Anda di halaman 1dari 7

1. Apa definisi dan etiologi dari open fracture ?

Definisi :

Patah tulang terbuka didefinisikan sebagai kondisi terputusnya


kontinuitas jaringan tulang secara struktural dan jaringan tulang
yang sempat berhubungan dengan lingkungan luar tubuh.
Patah tulang terbuka dapat terjadi akibat fragmen tulang yang terdorong
menembus jaringan lunak dan kulit dari dalam, atau karena benda tajam
yang menembus kulit dan jaringan lunak dari luar hingga mematahkan
tulang. Patah tulang terbuka biasanya disebabkan oleh trauma energi
tinggi, terjadi pada sekitar sepertiga kasus trauma multipel, serta dianggap
sebagai salah satu kondisi yang mengancam anggota gerak

Patah tulang terbuka (open fractures) merupakan suatu bentuk cedera


kompleks berupa kerusakan jaringan lunak disertai kontak antara
tulang dan lingkungan luar tubuh.

Fraktur terbuka adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan baik yang bersifat total
maupun sebagian yang biasanya disebabkan oleh trauma yang mempunyai hubungan
dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak. Fraktur terbuka umumnya
terjadi akibat trauma berenergi tinggi seperti kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian,
dan cedera akibat benturan.

Fraktur terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar karena adanya perlukaan kulit.

Fraktur terbuka Fraktur terbuka adalah suatu jenis kondisi patah tulang dengan adanya luka
pada daerah yang patah sehingga bagian tulang berhubungan dengan udara luar, biasanya
juga disertai adanya pendarahan yang banyak. Tulang yang patah juga ikut menonjol keluar
dari permukaan kulit, namun tidak semua fraktur terbuka membuat tulang menonjol keluar.
Fraktur terbuka memerlukan pertolongan lebih cepat karena terjadinya infeksi dan faktor
penyulit lainnya.

Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka
pada kulit dan jaringan lunak, dapat terbentuk dari dalam maupun luar.

Etiologi fraktur terbuka umumnya adalah trauma dengan mekanisme cedera energi tinggi,
misalnya kecelakaan kendaraan bermotor atau kecelakaan industri yang mengakibatkan
devitalisasi jaringan. Namun, fraktur terbuka juga dapat disebabkan oleh trauma dengan
energi rendah seperti jatuh atau cedera saat berolahraga serta proses degeneratif dan
fraktur patologis.

Fraktur disebabkan oleh


1) Cedera, yang terbagi atas :
a) Cedera langsung, yaitu tulang patah pada titik benturan; jaringan lunak juga rusak.
Pukulan langsung biasanya membagi tulang secara melintang atau membengkokkannya di
atas titik tumpu sehingga menciptakan patahan dengan fragmen ‗kupu-kupu‘. Kerusakan
pada kulit diatasnya adalah umum; Jika penghancuran terjadi atau dalam cedera energi
tinggi, pola fraktur akan diperhitungkan dengan kerusakan jaringan lunak yang luas.
b) Cedera tidak langsung, yaitu tulang patah pada jarak dari tempat gaya diterapkan;
kerusakan jaringan lunak di situs fraktur tidak bisa dihindari. 2) Stress berulang, atau fraktur
kelelahan, fraktur ini terjadi pada tulang normal yang mengalami pemuatan berat berulang,
biasanya pada atlet, penari atau personil militer yang memiliki program latihan yang
melelahkan atau ketika intensitas latihan meningkat secara signifikan

3) Kelainan tulang yang abnormal (fraktur 'patologis'), yaitu fraktur yang dapat terjadi
bahkan dengan tekanan normal jika tulang telah dilemahkan oleh perubahan dalam
strukturnya atau karena proses penyakit(misalnya pada pasien dengan osteoporosis,
osteogenesis imperfecta atau penyakit Paget, terapi bifosfonat) atau melalui lesi lisis
(misalnya kista tulang atau metastasis). Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung,
gaya meremuk, gerakan punter mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstremitas, organ
tubuh dapat mengalami cedera akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau akibat
fragmen tulang. (Brunner & Suddarth, 2010).

etiologi fraktur dibagi menjadi a) Kekerasan langsung, menyebabkan patah tulang pada titik
terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah
melintang atau miring. b) Kekerasan tidak langsung, menyebabkan patah tulang ditempat
yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling
lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan. c) Kekerasan akibat tarikan otot, hal ini sangat
jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan dan penekanan, kombinasi
dari ketiganya dan penarikan.

