oleh
anak
yang
anak
laki-
bersaudara
ayah
CB
cb
X
CB
cb
buta warna.
X warna
cb
cb
cb
Xcb
Y
Xcb)
keturunannya 100%
X
X
cb
Xcb
X
cb
(Xcb
cb
Y
khas
cb
5. Ciri
cb
X
CB
cb
cb
X
cb
pewarisan
gen
10
sifat buta warnanya itu kepada anak perempuannya, sementara ibu yang memiliki sifat
buta warna akan menurunkan sifat buta warnanya kepada anak laki-lakinya.
11