Anda di halaman 1dari 35

WRAP UP SKENARIO 3

BLOK SISTEM MUSKULOSKELETAL

“TULANG MENONJOL AKIBAT TERJATUH”

Kelompok : A-9

Ketua : Alya Shofiyah (1102018060)

Sekretaris : Ningrum Irasari (1102018027)

Anggota : Alifiya Rofikhatul Ulfa (1102018014)

Raihan Rahmat A (1102018048)

Masning Khusnul Khotimah (1102018059)

Alwi Dahlan (1102018064)

Atika Permata Irwan (1102018086)

Nadya Azza Namira (1102018101)

Sania zahra (1102018163)

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS YARSI

2019/2020
SKENARIO 3

TULANG MENONJOL AKIBAT TERJATUH


Seorang laki-laki usia 32 tahun datang ke UGD RS dengan keluhan tidak bisa berjalan akibat
terjatuh 1 jam yang lalu dari pohon kelapa setinggi 3 meter. Pada pemeriksaan didapatkan
tungkai bawah kanan dengan luka terbuka sepanjang 5 Cm dengan tulang menonjol keluar.
Arteri dorsalis pedis teraba.

1
KATA SULIT
1. Tungkai bawah
2. Arteri dorsalis pedis
3. Tulang menonjol keluar
4. Luka terbuka
ARTI
1. Bagian pada ekstermitas bawah yang terdapat pada daerah patella sampai telapak
kaki/calcaneus.
2. Arteri lanjutan dari Arteri tibialis anterior yang bercabang ke lateral dan medial tarsal
yang terdapat di permukaan punggung kaki.
3. Posisi tulang yang menembus lapisan kulit dan bisa merusak jaringan lunak di
sekitarnya.
4. Rusak atau terbentuknya jaringan internal dan eksternal di dalam tubuh.

2
PERTANYAAN
1. Apa yang menyebabkan Arteri dorsalis pedis teraba?
2. Apa kemungkinan diagnosis pasien tersebut?
3. Apa efek samping luka terbuka jika dibiarkan?
4. Apa sajakah faktor resiko yang mempengaruhi fraktur tulang?
5. Apa saja pemeriksaan yang dapat menegakan diagnosis?
6. Apa saja kalsifikasi fraktur?
7. Tulang apa yang menonjol keluar?
8. Mengapa perlu pemeriksaan Arteri dorsalis pedis?
9. Bagaimana hubungan panjang luka terbuka dengan tingkat fraktur?
10. Pertolongan pertama apa yang dilakukan?
11. Bagaimana proses penyembuhan luka terbuka?
12. Bagaimana gambaran radiologi yang didapat?
13. Apakah perbedaan fraktur terbuka dengan fraktur tertutup?
14. Bagaimana mekanisme terjadinya fraktur terbuka?
15. Otot apa saja yang dapat terganggu?
JAWABAN
1. Untuk mengecek tingkat keparahan fraktur, ada atau tidaknya penyumbatan karena
tidak terjadi trauma vaskular.
2. Fraktur terbuka grade 2
3. Mengalami infeksi akut, mobilitas berkurang dan syndrom compartement.
4. Usia, jenis kelamin, kekuatan otot dan kekuatan struktur tulang per-individu, berat
badan melebihi normal, dan nutrisi menurun.
5. Apakah ada syok anemia perdarahan, kerusakan pada organ, pemeriksaan lokal,
inpeksi, palpasi, pergerakan dan perkusi.
- Look : memar atau tidak
- Move : menggerakan sendi distal dan proksimal
- Feel perabaan untuk mengetahui perbedaan panjang tungkai dengan pulsasi arteri
dorsalis pedis.
6. 1. Menurut penyebab terjadinya
 Fraktur Traumatik
Terkena secara langsung atau tidak. Contohnya: Stress
 Fraktur Patologis
Terjadi secara spontan
2. Menurut tingkat keparahan
 Tipe 1
Luka ˂ 1 cm, resiko infeksi 0-2 %
 Tipe 2
Luka ˃ 1 cm, resiko infeksi 2-5 %
 Tipe 3
Luka ˃ 10 cm, resiko infeksi 5-50 %
3. Menurut hubungan dengan jaringan sekitarnya
 Fraktur Tertutup
 Fraktur Terbuka

3
4. Menurut bentuknya
 Fraktur Komplit
 Fraktur Inkomplit
 Fraktur Kominutif
 Fraktur Kompresi
7. Os. Tibia
8. Untuk mengecek tingkat keparahan fraktur, ada atau tidaknya penyumbatan karena
tidak terjadi trauma vaskular.
9. Menurut tingkat keparahan
 Tipe 1
Luka ˂ 1 cm, resiko infeksi 0-2 %
 Tipe 2
Luka ˃ 1 cm, resiko infeksi 2-5 %
 Tipe 3
Luka ˃ 10 cm, resiko infeksi 5-50 %
10. Proteksi dengan mitela/bidai dan pemasangan fraksi.
11. Osteogenerator, osteoblast, osteocyte, osteoclast.
12. Adanya diskontinuasi pada gambaran radioopak
13. Fraktur tertutup adalah fraktur yang tidak adanya hubungan fragmen tulang dengan
dunia luar dengan tanpa komplikasi.
Sedangkan, Fraktur Terbuka adalah fraktur dengan luka pada kulit atau integritas kulit
rusak dan ujung tulang menonjol sampai menembus kulit.
14. Fraktur terbuka diakibatkan oleh mekanisme direct force dengan kekuatan higt energi
15. M. Gastrocnemius
M. Plantaris
M. Soleus

4
HIPOTESIS
Fraktur terbuka dapat terjadi karena trauma tidak langsung atau langsung yang
mengakibatkan tulang menonjol sampai menembus kulit. Tingkat keparahan pada fraktur
terbuka termasuk dalam grade 2 yang dapat dibuktikan dengan palpasi Arteri dorsalis pedis
dan tingkat panjang luka. Faktor resiko yang dapat mempengaruhi fraktur terbuka adalah
Usia, jenis kelamin, kekuatan otot dan kekuatan struktur tulang per-individu, berat badan
melebihi normal, dan nutrisi menurun. Pertolongan pertama dapat dilakukan dengan proteksi
dengan mitela/bidai dan pemasangan fraksi.

