Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kelangsungan hidup dan fungsi sel bergantung dari kemampuan untuk
mempertahankan kestabian konsentrasi garam, asam, dan elektrolit lain di dalam
lingkungan cairan internal. Salah satu organ yang berperan penting dalam
menjaga homeostasis tersebut adalah ginjal. Ginjal berperan dalam mengatur
konstituen plasma, khususnya elektrolit dan air, serta mengeliminasi semua
sampah metabolik (kecuali karbondioksida yang akan diekskresikan melalui
paru). Ginjal berkemampuan untuk mengatur volume dan osmolaritas (konsentrasi
solut) lingkungan cairan internal dengan mengontrol keseimbangan cairan dan
garam. Selain itu, ginjal juga mampu mengatur pH dengan mengontrol eliminasi
asam dan basa di urine.1
Meskipun cairan yang dikonsumsi oleh seseorang sangat bervariasi, akan
tetapi jumlah volume cairan dalam tubuh cenderung stabil. Homeostasis cairan
tubuh tergantung pada jumlah besar dari kemampuan ginjal tersebut dalam
menjaga kehilangan cairan dalm urine. Hal ini dapat ditunjukkan dengan adanya
ginjal yang akan memproduksi urine dalam jumlah besar dan encer saat asupan
cairan tinggi dan urine dalam jumlah yang sedikit dan pekat saat asupan cairan
rendah.2
Salah satu cara untuk mengetahui keseimbangan cairan tersebut adalah
dengan mengidentifikasi melalui urine yang dihasilkan. Analisis urine
berdasarkan volume, sifat fisik, sifat kimia dan secara mikroskopiknya disebut
dengan urinalisis. Selain hal-hal tersebut, urinalisis juga dapat mengidentifikasi
warna, bau, pH, bahkan berat jenis dari urine. Urinalisis dapat membedakan jenis
urine normal dengan urine abnormal, yang mana dapat dipengaruhi oleh asupan
cairan, tekanan darah, osmolaritas darah, pola makan, suhu tubuh, status mental,
zat diuretik serta kondisi kesehatan seseorang.2
1.2. Tujuan
1. Memahami konsep homeostasis dan keseimbangan cairan
2. Memahami mekanisme umpan balik negatif sebagai dasar dari homeostasis
3. Memahami pengaturan keseimbangan cairan oleh ADH
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Proses Pembentukan Urin


Tiga proses dasar yang terlibat dalam pembentukan urin: fltrasi glomerulus,
reabsorpsi tubulus, dan sekeresi tubulus. Untuk mempermudah visualisasi tentang
hubungan antara proses-proses di ginjal ini, ada baiknya nefron "diuraikan” secara
skematis.1
1. Filtrasi glomelurus
Sewaktu darah mengalif melalui glomerulus, plasma bebas protein tersaring
melalui kapiler glomerulus ke dalam kapsul Bowman. Dalam keadaan normal, 20%
plasma yang masuk ke glomerulus tersaring. Proses ini, dikenal sebagai filtrasi. 1
Glomerulus, adalah langkah pertama dalam pembentukan urin. Secara rerata,
125 ml filtrat glomerulus (cairan yang difiltrasi) terbentuk secara kolektif dari
seluruh glomerulus setiap menit. Jumlah ini sama dengan 180 liter (sekitar 47,5
galon) setiap hari. Dengan mempertimbangkan bahwa volume rerara plasma pada
orang dewasa adalah 2,75 liter, maka hal ini berarti bahwa ginjal menyaring
keseluruhan volume plasma sekitar 65 kali sehari. Jika semua yang difiltrasi keluar
sebagai urin, semua plasma akan menjadi urin dalam waktu kurang dari setengah
jam. Namun, hal ini tidak terjadi karena tubulus ginjal dan kapiler peritubulus
berhubungan erat di seluruh panjangnya, sehingga bahan-bahan dapat dipertukarkan
anrara cairan di dalam tubulus dan darah didalam kapiler peritubulus. 1
2. Reabsorbsi Tubulus
Sewaktu filtrat mengalir melaiui tubulus, bahan-bahan yang bermanfaat bagi
tubuh dikembalikan ke plasma kapiler peritubulus. Perpindahan selektif bahan-bahan
dari bagian dalam tubulus (lumen tubulus) ke dalam darah ini disebut reabsorpsi
tubulus. Bahan-bahan yang direabsorpsi tidak keluar dari tubuh melalui urin tetapi
dibawa oleh kapiler peritubulus ke sistem vena dan kemudian ke jantung untuk
diresirkulasi. Dari 180 liter plasma yang disaring per hari, sekitar 178,5 liter
direabsorpsi. Sisa 1,5 iiter di tubulus mengalir ke dalam pelvis ginjal untuk
dikeluarkan sebagai urin. Secara umum, bahan-bahan yang perlu dihemat oleh tubuh
secara selektif direabsorpsi, sementara bahan-bahan yang tidak dibutuhkan dan harus
dikeluarkan tetap berada di urin.1
3. Sekresi Tubulus
Proses ginjal ketiga, sekresi tubulus, adalah pemindahan selektif bahan-bahan
dari kapilel peritubulus ke dalam lumen tubulus. Proses ini merupakan rute kedua
bagi masuknya bahan ke dalam tubulus ginjal dari darah, sedangkan yang pertama
adalah melalui filtrasi glomerulus. Hanya sekitar 20% dari plasma yang mengalir
melaiui kapiler glomerulus difiltrasi ke dalam kapsul Bowman; sisa 80% mengalir
melalui arteriol eferen ke dalam kapiler peritubulus. Sekresi tubulus merupakan
mekanisme untuk mengeluarkan bahan dari plasma secara cepat dengan
mengekstraksi sejumlah tertentu bahan dari 80% plasma yang tidak terfiltrasi di
kapiler peritubulus dan memindahkannya ke bahan yang sudah ada di tubulus
sebagai hasil filrrasi. 1
4. Ekskresi Urin
Ekskresi urin adalah pengeluaran bahan-bahan dari tubuh ke dalam urin. Ini
bukan merupakan proses terpisah tetapi merupakan hasil dari tiga proses perrama di
atas. Semua konstituen plasma yang terfiltrasi atau disekresikan tetapi tidak
direabsorpsi akan tetap di tubulus dan mengalir ke pelvis ginjal untuk diekskresikan
sebagai urin dan dikeluarkan dari tubuh. 1

