Anda di halaman 1dari 77

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT An.

I DENGAN
DIAGNOSA MEDIS OPEN FRAKTUR FEMUR DI

RUMAH SAKIT IBNU SINA


MAKASSAR

Disusun Oleh:
1. Hana Jesika Naibaho
2. Maria Theresia
Tambunan
3. Megawati Simbolon
4. Putri Aprilia
Priyatman
5. Stefani Lorenza
Bangun

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RI


MEDAN PROFESI NERS 2022
12
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Menurut Ana Anggraini (2018), Kecelakaan atau bencana bisa terjadi kapan
dan di mana saja, tanpa bisa diprediksi. Hal tersebut bisa menyebabkan munculnya
luka, baik ringan hingga berat. Pertolongan pertama pada kecelakaan atau bencana
diperlukan untuk membantu korban bertahan, hingga petugas medis datang untuk
memberi pertolongan lebih lanjut.
13
Fraktur adalah terputusnya konstinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis
dan luasnya (Anita, 2015). Fraktur dibagi atas fraktur terbuka dan fraktur tertutup.
Fraktur terbuka merupakan suatu fraktur dimana terjadi hubungan dengan
lingkungan luar melalui kulit. Fraktur tertutup adalah fraktur dimana kulit tidak
tertembus oleh frakmen tulang, sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh
lingkungan diluar kulit (Permana, 2015.
Fraktur dapat menyebabkan komplikasi, morbiditas yang lama dan juga
kecacatan apabila tidak mendapatkan penanganan yang baik (Padila, 2012).
Komplikasi yang timbul akibat fraktur antara lain perdarahan, cedera organ dalam,
infeksi luka, emboli lemak dan sindroma pernafasan. Banyaknya komplikasi yang
ditimbulkan contohnya diakibatkan oleh tulang femur adalah tulang
14
terpanjang, terkuat, dan tulang paling berat pada tubuh manusia dimana
berfungsi sebagai penopang tubuh manusia. Selain itu pada daerah tersebut terdapat
pembuluh darah besar sehingga apabila terjadi cedera pada femur akan berakibat fatal
(Desiartama & Aryana, 2017).
Menurut (Wulandini et al., 2018) dalam jurnalnya, Fraktur femur adalah
diskontinuitas dari femoral shaft yang bisa terjadi akibat trauma secara langsung
(kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari ketinggian), dan biasanya lebih banyak dialami
laki laki dewasa. Apabila seseorang mengalami fraktur pada bagian ini, pasien akan
mengalami perdarahan yang banyak dan dapat mengakibatkan penderita mengalami
syok. Fraktur femur dapat menyebabkan komplikasi, morbiditas yang lama dan juga
kecacatan apabila tidak mendapatkan penanganan yang baik
15
Pembedahan atau operasi merupakan tindakan pengobatan dengan
menggunakan teknik invasif dimana dilakukan sayatan pada bagian tubuh yang akan
ditangani dan diakhiri dengan penutupan dengan jahitan luka. Tindakan pembedahan
bertujuan untuk menyelamatkan nyawa, mencegah kecacatan dan komplikasi (Safitri,
2015).
16
BAB II
TINJAUAN KASUS KELOLAAN

A. Tinjauan Teori
1). Konsep Dasar Medis
Fraktur femur adalah terputus atau hilangnya kontinuitas tulang
femur, kondisi fraktur femur ini secara klinis dapat berupa fraktur
femur terbuka yang disertai dengan kerusakan jaringan lainnya (otot,
saraf, kulit, pembuluh darah) dan fraktur femur tertutup yang dapat
disebabkan oleh trauma pada paha secara langsung (Helmi, 2019).
Fraktur femur adalah rusaknya kontinuitas tulang paha yang
dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi
tertentu seperti degenerasi tulang/osteoporosis. Hilangnya kontinuitas
tulang paha tanpa atau disertai adanya kerusakan jaringan lunak seperti
otot, kulit, jaringan saraf dan pembuluh darah . Fraktur femur dapat
menyebabkan komplikasi, morbiditas yang lama dan juga kecacatan
apabila tidak mendapatkan penanganan yang baik. Komplikasi yang
timbul akibat fraktur femur antara lain perdarahan, cedera organ dalam,
infeksi luka, emboli lemak, sindroma pernafasan, selain itu

