Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM

ANATOMI

“SISTEM ENDOKRIN”

Disusun Oleh

NOVITA FAUZIAH PUTRI

190400540

PROGRAM STUDI ILMU GIZI

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ALMA ATA

YOGYAKARTA

2020
PRAKTIKUM SISTEM ENDOKRIN
I. Tujuan Percobaan :
Mahasiswa mampu mengenal dan mengetahui organ yang terkait
pada Sistem Endokrin.
Dasar teori :
Sistem saraf manusia adalah suatu jalinan jaringan saraf yang
kompleks, sangat khusus dan saling berhubungan satu dengan yang
lain. Sistem saraf mengkoordinasi, menafsirkan dan mengontrol
interaksi antara individu dengan lingkungan sekitarnya. Sistem saraf
memungkinkan makhluk hidup tanggap dengan cepat terhadap
perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan luar maupun dalam.
System peredaran darah atau system kardiovaskuler adalah suatu
system organ yang berfungsi memindahkan zat ked an dari sel.
II. Alat dan Bahan :
1. Slide dan phantom
2. Alat tulis
III. Pertanyaan :
1. Gambarkan sistem endokrin pada manusia
2. Jelaskan bagiamana gangguan sistem endokrin pada pasien Diabetes
IV. Pembahasan :
1. Gambar Sistem Endokrin pada Manusia
2. Definisi Sistem Endokrin
Sistem endokrin merupakan sistem yang mencakup aktifitas
beberapa kelenjar yang memproduksi hormon untuk mengatur dan
mengendalikan aktifitas struktur tubuh baik sel, jaringan maupun
organ. Sistem endokrin terdiri dari kelenjar-kelenjar endokrin.
Kelenjar endokrin atau kelenjar buntu adalah kelenjar yang
mengirimkan hasil sekresinya langsung ke dalam darah yang beredar
dalam jaringan kelenjar tanpa melewati duktus atau saluran dan hasil
sekresinya disebut hormon. Beberapa dari organ endokrin ada yang
menghasilkan satu macam hormon (hormon tunggal) disamping itu
juga ada yang menghasilkan lebih dari satu macam hormon atau
hormon ganda misalnya kelenjar hipofisis sebagai pengatur kelenjar
yang lain (Syaifuddin, 1997: 101).
Kelenjar tanpa saluran atau atau kelenjar buntu digolongkan
bersama di bawah nama organ endokrin, sebab sekresi yang dibuat
tidak meninggalkan kelenjarnya melaui suatu saluran, tetapi
langsung masuk ke dalam darah yang beredar di dalam jaringan
kelenjar. Kata endokrin berasal dari bahasa Yunani yang berarti
“sekresi di dalam” zat aktif utama dari sekresi interna ini disebut
hormon, dari kata yunani yang berarti “merangsang”. Beberapa dari
organ endokrin menghasilkan satu hormon tunggal, sedangkan yang
lain lagi dua atau beberapa jenis hormon: misalnya kelenjar hifofisis
menghasilkan beberapa jenis hormon yang mengendalikan kegiatan
banyak organ lain: karena itulah kelenjar hifofisis dilukiskan sebagai
“kelenjar pimpinan tubuh” (Pearce, 2008: 232).
3. Fungsi Sistem Endokrin
Sistem endokrin memiliki beberapa fungsi, yaitu:
a) Menghasilkan hormon-hormon yang dialirkan ke darah yang
diperlukan untuk jaringan-jaringan dalam tubuh tertentu.
b) Mengatur aktivitas kelenjar tubuh.
c) Merangsang aktivitas kelenjar tubuh.
d) Merangsang pertumbuhan jaringan.
e) Mengatur metabolisme, oksidasi, meningkatkan absrobsi
glukosa pada usus halus.
f) Mempengaruhi metabolisme lemak, protein, hidrat arang,
mineral, vitamin dan air (Syaifuddin, 1997: 101).
Hormon berperan penting untuk mengatur aktivitas
pertumbuhan, reproduksi, osmoregulasi, pencernaan, dan integrasi
serta koordinasi tubuh. Aktivitas-aktivitas tubuh yang dikendalikan
oleh hormon dan jenis hormon yang mengendalikannya antara lain:
a) Pencernaan dan fungsi metabolik, dikendalikan oleh hormon
sekretin, insulin, glukagon, noradrenalin, tiroksin dan hormon
dari korteks adrenal.
b) Osmoregulasi, pengeluaran, dan metabolisme air serta gram,
