Disusun Oleh :
Kelompok 2
Millenia Anastasya Br Meliala (19.P1.0004)
Clarissa Sudirman (19.P1.0015)
Megi Juliantini (19.P1.0018)
Mauritio Aldo Laksono (19.P1.0021)
Ciciliananda B.N.S Demoor (19.P1.0022)
Silviana Hotmarina Hutabarat (19.P1.0024)
Jasintha Florenza Kora (19.P1.0032)
Irine Kurnianingtyas (19.P1.0036)
Gloria Widya Pangesti (19.P1.0042)
Setelah pertolongan pertama Henry langsung dibawa ke RS untuk tindakan selanjutnya. Dari
hasil rontgen terlihat patah tulang tibia dan lepas sendi anklenya.
I. TERMINOLOGI
1. Tungkai : tungkai kaki (seluruh kakinya dari pangkal paha ke bawah)
(Sumber: KBBI)
2. Luka : kerusakan anatomi, keadaan pemisahan jaringan karena kekerasan atau
trauma.
(sumber: Marzoeki, Djohansjah. 1993. Ilmu Bedah Luka dan Perawatannya.
Surabaya: Airlangga University Press.)
3. Pertolongan pertama : pemberian pertolongan segera kepada penderita
sakit/cedera/kecelakaan yang memerlukan penanganan medis dasar.
(sumber: Lita Sarana, Juliati Susilo, et al. 2009. Pedoman Pertolongan
Pertama. Edisi kedua. Cetakan keempat. Bandung: Markas Pusat Palang
Merah Indonesia.)
4. Tulang tibia : tulang di bagian paling medial dan terbesar dari tungkai dibawah lutut,
berartikulasi dengan femur dan caput fibula di bagian atas dan dengan talus di
bagian bawah.
(sumber: Dorland)
5. Bidai : berbagai tindakan dan upaya untuk menghindari pergerakan, untuk
melindungi serta menstabilkan bagian tubuh yang cedera
(Sumber : Subandono Jarot, et al . Buku Pedoman Ketrampilan Klinis. Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret.2019)
6. Balutan (bandage) : strip atau gulungan kasa atau bahan lain untuk membungkus
atau mengikat suatu bagian tubuh
(Kamus Saku Kedokteran Dorland Edisi 29 p.91)
7. Rontgen : satuan internasional untuk radiasi sinar x dan sinar y;merupakan
jumlah radiasi sinar x dan sinar y sehingga emisi partikel terkait per 0,001293
gram udara kering yang dihasilkan dalan ion udara bermuatan 1 unit
elektrostatik baik muatan listrik positif atau negatif.
(sumber: Dorland)
8. Sendi ankle : sendi yang paling utama bagi tubuh untuk menjaga keseimbangan
saat berjalan dipermukaan yang tidak rata. Sendi ini tersusun dari tulang, ligamen,
tendon, dan seikat jaringan penghubung.
Sumber: Chehab Rukmi Hilmy. (2012). Trauma pada Sendi Pergelangan Kaki.
Jakarta: FKUI.
II. RUMUSAN MASALAH
1. Pertolongan pertama apa yang dapat diberikan?
2. Apa yang harus dihindari saat pemindahan lokasi pasien dari tengah lapangan
ke pinggir lapangan?
3. Mengapa pertolongan diberikan dengan bidai dan balutan?
4. Bagaimana cara membedakan antara dislokasi dan fraktur?
5. Apa perbedaan fraktur terbuka dan tertutup pada tibia?
6. Apa saja yang dapat menyebabkan terjadinya fraktur?
7. Apa pengaruh tendangan keras pada tungkai?
8. Apa saja tindakan selanjutnya yang mungkin dilakukan dipelayanan RS?
III. HIPOTESIS
1. 1. Letakkan balutan steril di atas area cedera untuk melindungi luka terbuka
terkontaminasi, menghentikan perdarahan, dan mengurangi infeksi.
Pembalutan tidak boleh terlalu kencang maupun longgar. Simpul balutan
dianjurkan pada posisi yang datar dan tidak boleh di atas luka. Pantau terus
kondisi pasien, terutama pernapasannya, karena mungkin korban bisa saja
mengalami syok. Periksa sirkulasi ekstremitas bawah yang cedera di luar
perban setiap 10 menit.
2. Tambahkan bantalan ekstra di sekitar tungkai dan lakukan pembidaian pada
persangkaan tulang yang patah. Jangan membalut terlalu ketat. Usahakan
gerakan apa pun seminimal mungkin.