2.2. Regulasi Pembentukan Urin


Terdapat tiga mekanisme yang mengendalikan laju filtrasi glomerulus
(GFR): 2
1. Autoregulasi Ginjal
Ginjal sendiri membantu mempertahankan secara konstan aliran darah
ginjal dan GFR, hal ini berhubungan dengan perubahan tekanan darah, seperti
yang yang terjadi selama latihan. Kemampuan ini disebut autoregulasi ginjal
dan terdiri dari dua mekanisme-mekanisme myogenic dan umpan balik
tubuloglomerular. Bekerja bersama-sama, mereka dapat mempertahankan
GFR hampir konstan atas berbagai tekanan darah sistemik. 2
Mekanisme myogenic terjadi ketika peregangan memicu kontraksi sel
otot polos pada dinding arteriol aferen. Seiring meningkatnya tekanan darah,
GFR juga naik karena aliran darah ginjal meningkat. Namun, tekanan darah
tinggi meregangkan dinding arteriol aferen. Sebagai tanggapan, serat otot
polos di dinding aferen arteriole mempersempit lumen arteriol dengan
berkontraksi. Akibatnya, aliran darah ginjal menurun, sehingga mengurangi
GFR ke tingkat sebelumnyaSebaliknya, relaksasi inheren arteriol aferen yang
tidak teregang ketika tekanan di dalam pembuluh berkurang meningkatkan
aliran darah ke dalam glomerulus meskipun tekanan arteri turun, dan GFR
meningkat. Mekanisme myogenic menormalkan aliran darah ginjal dan GFR
dalam hitungan detik setelah perubahan tekanan darah. 2
Mekanisme umpan balik tubuloglomerulus (tubuloglomerular feedback
mechanism, TGF) melibatkan aparatus jukstaglomerulus, yaiu kombinasi
khusus sel tubular dan vaskular di mana tubulus, setelah memutar balik,
berjalan melewati sudut yang dibentuk oleh arteriol aferen dan eferen
sewaktu keduanya menyatu dengan glomerulus. Sel-sel otot polos di dinding
arteriol aferen di bagian ini secara khusus membentuk sel granular, dinamai
demikian karena sel-sel ini memiliki banyak granula sekretorik. Sel tubulus
khusus di regio ini secara kolektif dinamai makula densa. Sel-sel makula
densa mendeteksi perubahan kadar garam cairan tubulus yang melewatinya. 2
Jika LFG meningkat akibat peningkatan tekanan arteri maka cairan
yang difiltrasi dan mengalir melalui tubulus distal lebih besar daripada
normal, hal tersebut dikarenakan cairan yang disaring mengalir lebih cepat di
sepanjang tubulus ginjal. Akibatnya, tubulus kontortus proksimal dan
lengkung Henle memiliki sedikit waktu untuk menyerap kembali Na, Cl, dan
air. Sebagai respons terhadap peningkatan penyaluran garam ke tubulus
distal, sel-sel makula densa mengeluarkan adenosin, yang bekerja secara
parakrin lokai pada arteriol aferen sekitar untuk menyebabkannya
berkonstriksi sehingga aliran darah glomerulus berkurang dan LFG kembali
ke normal. Dalam keadaan sebaliknya, ketika penyaluran garam ke tubulus
distal berkurang karena penurunan spontan LFG akibat penurunan tekanan
darah arteri, maka adenosin yang dikeluarkan oleh makula densa juga
berkurang. Hal ini menyebabkan vasodilatasi arteriol aferen sehingga aliran
darah tubulus meningkat dan LFG kembali normal. Makula densa sel juga
diperkirakan mendeteksi peningkatan Na, Cl, dan air dan menghambat
pelepasan oksida nitrat (NO) dari sel-sel dalam aparatus juxtaglomerular
(JGA). Karena NO menyebabkan vasodilatasi, arteriol aferen menyempitkan
ketika tingkat NO menurun. Akibatnya, aliran darah ke kapiler glomerulus
berkurang, dan LFG menurun. Ketika tekanan darah turun, menyebabkan
LFG lebih rendah dari normal, mekanisme sebaliknya akan terjadi, meskipun
pada tingkat yang lebih rendah. 2
Umpan balik tubuloglomerular beroperasi lebih lambat dari mekanisme
myogenic. Karena itu, melalui mekanisme TGF, tubulus suatu nefron mampu
memantau kadar garam di cairan yang mengalir melaluinya dan mengatur laju
filtrasi melalui glomerulusnya sendiri agar cairan di awal tubulus distal dan
penyaluran garam konstan. 2
2. Regulasi Saraf
Seperti kebanyakan pembuluh darah tubuh, pembuluh darah ginjal
disuplai oleh serat sistem saraf otonom simpatis yang melepaskan
norepinefrin. Norepinefrin menyebabkan vasokonstriksi melalui aktivasi
alpha-1 reseptor, yang sangat berlimpah di serat otot polos dari arteriol
aferen. Pada saat istirahat, stimulasi simpatis cukup rendah, aferen dan eferen
yang melebar, dan autoregulasi ginjal dari LFG berlaku. Dengan stimulasi
simpatis moderat, baik aferen dan eferen menyempit ke tingkat yang sama.
aliran darah ke dalam dan keluar dari glomerulus dibatasi pada tingkat yang
sama, yang menurunkan LFG hanya sedikit. Dengan stimulasi simpatis yang
lebih besar, seperti yang terjadi selama latihan atau perdarahan,
vasokonstriksi arteriol aferen mendominasi. Akibatnya, aliran darah ke
kapiler glomerulus sangat menurun, dan LFG turun. Penurunan Aliran Darah
ginjal = memiliki dua dampak. Pertama, Ini mengurangi urine output, yang
membantu menghemat volume darah. Kedua, hal ini memungkinkan aliran
darah yang lebih besar ke jaringan tubuh lainnya. 2
3. Regulasi Hormonal
Dua hormon berkontribusi terhadp regulasi LFG. Angiotensin II
mengurangi LFG; atrial natriuretic peptide (ANP) meningkatkan LFG.
Angiotensin II adalah vasokonstriktor yang sangat kuat yang menyempitkan
kedua aferen dan eferen arteriole dan mengurangi aliran darah ginjal,
sehingga mengurangi LFG. Sel di atrium jantung mengeluarkan atrial
natriuretic peptide (ANP). Peregangan atrium, yang terjadi ketika volume
darah meningkat, merangsang sekresi ANP. Dengan menyebabkan relaksasi
dari sel mesangial glomerulus, ANP meningkatkan luas permukaan kapiler
yang tersedia untuk filtrasi. Laju filtrasi glomerulus meningkat sebagaimana
luas permukaan meningkat. 2

