Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING

SKENARIO 4 BLOK 4.2


“ Aduhh Sakit… ”

Tutor : dr. Fransisca Pramesshinta, M.Si.Med

Disusun Oleh :
Kelompok 2
Millenia Anastasya Br Meliala (19.P1.0004)
Clarissa Sudirman (19.P1.0015)
Megi Juliantini (19.P1.0018)
Mauritio Aldo Laksono (19.P1.0021)
Ciciliananda B.N.S Demoor (19.P1.0022)
Silviana Hotmarina Hutabarat (19.P1.0024)
Jasintha Florenza Kora (19.P1.0032)
Irine Kurnianingtyas (19.P1.0036)
Gloria Widya Pangesti (19.P1.0042)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG
2021
SKENARIO 4
Aduhh Sakit…
 
Aduhhh….tiba-tiba Henry 19 tahun berteriak keras, sambil memegang tungkainya.
Ia berguling-guling dilapangan karena pada saat itu bertabrakan langsung dengan lawan.
Tungkai Henry ditendang oleh kaki lawan sehingga terlihat bengkok dan terkulai juga terlihat
luka robek yang lebar. Saat itu juga teman-teman dan tim kesehatan pertandingan melakukan
pertolongan pertama. Henry dibaringkan diluar lapangan dan tungkainya langsung dipasang
bidai dan diberi balutan.

Setelah pertolongan pertama Henry langsung dibawa ke RS untuk tindakan selanjutnya. Dari
hasil rontgen terlihat patah tulang tibia dan lepas sendi anklenya.

I. TERMINOLOGI
1. Tungkai : tungkai kaki (seluruh kakinya dari pangkal paha ke bawah)
(Sumber: KBBI)
2. Luka : kerusakan anatomi, keadaan pemisahan jaringan karena kekerasan atau
trauma.
(sumber: Marzoeki, Djohansjah. 1993. Ilmu Bedah Luka dan Perawatannya.
Surabaya: Airlangga University Press.)
3. Pertolongan pertama : pemberian pertolongan segera kepada penderita
sakit/cedera/kecelakaan yang memerlukan penanganan medis dasar.
(sumber: Lita Sarana, Juliati Susilo, et al. 2009. Pedoman Pertolongan
Pertama. Edisi kedua. Cetakan keempat. Bandung: Markas Pusat Palang
Merah Indonesia.)
4. Tulang tibia : tulang di bagian paling medial dan terbesar dari tungkai dibawah lutut,
berartikulasi dengan femur dan caput fibula di bagian atas dan dengan talus di
bagian bawah.
(sumber: Dorland)
5. Bidai : berbagai tindakan dan upaya untuk menghindari pergerakan, untuk
melindungi serta menstabilkan bagian tubuh yang cedera
(Sumber : Subandono Jarot, et al . Buku Pedoman Ketrampilan Klinis. Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret.2019)
6. Balutan (bandage) : strip atau gulungan kasa atau bahan lain untuk membungkus
atau mengikat suatu bagian tubuh
(Kamus Saku Kedokteran Dorland Edisi 29 p.91)
7. Rontgen : satuan internasional untuk radiasi sinar x dan sinar y;merupakan
jumlah radiasi sinar x dan sinar y sehingga emisi partikel terkait per 0,001293
gram udara kering yang dihasilkan dalan ion udara bermuatan 1 unit
elektrostatik baik muatan listrik positif atau negatif.
(sumber: Dorland)
8. Sendi ankle : sendi yang paling utama bagi tubuh untuk menjaga keseimbangan
saat berjalan dipermukaan yang tidak rata. Sendi ini tersusun dari tulang, ligamen,
tendon, dan seikat jaringan penghubung.
Sumber: Chehab Rukmi Hilmy. (2012). Trauma pada Sendi Pergelangan Kaki.
Jakarta: FKUI.
II. RUMUSAN MASALAH
1. Pertolongan pertama apa yang dapat diberikan?
2. Apa yang harus dihindari saat pemindahan lokasi pasien dari tengah lapangan
ke pinggir lapangan?
3. Mengapa pertolongan diberikan dengan bidai dan balutan?
4. Bagaimana cara membedakan antara dislokasi dan fraktur?
5. Apa perbedaan fraktur terbuka dan tertutup pada tibia?
6. Apa saja yang dapat menyebabkan terjadinya fraktur?
7. Apa pengaruh tendangan keras pada tungkai?
8. Apa saja tindakan selanjutnya yang mungkin dilakukan dipelayanan RS?