2. Pada saat memindahkan pasien dari tengah lapangan ke pinggir lapangan perlu
untuk menghindari :
1. Memperburuk cedera atau mengakibatkan cedera tambahan yang dapat
membahayakan pasien.
2. Memindahkan pasien berada dalam kondisi yang mengancam jiwa
3. Penolong tidak yakin dengan jenis dan keparahan cedera pasien
Sumber:
- Susilowati, Rini. 2015. Jurus Rahasia Menguasai P3K (Pertolongan Pertama
Pada Kecelakan). Jakarta: Lembar Langit Indonesia.
- Asikin, M. Nasir, M. Podding, I Takko. 2016. Keperawatan Medikal Bedah:
Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: Erlangga.
4. Dislokasi
• Adalah suatu keadaan dimana terjadi perubahan dari letak permukaan tulang
satu terhadap lainnya yang membentuk persendian
• Bila permukaan sendi tidak berhubungan satu sama lain disebut dislokasi
(luksasi)
• Bila masih ada hubungan permukaan sendi satu sama lain disebut subluksasi
• Kondisi ini dikatakan sangat menyakitkan dan mampu melukai sistem saraf
jika dibiarkan terus menerus. Bagian-bagian yang umum mengalami dislokasi
adalah pergelangan kaki, lutut, pinggul, bahu, jari dan rahang.
Fraktur
• Namun demikian, patah tulang juga bisa terjadi akibat penyakit macam kanker
atau osteoporosis. Ada pula kondisi kelainan tubuh yang diturunkan secara
genetik hingga membuat seseorang mudah mengalami patah tulang. Namanya
Osteogenesis Imperfecta.
• adalah sajian kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, epifisis tulang rawan,
baik yang bersifat total maupun parsial.
6. Fraktur dapat disebabkan oleh insiden trauma dan kondisi patologis. Fraktur
terbuka terjadi akibat trauma, paling sering karena cedera berenergi tinggi, tetapi
juga bisa disebabkan oleh cedera berenergi rendah ketika ujung tajam dari
fragmen fraktur menembus kulit dan jaringan lunak. Cedera berenergi tinggi
misalnya seperti tembakan atau kecelakaan kendaraan bermotor. Sedangkan,
berenergi rendah seperti jatuh sederhana di rumah atau cedera saat
berolahraga.
(sumber: Sop JL, Sop A. 2020. Open Fracture Management. Treasure Island
(FL): StatPearls Publishing.)
7. Karena ukurannya yang cukup panjang dan berada di kaki bagian bawah, maka
mempunyai kecenderungan untuk menerima benturan dari kaki pemain lawan
yang melakukan tackling. Jika tackling yang diterima cukup keras, baik secara
sengaja atau tidak, maka kedua tulang tersebut dapat mengalami cedera. Cedera
yang terjadi dapat berupa retak bahkan sampai patah.
Sumber: Peterson, L, Renstrom, P. 1996. Sport Injuries. CIBA.
Tekanan berlebihan atau trauma langsung pada tulang menyebabkan suatu retakan
sehingga mengakibatkan kerusakan pada otot dan jaringan. Kerusakan otot dan
jaringan akan menyebabkan perdarahan, edema, dan hematoma. Lokasi retak
mungkin hanya retakan pada tulang, tanpa memindahkan tulang manapun. Fraktur
yang tidak terjadi disepanjang tulang dianggap sebagai fraktur yang tidak
sempurna sedangkan fraktur yang terjadi pada semua tulang yang patah dikenal
sebagai fraktur lengkap.
8. Setelah pasien sampai di UGD yang pertama kali harus dilakukan adalah
mengamankan dan mengaplikasikan prinsip ABCDE (Airway, Breathing, Circulation,
Disability Limitation, Exposure)
1. A : Airway, dengan kontrol servikal. Yang pertama harus dinilai adalah kelancaran
jalan nafas. Mengecek ada/tidaknya obstruksi jalan nafas oleh benda asing
2. B : Breathing. Setelah mengamankan airway maka selanjutnya kita harus menjamin
ventilasi yang baik. Beberapa sumber mengatakan pasien fraktur ekstremitas bawah
sebaiknya diberi high flow oxygen melalui nonbreathing mask dengan reservoir bag.