16
17

pada daerah tersebut terdapat pembuluh darah besar sehingga apabila


terjadi cedera pada femur akan berakibat fatal, oleh karena itu
diperlukan tindakan segera (Suriya & Zurianti, 2019) Fraktur femur
adalah suatu patahan kontinuitas struktur tulang pada paha yang ditandai
adanya deformitas yang jelas yaitu pemendekan tulang mengalami
masalah fraktur dan hambatan mobilitas yang nyata (Muttaqin, 2017).
Menurut garis frakturnya, patah tulang dibagi menjadi fraktur
komplit atau inkomplit (termasuk fisura atau greenstick fracture),
transvena, oblik, spiral, kompresi, simple, kominutif, segmental, kupu-
kupu, dan impaksi (termasuk impresi dan inklavasi) (Ezra dkk, 2016).
Terdapat beberapa jenis fraktur femur berdasarkan lokasi anatomis yaitu
fraktur leher femur, fraktur trokanter femur, fraktur subtronkanter
femur, fraktur diafisis femur, fraktur suprakondilus femur dan fraktur
kondilus femur (Ezra dkk, 2017).
Klasifikasi radiologis fraktur femur (Muttaqin, 2015 dalam
(Agus) 2019) terbagi menjadi:
 Fraktur leher femur
Fraktur leher femur merupakan jenis fraktur yang sering
ditemukan pada orang tua atau wanita
18
usia 60 tahun keatas disertai tulang yang osteoporosis. Fraktur
subtrokanter
 Fraktur subtrokanter
Dapat terjadi pada semua usia, biasanya disebabkan trauma
yang hebat. Pemeriksaan dapat menujukkan fraktur yang terjadi
dibawah trokanter minor.
 Fraktur intertrokanter femur
Fraktur daerah trokler adalah semua fraktur yang terjadi antara
trokanter mayor dan minor. Fraktur ini bersifat ekstraartikuler
dan sering terjadi pada klien yang jatuh dan mengalami trauma.
19

 Fraktur diafisis femur


Fraktur diafisis femur dapat terjadi pada daerah femur pada
setiap usia biasanya karena trauma hebat, misalnya kecelakaan
lalu lintas atau jatur dari ketinggian.
 Fraktur suprokondilar femur
Daerah suprokondilar adalah daerah antar batas proksimal
kondilus femur dan bats metafisis dan batas diafisis femur.

Klasifikasi fraktur berdasarkan aspek klinik yang terjadi (Noor


Z, 2017), yaitu :
1. Fraktur tertutup
Fraktur dimana kulit tidak ditembus oleh fragmen tulang
sehingga lokasi tidak tercemar oleh lingkungannya atau tidak
mempunyai hubungan dengan dunia luar. Atau sederhananya
tidak memiliki kerusakan jaringan luar hingga tulang tidak
keluar.
20
2. Fraktur terbuka
Fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit
dan
21
jaringan lunak, dapat dibentuk dari dalam atau dari luar,
sebab tulang menembus kulit sehingga tulang yang patah
dapat dilihat dengan mata sendiri. Menurut Gustillo-
Anderson, Fraktur terbuka dibagi menjadi tiga kelompok
:
a. Grade 1
Fraktur terbuka dengan luka kulit kurang dari 1
cm dan bersih, kerusakan jaringan minimal,
biasanya dikarenakan tulang menembus kulit
dari dalam. Biasanya fraktur simple, transversal
atau simple oblik 14.
b. Grade 2
Fraktur terbuka dengan luka robek lebih dari 1
cm, tanpa ada kerusakan jaringan lunak,
kominusi yang sedang ataupun avulsi yang luas.
konfigurasi fraktur berupa kominutif sedang
dengan kontaminasi sedang.
c. Grade 3
Fraktur terbuka segmental atau kerusakan
jaringan lunak yang luas, derajat
22

kontaminasi yang berat dan trauma dengan


kecepatan tinggi. Hal ini disebabkan oleh trauma
kecepatan tinggi sehingga patah tulang yang tidak
stabil dan banyaknya komunisi.
23

B. Anatomi Fisiologi

Gambar 2.1 Tulang Femur


Sumber: Paulsen F. & J. Waschke, 2019
24

Ada 206 tulang dalam tubuh manusia,tulang dapat


diklasifikasika dalam lima kelompok berdasarkan
bentuknya :
1) Tulang panjang (Femur, Humerus) terdiri dari batang
tebal panjang yang disebut diafisis dan dua ujung yang
disebut epifisis.
25

2) Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti


dari cancellous (spongy) dengan suatu lapisan luar dari
tulang yang padat.
3) Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan
tulang padat dengan lapisan luar adalah tulang concellous.
4) Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti
dengan tulang pendek.Tulang sesamoid merupakan tulang
kecil, yang terletak di sekitar tulang yang berdekatan
dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan
fasial, misalnya patella (kap lutut).
5) Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit
mineral
26
27
 Fisiologi Tulang
Fungsi tulang adalah sebagai berikut :
1) Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk
tubuh Melindungi organ tubuh (misalnya jantung,
otak, dan paru paru) dan jaringan lunak.
2) Melindungi organ tubuh (misalnya jantung, otak,
dan paru paru) dan jaringan lunak.
3) Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan
dengan kontraksi dan pergerakan).
4) Membentuk sel-sel darah merah di dalam sum-sum
tulang belakang (hema topoiesis)
5) Menyimpan garam mineral, misalnya kalsium, fosfor.
28

C. Etiologi
Fraktur dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah
cidera, stress, dan melemahnya tulang akibat
29

abnormalitas seperti fraktur patologis (Apleys & Solomon, 2018).


Penyebab terjadinya fraktur adalah :
1) Trauma langsung adalah Terjadi benturan pada tulang yang
menyebabkan fraktur
2) Trauma tidak langsung adalah Tidak terjadi pada tempat benturan
tetapi ditempat lain, oleh karena itu kekuatan trauma diteruskan oleh
sumbu tulang ke tempat lain.
3) Kondisi patologis adalah Terjadi karena penyakit pada tulang
(degeneratif dan kanker tulang).