III. HIPOTESIS
1. 1. Letakkan balutan steril di atas area cedera untuk melindungi luka terbuka
terkontaminasi, menghentikan perdarahan, dan mengurangi infeksi.
Pembalutan tidak boleh terlalu kencang maupun longgar. Simpul balutan
dianjurkan pada posisi yang datar dan tidak boleh di atas luka. Pantau terus
kondisi pasien, terutama pernapasannya, karena mungkin korban bisa saja
mengalami syok. Periksa sirkulasi ekstremitas bawah yang cedera di luar
perban setiap 10 menit.
2. Tambahkan bantalan ekstra di sekitar tungkai dan lakukan pembidaian pada
persangkaan tulang yang patah. Jangan membalut terlalu ketat. Usahakan
gerakan apa pun seminimal mungkin.

Sumber: Chehab Rukmi Hilmy. (2012). Trauma pada Sendi Pergelangan


Kaki. Jakarta: FKUI.

2. Pada saat memindahkan pasien dari tengah lapangan ke pinggir lapangan perlu
untuk menghindari :
1. Memperburuk cedera atau mengakibatkan cedera tambahan yang dapat
membahayakan pasien.
2. Memindahkan pasien berada dalam kondisi yang mengancam jiwa
3. Penolong tidak yakin dengan jenis dan keparahan cedera pasien

Sumber : Suarningsih, Ni Kadek Ayu. Pelaksanaan Teknik Memindahkan


Pasien Trauma. Denpasar : FK Unud. 2017.

3. Tujuan bidai dan pembalutan adalah untuk meminimalisir resiko terjadinya


kerusakan jaringan guna mencegah keparahan kondisi, mengurangi rasa sakit,
serta mencegah kecacatan dan infeksi Tujuan lain dari bidai dan pembalutan yaitu
melindungi luka terbuka terkontaminasi, menghentikan perdarahan, memperbaiki
suhu tubuh.
Balut adalah suatu benda, dapat berbentuk kain maupun kassa steril yang
digunakan untuk menutup luka. Tujuan pembalutan adalah untuk menutup luka
dan menghentikan pendarahan agar luka tidak terkontaminasi dan infeksi.
Sedangkan, bidai adalah suatu alat yang bersifat kaku atau keras yang digunakan
pada patah tulang. Pembidaian bertujuan untuk imobilisasi dan fiksasi eksternal
mencegah bertambah parahnya suatu luka patah tulang.

Sumber:
- Susilowati, Rini. 2015. Jurus Rahasia Menguasai P3K (Pertolongan Pertama
Pada Kecelakan). Jakarta: Lembar Langit Indonesia.
- Asikin, M. Nasir, M. Podding, I Takko. 2016. Keperawatan Medikal Bedah:
Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: Erlangga.

4. Dislokasi
• Adalah suatu keadaan dimana terjadi perubahan dari letak permukaan tulang
satu terhadap lainnya yang membentuk persendian
• Bila permukaan sendi tidak berhubungan satu sama lain disebut dislokasi
(luksasi)
• Bila masih ada hubungan permukaan sendi satu sama lain disebut subluksasi
• Kondisi ini dikatakan sangat menyakitkan dan mampu melukai sistem saraf
jika dibiarkan terus menerus. Bagian-bagian yang umum mengalami dislokasi
adalah pergelangan kaki, lutut, pinggul, bahu, jari dan rahang.

Fraktur

• patah tulang merupakan kondisi di mana tulang mengalami perubahan bentuk


entah akibat keretakan atau rusak sepenuhnya. Patah tulang terjadi karena adanya
benturan besar dari luar tubuh, seperti cedera olahraga atau tabrakan mobil.

• Namun demikian, patah tulang juga bisa terjadi akibat penyakit macam kanker
atau osteoporosis. Ada pula kondisi kelainan tubuh yang diturunkan secara
genetik hingga membuat seseorang mudah mengalami patah tulang. Namanya
Osteogenesis Imperfecta.

• adalah sajian kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, epifisis tulang rawan,
baik yang bersifat total maupun parsial.

• Pemutusan kontinuitas periosteum , dengan atau tanpa diskontinuitas serupa di


endosteum , karena keduanya mengandung banyak reseptor nyeri.