3. C : Circulation. Perhatikan volume darah, pendarahan, dan cardiac output.
4. D : Disability Limitation. dilakukan evaluasi singkat terhadap keadaan neurologis. yang
dinilai disini adalah tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil, tanda-tanda lateralisasi
dan tingkat cedera spinal
5. E : Exposure. pasien harus dibuka keseluruhan pakaiannya, seiring dengan cara
menggunting, guna memeriksa dan evaluasi setelah pakaian dibuka, penting bahwa
pasien diselimuti agar pasien tidak hipotermia
Selain itu terdapat pemeriksaan tambahan pada pasien dengan trauma musculoskeletal
yakni dengan
a. imobilisasi fraktur (dalam kasus ini fraktur tibia sebaiknya diimobilisasi dengan
cardboard/metaal gutter, long leg splint. Jika tersedia dapat dipasang gips dengan
imobilisasi meliputi tungkai bawaah, lutut, dan pergelangan kaki)
b. pemeriksaan radiologi.
IV. SKEMA
Keyword: fraktur, tatalaksana, pemeriksaan penunjang, etiologi, remodeling,
komplikasi, klasifikasi, patofisiologi, prognosis, diagnosis
Trauma tibia
Klasifikasi
Fraktur Cruris
Patofisiologi Remodeling
Diagnosis dan
Pemeriksaan
Tatalaksana
Prognosis Komplikasi
V. SASARAN BELAJAR
1. Mengetahui etiologi dari fraktur
2. Mengetahui klasifikasi fraktur
3. Mengetahui patofisiologi fraktur
4. Mengetahui mekanisme remodeling tulang
5. Mengetahui diagnosis dan pemeriksaan penunjang fraktur
6. Mengetahui tatalaksana fraktur
7. Mengetahui komplikasi fraktur
8. Mengetahui prognosis fraktur
tulang seperti pada kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, dan
a. fraktur traumatic
2) Infeksi seperti osteomyelitis : terjadi akibat infeksi akut atau dapat muncul
sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan nyeri.
Fraktur stres terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada suatu
lokasi tulang tertentu. Biasanya terjadi pada orang yang baru menambah
aktivitas mereka seperti baru diterima di angkatan bersenjata atau mulai
latihan lari.
Sumber :
2. Klasifikasi fraktur
a. Fraktur tertutup
Fraktur terutup adalah jenis fraktur yang tidak disertai dengan luka pada
bagian luar permukaan kulit sehingga bagian tulang yang patah tidak
berhubungan dengan bagian luar.
b. Fraktur terbuka
Fraktur terbuka adalah suatu jenis kondisi patah tulang dengan adanya luka
pada daerah yang patah sehingga bagian tulang berhubungan dengan udara
luar, biasanya juga disertai adanya pendarahan yang banyak. Tulang yang
patah juga ikut menonjol keluar dari permukaan kulit, namun tidak semua
fraktur terbuka membuat tulang menonjol keluar. Fraktur terbuka memerlukan
pertolongan lebih cepat karena terjadinya infeksi dan faktor penyulit lainnya.
c. Fraktur kompleksitas
Fraktur jenis ini terjadi pada dua keadaan yaitu pada bagian ekstermitas terjadi
patah tulang sedangkan pada sendinya terjadi dislokasi.
Sumbet:jurnal,poltekes jogja
3. Patofisiologi fraktur
4.
Trauma tidak
Trauma langsung Keadaan patologik
langsung
Fagositosis dan
pengangkatan puing-
puing sel mati
Aktivitas osteoblastik
Gangguan hematoma
segera dirangsang, baik
fraktur karena tulang
intraoeseus dan
yang digantikan dan
periosteal dari sel
dikecilkan
osteoprogninetor
Bekuan fibrin (fraktur hematoma)
terbentuk saat cedera dan
bertindak sebagai jaringan baru Aliran darah ke perifer
yang daopat dipatuhi sel-sel baru jaringan terkurang/
terhambat
Tulang atau callus
barus yang belum
matang terbentuk Akumulasi Merusak jaringan
dalam jaringan pembuluh darah Gangguan perfusi
jaringan
Reaksi
Bekuan fibrin segera diserap
inflanmasi Saraf perifer
dan sel-sel tulang baru secara
mendalam tergganggu
perlahan dirombak dari tulang
yang benar
Imobilisasi terganggu
Terbatasnya gerakan
Aktivasi, sinyal remodeling tulang endokrin PTH mengikat reseptor PTH pada
preosteoblas. Kerusakan pada matriks tulang yang termineralisasi
mengakibatkan apoptosis osteosit terlokalisasi, mengurangi konsentrasi TGF-β
lokal dan penghambatannya terhadap osteoklastogenesis.