dikendalikan oleh hormon prolaktin, vasopresin, aldosteron.
c) Metabolisme kalsium, dikendalikan oleh hormon paratiroid dan
kalsitosin.
d) Pertumbuhan dan perubahan morfologis, dikendalikan oleh
hormon pertumbuhan (androgen dari korteks adrenal), tiroksin
(untuk metaforsis amfibi), dan MSH (perubahan warna amfibi).
e) Organ dan proses reproduksi, dikendalikan oleh hormon FSH,
LH, estrogen, progesteron, prolaktin dan testosteron (Isnaeni,
2006: 114).
4. Karakteristik Sistem Endokrin
Kelenjar endokrin meiliki beberapa karakteristik, antara lain:
a) Kelenjar endokrin tidak memiliki duktus, kelenjar ini
mensekresi hormon langsung ke dalam cairan jaringan di sekitar
sel-selnya. Sebaliknya, kelenjar eksokrin seperti kelenjar saliva,
mensekresi produknya ke dalam duktus.
b) Kelenjar endokrin biasanya mensekresi lebih dari satu jenis
hormon (kelenjar paratiroid yang hanya mensekresi paratiroid
merupakan suatu pengecualian.
c) Konsentrasi hormon dalam sirkulasi darah adalah rendah,
hormon yang bersirkulasi dalam aliran darah hanya sedikit jika
dibandingkan dengan zat aktif biologis lainnya seperti glukosa
dan gliserol, walaupun hormon dapat mencapai sebagian besar
sel tubuh, hanya sel target tertentu yang memiliki reseptor
spesifik yang dapat dipengaruhi.
d) Kelenjar endokrin memiliki persediaan pembuluh darah yang
baik, secara mikroskopis, kelenjar tersebut terdiri dari korda
atau sejumlah sel sekretori (Sloane, 2003: 200).
Dibandingkan dengan sistem saraf, sistem endokrin lebih
banyak bekerja melalui transmisi kimia. Sistem endokrin
memperlihatkan waktu respon lebih lambat dari pada sistem saraf.
Pada Sistem saraf, potensial aksi akan bekerja sempurna hanya
dalam waktu 1-5 milidetik (Isnaeni, 2006: 115).
5. Kelenjar-Kelenjar pada Sistem Endokrin
a) Kelenjar Hipofisis
Kelenjar hifofisis terletak di dasar tengkorak, di dalam
fossa hifofisis tulang sfenoid. Kelenjar itu terdiri atas dua lobus,
yaitu anterior dan poterior, dan bagian diantara kedua lobus itu
ialah pars intermedia (Pearce, 2008: 232).
Kelenjar hifofisis dapat dikatakan sebagai kelenjar
pemimpin, sebab sebuah hormon-hormon yang dihasilkannya
dapat mempengaruhi pekerjaan kelenjar lainnya. Lobus anterior
( adenohipofisis) menghasilkan sejumlah hormon yang bekerja
sebagai zat pengendali produksi dari semua organ endokrin
yang lain (Syaifuddin, 1997: 101).
b) Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid terdapat di leher, berbentuk seperti perisai.
Untuk membuat hormonnya, yaitu tiroksin (T4), dan
triyodotironin (T3) diperlukan bahan yodium. Dalam setiap
molekul tiroksin terdapat 4 atom yodium dan dalam setiap
molekul triyodotironin terdapat tiga atom yodium. Dalam
keadaan biasa yodium diperoleh dari air atau makanan (Irianto,
2004: 285).
Fungsi kelenjar tiroid sangat erat dan bertalian dengan
kegiatan metabolik dalam hal pengaturan susunan kimia dalam
jaringan, bekerja sebagai perangsang proses oksidasi, mengatur
penggunaan oksigen dan dengan sendirinya mengatur
pengeluaran karbondioksida. Kelenjar tiroid terdiri atas dua
buah lobus yang terletak di sebelah kanan dan kiri trakea, dan
diikat bersama oleh secarik jaringan tiroid yang disebut istimus
tirod dan yang melintasi trakea (Pearce, 2008: 233-234).
c) Kelenjar Paratiroid
Disetiap sisi kelenjar paratiroid terdapat dua kelenjar kecil,
yaitu kelenjar paratiroid, di dalam leher. Sekresi paratiroid yaitu
kelenjar paratiroid, yaitu hormon paratiroid, mengatur
metabolisme zat kapur dan mengendalikan jumlah zat kapur di
dalam darah dan tulang (Pearce, 2008: 234).
Hormon paratiroid sangat diperlukan untuk pemanfaatan
kalsium dan fosfat. Pelepasan hormon ini juga dirangsang oleh