D. Patofisiologi
Pada kondisi trauma, diperlukan gaya yang besar untuk
mematahkan batang femur individu dewasa. Kebanyakan fraktur ini
terjadi pada priaa muda yang mengalami kecelakaan bermotor atau jatuh
dari ketinggian, biasanya klien mengalami trauma multiple yang
menyertainya. Kondisi degenerasi tulang (osteoporosis) atau keganasan
tulang paha yang menyebabkan fraktur patologis tanpa riwayat trauma,
memadai untuk mematahkan tulang femur.
Kerusakan neurovascular menimbulkan manifestasi peningkatan
risiko syok, baik syok hipovolemik karena kehilangan darah banyak ke
dalam jaringan maupun syok neurogenik karena nyeri yang sangat hebat
yang dialami klien (Muttaqin A, 2018).
30

Dapat disimpulkan bahwa pada kondisi trauma kebanyakan


fraktur ini terjadi pada pria muda yang mengalami kecelakaan
kendaraan bermotor atau jatuh dari ketinggian. Kondisi ini bisa ditandai
dengan kehilangan banyak darah kedalam jaringan yang bisa
mengakibatkan kerusakan neurovaskular, degenerasi tulang
(osteoporosis) dan kerusakan fragmen tulang femur. Apabila terjadi
masalah tersebut maka dapat dilakukan intervensi yaitu
31

E. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis fraktur menurut (Asikin M, 2018), yaitu :
1) Deformitas
2) Bengkak/edema
3) Ekimosis (memar)
4) Spasme otot
5) Nyeri
6) Kurang/hilang sensasi
7) Krepitasin
8) Pergerakan abnormal

F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan gawat darurat ( Brunner & Suddarth 2018) yaitu :
1) Segera setelah cedera, imobilisasi bagian tubuh sebelum pasien
dipindahkan.
2) Bebat fraktur, termasuk sendi yang berada di dekat fraktur,
untuk mencegah pergerakan fragemen fraktur.
3) Imobilisasi tulang panjang ekstrimitas bawah dapat
dilakukan dengan mengikat kedua tungkai bersama-sama.
32

4) Pada cedera ekstrimitas atas, lengan dapat dibebat kedada atau


lengan bawah yang cedera dapat digendong dengan mitela.
5) Kaji status neurovascular disisi distal area cedera sebelum dan
setelah pembebatan untuk menentukan keadekuatan perfusi
jaringan perifer dan fungsi saraf.
6) Tutupi luka fraktur terbuka dengan balutan steril untuk
mencegah kontaminasi jaringan yang lebih dalam.

G. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses dimana kegiatan
yang dilakukan yaitu:
Mengumpulkan data, mengolompokan data, dan menganalisa
data. Adapun proses pengkajian gawat darurat yaitu pengkajian
primary dan pengkajian sekunder (Silvia, 2018)
1. Primary Survey
Menurut (Krisanty P, 2018) Setelah pasien sampai di
Instalasi Gawat Darurat (IGD) yang pertama kali harus
dilakukan adalah mengamankan dan mengaplikasikan
prinsipAirway, Breathing, Circulation, Disabilit,, Exposure
(ABCDE).
a. Airway
Pada pengkajian Airway, Penilaian kelancaran
airway pada klien yang mengalami fraktur meliputi,
pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas atau fraktur di
bagian wajah.Usaha untuk membebaskan jalan nafas harus
memproteksi tulang servikal karena itu tehnik Jaw Thurst
dapat digunakan pasien dengan gangguan kesadaran atau
GCS kurang dari
33

8 biasanya memerlukan pemasangan airway definitif.


( Krisanty p, 2018)
b. Breating
Menurut (Rani, 2018) Pengkajian pada pernapasan
dilakukan untuk menilai kepatenan jalan napas dan
keadekuatan pernapasan pada pasien
1) Look
a) Lihat pengembangan dada
b) Retraksi intercostal
c) Penggunaan otot aksesoris pernapasan
2) Listen
a) Apakah terdengar suara napas
b) Bunyi napas (Ngorek, bersiul, megak dan lain-
lain)
c) Suara napas tambahan (ronchi, wheezing,
rales, dll)
3) Feel
a) Apakah ada hembusan darah dari hidung
b) Frekuensi napas

c.Circulation
Pada pengkajian kegawatdaruratan pada pasien
fraktur femur, dilakukan penilaian terhadap fraktur ketika
mengevaluasi sirkulasi maka yang harus
34

diperhatikan di sini adalah volume darah, pendarahan, dan


cardiac output.
–menghentikan pendarahan. Penggantian cairan yang
agresif merupakan hal penting disamping usaha
menghentikan pendarahan. (Kristanty P, 2018)
2. Survey Sekunder
Bagian dari survey sekunder pada pasien cedera
muskuloskeletal adalah anamnesis dan pemeriksaan fisik.
tujuan dari survey sekunder adalah mencari cedera cedera
lain yang mungkin terjadi pada pasien sehingga tidak
satupun terlewatkan dan tidak terobati.
Apabila pasien sadar dan dapat berbicara maka kita harus
mengambil riwayat AMPLE dari pasien, yaitu Allergies,
Medication, Past Medical History, Last Ate dan
35