Gambar 2.1 Umpan balik tubuloglomerular. Sel-sel makula densa aparatus


juxtaglomerular menegakkan regulasi umpan balik negatif dari laju filtrasi
glomerulus. 2
2.3. Mekanisme tubuh saat kekurangan cairan
1. Hal ini dapat di laksanakan oleh Sistem renin-angiotensin-aldosteron
(SRAA).

Gambar 2.2. Organ pelaksana sistem SRAA

Ginjal mengeluarkan hormon renin sebagai respons terhadap penurunan


NaCl, volume CES, dan tekanan darah arteri. Renin mengaktifkan
angiotensinogen, suatu protein plasma yang diproduksi di hati, menjadi
angiotensin l. Angiotensin I diubah menjadi angiotensin ll oleh angiotensin-
converting enzyme (ACE) yang diproduksi di paru. Angiotensin ll
merangsang korteks adrenal untuk mengeluarkan hormon aldosteron, yang
merangsang reabsorpsi Natrium oleh ginjal. Rentesi Na yang terjadi
menimbulkan efek osmotik yang menahan lebih banyak H2O di CES.
Bersama-sama, konservasi Natrium dan H2O membantu mengoreksi
rangsangan semula yang mengaktifkan sistem hormon ini. Angiotensin ll juga
memiliki efek lain yang membantu mengoreksi rangsangan semula, misalnya
dengan mendorong vasokonstriksi arteriol.1

2. ADH

Gambar 2.3. Pengaturan umpan balik negatif dari reabsorpsi air


fakultatif oleh ADH. reabsorpsi air (90%) adalah wajib; 10% adalah
fakultatif.1

3. Tidak ada keuntungan untuk asupan cairan (glukosa dan sodium yang
isotonik) selama latihan berdurasi kurang dari 30 menit. Komposisi cairan
yang akan digunakan akan tergantung pada kebutuhan relatif untuk
menggantikan air dan untuk menyediakan substrat. Rehidrasi harus
mengandung beberapa glukosa dan natrium dan tidak boleh melebihi
isotonisitas.3
BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1. Alat dan Bahan


A. Alat
1. Gelas untuk menampung urin
2. Gelas ukur
3. Multistix
4. Jam
5. Timbangan berat badan
6. Sphygmomanometer raksa
7. Stetoskop
8. Tisu
9. Sarung tangan
10. Ergometer sepeda
11. Stopwatch
12. Alat monitor denyut jantung
13. Pakaian latihan dan sepatu (untuk perlakuan latihan anaerobik)