• Edema dan hematoma jaringan lunak di dekatnya yang disebabkan oleh


sumsum tulang yang pecah menimbulkan nyeri tekan.
Sumber: Mahartha, Adi. 2013. MANAJEMEN FRAKTUR PADA TRAUMA
MUSKULOSKELETAL. Bali : Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
5. Fraktur tertutup adalah fraktur tanpa adanya komplikasi, kulit masih utuh,
tulang tidak keluar melalui kulit. Fraktur terbuka adalah fraktur yang merusak
jaringan kulit, karena adanya hubungan dengan lingkungan luar, maka fraktur
terbuka sangat berpotensi menjadi infeksi. Fraktur terbuka dibagi lagi menjadi tiga
grade, yaitu Grade I, II, dan III. Grade I adalah robekan kulit dengan kerusakan
kulit dan otot. Grade II seperti grade 1 dengan memar kulit dan otot. Grade III
luka sebesar 6-8 cm dengan kerusakan pembuluh darah, syaraf, kulit dan otot.

Sumber: Asrizal1, Rinaldi Aditya.2014. CLOSED FRACTURE 1/3 MIDDLE


FEMUR DEXTRA. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

6. Fraktur dapat disebabkan oleh insiden trauma dan kondisi patologis. Fraktur
terbuka terjadi akibat trauma, paling sering karena cedera berenergi tinggi, tetapi
juga bisa disebabkan oleh cedera berenergi rendah ketika ujung tajam dari
fragmen fraktur menembus kulit dan jaringan lunak. Cedera berenergi tinggi
misalnya seperti tembakan atau kecelakaan kendaraan bermotor. Sedangkan,
berenergi rendah seperti jatuh sederhana di rumah atau cedera saat
berolahraga.

(sumber: Sop JL, Sop A. 2020. Open Fracture Management. Treasure Island
(FL): StatPearls Publishing.)

7. Karena ukurannya yang cukup panjang dan berada di kaki bagian bawah, maka
mempunyai kecenderungan untuk menerima benturan dari kaki pemain lawan
yang melakukan tackling. Jika tackling yang diterima cukup keras, baik secara
sengaja atau tidak, maka kedua tulang tersebut dapat mengalami cedera. Cedera
yang terjadi dapat berupa retak bahkan sampai patah.
Sumber: Peterson, L, Renstrom, P. 1996. Sport Injuries. CIBA.
Tekanan berlebihan atau trauma langsung pada tulang menyebabkan suatu retakan
sehingga mengakibatkan kerusakan pada otot dan jaringan. Kerusakan otot dan
jaringan akan menyebabkan perdarahan, edema, dan hematoma. Lokasi retak
mungkin hanya retakan pada tulang, tanpa memindahkan tulang manapun. Fraktur
yang tidak terjadi disepanjang tulang dianggap sebagai fraktur yang tidak
sempurna sedangkan fraktur yang terjadi pada semua tulang yang patah dikenal
sebagai fraktur lengkap.

8. Setelah pasien sampai di UGD yang pertama kali harus dilakukan adalah
mengamankan dan mengaplikasikan prinsip ABCDE (Airway, Breathing, Circulation,
Disability Limitation, Exposure)
1. A : Airway, dengan kontrol servikal. Yang pertama harus dinilai adalah kelancaran
jalan nafas. Mengecek ada/tidaknya obstruksi jalan nafas oleh benda asing
2. B : Breathing. Setelah mengamankan airway maka selanjutnya kita harus menjamin
ventilasi yang baik. Beberapa sumber mengatakan pasien fraktur ekstremitas bawah
sebaiknya diberi high flow oxygen melalui nonbreathing mask dengan reservoir bag.
3. C : Circulation. Perhatikan volume darah, pendarahan, dan cardiac output.
4. D : Disability Limitation. dilakukan evaluasi singkat terhadap keadaan neurologis. yang
dinilai disini adalah tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil, tanda-tanda lateralisasi
dan tingkat cedera spinal
5. E : Exposure. pasien harus dibuka keseluruhan pakaiannya, seiring dengan cara
menggunting, guna memeriksa dan evaluasi setelah pakaian dibuka, penting bahwa
pasien diselimuti agar pasien tidak hipotermia

Selain itu terdapat pemeriksaan tambahan pada pasien dengan trauma musculoskeletal
yakni dengan
a. imobilisasi fraktur (dalam kasus ini fraktur tibia sebaiknya diimobilisasi dengan
cardboard/metaal gutter, long leg splint. Jika tersedia dapat dipasang gips dengan
imobilisasi meliputi tungkai bawaah, lutut, dan pergelangan kaki)
b. pemeriksaan radiologi.

Sumber : Putu sukma parahita dan putu kurniyata.management of extremity


fracture in emergency department. Denpasar : FK Unud.2016.