Pada pemeriksaan fisik pasien, beberapa hal yang penting


untuk dievaluasi adalah (1) kulit yang melindungi pasien dari
kehilangan cairan dan infeksi, (2) fungsi neuromuskular (3) status
sirkulasi, (4) integritas ligamentum dan tulang. Cara
pemeriksaannya dapat dilakukan dengan Look, Feel, Move. Pada
Look, kita menilai warna dan perfusi, luka, deformitas,
pembengkakan, dan memar. Penilaian inspeksi dalam tubuh perlu
dilakukan untuk menemukan pendarahan eksternal aktif, begitu
pula dengan bagian punggung. Bagian distal tubuh yang pucat
dan tanpa pulsasi menandakan adanya gangguan vaskularisasi.
Ekstremitas yang bengkak pada daerah yang berotot menunjukkan
adanya crush injury dengan ancaman sindroma kompartemen.
Pada pemeriksaan Feel, kita menggunakan palpasi untuk
memeriksa daerah nyeri tekan, fungsi neurologi, dan krepitasi.
Pada periksaan Move kita
36

memeriksa Range of Motion dan gerakan abnormal.


37

H. Diagnosa Keperawatan
(PPNI,2017)Diagnosa 1: Nyeri Akut.
a. Penyebab
1. Agen pecederah fisiologis (MIS.Inflamasi, Iskemia, neoplasma)
2. Agen pecederah kimiawi (MIS.Terbakar, bahan kimia iritan)
3. Agen opecederah fisik (MIS. Abses,amputasi, terbakar,
terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan
fisik berlebihan)
b. Gejala Dan Tanda Miyor
Objektif
1) Tampak meringis
2) Bersikap protektif (MIS. waspada. posisi menghindari nyeri)
3) Gelisah
4) Frekuensi nadi meningkat
5) Sulit tidur
c. Gejala dan Tanda Minor
Objektif
1) Tekanan darah meningkat
2) Pola napas berubah
3) Nafsu makan berubah
38

4) Proses berpikir terganggu


5) Menarik diri
6) Berfokus pada diri sendiri
7) Diafroses
d. Kondisi Klinis terkait
1) Kondisi pembedahan
2.) Cederah trauma
2) Infeksi
3) Sindrom coroner akut
4) Glaukoma

Diagnosa II: Gangguan Mobilitas Fisik


a. Penyebab
1) Kerusakan integritas struktur tulang
2) Perubahan metabolism
3) Ketidak bugaran fisik
4) Penurunan kendali otot
5) sPenurunan massa otot
6) Penurunan kekuatan otot
7) Keterlambatan perkembangan
b. Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
1) Mengeluh sulit pergerakan ekstremitas
39

Objektif
1) Kekuatan otor menurun
2) Rentang gerak (ROM) menurun
c. Gejala Dan Tanda Minor
Subjektif
1) Nyeri saat bergerak
2) Enggan melakukan pergerakan
3) Merasa cemas saat bergerak
Objektif
1) Sendi kaku
2) Gerakan tidak terkoordinasi
3) Gerakan terbatas
4) Fisik lemah
2) Kondisi Klinis terkait
1) Stroke
2) Cedrah medulla spinalis
3) Trauma
4) Fraktur
5) Osteoarthinitis
40

Diagnosa III: Risiko Infeksi


a. Faktor Resiko
1) Penyakit kronis (MIS.diabetes miletus)
2) Evek prosedur invasive
3) Malnutrisi
4) Peningkatan paparan organisme pathogen lingkungan
5) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer
6) Ketidak adekuatan pertahanan tubuh sekunder
b. Kondisi Klinis terkait
1) AIDS
2) Luka bakar
3) Penyakit paru obstruktif kronis
4) Diabetes miletus
5) Tindakan infasif
6) kondisi gamngguanj terapi steroid
7) kanker

I. Intervensi

N Diagnosa Tujuan intervensi Rasional

o keperawatan
41
1 Nyeri akut Setelah dilakukan 1. Identifikasi lokasi, 1. Untuk
berhubungan tindakan 1x8 jam karakteristik,
dengan Agen diharapkan tingkat durasi, frekuensi, mengetahui lokasi,
pencedera nyeri menurun intensitas nyeri frekuensi dan
Fisik dengan Kriteria intensitas nyeri
Hasil: yang pada pasien
1) Keluhan nyeri 2. Untuk
menurun
2. Identifikasi skala
2) Meringis mengetahui skala nyeri
nyeri
menurun yang dialami
3) Gelisah pasien
3. Untuk
menurun
3. Identifikasi faktor mengetahui faktor
4) Kesulitan tidur yang memperberat yang memperberat
menurun dan memperingan dan memperingan
nyeri nyeri
42

4. Berikan tehnik 4. Memberikan


nonfarmakologis tehnik
misalnya relaksasi nonfarmakologis
napas dalam, misalnya relaksasi
kompres hangat napas dalam,
kompres hangat
untuk
memperingan
nyeri
5. Mengajarkankan
5. Ajarkan tehnik
tehnik
nonfarmakologis
nonfarmakologis
untuk mengurangi
untuk mengurangi
nyeri
nyeri
6. Pasien diberikan
analgesik sebagai
pereda nyeri untuk
6. Kolaborasi mengurangi skala
pemberian nyerinya
analgetik