2. Bagaimana epidemiologi dari open fracture ?


Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Kesehatan Dunia atau disebut dengan World
Health of Organization (WHO) pada tahun 2020, menyatakan bahwa angka kejadian fraktur
meningkat dengan angka prevalensi 2,7% atau sekiranya terdapat 13 juta orang. Berdasarkan
data oleh Riskesdas pada tahun 2018, angka kejadian fraktur di Indonesia adalah 5,5% dari
92.976 kasus cedera di Indonesia (Kemenkes, 2018)

Kasus fraktur terbuka terjadi dengan frekuensi 11,5 per 100.000 orang per tahun. Mereka
lebih sering pada laki-laki sekitar 11.67 dalam 1.000 per tahun, sedangkan pada perempuan
10,65 dalam 1.000 per tahun. Fraktur terbuka lebih sering terjadi pada pria dibanding
wanita, dengan usia rata-rata 40 dan 56 tahun. Fraktur terbuka yang paling sering terjadi
adalah pada tulang panjang terjadi dengan insiden 13 kasus per 100.000 orang per tahun
dengan persentase prevalensi tibia 20% hingga 40% kasus, diikuti oleh tulang femur 12%.
Selain itu, 60% dari fraktur terbuka tibia diakibatkan oleh cedera energi yang lebih tinggi
yang berhubungan dengan lesi jaringan lunak yang parah.

3. Bagaimana patofisiologi dari open fracture ?


4. Apa klasifikasi dari open fracture ?

Klasifikasi derajat keparahan patah tulang terbuka penting karena


tingkat kerusakan jaringan lunak akan menentukan tatalaksana. Salah
satu sistem klasifikasi patah tulang terbuka adalah sistem klasifikasi
berdasarkan Gustilo-Anderson yang diperkenalkan pada tahun
1984.3Sistem ini ditentukan oleh beberapa parameter penting seperti
keparahan luka pada kulit, kerusakan otot, serta tipe patah tulang.

Klasifikasi patah tulang terbuka berdasarkan sistem Gustilo-Anderson.

1. Tipe I Luka robek kulit berukuran < 1 cm dan bersih.


2. Tipe II Luka robek kulit berukuran > 1 cm tanpa kerusakan jaringan lunak luas, flap,
atau avulsi.
3. Tipe III Patah tulang terbuka segmental, atau terdapat kerusakan jaringan lunak yang
luas, atau amputasi traumatik.
 Tipe IIIA Kerusakan jaringan lunak yang luas, namun tulang masih
tertutupi otot atau periosteum yang hidup/ viable. Luka dapat ditutup
secara primer dan tidak memerlukan transfer jaringan.
 Tipe IIIB Tulang tampak dari luar dan tidak tertutup otot atau periosteum yang
hidup/ viable. Membutuhkan tindakan transfer jaringan untuk penutupan luka.
 Tipe IIIC Semua patah tulang terbuka dengan cedera arterial yang
memerlukan operasi perbaikan vaskular untuk menyelamatkan anggota
gerak.

Klasifikasi pada fraktur terbuka dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu :


1) Tipe I : Laserasi < 1 cm, biasanya dari dalam ke luar; kontusio otot minimal; fraktur oblik
sederhana transversal atau pendek.
2) Tipe II: Laserasi > 1 cm, dengan kontusi otot di sekitarnya; tanpa kerusakan jaringan lunak
yang luas; komponen penghancuran minimal sampai sedang; melintang sederhana atau
fraktur oblik pendek dengan kominitas minimal.
3) Tipe III: Kerusakan jaringan lunak yang luas, termasuk otot, kulit, dan struktur
neurovaskular; sering cedera energi tinggi dengan komponen penghancur yang parah.
 Tipe IIIA: Laserasi jaringan lunak yang luas, cakupan tulang yang memadai dan masih
ditutupi jaringan lunak ; fraktur segmental, pengupasan periosteal minimal.
 Tipe IIIB: Cedera jaringan lunak yang luas dengan pengelupasan periosteal dan
pemaparan tulang yang membutuhkan penutupan jaringan lunak; biasanya
berhubungan dengan kontaminasi massif.
 Tipe IIIC: Vascular injury atau cedera arteri membutuhkan perbaikan

5. Apa faktor resiko dari open fracture?

Faktor Risiko
Faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya fraktur terbuka di antaranya adalah usia,
perubahan struktur tulang, komorbiditas, dan pekerjaan tertentu.