Gejala klasik fraktur adalah adanya riwayat trauma, rasa nyeri dan bengkak di
bagian tulang yang patah, deformitas (angulasi, rotasi, diskrepansi), gangguan
fungsi muskuloskeletal akibat nyeri, putusnya kontinuitas tulang, dan
gangguan neurovaskuler. Apabila gejala klasik tersebut ada, secara klinis
diagnose fraktur dapat ditegakkan walaupun jenis konfigurasinya belum dapat
ditentukan.
Pada pemeriksaan fisik dilakukan tiga hal penting, yakni inspeksi / look:
deformitas (angulasi, rotasi, pemendekan, pemanjangan), bengkak. Palpasi /
feel (nyeri tekan, krepitasi). Status neurologis dan vaskuler di bagian distalnya
perlu diperiksa. Pemeriksaan gerakan / moving dinilai apakah adanya
keterbatasan pada pergerakan sendi yang berdekatan dengan lokasi fraktur.
6. Tatalaksana fraktur
1.Survey primer
Setelah pasien sampai di UGD yang pertama kali harus dilakukan adalah
mengamankan dan mengaplikasikan prinsip ABCDE
-Airway, dengan kontrol servikal. Yang pertama harus dinilai adalah
kelancaran jalan nafas,
-Breathing. Setelah mengamankan airway maka selanjutnya kita harus
menjamin ventilasi yang baik,
-Circulation Ketika mengevaluasi sirkulasi maka yang harus diperhatikan di
sini adalah volume darah, pendarahan, dan cardiac output,
-Disability. menjelang akhir survey primer maka dilakukan evaluasi singkat
terhadap keadaan neurologis.
-Exposure. pasien harus dibuka keseluruhan pakaiannya, seiring dengan cara
menggunting, guna memeriksa dan evaluasi pasien.
2.Survey Sekunder
Bagian dari survey sekunder pada pasien cedera muskuloskeletal adalah
anamnesis dan pemeriksaan fisik. tujuan dari survey sekunder adalah mencari
cedera cedera lain yang mungkin terjadi pada pasien sehingga tidak satupun
terlewatkan dan tidak terobati.
-Pada pemeriksaan fisik pasien, beberapa hal yang penting untuk dievaluasi
adalah (1) kulit yang melindungi pasien dari kehilangan cairan dan infeksi, (2)
fungsi neuromuskular (3) status sirkulasi, (4) integritas ligamentum dan
tulang. Cara pemeriksaannya dapat dilakukan dengan Look, Feel, Move. Pada
Look, kita menilai warna dan perfusi, luka, deformitas, pembengkakan, dan
memar.
-Pemeriksaan neurologi juga penting untuk dilakukan mengingat cedera
muskuloskeletal juga dapat menyebabkan cedera serabut syaraf dan iskemia
sel syaraf. Adapun beberapa cara yang dapat dilakukan adalah mengirigasi
luka dengan saline dan menyelimuti luka fraktur dengan ghas steril lembab
atau juga bisa diberikan betadine pada ghas. Berikan vaksinasi tetanus dan
juga antibiotik sebagai profilaksis infeksi.
Sumber: Diwan A, Eberlin KR, Smith RM. The principles and practice of
open fracture care, 2018. Chin J Traumatol. 2018;21(4):187-192.
7. Komplikasi fraktur
1. Syok
Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bias menyebabkan menurunnya oksigenasi. Hal ini biasanya
terjadi pada fraktur, pada kondisi tertentu terjadi syok neurogenic pada fraktur
femur karena rasa sakit yang hebat pada pasien
2. Kerusakan arteri
Pecahnya arteri karena trauma bias ditandai oleh; tidak adanya nadi; CRT
(Capillary Refill Time) menurun; sianosis distal; hematoma yang lebar; serta
dingin pada ekstremitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi
pembidaian; perubahan posisi pada yang sakit; tindakan reduksi dan
pembedahan
3. Sindrom kompartemen
Adalah suatu kondisi dimana terjebaknya otot, tulang, saraf dan pembuluh
darah dalam jaringan parut akibat suatu pembengkakan dari edema atau
hematoma yang menekan otot, syaraf, dan pembuluh darah. Kondisi sindrom
kompartemen akibat komplikasi fraktur hanya terjadi pada fraktur yang dekat
dengan persendian dan jarang terjadi pada bagian tengah tulang. Tanda khas
untuk sindrom kompartemen adalah 5 P (pain/ nyeri local, pallor/ pucat,
parestesi/tidak ada sensasi, pulslessness/ tidak ada denyut nadi , perubahan
nadi , perfusi yang kurang baik pada bagian distal, CRT > 3 detik pada bagian
distal kaki, paralysis/kelumpuhan tungkai)
4. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
ortopedik infeksi dimulai pada kulit (superfisial) dan masuk ke dalam. Hal ini
biasanya terjadi karena kasus fraktur terbuka, tapi bias juga karena
penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin (ORIF dan OREF) atau
plat.