IV. SKEMA
Keyword: fraktur, tatalaksana, pemeriksaan penunjang, etiologi, remodeling,
komplikasi, klasifikasi, patofisiologi, prognosis, diagnosis

Trauma tibia

Klasifikasi

Fraktur Cruris

Patofisiologi Remodeling
Diagnosis dan
Pemeriksaan

Tatalaksana

Prognosis Komplikasi
V. SASARAN BELAJAR
1. Mengetahui etiologi dari fraktur
2. Mengetahui klasifikasi fraktur
3. Mengetahui patofisiologi fraktur
4. Mengetahui mekanisme remodeling tulang
5. Mengetahui diagnosis dan pemeriksaan penunjang fraktur
6. Mengetahui tatalaksana fraktur
7. Mengetahui komplikasi fraktur
8. Mengetahui prognosis fraktur

VI. BELAJAR MANDIRI


1. Etiologi fraktur

1. Trauma langsung ( direct )

Fraktur yang disebabkan oleh adanya benturan langsung pada jaringan

tulang seperti pada kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, dan

benturan benda keras oleh kekuatan langsung.

2. Trauma tidak langsung ( indirect )

Fraktur yang bukan disebabkan oleh benturan langsung, tapi lebih

disebabkan oleh adanya beban yang berlebihan pada jaringan tulang

atau otot , contohnya seperti pada olahragawan atau pesenam yang

menggunakan hanya satu tangannya untuk menumpu beban badannya.

Secara etiologis , fraktur dibagi menjadi

a. fraktur traumatic

terjadi karena trauma yang mendadak, disebabkan oleh :

1) kekerasan lagsung : menyebabkan fraktur pada titik terjadinya kekerasan.


Fraktur ini biasanya bersifat terbuka dengan garis patahan melintang/miring

2) kekerasan tidak langsung : menyebabkan fraktur di area yang jauh dari


tempat terjadinya kekerasan. Biasanya area paling lemah dalam jalur hantaran
vector kekerasan.
b. fraktur patologis (fraktur insufiensi fragility fracture)

fraktur patologis terjadi karena kelemahan di tulang yang diakibatkan adanya


kelainan patologis dalam tulang, seperti

1) Tumor tulang (jinak atau ganas) : pertumbuhan abnormal jaringan baru


yang tidak terkendali/progresif

2) Infeksi seperti osteomyelitis : terjadi akibat infeksi akut atau dapat muncul
sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan nyeri.

3) Rakhitis : terjadi karena defisiensi vitamin D

c. fraktur stress/ beban

Fraktur stres terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada suatu
lokasi tulang tertentu. Biasanya terjadi pada orang yang baru menambah
aktivitas mereka seperti baru diterima di angkatan bersenjata atau mulai
latihan lari.

d. Fraktur transkondral : fragmentasi dan separasi sebagian tulang rawan


sendi. Lokasi yang sering mengalami fraktur transkondral adalah femur distal,
pergelangan kaki, patella, siku, dan pergelangan tangan. Sering terjadi pada
usia remaja

Sumber :

1. Fam, Ivandi. Pengaruh Pemberian Injeksi Ketorolac Intraperitoneal


Terhadap Penyembuhan Fraktur Kruris Tikus Wistar Dewasa.
Semarang : Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. 2016
2. Huether, Sue E. dan Kathryn L. McCance. Buku Ajar Patofisiologi.
Edisi 6. Volume 2. Singapore : Elsevier. 2019. P.422-3

2. Klasifikasi fraktur

Fraktur dapat diklasifikasikan menjadi fraktur tertutup dan frakturterbuka.


Fraktur tertutup memiliki kulit yang masih utuh diatas lokasi cedera,
sedangkan fraktur terbuka dicirikan oleh robeknya kulit diatas cedera tulang.
Kerusakan jaringan dapat sangat luas pada fraktur terbuka, yang dibagi
berdasarkan keparahannya

a. Derajat 1 : Luka kurang dari 1 cm, kontaminasi minimal

b. Derajat 2 : Luka lebih dari 1 cm, kontaminasi sedang


c. Derajat 3 : Luka melebihi 6 hingga 8 cm, ada kerusakan luas pada jaringan
lunak, saraf, tendon, kontaminasi banyak. Fraktur terbuka dengan derajat 3
harus sedera ditangani karena resiko infeksi.fraktur dapat dibagi kedalam tiga
jenis antara lain:

a. Fraktur tertutup

Fraktur terutup adalah jenis fraktur yang tidak disertai dengan luka pada
bagian luar permukaan kulit sehingga bagian tulang yang patah tidak
berhubungan dengan bagian luar.

