1. Pendahuluan Mekanisme perkembangan hipertensi esensial yang diketahui sampai sekarang melalui : a. Vasokontriksi yang terlalu sering dan atau terlalu lama disebabkan jawaban system saraf simpatis yang terlalu berlebihan terhadap pacuan dari luar. b. Vasokontriksi karena tertimbunnya ion Ca di dalam sitoplasma otot polos pada tunika media akibat kelainan membran. c. Hipervolemi yang disebabkan oleh kelainan ginjal genetic yang meretensi ion Ca dan air. Hipervolemi menyebabkan naiknya curah jantung sehingga menaikkan tekanan darah (TD). Kenaikan TD akibat hipervolemi akan menekan dinding pembuluh darah ( menaikkan tekanan transmural ) sehingga secara miogenik otot pembuluh darah akan berkontraksi. Dengan demikian akan terjadi vasokontriksi. Kedua hal tersebut makin lama akan mngakibatkan hipertrofi otot polos di tunika media sehingga dinding vasa menjadi lebih tebal. Jika vasa dinding ini berkontraksi maka tingkat pengecilan lumen menjadi lebih tebal sehingga lumen pembuluh darah menjadi lebih kecil daripada kalau dinding vasa tidak tebal pada tingkat kontraksi yang sama. Akibat vasokontriksi yang tebal adalah kenaikan TD yang lebih tinggi disbanding yang tidak tebal. Vasokontraksi pada umumnya dapat ditimbulkan secara reflex dengan memasukkan satu tangan ke dalam air dingin. Kalau hal ini menyebabkan kenaikan TD yang tinggi berarti : a. Saraf simpatis mengadakan jawaban yang berlebihan b. Dinding pembuluh darah sudah mulai menebal yang menandakan adanya permulaan hipertensi. Percobaan ini dinamakan cold pressure test. Menurut Hines (1940) cit. Best & Taylor (1961), jika pada percobaan ini tekanan diastole naracoba naik 20 mmHg atau lebih maka ia termasuk hiperreaktor. Kalau kenaikan kurang dari 10 mmHg termasuk hiporeaktor. Kenaikan tekanan diastole pada cold pressure test dihubungkan dengan terjadinya hipertensi dikemudian hari (dikerjakan pada orang dengan tekanan darah normal yang tekanan diastolenya < 100 mmHg).
2. Tujuan :
a. Tujuan praktikum Agar mahasiswa dapat memahami proses mekanisme perkembangan hipertensi esensial.
b. Tujuan khusus Agar mahasiswa dapat memahami perbedaan efek vasokontriksi pada orang yang secara genetik (berbakat) akan mengalami hipertensi atau sudah dalam permulaan proses hipertensi.
3. Alat dan Bahan :
a. Tensimeter b. Stetoskop c. Waskon berisi air es d. Meja kursi e. Alat tulis f. Stopwach
4. Cara kerja : a. Ukur tekanan darah
hasilnya. b. Rendam tangan naracoba dari telapak hingga ke siku dalam waskom berisi air es.
c. Hitung lama waktu perendaman tangan naracoba dalam air es.
d. Ukur tekanan darah naracoba setelah tangan naracoba diangkat dari waskom.
e. Catat hasilnya.
f. Ulangi percobaan tersebut pada empat naracoba lain dengan usia berbeda. 5. Hasil Percobaan : a. Tabel Terpapar Dingin Nama Umur Naracoba I Naracoba II Naracoba III Naracoba IV Naracoba V 19 tahun 21 tahun 42 tahun 73 tahun 12 tahun
Jenis Kelamin
Pra intervensi 100/70 mmHg 110/80 mmHg 110/70 mmHg 120/60 mmHg 95/65 mmHg
Pasca Intervensi 100/80 mmHg 110/90 mmHg 120/80 mmHg 125/80 mmHg 98/75 mmHg
6. Kesimpulan : Naracoba I, II, III dan IV termasuk hiporeaktor karena, setelah tangannya direndam dalam waskom berisi air es, terjadi kenaikan diastole sebesar 10 mmHg.
Sementara itu, Naracoba IV adalah hiperreaktor karena setelah direndam dalam air es, tekanan diastole naracoba naik 20 mmHg. B. PENGUKURAN TEKANAN DARAH BERBAGAI POSISI 1. Pendahuluan Tinggi tekanan darah arteri pada orang dewasa normal dalam keadaan istirahat dan posisi berbaring adalah 120 mmHg untuk tekanan sistolik, 70 mmHg untuk tekanan diastolik. Tinggi tekanan tekanan darah bervariasi antara lain karena umur, jenis kelamin dan posisi atau bagian badan disebabkan karena gaya berat. Pada orang yang berdiri tegak misalnya, tekanan darah arteri pada kaki lebih tinggi daripada tekanan darah arteri pada kepala. Pada orang yang berbaring, tinggi tekanan darah arteri di seluruh badan adalah sama. Dalam hal ini, pada orang yang berdir tegak, tekanan darah mendapat tambahan tekanan hidrostatis kolom darah dalam badan, sedangkan di bagian kepala tidak mendapat tambahan. Sementara itu, pada orang yang berbaring, seluruh badan terletak pada bidang horizontal sehingga tekanan darah arteri rata-rata di sepanjang badan sama tingginya.
2. Tujuan:
a. Agar mahasiswa mampu melakukan pengukuran tekanan darah secara tidak langsung. b. Untuk memahami pengaruh gaya berat terhadap tekanan darah arteri. 3. Alat dan Bahan : a. Tensimeter b. Stetoskop c. Alat tulis d. Tempat tidur 4. Cara kerja : a. Ukur tekanan darah naracoba pada posisi berbaring dengan kedua lengan lurus sejajar dengan sumbu badan. b. Ukur tekanan darah naracoba pada posisi duduk dengan kedua lengan tergantung lurus ke bawah. c. Ukur tekanan darah naracoba pada posisi berdiri dengan kedua lengan tergantung lurus sejajar dengan sumbu badan. d. Catat hasil. e. Ulangi pengukuran dua kali pda tiap-tiap posisi badan. 5. Hasil percobaan : a. Percobaan I
1) Identitas Naracoba :
Nama Umur
: :
Perempuan
Percobaan II Percobaan III Sistole Diastole Sistole Diastole 110 80 110 70 110 70 110 70 110 70 110 70
b. Percobaan II 1) Iden titas Naracoba Nama Umur Jenis Kelamin : Sunu Wijayanto : 18 tahun : Laki-laki
Percobaan II Percobaan III Sistole Diastole Sistole Diastole 108 60 110 60 110 60 108 60 110 65 98 70
c. Percobaaan III 1) Iden titas Naracoba Nama Umur Jenis Kelamin : Rosy Azizah Rizki : 18 tahun : Perempuan
Perlakuan
70 70 75
70 70 70
70 70 70
6. Kesimpulan : Pada percobaan mengukur tekanan darah dengan berbagai posisi, menggunakan naracoba yang sama selama tiga kali, didapati hasil pengukuran tekanan darah yang tidak jauh berbeda atau dapat dikatakan hampir sama. Sehingga pada saat mengukur tekanan darah pasien, posisi tidak terlalu berpengaruh terhadap hasil pengukuran tekanan darah asalkan pasien rileks.