B. Bahan
1. Air putih 1 liter
2. Air teh 300 cc
3. Larutan gula (75g dalam 300cc)

3.2. Prosedura
Percobaan dilakukan oleh lima orang mahasiswa (1 kontrol dan 4
perlakuan) dengan keterangan sebagai berikut:
Pre (60
menit Perlakuan (setelah Menit Menit Menit
Kelompok Menit 0
sebelum pengambilan data menit 0) 30 60 90
menit 0)
Kontrol Minum air putih 300 ccc
Air putih Minum air putih 1 LC
Teh Minum air teh 300 ccc
Pengamb Pengam Pengam Pengam Pengam
Larutan Minum larutan gula 300
ilan bilan bilan bilan bilan
gula ccc
Datab Datab c
Datab Datab Datab
Latihan Minum air putih 300 cc
anaerobik dilanjutkan dengan latihan
anareobikd
Pencatatan U-Pre U-0 U-30 U-60 U-90
Keterangan:
a :Selama percobaan, subjek tidak boleh makan, minum, atau melakukan
aktivitas
fisik berat
b : Data yang diambil adalah:
1. Urin: volume, warna, urinalisis dengan multistix meliputi berat jenis
(BJ), Ph, dan glukosa
2. Berat badan
3. Tekanan darah
c : Diminum dalam waktu kurang dari 10 menit
d : Prosedur latihan anaerobic (Gambar 3.1)
1. Pemanasan : subjek mengayuh ergometer sepeda selama 5-10 menit,
dengan siklus 30 detik mengayuh dan 30 detik istirahat dengan beban
yang sesuai. Pemanasan dilakukan hingga denyuut jantung mencapai ±
150 kali/menit.
2. Istirahat : dilakukan selama 3-5 menit.
3. Latihan anaerobik : subjek mengayuh hingga dicapai kecepatan
maksimal. Latihan anaerobik dimulai pada saat kecepatan dan beban
maksimal telah tercapai (kecepatan dan beban maksimal tercapai dalam
waktu sekitar 3-4 detik). Subjek mengayuh pada kecepatan dan beban
maksimal selama 30 detik. Setelah 30 detik, dilakukan pencatatan denyut
jantung.
4. Pendinginan : subjek mefngayuh dengan kecepatan dan beban yang
rendah selama 2-3 menit.

Gambar 3.1 Prosedur latihan anaerobik


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
Nama Subjek : Ariski Pratama Johan (Perlakuan Air Putih)

Waktu Volume Durasi Laju Berat Warna pH Glukosa Berat Tekanan


Pengumpulan Urin Pengumpulan Produksi Jenis Badan Darah
Urin (ml) (menit) Urin (kg) (mmHg)
(ml/menit)
U - Pre 11.20 188 0 0 1,015 Kuning 6 0 63 110/80
Keruh
U-0 12.20 32 60 0,53 1,020 Kuning 6 0 63 110/80
bening
berbuih
Perlakuan
U - 30 12.50 12 30 0,4 1,020 Kuning 6 0 64 110/70
bening
U - 60 13.20 90 30 3 1,015 Kuning 6 0 64 110/80
bening
berbuih
U - 90 13.50 285 30 9,5 1,000 bening 6 0 63 110/80
Volume Urin Total dalam 607
90 menit
Nama Subjek : Jimmy Rianto (Perlakuan Teh)
Waktu Volume Durasi Laju Berat Warna pH Glukosa Berat Tekanan
Pengumpulan Urin Pengumpulan Produksi Jenis Badan Darah
Urin (ml) (menit) Urin (kg) (mmHg)
(ml/menit)
U - Pre 11.20 260 0 0 1,005 Kuning 6 0 73 120/80
Bening
berbusa
U-0 12.20 93 60 1,55 1,010 Kuning 6 0 73 110/80
bening
berbuih
Perlakuan
U - 30 12.50 11 30 0,36 1,020 Kuning 6 0 73 110/80
bening
U - 60 13.20 14 30 0,46 1,020 Kuning 6 0 73 120/90
bening
U - 90 13.50 12 30 0,4 1,020 Kuning 6 0 73 120/90
bening
Volume Urin Total dalam 390
90 menit
Nama Subjek: Anton Lius (Perlakuan Kontrol)

Waktu Volume Durasi Laju Berat Warna pH Glukosa Berat Tekanan


Pengumpulan Urin Pengumpulan Produksi Jenis Badan Darah
Urin (ml) (menit) Urin (kg) (mmHg)
(ml/menit)
U – Pre 11.20 193 0 0 1010 Kuning 6,5 0 89 120 / 80
agak
bening
U–0 12.20 42 60 0,7 1015 Kuning 6,5 0 88 110 / 80
benih +
buih
Perlakuan
U – 30 12.50 30 30 1 1015 Kuning 6,0 0 89 110 / 80
bening
U – 60 13.20 87 30 2,9 1005 Kuning 6,0 0 89 110 / 80
bening
U – 90 13.50 45 30 1,5 1005 Kuning ke 6,0 0 89 110 / 70
kuningan
Volume Urin Total dalam 397
90 menit
Nama Subjek: M. Fadhil. A (Perlakuan Larutan Gula)

Waktu Volume Durasi Laju Berat Warna pH Glukosa Berat Tekanan


Pengumpulan Urin Pengumpulan Produksi Jenis Badan Darah
Urin (ml) (menit) Urin (kg) (mmHg)
(ml/menit)
U – Pre 11.20 84 0 0 1020 Kuning 6,0 0 61 110 / 75
keruh
berbusa
U–0 12.20 51 60 0,85 1015 Kuning 7,0 0 61 100 / 75
benih +
buih
Perlakuan
U – 30 12.50 14,5 30 0,48 1015 Kuning 60 0 61 110 / 70
bening
U – 60 13.20 15 30 0,5 1020 Kuning 6,0 0 61 110 / 70
bening
U – 90 13.50 10 30 0,33 1020 Kuning 6,0 0 61 100 / 70
keruh
Volume Urin Total dalam 174,5
90 menit
Nama Subjek: Guntiar Racmaddiansyah (Perlakuan Latihan Anerobik)