b. Fraktur terbuka

Fraktur terbuka adalah suatu jenis kondisi patah tulang dengan adanya luka
pada daerah yang patah sehingga bagian tulang berhubungan dengan udara
luar, biasanya juga disertai adanya pendarahan yang banyak. Tulang yang
patah juga ikut menonjol keluar dari permukaan kulit, namun tidak semua
fraktur terbuka membuat tulang menonjol keluar. Fraktur terbuka memerlukan
pertolongan lebih cepat karena terjadinya infeksi dan faktor penyulit lainnya.

c. Fraktur kompleksitas

Fraktur jenis ini terjadi pada dua keadaan yaitu pada bagian ekstermitas terjadi
patah tulang sedangkan pada sendinya terjadi dislokasi.
Sumbet:jurnal,poltekes jogja

3. Patofisiologi fraktur

4.
Trauma tidak
Trauma langsung Keadaan patologik
langsung

Fraktur tertutup Tekanan pada tulang Fraktur terbuka

Kerusakan struktur tulang


Akumulasi dalam Merusak jaringan
jaringan pembuluh darah

Reaksi inflamasi Vasodilatasi


mendalam

Peningkatan aliran Resiko defiseinsi volume


Desakan di darah ke area cairan berkaitan dengan
jaringan sekitar cedera/lokal kerusakan pembuluh darah

Leukosit dan sel


Nyeri mast terakumulasi Shock Hipovolemik

Fagositosis dan
pengangkatan puing-
puing sel mati

Aktivitas osteoblastik
Gangguan hematoma
segera dirangsang, baik
fraktur karena tulang
intraoeseus dan
yang digantikan dan
periosteal dari sel
dikecilkan
osteoprogninetor
Bekuan fibrin (fraktur hematoma)
terbentuk saat cedera dan
bertindak sebagai jaringan baru Aliran darah ke perifer
yang daopat dipatuhi sel-sel baru jaringan terkurang/
terhambat
Tulang atau callus
barus yang belum
matang terbentuk Akumulasi Merusak jaringan
dalam jaringan pembuluh darah Gangguan perfusi
jaringan

Reaksi
Bekuan fibrin segera diserap
inflanmasi Saraf perifer
dan sel-sel tulang baru secara
mendalam tergganggu
perlahan dirombak dari tulang
yang benar
Imobilisasi terganggu

Tulang sejati menggantikan Gangguan mobilitas fisik


nyeri callus dan secara terkait dengan
perlahan terklasifikasi. Kerusakan kulit dan gangguan
( beberapa minggu hingga jaringan muskuloskeletal
beberapa bulan

Terbatasnya gerakan

Gangguan integritas kulit dan Resiko infeksi terkait trauma


jaringan yang berkaitan jaringan
dengan perbaikan bedah

SUMBER : McCarthy, E., & Frassica, F. (2014). The pathophysiology of fractures. In


Pathology of Bone and Joint Disorders: With Clinical and Radiographic Correlation (pp.
101-113). Cambridge: Cambridge University Press. doi:10.1017/CBO9781139946247.006

4. Mekanisme remodeling tulang


Sebelum aktivasi, permukaan tulang istirahat ditutupi dengan sel-sel lapisan
tulang, termasuk preosteoblas yang diselingi dengan osteomac. Sel-B ada di
sumsum tulang dan mengeluarkan OPG, yang menekan osteoklastogenesis.

Aktivasi, sinyal remodeling tulang endokrin PTH mengikat reseptor PTH pada
preosteoblas. Kerusakan pada matriks tulang yang termineralisasi
mengakibatkan apoptosis osteosit terlokalisasi, mengurangi konsentrasi TGF-β
lokal dan penghambatannya terhadap osteoklastogenesis.

Resorpsi, sebagai respons terhadap pensinyalan PTH, MCP-1 dilepaskan dari


osteoblas dan merekrut preosteoklas ke permukaan tulang. Selain itu, ekspresi
OPG osteoblas menurun, dan produksi CSF-1 dan RANKL meningkat untuk
mendorong proliferasi prekursor osteoklas dan diferensiasi osteoklas dewasa.
Osteoklas dewasa berlabuh ke situs pengikatan RGD, menciptakan lingkungan
mikro terlokalisasi (zona tertutup) yang memfasilitasi degradasi matriks tulang
yang termineralisasi.

Pembalikan, pembalikan sel menelan dan menghilangkan kolagen tercerna


demineralisasi dari permukaan tulang. Sinyal transisi dihasilkan yang
menghentikan resorpsi tulang dan merangsang proses pembentukan tulang.