Usia

Semakin tua semakin meningkat risiko jatuh karena terjadi perubahan baik secara fisik,
sensorik, dan kognitif. Di Amerika Serikat, terdapat 20-30% orang tua yang mengalami cedera
sedang sampai berat seperti memar, fraktur panggul dan trauma kepala. [3,7]

Perubahan Struktur Tulang


Adanya perubahan struktur tulang membuat tulang menjadi rapuh, misalnya osteoporosis,
osteogenesis imperfekta/ Paget’s disease, atau melalui lesi litik (kista tulang atau metastasis).
[3,7]

Kondisi Medis Tertentu

Adanya kondisi medis yang mendasari seperti kasus neurologis yang berkaitan dengan
kehilangan keseimbangan dan perubahan gaya berjalan. [3,7] Penggunaan steroid jangka
panjang, misalnya pada pasien lupus eritematosus sistemik, juga akan menurunkan densitas
tulang sehingga meningkatkan risiko fraktur. [8]

Pekerjaan

Pekerjaan tertentu, misalnya yang melibatkan mesin berat, dapat meningkatkan risiko
terjadinya cedera.
6. Diagnosis dan diagnosis banding open fracture ?

Pemeriksan Diagnostik antara lain: a. Foto rontgen (X-ray) untuk menentukan lokasi dan
luasnya fraktur. b. Scan tulang, temogram, atau scan CT/MRIB untuk memperlihatkan fraktur
lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak. 17 c. Anteriogram dilakukan untuk
memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler. d. Hitung darah lengkap, hemokonsentrasi
mungkin meningkat atau menurun pada perdarahan selain itu peningkatan leukosit mungkin
terjadi sebagai respon terhadap peradangan.

7. Bagaimana tatalaksana dari open fracture ?


Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan disertai
perdarahan yang hebat dalamwaktu 6-8jam(golden period). Kuman belum terlalu jauh
meresap, maka dilakukan: Pembersihan luka, eksisi jaringan mati atau debridement, hecting
situasi dan pemberian antibiotik.

Penatalaksanaan fraktur terbuka dilakukan sesuai dengan kondisi klinis dimana perlu
dilakukan upaya stabilisasi terlebih dahulu. Dalam kasus pasien politrauma dan trauma
energi tinggi, sebagian besar pasien dirawat dengan fiksasi eksternal sementara dan
kemudian dengan penatalaksanaan definitif dengan fiksasi internal melalui tindakan operasi.
Profilaksis antibiotik adalah salah satu manajemen utama fraktur terbuka. The British
Orthopaedic Association merekomendasikan pemberian antibiotik dalam waktu 3 jam sejak
cedera untuk mengurangi tingkat infeksi pada fraktur terbuka. Waktu debridement juga
merupakan merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam penatalaksanaan fraktur terbuka.
Debridemen 6 jam pertama dapat mengurangi komplikasi pada fraktur terbuka yang
diakibatkan oleh infeksi.

Antibiotik profilaksis adalah antibiotik yang penggunaannya sebelum, selama, atau setelah
diagnostik, terapeutik, atau prosedur pembedahan untuk mencegah komplikasi infeksi.
Apabila tidak terjadi infeksi sebelum operasi 28 (bersih), disarankan untuk pemberian
profilaksis dosis tunggal. Namun, jika infeksi hadir/kemungkinan sebelum operasi (operasi
―kotor‖, misalnya pada kasus perbaikan fraktur terbuka), antibiotic diberikan selama> 1 hari
dan mewakili terapi dini. Sefalosporin parenteral umumnya digunakan untuk profilaksis
bedah, dan diberikan sebagai injeksi bolus / infus IV cepat 15-60 menit sebelum prosedur.
Profilaksis dengan vankomisin atau gentamisin diberikan dengan infus IV lambat selama 1-2
jam, dimulai 1-2 jam sebelum prosedur.

Menurut klasifikasi Gustilo Anderson, peringkat keparahan cedera terbuka / open fracture
grade III memiliki risiko infeksi yang lebih tinggi (9% -50%) dibandingkan dengan tipe II (2% -
10%) dan tipe I (2%) (Redfern et al, 2016). Berdasarkan Handbook of Antimicrobial Therapy
17th Edition (2005), pada open fracture terdapat patogen yaitu S. epidermis dan S. aureus,
sehingga antibiotika profilaksis yang direkomendasikan adalah sefazolin 1-2 g iv atau
vankomisin 1g iv. Untuk open fracture grade I dan II diberikan sefazolin 1g sebagai profilaksis,
sedangkan pada open fracture grade III diberikan kombinasi antara sefazolin 1-2g dengan
gentamisin 2mg/kg sebagai profilaksis.