hormon yang dihasilkan oleh kelenjar adenohipofisis. Apabila
terjadi kekurangan hormon ini, maka kadar kalsium dalam
serum turun di bawah kadar normal, sedang kadar fosfat
meningkat. Keadaan ini sering terjadi karena secara tidak
sengaja pada saat operasi pengangkatan kelenjar tiroid, kelenjar
paratiroid ikut terangkat. Kekurangan hormon paratiroid dapat
menyebabkan penyakit tetani yaitu sering timbulnua kontraksi
otot sampai dalam bentuk kejang-kejang walaupun oleh
rangsangan yang sangat lemah pada otot (Irianto, 2004: 236).
d) Kelenjar Timus
Terletak di dalam mediastinum dibelakang ost. Sternum,
kelenjar timusnya hanya dijumpai pada anak-anak dibawah 18
tahun. Kelenjar timus terletak di dalam toraks kira-kira setinggi
bifurkasi trakea, warnanya kemerah-merahan dan terdiri atas
dua lobus. Pada bayi yang baru lahir sangat kecil dan beratnya
kira-kira 10 gram atau lebih sedikit. Ukurannya bertambah pada
masa remaja dari 30-40 gram kemudian berkerut lagi
(Syaifuddin, 1997: 102).
e) Kelenjar Adrenal
Kelenjar adrenal atau kelenjar suprarenalis terletak di atas
kutub sebelah atas setiap ginjal. Kelenjar adrenal terdiri atas
bagian luar yang berwarna kekuning-kuningan yang disebut
kortex dan yang menghasilkan kotisol (hidrokortison), dengan
rumus yang mendekati kortison, dan atas bagian medula di
sebelah dalam yang menghasilkan adrenalin (efifrin) dan
noradrenalin (norepifrin). Zat-zat tadi disekresikan di bawah
pengendalian sistem persarafan simpatis. Sekresinya bertambah
dalam emosi seperti marah dan takut, dan dalam keadaan asfixia
dan kelaparan. Pengeluaran yang bertambah itu menaikkan
tekanan darah guna melawan shock yang disebabkan
kegentingan ( Pearce, 2008: 236).
Bagian tengah kelenjar adrenal (medula) menghasilkan
hormon adrenalin. Adrenalin menyebabkan pengecilan
pembuluh arteri dan peningkatan denyut jantung, sehingga
adrenalin dapat menimbulkan jantung berdebar-debar dan
peningkatan tekanan darah. Adrenalin dihasilkan sebagai
hormon, oleh kelenjar endokrin, juga dihasilkan oleh ujung-
ujung akson saraf untuk meneruskan impuls saraf. Maka
adrenalin juga digolongkan dalam neurotransmitter (Irianto,
2004: 236-237).
6. Klasifikasi Hormon
Bila ditilik dari struktur kimianya maka hormon dapat kita
kategorikan sebagai berikut:
a) Protein, hormon tumbuh, termasuk hormon protein yang
terbesar yang mengandung 191 asam amino (pada manusia).
b) Peptida, yang termasuk peptida diantaranya adalah beberapa
hormon yang dihasilkan oleh hipotalamus yaitu TRF dalam
bentuk tripeptida, vasopressin dan oxytocin yang secara struktur
kimianya termasuk octapeptida.
c) Asam amino, yang termasuk kelompok ini adalah hormon-
hormon amine yag berasal dari asam amino yang mengalami
modifikasi.
d) Steroid, hormon yang dihasilkan dari metabolisme dan proses
konversi dari kolesterol yang mengandung 27 buah atom
karbon.
e) Asam lemak, hormon prostagladin adalah satu-satunya horrmon
yang termasuk dalam kategori ini (Suwondo, 1995: 5).
Selain berbagai hormon yang telah disebutkan di atas,
terdapat sejumlah zat kimia yang menyerupai hormon. Zat lain yang
kerjanya menyerupai hormon antara lain adalah bradikinin,
eritropuitin, histamin, kinin, renin dan hormon thymic. Hormon
thymic adalah hormon dari kelenjar timic yang berperan untuk
mempengaruhi perkembangan limfosit B menjadi sel plasma
(Isnaeni, 2006:118-119).
7. Gangguan Sistem Endokrin pada Pasien Diabetes
a) Gangguan Sistem Endokrin pada Diabetes Melitus Tipe 1
DM tipe 1 atau biasa disebut dengan diabetes melitus yang
tergantung insulin (IDDM). Pada IDDM terdapat kekurangan
insulin absolut sehingga pada pasien IDDM membutuhkan