Pembentukan, sinyal pembentukan, dan molekul muncul dari matriks tulang


yang terdegradasi, osteoklas dewasa, dan sel yang berpotensi pembalikan.
PTH dan aktivasi mekanis osteosit mengurangi ekspresi sklerostin,
memungkinkan pembentukan tulang terarah Wnt terjadi.
Penghentian, ekspresi sklerostin kemungkinan besar kembali, dan
pembentukan tulang berhenti. Osteoid yang baru diendapkan mengalami
termineralisasi, permukaan tulang kembali ke keadaan istirahat dengan sel-sel
lapisan tulang yang diselingi dengan osteomac, dan siklus pembentukan
kembali selesai.
Sumber: Hauge E. M., Qvesel D., Eriksen E. F., Mosekilde L., Melsen F. (2001) J.
Bone Miner. Res. 16, 1575–1582 [PubMed]

5. Diagnosis dan pemeriksaan penunjang fraktur

Gejala klasik fraktur adalah adanya riwayat trauma, rasa nyeri dan bengkak di
bagian tulang yang patah, deformitas (angulasi, rotasi, diskrepansi), gangguan
fungsi muskuloskeletal akibat nyeri, putusnya kontinuitas tulang, dan
gangguan neurovaskuler. Apabila gejala klasik tersebut ada, secara klinis
diagnose fraktur dapat ditegakkan walaupun jenis konfigurasinya belum dapat
ditentukan.

Anamnesis dilakukan untuk menggali riwayat mekanisme cedera (posisi


kejadian) dan kejadian-kejadian yang berhubungan dengan cedera tersebut.
riwayat cedera atau fraktur sebelumnya, riwayat sosial ekonomi, pekerjaan,
obat-obatan yang dia konsumsi, merokok, riwayat alergi dan riwayat
osteoporosis serta penyakit lain

Pada pemeriksaan fisik dilakukan tiga hal penting, yakni inspeksi / look:
deformitas (angulasi, rotasi, pemendekan, pemanjangan), bengkak. Palpasi /
feel (nyeri tekan, krepitasi). Status neurologis dan vaskuler di bagian distalnya
perlu diperiksa. Pemeriksaan gerakan / moving dinilai apakah adanya
keterbatasan pada pergerakan sendi yang berdekatan dengan lokasi fraktur.

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan antara lain laboratorium meliputi


darah rutin, faktor pembekuan darah, golongan darah, cross-test, dan urinalisa.
Pemeriksaan radiologis untuk lokasi fraktur harus menurut rule of two: dua
gambaran, anteroposterior (AP) dan lateral, memuat dua sendi di proksimal
dan distal fraktur, memuat gambaran foto dua ekstremitas, yaitu ekstremitas
yang cedera dan yang tidak terkena cedera (pada anak) dan dua kali, yaitu
sebelum tindakan dan sesudah tindakan.

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada klien dengan fraktur adalah


Pemeriksaan rontgen dengan tujuan untuk menentukan lokasi / luasnya fraktur
/ trauma. Scan tulang (fomogram, scan CT / MRI) untuk memperlihatkan
fraktur dan juga dapat digunakan untuk mengidentifikasikan kerusakan
jaringan lunak. Arteriogram, dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
Hitung darah lengkap HT mungkin meningkat (hemo konsentrasi) atau
menurun (pendarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma
multiple) Hb, leukosit, LED, golongan darah
1. Helmi ZN. Buku Ajar GANGGUAN MUSKULOSKELETAL. Jakarta:
Salemba Medika. 2011. p411-55

2. Sjamsuhidayat, de Jong. BUKU AJAR ILMU BEDAH EDISI Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran ECG. 2011. p959-1083

3. Salter RB. Textbook Disorders and Injuries of The Muskuloskeletal


System Third Edition. USA: Lippincott Williams and Wilkins. 1999.
p417-498
4. Nayagam S. Principles of Fractures. Dalam: Solomon L, Warwick D,
Nayagam S. Apley’s System of Orthopaedics and Fractures Ninth
Edition. London: Hodder Education. 2010. p687-732

6. Tatalaksana fraktur

1.Survey primer

Setelah pasien sampai di UGD yang pertama kali harus dilakukan adalah
mengamankan dan mengaplikasikan prinsip ABCDE
-Airway, dengan kontrol servikal. Yang pertama harus dinilai adalah
kelancaran jalan nafas,
-Breathing. Setelah mengamankan airway maka selanjutnya kita harus
menjamin ventilasi yang baik,
-Circulation Ketika mengevaluasi sirkulasi maka yang harus diperhatikan di
sini adalah volume darah, pendarahan, dan cardiac output,
-Disability. menjelang akhir survey primer maka dilakukan evaluasi singkat
terhadap keadaan neurologis.
-Exposure. pasien harus dibuka keseluruhan pakaiannya, seiring dengan cara
menggunting, guna memeriksa dan evaluasi pasien.

pemeriksaan tambahan pada pasien dengan trauma muskuloskeletal seperti


fraktur adalah imobilisasi patah tulang dan pemeriksaan radiologi

2.Survey Sekunder
Bagian dari survey sekunder pada pasien cedera muskuloskeletal adalah
anamnesis dan pemeriksaan fisik. tujuan dari survey sekunder adalah mencari
cedera cedera lain yang mungkin terjadi pada pasien sehingga tidak satupun
terlewatkan dan tidak terobati.