Penatalaksanaan fraktur terbuka derajat III meliputi tindakan life saving dan life limb dengan
resusitasi sesuai dengan indikasi, pembersihan luka dengan irigasi, eksisi jaringan mati dan
debridement, pemberian antibiotik (sebelum, selama, dan sesudah operasi), penutupan
luka, stabilisasi fraktur dan fisioterapi.

Prinsip penanganan fraktur terbuka derajat III secara umum adalah :


a. Pertolongan pertama, untuk mengurangi / menghilangkan nyeri dan mencegah gerakan
fragmen yang dapat merusak jatringan sekitarnya. Stabilisasi fraktur bisa menggunakan splint
atau bandage yang mudah dikerjakan dan efektif. Luka ditutup dengan material yang bersih
dan steril.
b. Resusitasi, yaitu penatalaksanaan sesuai ATLS (Advance Trauma Life Support)dengan
memberikan penanganan sesuai prioritas (resusitasi), bersamaan dengan dikerjakan
penanganan fraktur terbuka agar terhindar dari komplikasi. Tindakan resusitasi dilakukan
apabila ditemukan tanda syok hipovolemik (kehilangan banyak darah pada pasien fraktur
terbuka grade III), gangguan nafas atau denyut jantung. Penderita diberikan resusitasi cairan
Ringer Laktat atau transfuse darah dan pemberian analgetik selama tidak ada kontraindikasi.
c. Penilaian awal, merupakan dasar dalam observasi dan penanganan awal, termasuk
memeriksa adanya trauma pada daerah atau organ lain dan komplikasi akibat fraktur itu
sendiri.
d. Terapi antibiotik, pemberian antibiotik sebaiknya diberikan segera mungkin setelah
terjadinya trauma. Antibiotik yang berspektrum luas, yaitu sefalosporin generasi 1 (cefazolin
(1x1-2g)) dan dikombinasikan dengan aminoglikosid (gentamisin (3 x 1-2mg/kgBB)) selama 5
hari. Selanjutnya, perawatan luka dilakukan setiap hari dengan memperhatikan sterilitas. 21
e. Terapi anti tetanus serum (ATS), pemberian anti tetanus diindikasikan pada fraktur cruris
atau humerus terbuka derajat III berhubungan dengan kondisi luka yang dalam, luka yang
terkontaminasi, luka dengan kerusakan jaringan yang luas serta luka dengan kecurigaan
sepsis.
f. Debridement, yaitu operasi yang bertujuan untuk membersihkan luka dari benda asing dan
jaringan mati, memberikan persediaan darah yang baik diseluruh bagian itu.
g. Penanganan jaringan lunak, apabila terjadi kehilangan jaringan lunak yang luas maka
dapat dilakukan soft tissue transplantation atau falap pada tindakan berikutnya, sedangkan
tulang yang hilang dapat dilakukan bone grafting setelah pengobatan infeksi berhasil baik.
h. Penutupan luka, pada luka kecil dan tidak banyak kontaminasi setelah dilakukan
debridement dan irigasi dapat langsung dilakukan penutupan secara primer tanpa tegangan.
Sementara, pada luka yang luas dengan kontaminasi berat sebaiknya dirawat secara terbuka,
luka dibalut kassa steril dan dilakukan evaluasi setiap hari.
i. Stabilitas fraktur, dalam melakukan stabilitas fraktur awal penggunaan gips dianjurkan
sampai dicapai penanganan luka yang adekuat, baru bisa dilanjutkan dengan pemasangan
gips sirkuler, atau diganti fiksasi internal dengan plate and screw, atau fiksasi eksternal
sebagai terapi stabilisasi definitif. Pemasangan fiksasi internal dapat dipasang setelah luka
jaringan lunak baik dan diyakini tidak ada infeksi lagi, sedangkan pemasangan fiksasi ekternal
pada fraktur terbuka derajat III adalah salah satu pilihan untuk memfiksasi fragmen-fragmen
fraktur tersebut guna mempermudah perawatan luka harian.