suplai insulin dari luar. Keadaan ini disebabkan karena sel beta
pankreas mengalami lesi akibat dari mekanisme autoimun, yang
pada keadaan tertentu dipicu oleh infeksi virus. Pulau pankreas
diinfiltrasi oleh limfosit T dan ditemukan autoantibodi terhadap
jaringan pulau yaitu ICCA (Islet Cell Cytoplasmic Antibodies)
dan autoantibodi insulin (IAA). ICCA pada beberapa kasus
dapat dideteksi selama bertahuntahun sebelum onset penyakit.
Ketika sel beta mati, maka ICCA akan menghilang kembali.
Sekitar 80% pasien membentuk antibodi terhadap glutamat
dekarboksilase yang diekspresikan di sel beta. IDDM lebih
sering terjadi pada pembawa antigen HLA tertentu (HLA-DR3
dan HLA-DR4), hal ini menunjukkan terdapat faktor
predisposisi genetik (Silbernagl dan Lang, 2014).
b) Gangguan Sistem Endokrin pada Diabetes Melitus Tipe 2
DM tipe 2 atau bisa disebut juga dengan diabetes melitus
yang tidak tergantung insulin (NIDDM). NIDDM merupakan
diabetes yang paling sering terjadi dan terdapat defisiensi
insulin relatif. Pelepasan insulin dapat normal atau bahkan
biasanya meningkat, tetapi organ target memiliki sensitivitas
yang berkurang terhadap insulin (Silbernagl dan Lang, 2014).
Pasien NIDDM biasanya memiliki berat badan berlebih
yang terjadi karena disposisi genetik, asupan makanan yang
terlalu banyak dan aktivitas fisik yang terlalu sedikit.
Ketidakseimbangan tersebut meningkatkan konsentrasi asam
lemak di dalam darah yang selanjutnya akan menurunkan
penggunaan glukosa di otot dan jaringan lemak. Akibatnya,
akan terjadi resistensi insulin yang memaksa untuk
meningkatkan pelepasan insulin. Karena menurunnya regulasi
pada reseptor, resistensi insulin akan semakin meningkat.
Sehingga, obesitas merupakan pemicu yang penting namun
bukan satu-satunya penyebab NIDDM, karena faktor disposisi
genetik meupakan faktor yang lebih penting. Seringnya
pelepasan insulin yang tidak pernah normal, maka beberapa gen
telah diidentifikasi sebagai gen yang meningkatkan terjadinya
obesitas dan NIDDM. Diantara beberapa faktor tersebut,
kelainan genetik pada protein yang memisahkan rangkaian di
mitokondria membatasi penggunaan substrat. Oleh karena itu,
jika faktor disposisi genetiknya kuat maka resiko mengalami
NIDDM dapat terjadi pada usia muda (Silbernagl dan Lang,
2014).
Adanya penurunan sensitivitas terhadap insulin
mempengaruhi efek insulin pada metabolisme glukosa,
sedangkan pengaruhnya pada metabolisme lemak dan protein
tetap dipertahankan dengan baik. Jadi NIDDM lebih cenderung
menyebabkan hiperglikemia berat tanpa disertai metabolisme
lemak. Defisiensi insulin relatif juga dapat disebabkan oleh
autoantibodi terhadap reseptor insulin atau transmisi intrasel.
Tanpa adanya disposisi genetik, diabetes dapat terjadi pada
perjalanan penyakit lain, seperti pankreatitis dengan kerusakan
sel beta atau kerusakan toksik pada sel beta. DM ditingkatkan
oleh peningkatan pelepasan hormon antagonis, diantaranya
somatotropin, glukokortikoid, epinefrin, progestogen dan
koriomamotropin, ACTH, hormon tiroid dan glukagon. Infeksi
yang cukup berat dapat meningkatkan pelepasan beberapa
hormon yang telah disebutkan diatas sehingga meningkatkan
manifestasi DM. Somatostatinoma dapat menyebabkan diabetes
karena somatostatin yag disekresikan dapat menghabat
pelepasan insulin (Silbernagl dan Lang, 2014).
c) Gangguan Sistem Endokrin pada Diabetes Tipe Lain
Berdasarkan American Diabetes Association (2013) yang
menyatakan bahwa diabetes dapat berkembang menjadi diabetes
sekunder yang disebabkan oleh beberapa hal seperti diabetes
yang disebabkan karena neoplasma, penyakit pankreas, penyakit
yang berhubungan dengan sistem endokrin ataupun konsumsi