-Pada pemeriksaan fisik pasien, beberapa hal yang penting untuk dievaluasi
adalah (1) kulit yang melindungi pasien dari kehilangan cairan dan infeksi, (2)
fungsi neuromuskular (3) status sirkulasi, (4) integritas ligamentum dan
tulang. Cara pemeriksaannya dapat dilakukan dengan Look, Feel, Move. Pada
Look, kita menilai warna dan perfusi, luka, deformitas, pembengkakan, dan
memar.
-Pemeriksaan neurologi juga penting untuk dilakukan mengingat cedera
muskuloskeletal juga dapat menyebabkan cedera serabut syaraf dan iskemia
sel syaraf. Adapun beberapa cara yang dapat dilakukan adalah mengirigasi
luka dengan saline dan menyelimuti luka fraktur dengan ghas steril lembab
atau juga bisa diberikan betadine pada ghas. Berikan vaksinasi tetanus dan
juga antibiotik sebagai profilaksis infeksi.

1.Lee C, Porter KM. Prehospital Management of Lower Limb Fracture.


Emerg Med J 2005;22:660–663

2.American College of Surgeons Comittee on Trauma. Advanced Trauma


Life Support for Doctors (ATLS) Student Course Manual. 8th ed.
Chicago, IL : American College of Surgeons ; 2008
Manajemen bedah fraktur terbuka
a. Debridement dan lavage :  operasi yang bertujuan untuk membersihkan luka
dari benda asing dan jaringan mati.
b. Stabilisasi fraktur : Stabilisasi awal kerangka tulang sangat penting dalam
manajemen fraktur terbuka dalam mengurangi kemungkinan infeksi dan
membantu pemulihan jaringan lunak. Pemasangan fiksasi internal (plate and
crew) dapat dipasang setelah luka jaringan lunak baik dan diyakini tidak ada
infeksi lagi, sedangkan pemasangan fiksasi ekternal (gips) pada fraktur
terbuka derajat III adalah salah satu pilihan untuk memfiksasi fragmen-
fragmen fraktur tersebut guna mempermudah perawatan luka harian.
c. Penutupan jaringan lunak : pada luka kecil dan tidak banyak kontaminasi
setelah dilakukan debridement dan irigasi dapat langsung dilakukan penutupan
secara primer tanpa tegangan. Sementara, pada luka yang luas dengan
kontaminasi berat sebaiknya dirawat secara terbuka, luka dibalut kassa steril
dan dilakukan evaluasi setiap hari.

Sumber: Diwan A, Eberlin KR, Smith RM. The principles and practice of
open fracture care, 2018. Chin J Traumatol. 2018;21(4):187-192.