Semua fraktur terbuka, meskipun kelihatannya sepele, harus tetap diasumsikan telah
terkontaminasi; penting untuk mencegah terjadinya infeksi. Keempat hal penting dalam
penatalaksaan pada open fracture adalah:
1) Pemberian antibiotik profilaksis, luka harus ditutup sampai pasien mencapai ruang
operasi. Antibiotik profilaksis pada fraktur terbuka merupakan tambahan untuk debridemen
luka yang teliti dan seharusnya tidak diharapkan untuk mengatasi kegagalan dalam teknik
aseptik atau debridemen.Antibiotik profilaksis diberikan untukpencegahan terhadap
mayoritas bakteri Gram-positif dan Gram-negatif yang mungkin telah memasuki luka pada
saat cedera.
2) Luka mendesak dan debridemen fraktur,operasi ini bertujuan untuk membersihkan luka
dari bahan asing dan jaringan mati (misalnya, fragmen tulang avaskular), meninggalkan
bidang bedah bersih dan jaringan dengan suplai darah yang baik.
3) Penutupan luka definitif awal, luka kecil yang tidak terkontaminasi pada fraktur tipe I atau
II dapat dijahit (setelah debridemen), asalkan hal ini dilakukan tanpa ketegangan.
4) Stabilisasi fraktur/ imobilisasi, menstabilkan fraktur penting dalam mengurangi
kemungkinan infeksi dan membantu pemulihan jaringan lunak. Metode fiksasi yang dipilih
tergantung pada tingkat kontaminasi, waktu dari cedera untuk operasi dan jumlah kerusakan
jaringan lunak. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontin, pin,
dan teknik gips. Sedangkan implant logam digunakan untuk fiksasi interna.

Penanganan open fracture awal adalah untuk mengontrol perdarahan, mengurangi nyeri,
mencegah iskemia-reperfusi cedera, dan mencegah kontaminasi serta infeksi misal benda
asing dan jaringan nonviable. Hal ini akan meminimalkan komplikasi yang mungkin dapat
terjadi (Buckley, 2004). Sehingga terapi yang diberikan pada open fracture adalah kondisi
umum, cuci luka, debridement dalam golden period (6 jam), imobilisasi, luka ditutup kain
bersih, pencegahan tetanus, antibiotik sefalosporin, antinyeri (ketorolak, asam mefenamat),
dan antibiotika golongan lain yang tepat diberikan pada kasus tersebut. Harapannya terapi
yang diberikan adekuat sehingga mengurangi tingkat nyeri dan mengatasi kontaminasi
infeksi. Menurut ASHP Therapeutic Guidelines antibiotik sefalosporin dan antibiotik lain yang
ideal pada kasus open fracture adalah harus mencapai beberapa tujuan yaitu, mencegah ILO
pasca operasi, mencegah morbiditas dan mortalitas akibat infeksi pasca operasi, mengurangi
durasi dan biaya perawatan akibat ILO, tidak menimbulkan efek samping, tidak memiliki
konsekuensi yang merugikan bagi flora normal dari pasien. Patogen yang terdapat pada
operasi orthopedic open fracture seperti Staphylococci, Streptococci, Gram (-) bacilli, dan
bakteri anaerob diberikan sefazolin 1g sebagai rekomendasi antibiotika profilaksisnya.
Sefazolin harus diberikan sendiri pada open fracture derajat 1 dan 2 dengan durasi 24 jam
(Orlando Regional Medical Center, 2012). Open frcture derajat I dan II direkomendasikan
sefazolin 1g iv sebagai antibiotika profilaksis, sedangkan pada open fracture derajat III
direkomendasikan kombinasi sefazolin 1g iv dengan gentamisin 2mg/kg sebagai antibiotika
profilaksis dan bila pasien alergi golongan penisilin maka direkomendasikan klindamisin 600
mg

8. Apa komplikasi dan prognosis dari open fracture ?

Fraktur terbuka sering menimbulkan komplikasi berupa infeksi. Infeksi bisa berasal dari flora normal
di kulit ataupun bakteri pahthogen khususnya bakteri gram (-)

Kasus komplikasi pada open fraktur didapat sekitar 11,6% pada pasien 3 bulan pertama pasca
cedera. Komplikasi infeksi fraktur terbuka dapat mempersulit penyembuhan tulang. Komplikasi yang
disebabkan bisa seperti pendarahan, syok septik hingga kematian, osteomyelitis kronis, tetanus,
gangrene, toksemia.

9. Apa edukasi dan pencegahan dari open fracture ?

Anda mungkin juga menyukai