5
SASARAN BELAJAR
LO. 1 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Tulang Tungkai Bawah
1.1 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Tulang Tungkai Bawah Makroskopis
1.2 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Tulang Tungkai Bawah Mikroskopis
1.3 Memahami dan Menjelaskan Kinesiologi

LO. 2 Memahami dan Menjelaskan Fraktur


2.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Fraktur
2.2 Memahami dan Menjelaskan Etiologi Fraktur
2.3 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Fraktur
2.4 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Fraktur
2.5 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Fraktur
2.6 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis Fraktur
2.7 Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana Fraktur
2.8 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Fraktur
2.9 Memahami dan Menjelaskan Prognosis Fraktur

LO.3 Memahami dan Menjelaskan Sabar dalam menghadapi musibah

6
LO. 1 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Tulang Tungkai Bawah
1.1 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Tungkai Bawah Makroskopis
1. Femur

Femur atau tulang paha merupakan tulang yang memanjang dari panggul ke lutut dan
merupakan tulang terpanjang dan terbesar di dalam tubuh, panjang femur dapat mencapai
seperempat panjang tubuh. Femur dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu ujung proksimal,
batang, dan ujung distal. Ujung proksimal bersendi dengan asetabulum tulang panggul dan
ujung distal bersendi dengan patella dan tibia. Ujung proksimal terdiri dari caput femoris,
fores capitis femoris, collum femoris, trochanter mayor, fossa trochanterica, trochanter minor,
trochanter tertius, linea intertrochanter, dan crista intertrochanterica. Batang atau corpus
femur merupakan tulang panjang yang mengecil di bagian tengahnya dan berbentuk silinder
halus dan bundar di depannya. Linea aspera terdapat pada bagian posterior corpus dan
memiliki dua komponen yaitu labium lateral dan labium medial. Labium lateral menerus
pada rigi yang kasar dan lebar disebut tuberositas glutea yang meluas ke bagian belakang
trochanter mayor pada bagian proksimal corpus, sedangkan labium medial menerus pada
linea spirale yang seterusnya ke linea intertrochanterica yang menghubungkan antara
trochanter mayor dan trochanter minor. Pada ujung distal terdapat bangunan-bangunan
seperti condylus medialis, condylus lateralis, epicondylus medialis, epicondylus lateralis,
facies patellaris, fossa intercondylaris, linea intercondylaris, tuberculum adductorium, fossa

7
dan sulcus popliteus, linea intercondylaris, tuberculum adductorium, fossa dan sulcus
popliteus. Condylus memiliki permukaan sendi untuk tibia dan patella. Caput femur
merupakan masa bulat berbentuk 2/3 bola, mengarah ke medial, kranial, dan ke depan. Caput
femur memiliki permukaan yang licin dan ditutupi oleh tulang rawan kecuali pada fovea,
terdapat pula cekungan kecil yang merupakan tempat melekatnya ligamentum yang
menghubungkan caput dengan asetabulum os coxae. Persendian yang dibentuk dengan
acetabulum disebut articulation coxae. Caput femuris tertanam di dalam acetabulum
bertujuan paling utama untuk fungsi stabilitas dan kemudian mobilitas. Collum femur
terdapat di distal caput femur dan merupakan penghubung antara caput dan corpus femoris.
Collum ini membentuk sudut dengan corpus femur ± 125º pada laki-laki dewasa, pada anak
sudut lebih besar dan pada wanita sudut lebih kecil.
2. Tibia dan Fibula

Merupakan tulang pipa yang terbesar sesudah tulang paha yang membentuk
persendian lutut dengan OS femur, pada bagian ujungnya terdapat tonjolan yang disebut OS
maleolus lateralis atau mata kaki luar. OS tibia bentuknya lebih kecil dari pada bagian
pangkal melekat pada OS fibula pada bagian ujung membentuk persendian dengan tulang
pangkal kaki dan terdapat taju yang disebut OS maleolus medialis.

8
1.2 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Tungkai Bawah Makroskopis

Bagian dalam dari tulang panjang

9
ARTERIA POPLITEA
Berada di dalam fossa poplitea, terletak pada lantai fossa tersebut, dan pada tepi cranialis
M.soleus arteria poplitea bercabang dua membentuk ARTERIA TIBIALIS ANTERIOR dan
ARTERIA TIBIALIS POSTERIOR.
Percabangan a.poplitea adalah sebagai berikut :
1. a.genus superior medialis
2. a.genus superior lateralis
3. a.genus media
4. a.genus inferior medialis
5. a.genus inferior lateralis
6. aa.surales
1. A. genus superior medialis
Dipercabangkan dari sisi medial a.poplitea, berjalan ke arah medial di sebelah ventral
m.semimembranosus dan m.semitendinosus. berada di sebelah cranial caput medial
m.gastrocnemius, dan membentuk rete articulare genus.
2. A.genus superior lateralis.
Dipercabangkan dari sisi lateral a.poplitea, berjalan ke arah lateral, berada di sebelah
cranial epicondylus lateralis femoris, ditutupi oleh tendo m.biceps femoris. Terbentuk
anastomose dengan ramus descendens a.circumflexa femoris lateralis, dan bersama-sama
membentuk rete articulare genus.
3. A.genus media.
Berjalan menembusi ligamentum popliteum obliquum dan capsula articulare, mensuplai
membrana synovialis articulatio genu.
4. A.genus inferior medialis
Berjalan menyilang tepi cranialis m.popliteus, berada di sebelah caudal condylus medialis
tibiae, ditutupi oleh lig.collaterale tibiale, dan turut membentuk rete articulare genus.
5. A.genus inferior lateralis
Berjalan ke arah lateral pada tepi cranialis condylus lateralis tibiae, ditutupi oleh
lig.collaterale fibulare, turut membentuk rete articulare genus.
6. Aa.surales
Adalah dua buah arteri yang agak besar, dipercabangkan setinggi articulatio genu, berada
di antara percabangan a.genus superior dan a.genus inferior, memberi vascularisasi kepada
m.gastrocnemius, m.soleus dan m.plantaris.
A.TIBIALIS ANTERIOR

10
Pada tepi caudal m.popliteus a.tibialis anterior berjalan ke arah ventral melalui tepi
cranialis membrana interossea cruris, lalu berjalan ke arah distal dan berada di antara
m.tibialis anterior dan m.extensor digitorum longus. Makin ke distal arteri ini berada di antara
m.tibialis anterior dan m.extensor hallucis longus.
Kemudian arteri ini berjalan di sebelah profunda ligamentum transversum cruris dan
ligamentum cruciatum cruris, meninggalkan ligamentum tersebut sebagai A.DORSALIS
PEDIS.
Percabangan a.tibialis anterior :
1. a.recurrens tibialis posterior
2. a.recurrens tibialis anterior
3. a.malleolaris anterior lateralis
4. a.malleolaris anterior medialis
1. A.recurrens anterior posterior
Dipercabangkan sebelum a.tibialis anterior berjalan melewati bagian proximal membrana
interossea cruris, berjalan ke arah cranialis di sebelah ventral m.popliteus, dan turut
membentuk rete srticulare genus.
2. A.recurrens tibialis anterior
Dipercabangkan ketika a.tibialis anterior berjalan melalui membrana interossea cruris, dan
berada di sebelah ventro-lateral articulatio genu, turut membentuk rete articulare genus.
3. A.malleolaris anterior lateralis
Berjalan di sebelah profunda tendo m.extensor digitorum longus dan m.peroneus tertius,
membentuk anastomose dengan ramus perforans a.peronea.
4. A.malleolaris anterior medialis
Berjalan di sebelah dorsal tendo m.extensor hallucis longus dan m.tibialis anterior.
Mengadakan anastomose dengan percabangan dari a.tibialis posterior.
Pada daerah talocruralis terdapat dua buah anyaman arteri, sebagai berikut :
a. rete malleolare mediale, yang dibentuk oleh a.malleolare anterior medialis, a.tarsea
medialis cabang dari a.dorsalis pedis, a.malleolaris posterior medialis, r.calcaneus a.tibialis
posterior dan cabang dari a.plantaris medialis ;
b. rete malleolare laterale, yang dibentuk oleh a.malleolaris anterior lateralis, r.tarsalis
a.dorsalis pedis, r.perforans a.peronea, r.calcaneus lateralis a.peronea, dan cabang dari
a.plantaris lateralis.
A.malleolaris anterior lateralis dan a.malleolaris anterior medialis banyak kali
dipercabangkan oleh a.dorsalis pedis.
A.TIBIALIS POSTERIOR