7. Komplikasi fraktur
1. Syok
Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bias menyebabkan menurunnya oksigenasi. Hal ini biasanya
terjadi pada fraktur, pada kondisi tertentu terjadi syok neurogenic pada fraktur
femur karena rasa sakit yang hebat pada pasien
2. Kerusakan arteri
Pecahnya arteri karena trauma bias ditandai oleh; tidak adanya nadi; CRT
(Capillary Refill Time) menurun; sianosis distal; hematoma yang lebar; serta
dingin pada ekstremitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi
pembidaian; perubahan posisi pada yang sakit; tindakan reduksi dan
pembedahan
3. Sindrom kompartemen
Adalah suatu kondisi dimana terjebaknya otot, tulang, saraf dan pembuluh
darah dalam jaringan parut akibat suatu pembengkakan dari edema atau
hematoma yang menekan  otot, syaraf, dan pembuluh darah. Kondisi sindrom
kompartemen akibat komplikasi fraktur hanya terjadi pada fraktur yang dekat
dengan persendian dan jarang terjadi pada bagian tengah tulang. Tanda khas
untuk sindrom kompartemen adalah 5 P (pain/ nyeri local, pallor/ pucat,
parestesi/tidak ada sensasi, pulslessness/ tidak ada denyut nadi , perubahan
nadi , perfusi yang kurang baik pada bagian distal, CRT > 3 detik pada bagian
distal kaki,  paralysis/kelumpuhan tungkai)
4. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
ortopedik infeksi dimulai pada kulit (superfisial) dan masuk ke dalam. Hal ini
biasanya terjadi karena kasus fraktur terbuka, tapi bias juga karena
penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin (ORIF dan OREF) atau
plat.
5. Avaskular Nekrosis
Terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bias
menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkmanns
ischemia.
6. Sindrom emboli lemak
Adalah suatu komplikasi serius yang sering terjadi pada fraktur tulang
panjang. FES terjadi karena sel –sel lemak yang dihasilkan sumsum tulang
kuning masuk pada aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam
darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernapasan, takikardi,
hipertensi, takipneu, dan demam.
Komplikasi lama
1. Delayed union
Kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang
untuk menyatu kembali / tersambung dengan baik. Ini disebabkan karena
penurunan suplai darah ke tulang. Delayed union adalah fraktur yang tidak
sembuh setelah selang waktu 3- 5 bulan (3 bulan untuk anggota gerak atas dan
5 bulan untuk anggota gerak bawah
2. Non union
Apabila fraktur tidak sembuh dalam waktu antara 6-8 bulan dan tidak terjadi
konsolidasi sehingga dapat pseudoartrosis . pseudoartrosis dapat terjadi
dengan infeksi maupun tidak dengan infeksi.
3. Mal union
Keadaan dimana fraktur sembuh pada saatnya tetapi terdapat deformitas yang
berbentuk angulasi, varus/valgus, pemendekan, atau menyilang misalnya
fraktur radius ulna.
Sumber : Apley G, Solomon L. Buku ajar orthopedi dan fraktur sistem apley.
Jakarta: Widya Medika; 2013.

8. Prognosis fraktur
Pada kasus fraktur, prognosisnya bergantung dari tingkat keparahan seta
tatalaksana dari tim medis terhadap pasien. Jika penanganannya cepat, maka
prognosis akan lebih baik. Begitu juga sebaliknya. Sedangkan dari tingkat
keparahan, jika fraktur yang dialami ringan maka proses penyembuhan akan
berlangsung cepat dengan prognosis baik. Tetapi jika pada kasus fraktur berat,
prognosis juga akan buruk, tindakan yang dapat diambil adalah cacat fisik
hingga amputasi. Selain itu penderita usia muda akan lebih bagus
prognosisnya dibanding penderita usia lanjut. Berdasarkan skenario fraktur
terbuka merupakan kasus kegawatdaruratan dengan terbukanya barier jaringan
lunak, maka terancam mengalami proses infeksi. Prognosis pasien baik karena
telah dilakukan pertolongan pertama sebelum 6 jam sejak fraktur terjadi, luka
masih dalam periode emas penyembuhannya. Meskipun demikian pasien akan
mengalami penurunan fungsi awal yang perlahan membaik selama 6 hingga
12 bulan.
Sumber:
- Bresle, Michael J. 2006. Manual kedokteran darurat. Edisi 6. Jakarta: EGC
- Kazley J, Jahangir A. 2020. Tibia Diaphyseal Fracture. Treasure Island (FL):
StatPearls Publishing.
- Hoppenfeld, Stanley. 2017. Terapi dan Rehabilitasi Fraktur. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.

VII. KESIMPULAN
Berdasarkan scenario laki-laki tsb mengarah pada fraktur tibia terbuka yg ditandai dengan riwayat
trauma,bengkok,dan adanya luka robek yg lebar.fraktur tibia terbuka disebabkan salah satunya oleh
fraktur secara langsung.tanda dan gejala fraktur tiba terbuka yaitu kesulitan berjalan dan
berlari,mati rasa,kesemutan serta nyeri hebat di kaki bagian bawah.penegakan diagnosis dapat
dilakukan dengan anamnesis,pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. pemeriksaan penunjang
yg dilakukan adalah pemeriksaan darah rutin,factor pembekuan darah, golongan darah, prostest,
dan urinalisa serta melakukan pemeriksaan radiologis yaitu rontgent, serta scan tulang
(fomogram,scan CT/MRI). Tatalaksana yg dpt dilakukan berupa farmakologis (obat anti nyeri, anti
biotik dan vaksin anti tetanus) dan nonfarmakologis (bidai, irigasi luka dengan saline, dan
menyelimuti dengan ghas steril dan lembab). Untuk menghindari adanya komplikasi yg dapat terjadi
misalnya komplikasi awal fraktur dan komplikasi lama. Apabila tatalaksana dilakukan dengan cepat
dan baik, maka prognosis pasien tersebut akan baik.

Anda mungkin juga menyukai