Waktu Volume Durasi Laju Berat Warna pH Glukosa Berat Tekanan


Pengumpulan Urin Pengumpulan Produksi Jenis Badan Darah
Urin (ml) (menit) Urin (kg) (mmHg)
(ml/menit)
U – Pre 11.20 65 0 0 1015 Kuning 6,0 0 55 120 / 80
keruh
U–0 12.20 12 60 0,2 1020 Kuning 6,5 0 55 100 / 80
pekat
Perlakuan
U – 30 12.50 12 30 0,4 1020 Kuning 6,0 0 55 110 / 80
bening
U – 60 13.20 19 30 0,63 1010 Kuning 6,0 0 56 100 / 75
bening
U – 90 13.50 9 30 0,3 1015 Kuning 6,0 0 56 100 / 70
bening
Volume Urin Total dalam 117
90 menit
4.2. Pembahasan
4.2.1. Kelompok Kontrol (Konsumsi Air 300 cc)
Pada kelompok kontrol, perlakuan yang diberikan pada orang percobaan
(OP) berupa konsumsi air sebesar 300 cc. Pada keadaan ini terjadi proses
pengaturan keseimbangan cairan tubuh yang sebagian besar dipertahankan oleh
ginjal.4 Ginjal melakukan penyesuaian terhadap asupan air (H2O), garam dan
elektrolit lain dan pengeluarannya melalui urin untuk mengompensasi
kemungkinan pengeluaran abnormal melalui keringat berlebihan, muntah, diare,
atau perdarahan. Karena ginjal melakukan tugasnya mempertahankan homeostasis
maka komposisi urin dapat sangat bervariasi. Ketika CES mengalami kelebihan
air atau elektrolit tertentu misalnya garam (NaCl) maka ginjal dapat mengeluarkan
kelebihan tersebur melalui urin. Jika terjadi defisit maka ginjal tidak dapat
menambahkan konstituen yang kurang tersebut tetapi dapat membatasi
pengeluarannya sehingga terjadi penghematan konstituen tersebut sampai yang
bersangkutan dapat memasukkan bahan yang kurang tersebut ke dalam tubuhnya.
Karena itu, ginjal lebih efisien melakukan kompensasi terhadap kelebihan
daripada kekurangan.1
Pada pemantauan urin saat 60 menit sebelum perlakuan U-Pre didapatkan
output urin sebanyak 193 ml, berat jenis 1,010, warna kuning agak bening, PH
6,5, glukosa (-), berat badan 89 kg, dan tekanan darah 120/80 mmHg. Hasil ini
menunjukkan bahwa urin orang percobaan memiliki tingkat kepekatan dan
keenceran yang normal dilihat dari warnanya secara makroskopik kuning agak
bening. Osmolaritas cairan tubuh orang percobaan berada dalam keadaan normal
(perbandingan zat terlarut dan pelarut dalam tubuh dalam rentang normal)
sebelum dilakukan percobaan.2
Pada pemantauan urin menit 0, didapatkan volume urin yang turun jauh dari
U-Pre yaitu sebesar 42 ml, berat jenis 1,015, warna kuning bening, pH 6,5,
glukosa (-), berat badan 88 kg, dan tekanan darah 110/80 mmHg. Pengeluaran
urin yang sedikit disebabkan oleh penyesuaian terhadap berkurangnya volume
tubuh setelah pengeluaran cairan yang banyak sebelumnya, hal ini juga
menyebabkan tekanan darah menjadi turun. Penyesuaian ini diregulasi oleh dua
sistem yaitu sistem RAA (Renin, Angiostensin, Aldosteron) dan hormon ADH.2
Ketika volume darah dan tekanan darah turun, dinding arteriol aferen menjadi
kurang meregang, dan sel-sel jukstaglomerular mengeluarkan enzim renin ke
dalam darah. Stimulasi simpatis juga langsung merangsang pelepasan renin dari
sel juxtaglomerular. Renin mengaktifkan angiotensin I dari angiotensinogen, yang
disintesis oleh hepatosit. Selanjutnya angiotensin converting enzyme (ACE)
mengkonversi angiotensin I menjadi angiotensin II, yang merupakan bentuk aktif
untuk hormon. Angiotensin II mempengaruhi fisiologi ginjal dalam tiga cara
utama yaitu menurunkan laju filtrasi glomerulus dengan menyebabkan
vasokonstriksi dari arteriol aferen, meningkatkan reabsorpsi Na, Cl, dan air di
tubulus kontortus proksimal dengan merangsang aktivitas Na-H antiporters,
merangsang korteks adrenal untuk melepaskan aldosteron, hormon yang pada
gilirannya merangsang sel-sel prinsipal (utama) di duktus koligens untuk
menyerap kembali lebih Na dan Cl dan mengeluarkan lebih ion K. Konsekuensi