2 Gangguan Setelah dilakukan 1. Identifikasi 1. Untuk Mengetahui


Mobilitas tindakan 1x8 jam adanya nyeri adanya nyeri atau
Fisik Diharapkan atau keluhan fisik keluhan fisik lain nya
43

berhubungan mobilitas fisik lain nya


dengan meningkat
kerusakan dengan Kriteria 2. Identiifikasi 2. Untuk toleransi fisik
struktur Hasil: toleransi fisik melakukan
1) Pergerakan melakukan pergerakan
ektremitas pergerakan
meningkat 3. Monitor keadaan
2) Kekuatan otot umum selama 3. Untuk Memonitor
meningkat melakukan keadaan umum
3) Rentang gerak mobilisasi selama melakukan
(ROM) mobilisasi pada
meningkat pasien
4. Fasilitasi 4. Untuk menganjurkan
melakukan pasien melakukan
pergerakan, jika pergerakan, jika perlu
perlu 5. keluarga pasien di
5. Libatkan keluarg libatkan untuk
untuk membantu membantu pasien
pasien dalam dalam meningkatkan
meningkatkan pergerakan
pergerakan

3 Resiko Setelah dilakukan 1. Monitor tanda 1. Untuk mengtahui


Infeksi tindakan 1x8 jam dan gejala tanda dan gejala
Diharapkan infeksi local dan infeksi
44

Tingkat Infeksi sistemik.


Menurun dengan
Kriteria Hasil: 2. Berikan 2. Untuk Memberikan
1) Kemerahan perawatan kulit perawatan kulit pada
berkurang pada area area edema agar
2) Nyeri edema. mecegah resiko infeksi
bekurang 3. Untuk
3) Bengkak
berkurang 3. Pertahankan mempertahankan
Teknik aseptic Teknik aseptic pada
pada pasien pasien berisiko tinggi
berisiko tinggi. agar mengurangi
resiko infeksi
4. Untuk

4. Ajarkan cara
mengidukasikan
memeriksa luka
kepada keluarga
dan luka operasi.
cara merawat luka
yang benar

Tabel 1.1 Perencanaan keperawatan dalam konsep asuhan


keperawatan

Implementasi
Tindakan keperawatan (implementasi) adalah diskripsi untuk
perilaku yang diharapkan dari klien atau tindakan yang harus dilakukan
oleh perawat sesuai dengan apa yang direncanakan (Merilynn E.
Doenges, 2019). Implementasi pada klien Cedera Kepala sedang meliputi
pencapaian perfusi jaringan serebral adekuat, status nutrisi adekuat,
pencegahan cedera, penigkatan fungsi kognitif, koping keluarga efektif,
45
peningkatan pengetahuan tentang proses rehabilitasi dan pencegahan
komplikasi (Merilynn
E. Doenges, 2019).

Evaluasi
Evaluasi adalah hasil yang didapatkan dengan menyebutkan item-
item atau perilaku yang diamati dan dipantau, untuk
46

menentukan pencapaian hasil dalam jangka waktu yang telah ditentukan


(Merilynn E. doenges, 2019). Evaluasi bertujuan untuk menilai hasil akhir
dari seluruh intervensi keperawatan yang telah dilakukan, dengan cara
yang berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan
lainnya, dituliskan dalam catatan perkembangan.
47
48
BAB III
LAPORAN KASUS

1. PEMERIKSAAN FISIK (HEAD TO TOE)


a. Kepala
Kulit kepala : Tidak ada nyeri pada kepala, bentuk kepala mesopal
Tampak bersih
b. Mata
Konjungtiva : berwarna merah muda, tidak terdapat edema
pupil, tidak ada kelainan pada mata misalnya strabismus, tidak ada
penggunaa lensa kontak dan kacamata
c. Telinga : Tampak simetris, tidak ada serumen, tidak
ada nyeri
d. Hidung : Tampak simetris, tampak bersih, tidak ada
lesi,
e. Mulut dan gigi : Mulut tampak bersih dan, mukosa lembab, tidak
ada bau mulut, tidak ada lesi, dan tidak ada penggunaan gigi palsu
49

f. Wajah: Tampak simetris dan ada nyeri tekan pada wajah sebelah
kanan, tidak ada edema.
g. Leher : Bentuk/Kesimetrisan : Simetris Kiri dan Kanan, Mobilisasi
leher baik, tidak terdapat kelenjar tiroid, tidak ada distensi vena
jugularis, tidak ada pembesaran kelenjar getah benih.
h. Dada/ thoraks : Simetris kiri dan kanan
i. Jantung : Simetris kiri dan kanan, Batas paru dan jantung ICS 2-3
j. Abdomen: tidak ada nyeri tekan pada abdomen ada, tidak ada
bekas operasi, tidak ada distensi pada abdomen, tidak ada
pembesaran pada hepar dan lien
k. Genitalia : tidak di kaji
l. Ekstremitas : terdapat luka robek di kaki sebelah kiri
m. Neurologis :
Fungsi sensorik : pasien masih bisa membedakan bau Fungsi
motorik : pasien tidak bisa mengerakkan tangan
kanan karena nyeri akibat kecelakaan.
50