obat-obatan tertentu. Selain itu, kegagalan sistem endokrin
dalam tubuh yang mempengaruhi produksi hormon
counterregulatory seperti Acromegaly, Cushing’s syndrome,
dan Hyperthyroidism dapat berkembang menjadi diabetes
sekunder. Tidak hanya itu saja, namun beberapa penyebab lain
seperti sindroma genetik lain yang diantaranya adalah sindroma
Down, Klinefelter, Turner, Huntington, Chorea, Prader Willi
juga dapat berkembang menjadi diabetes sekunder atau
termasuk diabetes tipe lain (American Diabetes Association,
2013).
d) Gangguan Sistem Endokrin pada DM Gestasional
1) Peranan Unit Feto-Plasenta
Diabetes gestasional disebabkan adanya peningkatan
resistensi insulin dan penurunan sensitivitas insulin selama
kehamilan yang merupakan efek dari meningkatnya hormon
yang dihasilkan selama kehamilan, seperti estrogen,
progesteron, kortisol dan laktogen dalam sirkulasi maternal.
Sehingga semakin meningkatnya usia kehamilan, resistensi
insulin semakin besar. Plasenta mensintesa progesteron dan
pregnenolone. Progesteron sebagai sumber pembentukan
kortisol dan kortikosteron di kelenjar adrenal janin.
Peningkatan kortisol selama kehamilan normal
menyebabkan penurunan toleransi glukosa. Sedangkan
pregnenolone ini merupakan sumber pembentuk estrogen,
dimana hormone ini mempengaruhi fungsi sel 
pankreas.Selain estrogen dan progesterone, Human placental
lactogen (hPL) merupakan produk dari gen hPL-A dan hPL-
B yang disekresikan ke sirkulasi maternal dan janin.
Hormon hPL ini akan terpengaruh oleh kadar glukosa dan
akan meningkat 10x lipat, yang menandakan kondisi
hipoglikemia. Hormon ini menstimulasi lipolisis, yang
menyebabkan tingginya kadar asam lemak dalam sirkulasi,
ditujukan untuk membentuk glukosa yang dibutuhkan oleh
janin. Asam lemak ini berfungsi antagonis dengan fungsi
insulin, sehingga terjadi hambatan penyimpanan glukosa
dalam sel (Kaaja dan Ronnemaa, 2009).
2) Peranan Jaringan Adiposa
Adipositokin, yang merupakan produk dari jaringan
adiposa diduga berperan dalam regulasi metabolisme
maternal dan resitensi insulin selama kehamilan.
Adipositokin, termasuk leptin, 17 adiponektin, Tumor
Necrosis Factor- alpha, IL-6, resistin, visfatin dan apelin ini
diproduksi intrauterine. Adiponektin ini mempunyai efek
sensitisasi insulin dengan cara menurunkan trigliserida
jaringan yang mengganggu aktivasi insulin-stimulated
phosphatidylinositol 3- kinase dan translokasi Glucose
transporter 4 (GLUT-4) serta uptake glukosa. Selain itu,
TNF-alpha juga merupakan predictor dari resistensi insulin
selama kehamilan dan ditemukan konsntrasinya rendah pada
awal kehamilan, dan menjadi tinggi pada akhir kehamilan.
Hal ini sejalan dengan sensitivitas insulin yang terus
menurun pada akhir kehamilan. Sebagai tambahan, TNF-
alpha ini juga menurunkan kadar adiponektin di adiposit
(Kaaja dan Ronnemaa, 2009).
V. Kesimpulan :
Sistem endokrin merupakan sistem yang mencakup aktifitas beberapa kelenjar
yang memproduksi hormon untuk mengatur dan mengendalikan aktifitas
struktur tubuh baik sel, jaringan maupun organ. Sistem endokrin terdiri dari
kelenjar-kelenjar endokrin. Sistem endokrin memiliki beberapa fungsi, yaitu
menghasilkan hormon, mengatur aktivitas kelenjar tubuh, merangsang
aktivitas kelenjar tubuh, merangsang pertumbuhan jaringan, mengatur
metabolisme, oksidasi, meningkatkan absrobsi glukosa pada usus halus dan
mempengaruhi metabolisme lemak, protein, hidrat arang, mineral, vitamin
dan air. Kelenjar-kelenjar pada sistem endokrin yaitu kelenjar hhipofisis,
tiroid, paratiroid, timus dan adrenal.
REFERENSI
American Diabetes Association (ADA), 2013.Standards of Medical Care in
Diabetes-2013.

Chuseri, Abdulcholiq dkk. 2007. Petunjuk Praktikum Fisiologi Manusia.


Yogyakarta : Bagian Ilmu Faal Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah
Mada.

Coad, J & Dustal, M. 2006. Anatomi dan Fisiologi Untuk Bidan. Jakarta: EGC.

Irianto, K. 2004. Struktur dan Fungsi Tubuh Manusia. Bandung: Yrama Widya.

Isnaeni, W. 2006. Fisiologi Hewan. Jogyakarta: Kanisus.

Kaaja R, Ronnemaa T. (2009). Gestational Diabetes: Pathogenesis and


Consequences to Mother and Offspring.

Panduan Praktikum Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu


Pengetahuan Alam Universitas Indonesia 2010.

Pearce, E. 2008. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta: PT.


Gramedia Pustaka Utama.

Silbernagl, S. 2014. In: Silbernagl, S., Lang, F. editor. Teks dan Atlas Berwarna
Patofisiologi. Jakarta : EGC.

Sloane, E. 2003. Anatomi dan Fisiologi. Jakarta: EGC.

Suwondo, J. 1995. Fisiologi Kelenjar Endokrin. Jakarta: UI-Press.

Syaifuddin, H. 1997. Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Perawat. Jakarta: EGC.


LAMPIRAN

1. Gambar Sistem Endokrin pada Manusia

Anda mungkin juga menyukai