dari reabsorbsi lebih ion Na dan Cl adalah ekskresi air berkurang, yang
meningkatkan volume darah. 2
Peran hormon ADH juga menyebabkan volume air yang dikeluarkan menjadi
sedikit. Akibat banyak volume yang berkuran setelah buang air kencing saat U-
Pre, osmolaritas plasma meningkat sehingga mengaktifkan osmoreseptor yang
terdapat di hipotalamus, rangsangan tersebut mengaktifkan impuls saraf yang
pada akhirnya direspon dengan pengeluaran lebih banyak ADH oleh kelenjar
hipofisis. Hormon ADH meningkatan permeabilitas tubulus distal dan duktus
koligens terhadap air.4 Keadaan ini akan memungkinkan terjadinya reabsorpsi air
dalam jumlah yang besar dan penurunan volume urin, tetapi tidak mengubah
kecepatan eksresi zat terlarut oleh ginjal secara nyata. 2,4
Warna, massa jenis, dan pH urin menunjukkan keadaan yang normal. Berat
badan pada orang percobaan menunjukkan penurunan sebesar 1 Kg. Hal ini tidak
sesuai dengan volume yang keluar. 1 mL sama dengan 1 gram. Sebelum tindakan
U-0berat badan orang percobaan adalah 89, seharusnya karena volume yang
keluar selanjutnya adalah 42 mL maka berat badan orang percobaan hanya
berkurang 42 gram. Ketidaksesuaian ini disebabkan penggunaan timbangan yang
kurang sensitif dalam mengukur berat badan seseorang. Menurut teori, intake air 1
L setara dengan 1 kg air. 5
Pada pemantauan urin 30 menit setelah perlakuan U-30, didapatkan volume
urin 30 ml, berat badan 89 gram, pH urin 6 dan berat jenis urin 1,015. Pada
periode ini volume yang dikeluarkan masih lebih sedikit dan tidak terlalu berbeda
jauh daripada urin sebelumnya, efek perlakuan (minum air 300 cc) terhadap
perubahan volume akan signifikan setelah 1 jam (yaitu pada U-60). Hal yang
sama juga berlaku terhadap berat jenis urin. Pada berat badan orang percobaan
menunjukkan peningkatan sebesar 1 Kg yang tidak sesuai dengan ketentuan.
Penyebab ketidaksesuaian tersebut sama seperti pada perlakuan U-0.2
Pada pemantauan urin OP menit ke 60 setelah minum urin yang dikeluarkan
meningkat drastis menjadi 87 ml. Hal ini sesuai dengan teori yang menyebutkan
dalam waktu 60 menit volume urin yang dikeluarkan setelah minum berkisar 2-4
kali normal.Saat OP minum 300 cc air, osmolaritas akan menurun pada
ekstraseluler yang menyebabkan cairan akan lebih encer.2 Begitu pula dengan
kecepatan produksi urin paling tinggi terjadi pada menit ke-60 setelah minum air
yaitu sebesar 2,567 ml/menit. Berat jenis turun dalam batas normal, bila dilihat
dari hasil berat jenis urin yang dihasilkan pada menit ke 30 setelah minum dan
menit 60 setelah minum menunjukkan berat jenis urin yang lebih rendah
dibandingkan urin pre (60 menit sebelum menit 0) dan urin menit 0 U-0.
Penurunan berat jenis urin berhubungan dengan berkurangnya osmolaritas urin. 4
Jadi semakin banyak partikel zat terlarut dalam suatu larutan, maka akan semakin
tinggi massa dan berat jenis larutan tersebut. Warna urin kuning bening, pH 6
yang menunjukkan keadaan normal. Namun berat badan orang percobaan tetap
sama yang mana menunjukkan ketidaksesuaan dengan teori. Hal tersebut
disebabkan oleh alasan yang sama pada perlakuan sebelumnya.2
Pada menit 90 setelah minum air volume urin kembali turun menjadi 45 mL,
berat jenis sama, warna berubah dari kuning bening, pH 6. Hal ini terjadi karena
penyesuaian oleh tubuh terhadap keseimbangan cairan dan elektrolit. Setelah
ekskresi air yang cukup oleh ginjal maka volume yang dikeluarkan selanjutnya
akan menyesuaikan dengan volume cairan di plasma. Penyesuaian ini dikontrol
oleh sistem-sistem yang mengatur laju filtrasi glomerulus yaitu autoregulasi
ginjal, saraf dan hormon juga oleh sistem-sistem yang mengatur reabsorbsi-
sekresi tubulus yaitu sistem RAA dan ADH. 2,4