2. HASIL LABORATORIUM: -
3. HASIL PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
: Pemeriksaan : Foto Femur S
- Fraktur transversal 1/3 proximal os femur kiri dengan
fragmen fraktur ke posteromedial, shortening 5,5 cm
- Tampak serpihan tulang di soft tissue aspek lateral 1/3
proximal
- Tidak ada tanda osteomyelitis
- Mineralisasi tulang baik
- Hip joint kiri tampak baik
- Soft tissue sekitarnya swelling
Hasil:
- Fraktur transversal 1/3 proximal os femur sinistra

4. PENGOBATAN :
- Infus RL 2p0 tpm
- Ranitidin
- Ketorolac
- Lidocaine
51

ANALISA DATA :

MASALAH
NO DATA
KEPERAWATAN
1. DS :

1. Pasien mengeluh nyeri

2. Pasien mengatakan nyeri pada paha


bagian kiri dan pipi sebelah kanan.
3. Pasien mengatakan pada daerah luka

DO :
Nyeri Akut
1. Ekspresi wajah tampak meringis kesakitan,

2. Tampak gelisah

3. Nampak menghindari area yang nyeri

4. Hasil pengkajian nyeri di rasakan skala 8


Provokatif : Fraktur femur
Qualitas : Nyeri Seperti teriris-iris

Region : paha kiri , dan pipi bagian kanan


Severity : Skala 8 (berat)
Time : terus menerus
52

2. DS :

1. Pasien mengatakan nyeri pada daerah bekas


jahitan
DO :

1. Tampak terdapat luka sobek pada bagian


paha sebelah kiri
2. Pasien dihecting 26 jahitan terdapat jahitan
dalam 13 jahitan dan jahitan luar 13 jahitan.
3. TTV:

TD : 120/80 mmHg, Gangguan Integritas


Kulit
N: 94x/menit,
S: 36,5 ºC,
P: 26x/menit

3. Resiko Infeksi

1. Tampak ada jahitan di paha sebelah kiri


(26 jahitan)
2. Tampak kemerahan pada luka
Resiko Infeksi

Tabel 1.2 Analisa Data


53

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1 Nyeri akut berhubungan dengan Agen pencedera Fisik

2 Gangguan Integritas Kulit/Jaringan berhubungan dengan factor


mekanis (fraktur femur)

3 Resiko infeksi

Tabel 1.3 Diagnosa keperawatan


54

PERENCANAAN KEPERAWATAN

DIAGNOSA
NO TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN
1. Nyeri Akut b/d Setelah dilakukan Manajemen Nyeri:
agen cedera fisik tindakan keperawatan
selama 1x8 jam 1. Identifikasi 1. Untuk
diharapkan: lokasi,
1. keluhan nyeri karakteristik, mengetahui lokasi,
berkurang durasi, karakteristik,dura
2. ekspresi frekuensi, si, dan intensitas
wajah intensitas nyeri. yang
meringis nyeri. dialami pasien
berkurang 2. Identifikasi 2. untuk mengetahui
skala nyeri. skala nyeri yang
rasakan pasien
3. Untuk
3. Identifikasi
faktor yang mengetahui faktor
memperberat yang memperberat
dan dan memperingan
memperingan nyeri pasien
nyeri. 4. Untuk
4. Berikan tehnik
memberikan
nonfarmakologi
55

s misalnya tehnik
relaksasi napas nonfarmakologis
dalam, yaitu tehnik
kompres hangat) relaksasi napas
dalam agar
mengurangi nyeri
5. Ajarkan tehnik 5. Pasien diajarkan
nonfarmakologi tehnik
s untuk nonfarmakologis
mengurangi yaitu Teknik
nyeri relaksasi napas
dalam untuk
mengurangi
nyerinya
6. Pasien diberikan
analgesik sebagai
pereda nyeri untuk
6. Kolaborasi
mengurangi
pemberian
skala nyerinya.
analgesik.
56

2. Gangguan Setelah dilakukan Penjahitan Luka


integritas kulit tindakan
keperawatan 1. Identifikasi 1. Mendeteksi adanya
selama 1x8 jam, riwayat
diharapkan riwayat alergi alergi sebelum
 Integritas kulit terhadap pemberian tindakan
dan jaringan anastesi anastesi
meningkat. 2. Mencegah tekanan
 Penyembuhan pada kulit
luka meningkat 2. Identifikasi jenis
Dengan kriteria benang
hasil : jahit yang 3. Untuk
1) Kerusakan sesuai
jaringan 3. Bersihkan mempertahankan
menurun daerah luka teknik sterilisasi
2) Kerusakan dengan larutan sebelum luka
lapisan kulit antiseptik pasien dijahit
menurun 4. Untuk
3) Nyeri
menurun 4. Jahit luka menghentikan
4) Penyatuan dengan perdarahan
kulit memasukkan
meningkat jarum tegak
lurus terhadap
permukaan
kulit, tarik
jahitan cukup
57

5) Penyatuan kencang sampai


tepi luka
menigkat kulit tidak
6) Peradangan tertekut
luka menurun 5. Kunci jahitan
dengan simpul
5. Mencegah
terjadinya
perdarahan
berkelanjutan
6. Jelaskan tanda 6. Untuk
dan gejala
infeksi mengInformasika n
kepada
keluarga pasien
tentang waktu
pelepasan jahitan
7. Untuk