11
Dimulai pada tepi caudal m.popliteus, berjalan turun dengan arah miring, berada di sebelah
dorsal m.tibialis posterior, ditutupi oleh fascia cruris lamina profunda, berjalan di antara
m.flexor digitorum longus dan m.flexor hallucis longus, tiba di antara malleolus medialis dan
calcaneus. Di sebelah dorso-caudal malleolus medialis arteri ini bercabang dua menjadi
A.PLANTARIS MEDIALIS dan A.PLANTARIS LATERALIS.
Percabangan a.tibialis posterior :
1. a.peronea
2. a.nutricia tibiae
3. r.muscularis
4. a.malleolaris posterior medialis
5. r.communicans
6. r.calcaneus medialis.
1. A.peronea
Berjalan ke arah fibula, berada di antara m.tibialis posterior dan m.flexor hallucis longus.
Di bagian proximal arteri ini ditutupi oleh m.soleus, di bagain distal ditutupi oleh m.flexor
hallucis longus. Dari arteri ini dipercabangkan :
1.1. r.muscularis
1.2. a.nutricia fibulae
1.3. r.perforans
1.4. r.communicans
1.5. a.malleolaris posterior lateralis
1.6. r.calcaneus lateralis.
1.1. R.muscularis
Memberi suplai darah kepada m.soleus, m.tibialis posterior, m.flexor hallucis longus dan
mm.peronei.
1.2. A.nutricia fibulae
Berjalan descendens dan masuk ke dalam fibula.
1.3. R.perforans
Menembusi membrana interossea cruris kira-kira 5 cm di bagian proximal malleolaris
lateralis, menuju ke pertengahan crus dan membentuk anastomose dengan a.malleolaris
anterior lateralis.
1.4. Ramus communicans
Dipercabangkan kira-kira 2,5 cm dari ujung distal a.peronea, mengadakan anastomose
dengan r.communicans a.tibialis posterior.

12
1.5. A.malleolaris posterior lateralis
Adalah sebuah arteri yang kecil, yang melingkari malleolaris lateralis, dan turut
membentuk rete malleolare laterale.
1.6. R.calcaneus lateralis
Adalah ujung terminal dari a.peronea, turut membentuk rete malleolare laterale.
2. A.nutricia tibiae.
Dipercabangkan dekat pada pangkal a.tibialis posterior, mensuplai tibia. Berjalan oblique
dari cranial ke caudal.
3. R.muscularis
Mensuplai m.soleus dan otot lapisan profunda cruralis.
4. A.malleolaris posterior medialis
Adalah sebuah arteri kecil yang melingkungi malleolus medialis, turut membentuk rete
malleolare mediale.
5. R.communicans
Dipercabangkan kira-kira 5 cm dari ujung distal a.tibialis posterior, ditutupi oleh m.flexor
hallucis longus, dan mengadakan hubungan dengan r.communicans a.peronea.
6. R.calcaneus medialis
Dipercabangkan sebelum a.tibialis posterior membentuk bifurcatio; turut membentuk rete
calcaneus bersama-sama dengan r.calcaneus lateralis.`
A.PLANTARIS MEDIALIS
Berjalan ke distal melalui ligamentum laciniatum, berada di sebelah lateral m.abductor
hallucis, bercabang dua membentuk r.superficialis dan r.profundus.
Ramus superficialis menembusi m.abductor hallucis, berada pada sisi medial pedis, dan
melanjutkan diri sampai basis jari I.
Ramus profundus berjalan ke distal, mula-mula berada di antara m.abductor hallucis dan
m.flexor digitorum longus, lalu berada di antara m.abductor hallucis dan m.flexor digitorum
brevis, bermuara ke dalam a.metatarsea plantaris I. Sebelum bermuara kadang-kadang
memberi cabang a.plantaris medialis proprii, berada di sebelah medial jari I.
A.PLANTARIS LATERALIS
Berjalan melalui ligamentum laciniatum menuju ke arah lateral, berada di sebelah lateral
m.adductor hallucis, terus ke distal di antara m.flexor digitorum brevis dan m.quadratus
plantae, lalu berada di antara m.flexor digitorum longus dan m.abductor digiti V, setinggi
basis os matatarsal V membelok ke medial dan membentuk arcus plantaris, ditutupi oleh
m.adductor hallucis, berada di antara m.adductor hallucis dan mm.interossei. Cabang lainnya
menuju ke tepi lateral jari V, disebut a.plantaris superficialis lateralis.

13
Dari arcus plantaris dipercabangkan aa.metatarseae plantares II – III – IV. Setiap
a.metatarsea plantaris mempercabangkan dua buah aa.digitales plantares.
A.DORSALIS PEDIS
Merupakan lanjutan dari a.tibialis anterior. Berjalan ke arah anterior pada dorsum pedis,
berada di sebelah dorsal talus, os naviculare, menuju ke spatium intermetatarsalia I, lalu
bercabang dua membentuk A.dorsalis hallucis [ = a.metatarsea dorsalis I ] dan ramus
plantaris profundus. Cabang-cabang yang lain adalah :
1. a.tarsea lateralis
2. aa.tarsea mediales
3. a.arcuata
1. A.tarsea lateralis
Dipercabangkan di sebelah dorsal os naviculare, berjalan ke arah latero-anterior, dan
berada di sebelah dorsal ossa tarsalia, ditutupi oleh m.extensor digitorum brevis.
Mengadakan anastomose dengan a.arcuata, a.malleolaris anterior lateralis, a.plantaris lateralis
dan r.perforans a.peronea, membentuk rete dorsale pedis dan rete malleolare laterale.
2. Aa.tarseae mediales
Berjumlah 2 – 3 buah, berjalan ke arah medial, turut membentuk rete malleolare mediale.
3. A.arcuata
Dipercabangkan di sebelah anterior dari a.tarsea lateralis, berjalan ke arah lateral,
menyilang basis ossis metatarsalis, ditutupi oleh tendo m.extensor digitorum brevis.
Mengadakan anastomose dengan a.tarsea lateralis membentuk rete dorsale pedis.
Dari a.arcuata dipercabangkan aa.metatarseae dorsales II – IV yang berjalan ke distal, dan
setiap cabang tersebut mempercabangkan dua buah aa.digitales dorsales. Percabangan
lainnya adalah rami perforantes posteriores.
A.metatarseae dorsalis I berjalan ke distal menuju celah antara jari I dan jari ke II, mensuplai
sisi lateral jari I dan sisi medial jari II. Arteri ini ditutupi oleh tendo m.extensor hallucis
brevis.
A.plantaris profundus berjalan ke arah planta pedis dengan menembusi m.interosseus dorsalis
I, mengadakan hubungan dengan ujung terminal arcus plantaris.

NERVUS TIBIALIS
Saraf ini mempunyai bentuk yang lebih besar daripada nervus peroneus communis [=
n.fibularis communis]. Berasal dari medulla spinalis segmen lumbal 4 – 5 dan sacral 1 – 3.
Ditutupi oleh caput longum m.biceps femoris, berjalan di tengah-tengah fossa poplitea,
ditutupi oleh jaringan lemak dan fascia. Sealnjutnya menyilang m.popliteus, berjalan di
antara kedua caput m.gastrocnemius, ditutupi oleh m.soleus. Kemudian berjalan descendens
ke distal, berada tetap pada facies ventralis m.soleus, menuju ke tepi medial tendo calcaneus,

14
ditutupi oleh retinaculum musculorum flexorum, membentuk bifurcatio menjadi nervus
plantaris medialis dan nervus plantaris lateralis.
Pangkal n.tibialis berada di sebelah lateral vasa poplitea. Ketika berada di dalam fossa
poplitea saraf ini berada pada facies superficialis arteri dan vena poplitea, lalu berjalan di
sebelah medialnya, melanjutkan diri dengan melewati arcus tendineus musculi solei.
N.tibialis meninggalkan fossa poplitea dengan berjalan bersama dengan arteria tibialis
posterior, mula-mula berada di sebelah medialnya, lalu menyilang arteri tersebut dan tiba di
bagian lateralnya, mencapai pergelangan kaki.
Memberi percabangan :
1. rami articulares yang mempersarafi articulatio genu dan articulatio talocruralis;
2. rami musculares yang mempersarafi m.gastrocnemius, m.plantaris, m.soleus, m.popliteus,
m.tibialis posterior, m.flexor digitorum longus dan m flexor hallucis longus ;
3. n.cutaneus surae medialis yang tetap berada superficial di antara kedua caput
m.gastrocnemius, berjalan bersama-sama dengan vena saphena parva, dan pada pertengahan
facies dorsalis crus saraf ini berjalan menembusi fascia profunda, dan bergabung dengan
ramus communicans yang dipercabangkan oleh n.cutaneus surae lateralis, yakni suatu cabang
dari n.peroneus communis; gabungan kedua serabut tersebut membentuk nervus suralis.
Nervus suralis berjalan pada sisi lateral tendo calcaneus, turun ke distal, berada di antara
malleolus lateralis dan calcaneus, mempersarafi kulit pada bagian dorsal crus, mengadakan
hubungan dengan n.cutaneus femoris posterior. Selanjutnya n.suralis membelok ke anterior di
sebelah caudal malleolus lateralis, dan menjadi nervus cutaneus dorsalis lateralis, yang
berjalan sepanjang sisi lateral pedis, termasuk jari V. membentuk hubungan dengan
n.cutaneus dorsalis intermedius pada dorsum pedis, yang merupakan cabang dari n.peroneus
superficilais ;
4. n.plantaris medialis, bentuknya lebih besar daripada n.plantaris lateralis, berjalan bersama-
sama dengan arteria plantaris medialis. Saraf ini berjalan di sebelah profunda m.abductor
hallucis, menampakkan diri di antara m.abductor hallucis dan m.flexor digitorum brevis,
memberi cabang nervus digitalis plantaris proprius untuk jari I. Dari n.plantaris medialis
dipercabangkan tiga buah nervi digitales plantares communes; masing-masing bercabang dua
membentuk nervi digitales plantares proprii, yang mempersarafi permukaan-permukaan yang
saling berhadapan dari jari I, II, III dan IV ;
5. n.plantaris lateralis, mempersarafi kulit pada jari V dan seperdua lateral jari IV, dan juga
otot-otot lapisan profunda. Saraf ini berjalan ke distal bersama-sama dengan arteria plantaris
lateralis menuju ke sisi lateral pedis, terletak di antara m.flexor digitorum brevis dan
m.quadratus plantae, bercabang mejadi ramus superficialis dan ramus profunda.
Tulang dewasa dan yang sedang berkembang mengandung 4 jenis sel berbeda. Yaitu :
 Osteoprogenitor adalah sel induk pluripotent tidak berdiferensiasi yang berasal
dari jaringan ikat mesenkim. Sel ini terletak di lapisan dalam jar ikat periosteum
dan di lapisan endosteum dalam melapisi rongga sumsum, osteon (havers) dan
kanalis. Fungsi utama kedua lapisan ini untuk menutrisi tulang dan memberikan

15
suplai bagi osteoblast baru untuk pertumbuhan. Dan kemudian berdiferensiasi
menjadi osteoblast yang menyekresi serat kolagen dan matriks tulang.
 Osteoblast terdapat pada permukaan tulang yang berfungsi menyintesis,
mengekskresi, dan mengendapkan osteoid komponen tulang baru. Osteoid tidak
mengandung mineral namun, osteoid segera mengalami mineralisasi menjadi
tulang.
 Osteosit adalah bentuk matur osteoblast dan merupakan sel utama tulang. Sel ini
berukuran lebih kecil dari osteoblast. Osteosit terperangkap dalam matriks tulang
yang diproduksi oleh osteoblast. Lokasinya berada di bawah lacuna dan sangat
dekat dengan pembuluh darah. Karena matriks tulang sudah mengalami
mineralisasi, nutrient dan metabolit tidak dapat bebas berdifusi menuju osteosit.
Karena itu, tulang sangat vascular dan memiliki system saluran khusus atau kanal
halus yang disebut kanalikuli yang bermuara kedalam osteon. Kanalikuli
mengandung cairan ekstraseluler yang memudahkan masing masing osteosit
berhubungan dengan yang lainnya dan material dipembuluh darah. Ini bertujuan
untuk membentuk hubungan kompleks dengan sekitar pembuluh darah di osteon
dan terjadi pertukaran yang efisien. Kanalikuli menjaga osteosit tetap hidup dan
osteosit sebaliknya . jika osteosit mati, matriks tulang disekitarnya direabsorbsi
oleh osteoklas.
 Osteoklas adalah sel multinukleus besar yang terdapat di sepanjang permukaan
tulang tempat terjadinya resorpsi, remodeling dan perbaikan tulang. Osteoklas
berasal dari penyatuan sel sel progenitor homeopetik atau darah di sumsum tulang.
Fungsi utamanya yaitu reabsorpsi tulang selama remodeling.osteoklas sering
terdapat didalam lekuk dangkal pada matriks tulang yang disebut lacuna howship.
Enzim lisosom yang dikeluarkan oleh osteoklas mengikis cekungan ini
(Victor P. Eroschenko, 2010)
Terdapat dua macam proses penulangan:
1. Penulangan intramembranosa / desmal (tanpa dimulai dengan pembentukan tulang rawan)
2. Penulangan intrakartilaginosa / endokondral (dimulai dengan pembentukan tulang rawan)

16
a. Zona Istirahat : terdapat di lempeng epifisis,terdiri atas sel tulang rawan primitif yang
tumbuh kesegala arah
b. Zona proliferasi : terletak di metafisis,terdiri atas kondrosit yang membelah,dan
menghasilkan sel berbentuk gepeng atau lonjong yang tersusun berderet-deret
longitudinal seperti tumpukan uang logam,sejajar dengan sumbu panjang model tulang
rawan.
c. Zona maturasi dan hipertrofi kondrosit : ukuran kondrosit beserta lakunanya bertambah
besar
d. Zona klasifikasi : terjadi endapan kalsium fosfat didalam matriks tulang tawan.Matriks
menjadi basofil dan kondrosit banyak yang mati (perlekatan zat kapur,nutrisi kurang)
e. Zona degenerasi : kondrosit berdegenerasi,banyak yg pecah,lakuna kosong dan saling
berhubungan satu dnegan yang lainnya.Daerah matriks yang hancur diisi oleh sel
osteoprogenitor
f. Zona penulangan (osifikasi) : sel progenitor yang mengisi lakuna yang telah kosong
berubah menjadi osteoblas,yang mulai mensekresi matriks tulang,sehingga terbentuklah
balok-balok tulang. (dihancurkan oleh osteoklas)

1.3 Memahami dan Menjelaskan Kinesiologi

Gerak sendi :

Fleksi : M. Illiopsoas, M. Pectinus, M. rectus femoris, M. adductor longus, M. adductor


brevis, M. adductor magnus pars anterior tensor fascia lata
Ekstensi : M. gluteus maximus, M. semitendinosis, M. semimembranosus, M. biceps
femoris caput longum, M.abductor magnus pars posterior
Abduksi : M. gluteus medius, M. gluteus minimus, M. piriformis, M. Sartorius, M. tensor
fasciae latae
Adduksi : M. adductor magnus, M. adductor longus, M. adductor brevis, M. gracilis, M.
pectineus, M. obturator externus, M. quadratus femoris
Rotasi Medialis : M. gluteus medius, M. gluteus minimus, M. tensor fasciae latae, M.
adductor magnus (pars posterior)
Rotasi lateralis : M. piriformis, M. obturator internus, Mm gamelli, M. obturator externus, M.
quadratus femoris, M. gluteus maximus, dan Mmm adductors
(Syamsir, 2014)

LO.2 Memahami dan Menjelaskan Fraktur


2.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi

Fraktur merupakan gangguan sistem muskuluskeletal, dimana terjadi pemisahan atau


patahnya tulang yang disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. (Doenges E Marilyn, 2000).
Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang
datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang,fraktur patologis terjadi tanpa trauma
pada tulang yang lemah karena dimineralisasi yang berlebihan ( Linda Juall C, 2002 ).

17
Fraktur dikenal dengan istilah patah tulang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik, kekuatan, sudut, tenaga,keadaan tulang, dan jaringan lunak disekitar tulang akan
menentukan apakah fraktur yang terjadi tersebut lengkap atau tidak lengkap ( Silvia A.
Prince, 2000 ). Multiple fraktur adalah lebih dari satu garis fraktur ( Silvia A. Prince, 2000 ).
2.2 Memahami dan Menjelaskan Etiologi Fraktur
Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan, terutama tekanan
membengkok, memutar, dan menarik. Trauma muskuloskeletal yang dapat mengakibatkan
fraktur adalah :
1) Trauma langsung
Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi
fraktur pada daerah tekanan. Frakur yang terjadi biasanya bersifat komunitif dan
jaringan lunak ikut mengalami kerusakan. Misalnya karena trauma yang tiba tiba
mengenaii tulang dengan kekuatan dengan kekuatan yang besar dan tulang tidak
mampu menahan trauma tersebut sehingga terjadi patah
2) Trauma tidak langsung
Trauma tidak langsung terjadi apabila trauma dihantarkan kedaerah yang lebih
jauh dari daerah fraktur. Misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat
menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini jaringan lunak tetap utuh,
tekanan membengok yang menyebabkan fraktur transversal, tekanan berputar
yang menyebabkan fraktur bersifat spiral atau oblik
3) Trauma patologis
Trauma patologis adalah suatu kondisi rapuhnya tulang karena proses
patologis. Contonya
a) Osteoporosis terjadi karena kecepatan reabsorbsi tulang melebihi kecepatan
pembentukan tulang, sehingga akibatnya tulang menjadi 6 keropos secara cepat
dan rapuh sehingga mengalami patah tulang, karena trauma minimal.
b) Osteomilitis merupakan infeksi tulang dan sum sum tulang yang disebabkan
oleh bakteri piogen dimana mikroorganisme berasal dari focus ditempat lain dan
beredar melalui sirkulasi darah.
c) Ostheoartritis itu disebabkan oleh rusak/ menipisnya bantalan sendi dan tulang
rawan. (Arif Muttaqin, 2008)
Penyebab lainnya dalam fraktur adalah:

1. Trauma tukang di kenai tekanan atau stress yang lebih besar


2. Kecelekaan kendaraan bermotor
3. Kecelakan karena perkejaan dan olahraga
4. Osteoporosis
5. Pukulan langsung
6. Gaya remik
7. Gerakan punter mendadak
8. Kontraksi otot ekstrem
2.3 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Fraktur

18
 Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
1. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi.
Derajat fraktur tertutup berdasarkan keadaan jaringan lunak disekitarnya, yaitu:
 Derajat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak
sekitarnya.
 Derajat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
 Derajat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan adanya pembengkakan.
 Derajat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan
ancaman terjadinya sindroma kompartement.
2. Fraktur Terbuka (Open/Compound), merupakan fraktur dengan luka pada kulit
(integritas kulit rusak dan ujung tulang menonjol sampai menembus kulit) atau
membran mukosa sampai ke patahan tulang. Derajat fraktur terbuka berdasarkan
keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
 Derajat 1: laserasi <2cm, fraktur sederhana, dislokasi fragmen minimal
 Derajat 2: laserasi >2cm, kontusio otot dan sekitarnya, dislokasi fragmen
jelas.
 Derajat 3: luka lebar, rusak hebat, atau hilang jaringan sekitar.

 Berdasarkan komplit atau ketidak klomplitan fraktur.


1. Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui
kedua korteks tulang.
2. Fraktur Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
seperti:
 Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
 Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
 Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya
yang terjadi pada tulang panjang.

 Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma.

19
1) Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan
akibat trauma angulasi atau langsung.
2) Fraktur Oblik : fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasi juga.
3) Fraktur Spiral : fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi.
4) Fraktur Kompresi : fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain.
5) Fraktur Avulsi : fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot
pada insersinya pada tulang.

 Berdasarkan jumlah garis patah.


1. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
2. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
3. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang
yang sama.
 Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
1. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen
tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
2. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut
lokasi fragmen, terbagi atas:
 Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan
overlapping).
 Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
 Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).
 Berdasarkan posisi frakur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :
1. 1/3 proksimal
2. 1/3 medial
3. 1/3 distal
 Klasifikasi menurut Garden
 Tingkat I : fraktur impaksi yang tidak total
 Tingkat II : fraktur total tetapi tidak bergeser

20
 Tingakt III : fraktur total isertai dengan sedikit pergesekan
 Tingkat IV : fraktur disertai dengan pergeseran yang hebat

 Klasifikasi menurut Pauwel


Klasifikasi ini berdasarkan atas sudut inklinasi leher femur
 Tipe I : fraktur dengan garis fraktur 30 derajat
 Tipe II : fraktur dengan garis fraktur 50 derajat
 Tipe III : fraktur dengan garis fraktur 70 derajat

2.4 Memahami
dan Menjelaskan
Patofisiologi Fraktur

Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan fraktur terbuka bila
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit.
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah ke dalam jaringan
lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi
perdarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel- sel darah putih dan sel anast
berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut aktivitas osteoblast
terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus. Bekuan fibrin
direabsorbsidan sel- sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati.
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut syaraf yang berkaitan dengan
pembengkakan yang tidak di tangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstrimitas dan
mengakibatkan kerusakan syaraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan akan
mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dan berakibat anoreksia
mengakibatkan rusaknya serabut syaraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini di namakan
sindrom compartment.
Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan ketidak seimbangan,
fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Fraktur tertutup tidak disertai
kerusakan jaringan lunak seperti tendon, otot, ligament dan pembuluh darah (Smeltzer dan
Bare, 2001).

21
Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita komplikasi antara
lain: nyeri, iritasi kulit karena penekanan, hilangnya kekuatan otot. Kurang perawatan diri
dapat terjadi bila sebagian tubuh di imobilisasi, mengakibatkan berkurangnyan kemampuan
prawatan diri (Carpenito, 2007).

22
2.5 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Fraktur

Menurut Smeltzer & Bare (2002), manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya
fungsi, deformitas, pemendekan ektremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan
warna yang dijelaskan secara rinci sebagai berikut:

1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang
untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung bergerak
secara alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran fragmen pada fraktur lengan dan
tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ektremitas yang bisa
diketahui dengan membandingkannya dengan ektremitas normal. Ekstremitas tidak
dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot tergantung pada integritasnya
tulang tempat melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi
otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling
melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).
4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. Uji krepitus
dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma
dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa terjadi setelah beberapa jam
atau hari setelah cedera.

2.6 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis Fraktur


1. Anamnesis
Keluhan utama berupa
a. Trauma, waktu terjadinya trauma, cara terjadinya trauma, lokasi trauma.
b. Nyeri, lokasi nyeri, sifat nyeri, intensitas nyeri, referred pain.
c. Kekakuan sendi
d. Pembangkakan
e. Deformitas
f. Ketidakstabilan sendi
g. Kelemahan otot
h. Gangguan sensibilitas
i. Hilangnya fungsi
j. Jalan pincang
2. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi (look)
 Kulit, meliputi warna kulit, tanda peradangan dan tekstur kulit

23
 Jaringan lunak, pembuluh darah, saraf, otot, tendo, ligamen, jaringanlemak,
fasia, kelenjar limfe.
 Tulang dan sendi
 Sinus dan jaringan parut
b. Palpasi (feel)
 Suhu kulit, denyutan arteri
 Jaringan lunak, mengetahui adanya spasme otot, atrofi otot
 Nyeri tekan,
 Tulang, perhatikan bentuk, permukaan, ketebalan, penonjolan dari tulang
 Pengukuran anggota gerak
 Penilaian deformitas
c. Pergerakan (move)
 Evaluasi gerakan sendi secara aktif dan pasif, apakah gerakanmenimbulkan
sakit dan disertai krepitasi
 Stabilitas sendi
 ROM, abduksi, adduksi, ekstensi, fleksi, rotasi eksterna, rotasi interna,
pronasi, supinasi, fleksi lateral, dorsofleksi, plantar fleksi, inversi,eversi.
3. Penunjang Dilakukan pemeriksaan rontgen, apabila fraktur pada tulang panjang
dilakukan posisi AP dan lateral. Fraktur tulang navicular posisi AP, lateral,dan
oblique.
2.7 Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana Fraktur

Menurut Mansjoer (2000) dan Muttaqin (2008) konsep dasar yang harus
dipertimbangkan pada waktu menangani fraktur yaitu : rekognisi, reduksi, retensi, dan
rehabilitasi.

1. Rekognisi (Pengenalan )
Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, harus jelas untuk menentukan diagnosa
dan tindakan selanjutnya. Contoh, pada tempat fraktur tungkai akan terasa nyeri
sekali dan bengkak. Kelainan bentuk yang nyata dapat menentukan diskontinuitas
integritas rangka.
2. Reduksi (manipulasi/ reposisi)
Reduksi adalah usaha dan tindakan untuk memanipulasi fragmen fragmen tulang
yang patah sedapat mungkin kembali lagi seperti letak asalnya. Upaya untuk

24
memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara optimal.
Reduksi fraktur dapat dilakukan dengan reduksi tertutup, traksi, atau reduksi
terbuka. Reduksi fraktur dilakukan sesegera mungkin untuk mencegah jaringan
lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan.
Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah
mulai mengalami penyembuhan (Mansjoer, 2002).
3. Retensi (Immobilisasi)
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimal. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus
diimobilisasi, atau di pertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai
terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau
interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu,
pin, dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan logam dapat di gunakan untuk
fiksasi intrerna yang brperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.
Fiksasi eksterna adalah alat yang diletakkan diluar kulit untuk menstabilisasikan
fragmen tulang dengan memasukkan dua atau tiga pin metal perkutaneus
menembus tulang pada bagian proksimal dan distal dari tempat fraktur dan pin
tersebut dihubungkan satu sama lain dengan menggunakan eksternal bars. Teknik
ini terutama atau kebanyakan digunakan untuk fraktur pada tulang tibia, tetapi
juga dapat dilakukan pada tulang femur, humerus dan pelvis (Mansjoer, 2000).

Prinsip dasar dari teknik ini adalah dengan menggunakan pin yang diletakkan
pada bagian proksimal dan distal terhadap daerah atau zona trauma, kemudian
pin-pin tersebut dihubungkan satu sama lain dengan rangka luar atau eksternal
frame atau rigid bars yang berfungsi untuk menstabilisasikan fraktur. Alat ini

25
dapat digunakan sebagai temporary treatment untuk trauma muskuloskeletal
atau sebagai definitive treatment berdasarkan lokasi dan tipe trauma yang
terjadi pada tulang dan jaringan lunak (Muttaqin, 2008).
4. Rehabilitasi
Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin untuk menghindari
atropi atau kontraktur. Bila keadaan mmeungkinkan, harus segera dimulai
melakukan latihan-latihan untuk mempertahankan kekuatan anggota tubuh dan
mobilisasi (Mansjoer, 2000).

TINDAKAN PEMBEDAHAN
1. ORIF (OPEN REDUCTION AND INTERNAL FIXATION)
 Insisi dilakukan pada tempat yang mengalami cidera dan diteruskan sepanjang
bidang anatomik menuju tempat yang mengalami fraktur
 Fraktur diperiksa dan diteliti
 Fragmen yang telah mati dilakukan irigasi dari luka
 Fraktur di reposisi agar mendapatkan posisi yang normal kembali
 Saesudah reduksi fragmen-fragmen tulang dipertahankan dengan alat ortopedik
berupa; pin, sekrup, plate, dan paku
Keuntungan:
a. Reduksi akurat
b. Stabilitas reduksi tinggi
c. Pemeriksaan struktu neurovaskuler
d. Berkurangnya kebutuhan alat imobilisasi eksternal
e. Penyatuan sendi yang berdekatan dengan tulang yang patah menjadi lebih cepat
f. Rawat inap lebih singkat
g. Dapat lebih cepat kembali ke pola kehidupan normal
Kerugian
a. Kemungkinan terjadi infeksi
b. Osteomielitis
2. EKSTERNAL FIKSASI
 Metode alternatif manajemen fraktur dengan fiksasi eksternal, biasanya pada
ekstrimitas dan tidak untuk fraktur lama
 Post eksternal fiksasi, dianjurkan penggunaan gips.
 Setelah reduksi, dilakukan insisi perkutan untuk implantasi pen ke tulang

26
 Lubang kecil dibuat dari pen metal melewati tulang dan dikuatkan pennya.
 Perawatan 1-2 kali sehari secara khusus, antara lain:
a. Obsevasi letak pen dan area
b. Observasi kemerahan, basah dan rembes
c. Observasi status neurovaskuler distal fraktur
RADIOLOGI
Radiologis untuk lokasi fraktur harus menurut rule of two, terdiri dari :
1. Dua gambaran, anteroposterior (AP) dan lateral
2. Memuat dua sendi di proksimal dan distal fraktur
3. Memuat gambaran foto dua ekstremitas, yaitu ekstremitas yang cedera dan yang tidak
terkena cedera (pada anak) dan dua kali, yaitu sebelum tindakan dan sesudah tindakan.
 Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans
 Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
 CCT kalau banyak kerusakan otot.
 Darah rutin, faktor pembekuan darah, golongan darah, cross-test, dan urinalisa.
Farmakologi
Obat-obatan seperti biphosphonates dapat meningkatkan densitas tulang sehingga
mengurangi resiko re-fracture. Kebanyakan obat-obatan ini diminum.
Efek samping : Nausea, nyeri abdominal, dan inflamasi pada esofagus.
Farmakokinetik : Oral, jika intoleran dapat digunakan IV tubing.
METODE TERAPI
Terdapat 4 prinsip penanganan fraktur diafisis tibia. Non operative terdiri dari longleg
casts maupun patellar tendon-bearing casts. 3 metode operative lainnya meliputi plating,
intramedullary nailing, dan fiksasi eksternal.
CASTING
Indikasi dilakukan casting jika fraktur tibia dengan comminutif minimal yang stabil
dan acceptable. Kriteria relative stabilitas adalah displacement kurang dari 50% lebar tibia
dan shortening kurang dari 1 cm. Pada foto x-ray angulasi varus dan valgus kurang dari 5⁰
dan angulasi anterior dan posterior kurang dari 10⁰.
Patellar-Tendon-Bearing Casts (PTBC)
Sarmineto memperkenalkan casting patellar-tendon-bearing dimana casting long – leg
cast digunakan hingga bengkak menghilang. Atau adanya long leg cast dapat diiganti dengan
PTBC setelah 3-4 minggu dan harus dilakukan pemeriksaan x-ray ulang untuk memastikan
dalam aligment yang baik. Namun jika dibandingkan dengan penggunaan intramedullary nail
menunjukkan lebih sedikit komplikasi non union dan malunion. Dan pada terapi casting, 27%
pasien menunjukkan malaligment varus dan valgus yang signifikan, 46% terjadi shortening.
Dan 54% pasien yang mendapat terapi casting bersifat tidak stabil dan memerlukan tambahan
screw ataupun wiring.

27
Operative
Indikasi operasi dibagi menjadi indikasi absolute dan relative
Indikasi absolute:
• Fraktur terbuka
• Fraktur dengan cedera vascular
• Fraktur dengan sindrom kompartemen
• Pasien dengan cedera multiple untuk meningkatkan mobilisasi, mengurangi nyeri dan
mengurangi pelepasan mediator – mediator sehingga menurunkan resiko sindrom distress
pernafasan.
Indikasi relative:
• Adanya shortening yang signifikan pada foto x-ray
• Cominutif yang signifikan
• Fraktur tibia dengan fibula yang intak
Intramedullary Nailing
Closed intramedullar nailing digunakan untuk Open fraktur tibia tipe I, II, III A dan
fraktur tertutup tibia terutama fraktur tibia segmental dan bilateral. Intramedullary nailing
menjaga jaringan lunak sekitar tempat fraktur dan memberikan keuntungan mobilisasi lebih
awal. Locking nails pada daerah proksimal dan distal memberikan control panjang, aligment
dan rotasi pada fraktur tidak stabil dan memberikan stabilisasi pada fraktur tibia yang terletak
3-4 cm diatas sendi ankle. Nailing tidak direkomendasikan untuk pasien dengan fisis terbuka,
deformitas anatomis, luka bakar ataupun luka terbuka, serta fraktur terbuka tipe III C.

28
Gambar: Intramedullary nailing pada fraktur tibia
Komplikasi tersering pada terapi intramedullary nailing tibia adalah nyeri pada knee anterior.
Penyebab nyeri ini masih belum jelas, namun disebutkan beberapa factor yang
mempengaruhi seperti usia muda, pasien aktif, adanya nail prominence diatas cortex tibia
proksimal, robekan meniscus, cedera intraarticular, peningkatan tekanan pada artikulasi
patellofemoral, cedera nervus infrapatellar, dan pembentukkan scar akibat pembedahan.
Selain itu, dapat timbul komplikasi berupa gangguan neurologi, cedera vascular,
meningkatnya kerusakan tulang.
Fikasi Plate dan Screw
Fiksasi dengan plating diindikasikan untuk frkatur tibia prokssimal dan distal yang displaced
dan tidak stabil baik dengan atau tanpa keterlibatan intrartikular. Reduksi terbuka dan plating
memberikan hasil fiksasi stabil, mobilisasi awal sendi knee dan ankle dan memelihara
panjang serta alignment. Kerugian pemasangan plate adalah membuka jaringan lunak dan
dapat menyebabkan komplikasi infeksi.

Fiksasi External
29
Tiga tipe fixators terdiri dari half-pin fixators, wire dan ring fixators dan hybrid fixators.
Fikasi eksterna memberikan fiksasi stabil, menjaga vaskularitas tulang dan menjaga jaringan
lunak, sedikit perdarahan.
Komplikasi tersering fiksasi eksterna adalah infeksi pin site, malunion, joint stiffness,
delayed union.
Fiksasi eksterna digunakan pada fraktur terbuka berat (tipe IIIB dan tipe C).

2.8 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Fraktur

Komplikasi fraktur menurut Smeltzer dan Bare (2001) dan Price (2005) antara lain:

1. Komplikasi awal fraktur antara lain: syok, syndrom emboli lemak, sindrom
kompartement, kerusakan arteri, infeksi, avaskuler nekrosis.
a. Syok
Syok hipovolemik atau traumatic, akibat perdarahan (banyak kehilangan darah
eksternal maupun yang tidak kelihatan yang bias menyebabkan penurunan
oksigenasi) dan kehilangan cairan ekstra sel ke jaringan yang rusak, dapat
terjadi pada fraktur ekstrimitas, thoraks, pelvis dan vertebra.
b. Syndrom emboli lemak
Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk kedalam pembuluh darah
karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karena
katekolamin yang di lepaskan oleh reaksi stress pasien akan memobilisasi
asam lemak dan memudahkan terjadinya globula lemak pada aliran darah.
c. Sindroma Kompartement
Merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang dari
yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Ini bisa disebabkan karena
penurunan ukuran kompartement otot karena fasia yang membungkus otot

30
terlalu ketat, penggunaan gibs atau balutan yang menjerat ataupun peningkatan
isi kompatement otot karena edema atau perdarahan sehubungan dengan
berbagai masalah (misalnya : iskemi,dan cidera remuk).
d. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bias ditandai denagan tidak ada nadi, CRT
menurun, syanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
ekstrimitas yang disbabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan
posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
e. Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bias juga karena penggunaan
bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
f. Avaskuler nekrosis
Avaskuler nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bias menyebabkan nekrosis tulang dan di awali dengan adanya
Volkman’s Ischemia .
2. Komplikasi dalam waktu lama atau lanjut fraktur antara lain: mal union, delayed
union, dan non union.
a. Malunion
Malunion dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam
posisi yang tidak seharusnya. Malunion merupakan penyembuhan tulang
ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk
(deformitas). Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang
baik.
b. Delayed Union
Delayed union adalah proses penyembuhan yang terus berjalan dengan
kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal. Delayed union
merupakankegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang
dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan
suplai darah ke tulang.
c. Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion di

31
tandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang
membentuk sendi palsu atau pseuardoarthrosis. Ini juga disebabkan karena
aliran darah yang kurang.

2.9 Memahami dan Menjelaskan Prognosis Fraktur

Penderita bila mendapat tindakan fisioterapi sejak dini dan tepat maka kapasitas fisik dan
kemampuun fungsional akan kembali normal (baik). Tetapi bisa menimbulkan keadaan yang
buruk dari penyembuhan apabila terjadi komplikasi yang menyertai dan umumnya usia
lanjut.

Waktu yang diperlukan untuk penyembuhan fraktur tulang sangat bergantung pada lokasi
fraktur juga umur pasien. Rata-rata masa penyembuhan: Anak-anak (3-4 minggu), dewasa (4-
6minggu).

LO.3 Memahami dan Menjelaskan Sabar dalam menghadapi musibah

Tata cara shalat orang yang tidak mampu berdiri

Orang yang tidak mampu berdiri, maka shalatnya sambil duduk. Dengan ketentuan sebagai
berikut:

 Yang paling utama adalah dengan cara duduk bersila. Namun jika tidak
memungkinkan, maka dengan cara duduk apapun yang mudah untuk dilakukan.
 Duduk menghadap ke kiblat. Jika tidak memungkinkan untuk menghadap kiblat
maka tidak mengapa.
 Cara bertakbir dan bersedekap sama sebagaimana ketika shalat dalam keadaan
berdiri. Yaitu tangan di angkat hingga sejajar dengan telinga dan setelah itu tangan
kanan diletakkan di atas tangan kiri.
 Cara rukuknya dengan membungkukkan badan sedikit, ini merupakan bentuk imaa`
sebagaimana dalam hadits Jabir. Kedua telapak tangan di lutut.
 Cara sujudnya sama sebagaimana sujud biasa jika memungkinkan. Jika tidak
memungkinkan maka, dengan membungkukkan badannya lebih banyak dari ketika
rukuk.
 Cara tasyahud dengan meletakkan tangan di lutut dan melakukan tasyahud seperti
biasa.

2. Tata cara shalat orang yang tidak mampu duduk

Orang yang tidak mampu berdiri dan tidak mampu duduk, maka shalatnya sambil
berbaring. Shalat sambil berbaring ada dua macam:

a. ‘ala janbin (berbaring menyamping)

32
Ini yang lebih utama jika memungkinkan. Tata caranya:

 Berbaring menyamping ke kanan dan ke arah kiblat jika memungkinkan. Jika tidak
bisa menyamping ke kanan maka menyamping ke kiri namun tetap ke arah kiblat.
Jika tidak memungkinkan untuk menghadap kiblat maka tidak mengapa.
 Cara bertakbir dan bersedekap sama sebagaimana ketika shalat dalam keadaan
berdiri. Yaitu tangan di angkat hingga sejajar dengan telinga dan setelah itu tangan
kanan diletakkan di atas tangan kiri.
 Cara rukuknya dengan menundukkan kepala sedikit, ini merupakan bentuk imaa`
sebagaimana dalam hadits Jabir. Kedua tangan diluruskan ke arah lutut.
 Cara sujudnya dengan menundukkan kepala lebih banyak dari ketika rukuk. Kedua
tangan diluruskan ke arah lutut.
 Cara tasyahud dengan meluruskan tangan ke arah lutut namun jari telunjuk tetap
berisyarat ke arah kiblat.

b. mustalqiyan (telentang)

Jika tidak mampu berbaring ‘ala janbin, maka mustalqiyan. Tata caranya:

 Berbaring telentang dengan kaki menghadap kiblat. Yang utama, kepala diangkat
sedikit dengan ganjalan seperti bantal atau semisalnya sehingga wajah menghadap
kiblat. Jika tidak memungkinkan untuk menghadap kiblat maka tidak mengapa.
 Cara bertakbir dan bersedekap sama sebagaimana ketika shalat dalam keadaan
berdiri. Yaitu tangan diangkat hingga sejajar dengan telinga dan setelah itu tangan
kanan diletakkan di atas tangan kiri.
 Cara rukuknya dengan menundukkan kepala sedikit, ini merupakan bentuk imaa`
sebagaimana dalam hadits Jabir. Kedua tangan diluruskan ke arah lutut.
 Cara sujudnya dengan menundukkan kepala lebih banyak dari ketika rukuk. Kedua
tangan diluruskan ke arah lutut.
 Cara tasyahud dengan meluruskan tangan ke arah lutut namun jari telunjuk tetap
berisyarat ke arah kiblat.

3. Tata cara shalat orang yang tidak mampu menggerakkan anggota tubuhnya (lumpuh
total)

Jika tidak mampu menggerakan anggota tubuhnya namun bisa menggerakkan mata,
maka shalatnya dengan gerakan mata. Karena ini masih termasuk makna al-imaa`. Ia
kedipkan matanya sedikit ketika takbir dan rukuk, dan ia kedipkan banyak untuk sujud.
Disertai dengan gerakan lisan ketika membaca bacaan-bacaan shalat. Jika lisan tidak
mampu digerakkan, maka bacaan-bacaan shalat pun dibaca dalam hati.

Jika tidak mampu menggerakan anggota tubuhnya sama sekali namun masih sadar, maka
shalatnya dengan hatinya. Yaitu ia membayangkan dalam hatinya gerakan-gerakan shalat
yang ia kerjakan disertai dengan gerakan lisan ketika membaca bacaan-bacaan shalat. Jika
lisan tidak mampu digerakkan, maka bacaan-bacaan shalat pun dibaca dalam hati.

33
DAFTAR PUSTAKA

Dorland, W. A. N. (2010). Kamus Kedokteran Dorland, edisi 31. Jakarta: EGC

Eroschenko, V. P. (2010). Atlas Histologi diFiore: dengan Korelasi Fungsional, Ed. 11.
Jakarta: EGC.
Syamsir, H. M. (2014). Muskuloskeletal Gerak Tubuh Manusia. Jakarta: Universitas Yarsi.

Paulsen F & Waschke J, 2010; Sobotta Atlas Anatomi Manusia, Jilid 1, Edisi 23, EGC,
Jakarta.
Moore, K. L., Dalley, A. F., Agur, A. M. R. (2013). Clinically Oriented Anatomy, Ed.7.
Lippincott Williams & Wilkins, a Wolters Kluwer business.
Patel, P. R. (2007). Lecture Notes: Radiologi Ed.2. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. 2001. Keperawatan Medikal Bedah 2, Edisi 8.
Jakarta: EGC.
Syamsir, H. M. (2014). Muskuloskeletal Gerak Tubuh Manusia. Jakarta: Universitas Yarsi.
Tambayong. J. (2000). Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.
Prof. Chairuddin Rasjad. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi , Edisi ke 2, Bintang Lamupatue. Makassar
2003

Dr. H. Ahmad Sofwan, Dr. Yenni Zulhamidah. Diktat Vaskularisasi & Inevasi Ektremitas Blok
Muskuloskeletal, Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi. Jakarta. 2019

http://digilib.unimus.ac.id/files
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/135/jtptunimus-gdl-nurhidayah-6731-2-babii.pdf

34

Anda mungkin juga menyukai