4.2.2. Kelompok Konsumsi Larutan Gula


Pengukuran volume urin yang pertama dilakukan untuk mengosongkan
kandung kemih dan didapatkan volume urin 84 ml. Kemudian setelah proses
pengosongan kandung kemih dilakukan pengukuran volume urin untuk mencatat
produksi urin selama 60 menit pada probandus sebelum perlakuan diberikan.
Volume urin sebelum perlakuan diberikan disebut U-0 dan didapat kan volume 51
ml serta laju produksi urin 0.85 ml/menit, tekanan darah juga didapatkan lebih
rendah dari sebelumnya. Pengeluaran urin yang lebih sedikit disebabkan oleh
penyesuaian terhadap berkurangnya volume tubuh setelah pengeluaran cairan
sebelumnya, hal ini juga menyebabkan tekanan darah menjadi turun. Penyesuaian
ini diregulasi oleh dua sistem yaitu sistem RAA (Renin, Angiostensin,
Aldosteron) dan hormon ADH. 2 Setelah pengukuran U-0, OP diberikan perlakuan
untuk meminum air gula sebanyak 300 ml. Setelah perlakuan diberikan maka
dilakukan pengukuran beberapa variabel berupa volume urin, laju produksi urin,
berat jenis urin, warna urin, pH urin, glukosa pada urin, berat badan, dan tekanan
darah. Pengukuran semua variabel tersebut dilakukan setiap 30 menit. 2
Pada pengukuran laju produksi urin setelah pemberian air gula (U-30)
didapatkan laju produksi urin 0,48 ml/menit, dan volume yang dihasilkan turun
cukup banyak yaitu 14,5 ml. Keberadaan glukosa menyebabkan reabsorbsi air
meningkat, karena kadar glukosa pada gula dapat meningkatkan osmolaritas pada
ginjal sehingga kompensasinya adalah dengan meningkatkan reabsorbsi air
meningkat. 2
.Pada pengukuran laju produksi urin 30 menit selanjutnya (U-60) didapatkan
laju produksi urin 0,5 ml/menit, dan volume yang dihasilkan 15 ml. Ini tidak
sesuai dengan teori dimana seharusnya urin yang dikeluarkan menjadi lebih
sedikit karena peningkatan osmolaritas pada ginjal lebih tinggi. Hal ini
disebabkan karena glukosa dapat mencapai keadaan kadar puncak dalam darah
setelah 2 jam dikonsumsi, hal ini disebabkan proses absorpsi glukosa memerlukan
ion natrium dalam proses transpor difusi terfasilitasi.2
Perbedaan laju produksi antara U-30 dan U-60 adalah bahwa larutan glukosa
belum diabsorpsi dari sistem pencernaan ke dalam sirkulasi darah sehingga laju
produksi urin U-30 seharusnya lebih rendah dari U-60. Pada pengukuran U-90
hasil yang didapat sesuai dengan teori dimana volume dan laju produksi urin
semakin rendah. Laju produksi urin U-60 dan U-90 terus mengalami penurunan
dikarenakan pada saat proses reabsorpsi glukosa pada tubulus ginjal memerlukan
ion natrium untuk dapat melewati protein transporter. Pada saat glukosa dan
natrium direabsorbsi, maka molekul H2O akan ikut direabsorpsi secara pasif
melalui peristiwa osmosis mengikuti gradien konsentrasi natrium yang masuk ke
dalam sel tubulus ginjal. Hal ini yang menyebabkan berkurangnya volume urin
yang dihasilkan.2
Jumlah filtrasi suatu bahan = konsentrasi plasma bahan x LGF bahan
sedangkan jumlah filtrasi glukosa = 100 mg/100 ml x 125 ml/ menit = 125
mg/menit. Mekanisme pengangkut glukosa mampu secara aktif mereabsorpsi
hingga 375 mg glukosa per menit sebelum mencapai kemampuan transpor
maksimalnya. Jika melebihi dari jumlah 375 mg/ menit maka akan terdapat
glukosa saat pemeriksaan urin.1
Berat jenis urin berhubungan dengan molekul-molekul yang terdapat dalam
urin. Semakin pekat suatu urin yang dihasilkan, maka akan semakin besar berat
jenis urin tersebut. Hal ini dikarenakan terkonsentrasinya molekul-molekul sisa
yang terkandung dalam urin seperti urea, kreatinin dan fenol. Oleh karena itu,
didapatkan variasi berat jenis urin pada probandus sesuai dengan volume urin
yang dihasilkan. Warna urin berasal dari pemecahan bilirubin di hati yang akan
dieksresi melalui urin, bilirubin ini akan memberikan warna kuning pada urin.
Namun kepekatan warna urin tergantung dari komposisi urin. Jika kandungan air
dalam urin semakin banyak dan zat terlarut yang dihasilkan sedikit, maka warna
urin cenderung pudar, sedangkan jika urin yang dikeluarkan memiliki kandungan
air yang tinggi dan zat terlarut yang banyak, maka warna urin akan menjadi
kuning pekat.1,2
Pada pengukuran glukosa pada urin didapatkan nilai negatif pada semua
pemeriksaan. Hal ini disebabkan pada proses filtrasi glomerulus yang meloloskan
glukosa dalam cairan tubulus, semua glukosa dalam tubulus akan direabsorbsi
kembali secara utuh oleh sel tubulus secara transpor aktif sekunder sehingga
semua konstituens organik seperti glukosa dan asam amino tidak akan terdapat
dalam urin. pH urin berhubungan dengan sekresi ion H+ yang berperan dalam
memelihara keseimbangan asam-basa dalam tubuh. Ion H+ menjadikan pH urin
menjadi asam. Tingkat sekresi ion H+ bergantung pada keasaman cairan tubuh.
Pada pengukuran berat badan didapatkan nilai yang relatif konstan karena volume
pembuangan urin tidak terlalu banyak dan tidak signifikan mempengaruhi berat
badan dan tubuh akan menjaga berat badan untuk tetap stabil terhadap berbagai
perubahan yang ada.1
Pada pengukuran tekanan darah, didapatkan nilai yang bervariasi namun tidak
begitu bermakna. Tekanan darah sangat dipengaruhi oleh volume cairan ekstrasel
pada sirkulasi darah dan kadar ion natrium dalam tubuh. Pada orang percobaan,
pengeluaran volume cairan tidak begitu signifikan sehingga tidak terlalu drastis
mengubah tekanan darah. Menurunnya kadar natrium dalam tubuh dan
berkurangnya cairan tubuh, maka akan merangsang sistem Renin-Angiotensin-
Aldosteron dan ADH untuk mempertahankan cairan ekstrasel.2