5. Avaskular Nekrosis
Terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bias
menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkmanns
ischemia.
6. Sindrom emboli lemak
Adalah suatu komplikasi serius yang sering terjadi pada fraktur tulang
panjang. FES terjadi karena sel –sel lemak yang dihasilkan sumsum tulang
kuning masuk pada aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam
darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernapasan, takikardi,
hipertensi, takipneu, dan demam.
Komplikasi lama
1. Delayed union
Kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang
untuk menyatu kembali / tersambung dengan baik. Ini disebabkan karena
penurunan suplai darah ke tulang. Delayed union adalah fraktur yang tidak
sembuh setelah selang waktu 3- 5 bulan (3 bulan untuk anggota gerak atas dan
5 bulan untuk anggota gerak bawah
2. Non union
Apabila fraktur tidak sembuh dalam waktu antara 6-8 bulan dan tidak terjadi
konsolidasi sehingga dapat pseudoartrosis . pseudoartrosis dapat terjadi
dengan infeksi maupun tidak dengan infeksi.
3. Mal union
Keadaan dimana fraktur sembuh pada saatnya tetapi terdapat deformitas yang
berbentuk angulasi, varus/valgus, pemendekan, atau menyilang misalnya
fraktur radius ulna.
Sumber : Apley G, Solomon L. Buku ajar orthopedi dan fraktur sistem apley.
Jakarta: Widya Medika; 2013.
8. Prognosis fraktur
Pada kasus fraktur, prognosisnya bergantung dari tingkat keparahan seta
tatalaksana dari tim medis terhadap pasien. Jika penanganannya cepat, maka
prognosis akan lebih baik. Begitu juga sebaliknya. Sedangkan dari tingkat
keparahan, jika fraktur yang dialami ringan maka proses penyembuhan akan
berlangsung cepat dengan prognosis baik. Tetapi jika pada kasus fraktur berat,
prognosis juga akan buruk, tindakan yang dapat diambil adalah cacat fisik
hingga amputasi. Selain itu penderita usia muda akan lebih bagus
prognosisnya dibanding penderita usia lanjut. Berdasarkan skenario fraktur
terbuka merupakan kasus kegawatdaruratan dengan terbukanya barier jaringan
lunak, maka terancam mengalami proses infeksi. Prognosis pasien baik karena
telah dilakukan pertolongan pertama sebelum 6 jam sejak fraktur terjadi, luka
masih dalam periode emas penyembuhannya. Meskipun demikian pasien akan
mengalami penurunan fungsi awal yang perlahan membaik selama 6 hingga
12 bulan.
Sumber:
- Bresle, Michael J. 2006. Manual kedokteran darurat. Edisi 6. Jakarta: EGC
- Kazley J, Jahangir A. 2020. Tibia Diaphyseal Fracture. Treasure Island (FL):
StatPearls Publishing.
- Hoppenfeld, Stanley. 2017. Terapi dan Rehabilitasi Fraktur. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
VII. KESIMPULAN
Berdasarkan scenario laki-laki tsb mengarah pada fraktur tibia terbuka yg ditandai dengan riwayat
trauma,bengkok,dan adanya luka robek yg lebar.fraktur tibia terbuka disebabkan salah satunya oleh
fraktur secara langsung.tanda dan gejala fraktur tiba terbuka yaitu kesulitan berjalan dan
berlari,mati rasa,kesemutan serta nyeri hebat di kaki bagian bawah.penegakan diagnosis dapat
dilakukan dengan anamnesis,pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. pemeriksaan penunjang
yg dilakukan adalah pemeriksaan darah rutin,factor pembekuan darah, golongan darah, prostest,
dan urinalisa serta melakukan pemeriksaan radiologis yaitu rontgent, serta scan tulang
(fomogram,scan CT/MRI). Tatalaksana yg dpt dilakukan berupa farmakologis (obat anti nyeri, anti
biotik dan vaksin anti tetanus) dan nonfarmakologis (bidai, irigasi luka dengan saline, dan
menyelimuti dengan ghas steril dan lembab). Untuk menghindari adanya komplikasi yg dapat terjadi
misalnya komplikasi awal fraktur dan komplikasi lama. Apabila tatalaksana dilakukan dengan cepat
dan baik, maka prognosis pasien tersebut akan baik.