7. Ajarkan cara
mengedukasikan
merawat luka
pada keluarga
jahitan
cara merawat luka
jahitan agar tidak
terjadi risiko
infeksi.
8. Untuk
mengingatkan
keluarga pasien

8. Informasikan
tentang waktu
Pelepasan
58

Jahitan tentang waktu


pelepasan jahitan
agar mencegah
risiko infeksi.
9. Untuk

mengurangi nyeri
9. Kolaborasi pasca tindakan
pemberian fraktur femur
antibiotik 10. Untuk
mengurangi risiko
perdarahan dan
10. Kolaborasi risiko infeksi
pemberian obat

2. Resiko infeksi tindakan keperawatan Pencegahan


selama 1x8 jam Infeksi
diharapkan: 1. Monitor tanda
- keluhan nyeri dan gejala
1. Untuk Monitor
berkurang infeksi local dan
tanda dan gejala
2. Kemerahan sistemik.
infeksi pada pasien.
berkurang 2. Berikan
2. Untuk

perawatan kulit
memberikan
pada area edema.
perawatan

kulit pada area


edema
agar tidak terjadi
59

infeksi. Untuk
mempertahankan
Teknik aseptic
pada pasien

berisiko tinggi
Infeksi
3. Untuk

mengurangi risiko
infeksi pada pasien
3. Pertahankan 4. Sebagai tindakan
teknik aseptic edukasi pada
pada pasien pasien dan
berisiko tinggi.
4. Ajarkan cara keluarga cara
memeriksa luka memeriksaluka
dan luka secara hati-hati
operasi. agar mencegah
terjadinya
perdarahan dan
risiko infeksi.

Tabel 1.4 Perencanaan keperawatan


60

EVALUASI

Tanggal Diagnosis Jam Implementasi Evaluasi

19/12/22 Nyeri 02.00 1. Mengidentifikasi lokasi, Pukul 07.00 Wita


Akut karakteristik, durasi,
frekuensi, intensitas S:
nyeri.
Hasil: nyeri pada daerah 1. Pasien mengatakan
tangan dan kaki. nyeri pada kaki
2. Medentifikasi skala nyeri. sebelah kiri dan luka
sobek.
Hasil: skala nyeri 8 P : Nyeri di bagian
paha sebelah kiri dan
3. Mengidentifikasi factor terdapat luka lecet di
02.05 yang memperberat dan daerah wajah sebelah
memperingan nyeri. Hasil: kanan
pada saat Q : Nyeri terasa
bergerak seperti tertusuk- tusuk
4. Memberikan tehnik R : Nyeri dirasakan
nonfarmakologis misalnya Pada paha kiri dan
02.10
relaksasi napas dalam. pipi sebelah kanan. S
Hasil: pasien masih : 7 (skala nyeri
merasakan nyeri berat)
5. Mengajarkan tehnik

02.15
61

02.20
62

nonfarmakologis untuk T : Nyeri di rasakan


mengurangi nyeri
Hasil: pasien diberikan 30 mnt dan nyeri
tehnik nonfarmakologis bertambah jika
berupa kompres dingin bergerak
6. Kolaborasi pemberian
O:
analgesik.
Hasil ; pemberian injeksi
1. Pasien tampak
ketorolac 40 mg/hari
meringis
02.25
2. Tampat luka pada
bagian kaki sebelah
kiri dan lecet bagian
pipi sebelah kanan,
bibir atas, kaki dan
tangan.
3. Perdarahan aktif 250
cc
4. TTV TD : 120/80

mmHg

N : 94x/mnt
RR : 22 x/mnt
A : Masalah nyeri belum
teratasi
P : Lanjutkan intervensi
63

1. Identifikasi skala
nyeri.
2. Identifikasi faktor
yang memperberat
dan memperingan
nyeri
3. berikan tehnik
nonfarmakologis
misalnya relaksasi
napas dalam.
4. Kolaborasi
pemberian
analgesik.

19/12/22 Gangguan 02.30 1. Mengidentifikasi riwayat Pukul 07.00


integritas alergi terhadap anastesi
kulit Hasil : Pasien S :
mengatakan tidak ada
riwayat alergi obat 1. Pasien
2. Mengidentifikasi jenis
mengatakan nyeri
pada luka jahitan
O:
64

02.35 benang jahit yang sesuai 1. Tampak pada luka


Hasil : perawat memakai
jenis benang T-nylon 26 jahitan
cutting 2-0 N90 black
monofilament synthetic 2. Skala nyeri 8
Non- (Skala berat)
absorbable 3. Perdarahan sedikit
3. Membersihkan daerah luka
dengan larutan antiseptik 4. Luka tampak
Hasil : pasien dioleskan kemerahan
larutan betanin diarea luka. 5. TTV :
tdk ada tanda-tnda infeksi
4. Menjahit luka dengan TD : 120/80
memasukkan jarum tegak
lurus terhadap permukaan mmHg
kulit, tarik jahitan cukup
kencang sampai kulit tidak N : 94x/mnt
02.30
tertekut S : 36,5oC
Hasil : jahitan rapi. R : 22x/mnt

A : Masalah Gangguan
integritas kulit/jaringan
belum teratasi
P : lanjutkan intervensi

1. ajarkan cara

merawat luka
jahitan
2. informasikan tentang
02.35
waktu
pelepasan jahitan
65

Tampak 26 jahitan 3. Berkolaborasi


pemberian Obat
5. Mengunci jahitan
dengan simpul
03.00
Hasil : luka tampak 26
jahitan
6. Menjelaskan tanda dan
gejala infeksi
Hasil : pasien mengatakan
mengerti tanda dan gejala
infeksi
03.05
7. Mengajarkan cara
merawat luka jahitan Hasil
: kelurga pasien
mengatakakan mengikuti
instruksi dokter
8. Menginformasikan tentang
waktu pelepasan jahitan
Hasil: memberitahu
pasien pelepasan jahitan 1
03.10
minggu setelah di jahit.
9. Berkolaborasi pemberian

Obat

03.15
66

Hasil:pasien di berikan obat


Cefotaxime 2x1/oral, Asam
mefenamat
3x1/oral, Vit.b comp.

19/12/22 Resiko 03.30 1. Monitor tanda dan gejala Pukul 07.00


infeksi infeksi local dan sistemik.
Hasil: ada gejala infeksi S : -
pada luka lecet. O:
2. Memberikan perawatan 6. TTV
kulit pada area edema.
Hasil: dibersihkan
TD : 120/80
dengan betadine.
3. Mempertahankan Teknik
mmHg,
aseptic pada pasien
03.40
berisiko tinggi
N: 94x/menit,
Hasil: luka telah
S: 36,5 ºC,
dibersihkan dengan larutan
P: 26x/menit
betadine.
4. Ajarkan cara memeriksa
7. Tampak kemerahan
luka.
pada luka lecet
Hasil: sudah diajarkan
03.50 A : Masalah resiko
infeksi belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
1. Monitor tanda dan
gejala infeksi local dan
67

04.00
68

cara memeriksa luka. sistemik.

2. berikan perawatan kulit


pada area edema.

3.pertahankan Teknik
aseptik pada pasien
berisiko tinggi

4. Ajarkan cara
memeriksa luka.

Tabel 1.5 Implementasi dan Evaluasi


69
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Setelah pelaksanaan asuhan keperawatan pada Asuhan
Keperawatan Kegawatdaruratan Pada An.I Dengan Diagnosa Medis Open
Fraktur Femur Di Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar maka didapatkan
kesimpulan sebagai berikut :
1. Berdasarkan pengkajian, Fraktur femur adalah fraktur tulang paha
yang disebabkan akibat benturan atau trauma langsung maupun tidak
langsung (Helmi, 2019). Didapatkan pada kasus An. I terdapat
kesenjangan antara teori dan kasus pada gejala penurunan CRT dengan
hasil analisis penulis tidak ditemukan penurunan CRT karena pasien
sudah diberikan terapi melalui IV dan dilakukan hecting pada daerah
luka sehingga tidak mengalami kehilangan banyak darah yang akan
menimbulkan risiko perdarahan.
2. Masalah yang ditemukan pada kasus An.I adalah adalah nyeri akut,
gangguan integritas kulit dan resiko infeksi
71

3. Dalam evaluasi keperawatan.masalah pada An.I dengan diagnose


medis fraktur femur telah diberikan intervensi selama 1x8 jam dan
dalam hasil evaluasi SOAP, masalah nyeri akut gangguan, integritas
kulit dan resiko infeksi.
B. SARAN
Berdasarkan kesimpulan diatas maka saran yang dapat penulis berikan
sebagai berikut:
Diharapkan kepada perawat agar lebih meningkatkan ilmu pengetahuan dan peningkatan
mutu pelayanan dalam memberikan asuhan keperawatan kegawat daruratan khususnya dengan
kasus open fraktur femur dan menjadikan ini sebagai bahan evaluasi untuk lebih meningkatkan
potensi diri sehingga tercapai pelayanan optimal kepada pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Andreza. (2020). Pola Distribusi Pasien Fraktur pada Ekstremitas


Inferior di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo,
Makassar : EGC
Abdul Wahid. (2019). Fisiologi Tulang Femur. Jakarta : in medika
Lestari. (2019). Konsep Dasar Fraktur Femur. Jakarta : EGC Mue
DD. (2018) Konsep dasar Fraktur Femur, Jakarta : EGC
Paulsen F. & J. Waschke. (2019). Anatomi Fisiologi Tulang
Femur.

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Defenis


dan Tindkaan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Defenisi dan


Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Rendy & Margareth. (2019) Konsep Asuhan Keperawatan


Fraktur Femur, Jakarta : EGC

Riskesdas. (2020). Profil Kesehatan Indonesia 2018. Jakarta:


Riskesdas. (2018)

97
98

Suriya & Zurianti, (2019). Komplikasi Fraktur Femur, Jakarta : Salemba


medika

Siti Rahayuningsih. (2021). Asuhan Keperawatan pada pasienpost Operasi


Fraktur femur dalam pemenuhan Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman: Nyeri di
RSUD Surakarta tahun 2021, Jurnal Ilmiah Cerebral medika. Vol. 1 no. 2.

World Health Organization (WHO). 2018. Incident


rate kecelakaan lalu lintas, Jakarta: Departemen
Kesehatan RI.

Anda mungkin juga menyukai