4.2.3. Kelompok Konsumsi Air dan Latihan Anaerobik


Pada pemantauan urin saat 60 menit sebelum perlakuan U-0 didapatkan
output urin sebanyak 65 ml, berat jenis 1,015, warna kuning keruh, pH 6, glukosa
(-), berat badan 55 kg, dan tekanan darah 120/80 mmHg. Hasil ini menunjukkan
bahwa urin orang percobaan dilihat dari warnanya secara makroskopik kuning
keruh. Pengeluaran urin yang berkurang sedikit disebabkan kelenjar hipofisis
posterior mensekresi lebih banyak ADH. Akibatnya terjadi peningkatan
permeabilitas tubulus distal dan duktus koligens terhadap air. Keadaan ini akan
memungkinkan terjadinya reabsorpsi air dalam jumlah yang besar dan penurunan
volume urin, tetapi tidak mengubah kecepatan eksresi zat terlarut oleh ginjal
secara nyata. Namun, urin orang percobaan masih menunjukkan keadaan
fisiologis dilihat dari berat jenis urin, PH, dan glukosa yang menunjukkan hasil
negatif pada urin.
Pada pemantauan urin 30 menit setelah perlakuan U(30), didapatkan
volume urin 12 ml. Volume ini berkurang dibandingkan volume urin menit 0 yang
hanya sebesar 65 ml. Hal ini disebabkan probandus minum air 30 menit dan
melakukan latihan anaerobik. Saat probandus minum 300 cc air dan melakukan
latihan anaerobik (beraktivitas atau berolahraga), terjadi pengeluaran cairan yang
berlebihan melalui keringat. Apabila jumlah cairan yang keluar tidak tergantikan
maka tubuh akan menggalami kekurangan cairan atau dehidrasi. Menurut
Despopoulus dan Silbernagl, pada saat terjadi dehidrasi, maka mekanisme haus
dan ADH yang ada di hipotalamus akan aktif. Fungsi utama dari ADH adalah
menurunkan jumlah kehilangan cairan diginjal dengan meminimalkan
pengeluaran air melalui ginjal, air diabsorbsi di saluran cerna dan konsentrasi
elektrolit di CES diturunkan. Konsentrasi ADH yang tinggi juga mengakibatkan
vasokontriksi pembuluh darah perifer yang membantu meningkatkan tekanan
darah .Pengeluaran keringat yang berlebihan dan pengeluaran air melalui respirasi
selama percobaan mengakibatkan peningkatan tekanan osmolalitas. Adanya
peningkatan tekanan osmolalitas merupakan stimulus utama untuk pengeluaran
ADH selama percobaan. Peningkatan osmolalitas plasma oleh osmoreseptor yang
berada di hipotalamus akan menginisiasi mekanisme haus dan sekresi ADH yang
berdampak pada pemasukan air dan penghambatan urin, sehingga pada OP terjadi
penurunan jumlah urin dikarenakan terjadi peningkatan ADH.6
Mekanisme yang sama akan terus terjadi hingga pemantauan urin
probandus menit ke 60 setelah percobaan. Urin yang dikeluarkan sekitar 19 ml.
Berat jenis urin berhubungan dengan peningkatan atau penurunan osmolaritas
urin.3 semakin banyak partikel zat terlarut dalam suatu larutan, maka akan
semakin tinggi massa dan berat jenis larutan tersebut.2
Pada menit 90 dan 120 setelah minum air dan latihan anaerobik, ternyata
volume urin kembali naik 3 ml dari 12 ml dimenit 90 menjadi 15 ml dimenit 120,
berat jenis meningkat dari menit ke 90 yang beret jenis nya 1.025 dan pada menit
ke 120 berat jenis nya menjadi 1.030, warna tidak ada perubahan, urin tetap
berwarna kuning, PH juga tetap di angka 6. Hal ini disebabkan oleh peran ADH
yang akan disekresi dalam jumlah yang banyak dari hipofisis posterior dan tinggi
pada plasma menuju ke arah ginjal. Bila ADH konsentrasinya tinggi maka akan
meningkatkan permeabilitas tubulus distal, tubulus koligens kortikalis, dan duktus
koligens medulla. Akibatnya, urin yang keluar akan berkurang dan berwarna
pekat.2,4

4.2.4. Kelompok Konsumsi Teh


Pada hasil percobaan, didapatkan hasil bahwa urin yang dihasilkan oleh
probandus pada saat U-0 atau sebelum dilakukan percobaan adalah 93 ml. Setelah
30 menit didapatkan hasil menjadi 11 ml. Kemudian pada saat dilakukan
pengambilan urin selanjutnya yaitu pada U-60 didapatkan hasil yang lebih banyak
lagi yaitu 14 ml. Hal tersebut menunjukkan bahwa terjadi peningkatan jumlah urin
setelah probandus meminum air teh 300 cc. Pada saat U-90 terjadi pengurangan
jumlah urin menjadi 12 ml.
Dikarenakan meminum air teh 300 cc, pada probandus dihasilkan
peningkatan urin pada U-60 jika dibandingkan dengan U-30. Pada hal ini
dikarenakan teh mengandung kafein yang mempengaruhi terhadap Laju Filtrasi
Glomerulus (GFR) dan menurunkan reabsorpsi natrium. Kafein bekerja dalam
tubuh dengan mengambil alih reseptor adenosin dalam sel saraf yang akan
memacu produksi hormon adrenalin dan menyebabkan peningkatan tekanan
darah, sekresi asam lambung dan aktifitas otot serta perangsangan hati untuk
melepaskan senyawa gula pada aliran darah untuk menghasilkan energi ekstra.8
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan

5.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA

1. Sherwood, L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi 6. Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009.
2. Tortora, GJ, Derrickson B. Principles of natomy and physiology. New
Jersey: John Wiley & Sons; 2011.
3. Maughan RJ. Fluid and electrolyte loss and replacement in exercise. J
Sports Sci. 1991;9 Spec No:117–42.
4. Guyton AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 12. Jakarta:
EGC; 2011.
5. Barrett KE, Barman SM, Boitano S, Brooks H. Ganong’s Review of
Medical Physiology 25th Edition [Internet]. New York; Blacklick:
McGraw-Hill Medical Publishing Division McGraw-Hill Companies, The
[distributor]; 2015 [cited 2016 Mar 30]. Available from:
http://accessmedicine.mhmedical.com/book.aspx?bookid=1587
6. Mursyida AW. Pengaruh Aktifitas Fisik Aerobik dan Anaerobik Terhadap
Kadar Anti Diuretik Hormon (ADH) dan Elektrolit Darah. Palembang:
Politeknik Kesehatan; 2013.
7. Junqueira LC & Carneiro J. Histologi Dasar. Edisi 12. Alih bahasa Aji
Darma. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2011.
8. Uliyah, Musrifatul. Keterampilan Dasar Praktek Klinik. Jakarta: Salemba
Medika;2008.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai