Anda di halaman 1dari 35

BLOK MUSKULOSKELETAL

SKENARIO 1

WRAP UP

KELOMPOK B13

Ketua : Safina Azzahrain Anwar 1102018190


Sekretaris : Andini Putri Salsabilah 1102018219
Anggota : Azzahra Audy Ramadhani 1102018250
Rizka Kamila Nabawiyah 1102018258
Balqis Nihlah Hilyati 1102018288
Abie Kanzy 1102018281
Muhammad Erdiansyah 1102018289
Syifa Athaya 1102018318
Tasya Dwi Ramadhanti 1102018231
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN UMUM
FAKULTAS KEDOKTERAN
2018-2019

Daftar Isi
BAB I (Pendahuluan) 3
1.1. Skenario 3
1.2. Kata Sulit 3
1.3. Pertanyaan 3
1.4. Hipotesis 5

BAB II (Learning Issue dan Learning Objective)


L.O. 1. Mampu Mempelajari dan Memahami Ekstremitas Atas dan Bawah 7
1.1. Anatomi Mikro 7
1.2. Anatomi Makro 12
L.O. 2. Mampu Mempelajari Dan Memahami Ankle Sprain 22
2.1. Definisi 22
2.2. Klasifikasi 23
2.3. Etiologi 24
2.4. Patofisiologi 25
2.5. Diagnosis 28
2.6. Tatalaksana 31
Daftar Pustaka 35

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Skenario
Seorang laki-laki usia 20 tahun datang ke RS dengan keluhan nyeri kaki di sendi
kanan akibat terjatuh sewaktu bermain bola. Pada pemeriksaan, kaki terlihat bengkak
hiperemis dan nyeripada saat persendian kaki digerakkan. Pada pemeriksaan radiologi
tidak ditemukan tanda-tanda fraktur. Dokter mendiagnosis pasien mengalami ankle
sprain.

1.2 Kata Sulit


1. Bengkak Hiperemis
2. Fraktur
3. Sendi
4. Radiologi
5. Ankle Sprain
Arti kata sulit :
1. Bengkak Hiperemis : Pembengkakan ekses darah pada bagian tubuh akibat
relaksasi arterior lokal ataupun umum.
2. Fraktur : Patah sebagian atau hnya pada tulang.
3. Sendi : Tempat penyatuan atau sambungan diantara tulang.
4. Radiologi : Cabang ilmu kesehatan yang berhubungan dengan substansi
radioaktif.
5. Ankle Sprain : Cedera sendi pada tarsus yang menyebabkan robeknya
sejumlah serat pada ligamen penyangga otot.

1.3 Pertanyaan
1. Apa hubungan bengkak hiperemis dengan ankle sprain?
2. Mengapa terjadi bengkak hiperemis dan nyeri pada persendian kaki?
3. Dimana letak terjadinya ankle sprain?
4. Apa saja faktor resiko dari ankle sprain?
5. Bagaimana tatalaksana dari ankle sprain?
6. Bagaimana ankle sprain dapat terjadi?
7. Apa saja tingkatan ankle sprain dan jelaskan!

3
8. Pemeriksaan radiologi apa yang dapat dilakukan?
9. Apa saja komplikasi dari ankle sprain?
10. Mengapa dokter mendiagnosis hal tersebut merupakan ankle sprain?

Jawaban
1. Karena robeknya ligamen pada pergelangan kaki sehingga terjadinya proses
inflamasi berupa bengkak hiperemis dan nyeri.
2. Adanya proses inflamasi pada saat terjadinya kerobekan pada ligament
pergelangan kaki.
3. Dibagi tiga:
- Lateral : Ligament pada lateral arah fibula ke os. Talus pada bagan luar
tarsus, anterior talofibular ligamen, calcaneo fibular ligamen, neofibular
ligamen, posterior talofibular ligament.
- Medial : Deltoid ligamen letak ligamen ditengah.
- High ankle sprain : Ligamen talofibular dan syndesmosis.
Daopat dibedakan dari lokasi cedera.
4. Faktor intrinsik:
- Range of motion, terbatasnya pergerakkan pergelangan kaki.
- Indeks postur kaki pada masing-masing individu (individu dengan postur
kaki berbentuk flatfoot meningkatkan resiko cedera)
- Tingginya BMI meningkatkan cedera
- Abnormalitas kesejajaran dari lutut dan tumit
Faktor Ekstrinsik:
- Olah raga
- Maneuver atau pergerakan kaki secara tiba-tiba dengan tumpuan pada satu
sisi kaki
5. Ringan:
Tidak dilakukan apa-apa hanya pemantauan kira-kira 14 hari. Pelaksanaan
tatalaksana awal RICE (Rest Ice Compression Elevation).
Berat:
I. Inflamatory (0-3 hari):
RICE sebagai upaya control.
II. Proliferatif (4-10 hari):

4
Edukasi pasien mengenai gejala-gejala melatih fungsi kaki dan
pergelangan kaki.
III. Early Remodelling (11-21 hari):
Melatih keseimbangan kaki (lari, jalan, naik tangga dengan alat bantu).
IV. Late Maturation and Remodelling:
Pasien di pantau perawatannya di rumah masing-masing.
6. Gerakkan pergelangan kaki akibat dari lebihnya kekuatan ligamen
pergelangan kaki memiliki beberapa fakto yang dapat meningkatkan
terjadinya cedera:
- Faktor ekstrinsik: Olahraga serta penggunaan hak sepatu tinggi.
- Faktor intrinsik: Jenis kelamin dan defisiensi keseimbangan.
7. Ringan, hanya terjadi pada ligamen talofibular arterior serta ditemukan sedikit
hematoma
Sedang, cedera taloibular arterior dan calcaneofibular ligamen dapat
mengakibatkan kerusakan struktur ligamen serta lebih dari sebagian ligament
putus.
Berat, meliputi posterior talofibular ligamen dapat menimbulkan putusnya
ligamen otot atau patah tulang dan semua ligament putus berpisah.
8. X-RAY
CT SCAN
MRI
9. Adanya nyeri kronis yang berkepanjangan, lemah sendi, peradangan sendi,
deep vena thrombosis (bekuan darah pada pembuluh darah vena), instabilitas
dan perubahan morfologi mekanik dan fisiologi ankle.
10. Memperhatkan gejala sakit berlebih pada aspek antero lateral pada sendi
pergelangan kaki saat diraba sakit hanya berada pada bagian bawah malleolus
lateral dan bengkak berlebihan di pergelangan kaki sisi lateral anterior serta
dilakukan pemeriksaan penunjang.

1.4 Hipotesis
Ankle sprain merupakan cedera sendi pada tarsus yang menyebabkan robeknya
sejumlah serat pada ligamen penyangga otot paa pergelangan kaki. Beberapa
faktor risiko predisposisi intrinsi dan ekstrinsik dapat menyebabkan robeknya
ligamen pergelangan kaki sehingga terjadinya proses inflamasi berupa nyeri dan

5
bengkak hiperemis. Berdasarkan letaknya, ankle sprain dibagi menjadi ankle
sprain lateral, medial, dan sindesmotik. Berdasarkan tingkatannya, ankle sprain
dibagi menjadi tingkat I (ringan), tingkat II (sedang), dan tingkat III (berat).
Seseorang dapat mengalami angkle sprain jika ditemukan adanya sakit berlebih
pada antero-lateral sendi pergelangan kaki saat diraba di malleolus lateral,
bengkak berlebihan di pergelangan kaki sisi lateral anterior, adanya nyeri kronis,
lemah sendi, deep vena thrombosis, bekuan darah pembuluh darah vena, dan
perubahan morfologi pergelangan kaki secara mekanik dan fungsional. Beberapa
factor penunjang diagnosis yaitu X-ray, CT Scan, dan MRI. Penanganan ankle
sprain dilakukan dalam empat tahap yaitu Rest, Ice, Compression, dan Elevation.
Komplikasi ankle sprain memungkinkan terjadi jika tidak dilakukan penanganan
yang tepat.

6
BAB II
Learning Issue dan Learning Objective

1. Mempelajari dan Memahami Ektremitas Atas dan Bawah


1.1. Anatomi Mikro
Sistem Muskuloskeletal
Sistem muskuloskeletal terdiri dari tulang padat dan tulang rawan yang memiliki
sel, serat, dan substansi dasar yang tercangkup dalam matrix.
a) Jaringan tulang rawan
Berdasarkan komponen matrixnya, tulang rawan dibagi menjadi 3:
1. Tulang rawan hyaline

Pada tulang rawan hyaline, massa berwarna bening putih kebiruan. Tulang rawan
hyaline ditemukan di permukaan sendi, ujung sternal iga, septum nasal, laring,
cincin trachea, dan bronchii.
Tulang rawan hyaline memiliki matrix homogen yang terdiri dari kolagen tipe II
yang memiliki substansi dasar amorf, terdiri dari: proteoglikan, hialuronat, dan
glikosaminoglikan yang dapat menahan air (pada bantalan sendi).

https://www.google.co.id/url?
sa=i&source=images&cd=&ved=2ahUKEwjuzpGPgMnkAhWL6Y8KHYPvBzsQjRx6BAgBEAQ&url=https%3A%2F
%2Fbiologydictionary.net%2Fhyaline-cartilage
%2F&psig=AOvVaw1TCz5mPnD8AKzBcEBIVD8O&ust=1568299243236095

2. Tulang rawan elastis

Pada tulang rawan elastis, terdapat lebih banyak serat elastin dibandingkan
dengan serat kolagen. Tulang rawan ini dapat ditemukan di telinga bagian luar,
tuba auditiva, dan epiglotis. Massa berwarna kuning dan cenderung lebih keruh.
Tulang rawan elastis dibungkus oleh perichondrium dan mengalami pertumbuhan
intersitial dan pertumbuhan appositional. Tulang rawan elastis juga jarang
mengalami perubahan retrogresif.

7
https://www.google.co.id/url?
sa=i&source=images&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwjUnICBgcnkAhWF7XMBHZ8mB74QjB16B
AgBEAM&url=https%3A%2F%2Faccessmedicine.mhmedical.com%2Fcontent.aspx%3Fbookid
%3D2430%26sectionid
%3D190277534&psig=AOvVaw1xYclDnLZO8tDFAs_ffd1_&ust=1568299471608080

3. Tulang rawan fibrokartilago


Pada tulang rawan fibrokartilago, terdapat lebih banyak kolagen dibandingkan
dengan serat lain. T.R. Fibrokartilago dapat ditemukan di insersi tendo, simphisis
pubis, diskus intervertebrae, diskus artikular sendi, dan pelekatan ligament.
Tulang rawan fibrokartilago adalah satu-satunya tulang rawan yang tidak
memiliki perichondrium, hal ini dikarenakan tulang rawan fibrokartilago yang
sering ditemukan menyatu dengan tulang rawan hyaline dan atau jaringan ikat
fibrosa.

http://medcell.med.yale.edu/histology/connective_tissue_lab/fibrocartilage.php

Pertumbuhan dan Perkembangan Tulang


a. Normal
pertumbuhan normal dibagi menjadi dua:
a.1. Appositional : pertumbuhan berlapis-lapis dari permukaan dan adanya
pertambahan ukuran keliling.
a.2. Intersitial : pertumbuhan dari arah dalam bagian matrix ditandai dengan
adanya chondrocit muda yang membelah.

8
b. Kalsifikasi/Pengapuran
pada proses kalsifikasi, chondrocit mengalami hipertropi dan menghasilkan
fosfatase alkalis yang kemudian menghasilkan endapan calcium fosfat.
c. Regenerasi
pada saat cartilago rusak, fibroblast di perichondrium membentuk jaringan
cartilago baru.
d. Transformasi asbestos
serabut kolagen dalam matrix pada usia lanjut dapat berdegenerasi karena
kurangnya nutrisi.

Pertumbuhan Intertitial (endogen) : pertumbuhan ini ditandai dengan adanya


mitosis dari sel-sel pada tulang yang melakukan pergerakan ke tengah matrix.
Berawal dari perichondrium-chondroblast-ke arah tengah membentuk chondrocit-
terbentuk lacuna-sel isogen/sel Nest.
Pertumbuhan appositional (eksogen) : pertumbuhan berlapis-lapis di luar
perichondrium. Proses pertumbuhan ini terjadi setelah intertitial berhenti.
Retreogresif/degenerasi tulang rawan : semakin bertambahnya usia, tulang rawan
semakin berkurang jumlah selnya dan semakin banyak protein non kolagennya. Pada
proses degenerasi terjadi proses kalsifikasi di mana butir-butir calcium fosfat dan
calcium karbonat diendapkan pada matrix yang menyebabkan nutrien tidak dapat
berdifusi. Apabila nutrisi tidak dapat didifusikan, sel-sel akan mati dan menyebabkan
tulang rawan keras dan rapuh.

b) Jaringan Tulang
Jaringan tulang padat (compact) memiliki beberapa fungsi umum di antaranya:
sebagai rangka tubuh, melindungi organ vital, tempat peletakan tendon, pembentukan
sumsum tulang untuk pembentukan sel darah, dan reservoir calcium dan phosphate.
Matrix pada jaringan tulang terdiri atas gel, bersifat avaskular, dan melakukan difusi
untuk penyebaran nutrisi. Memiliki kolagen tipe I berbentuk helix, substansi organik
dan non organik, serta sel-sel seperti: osteoblast, osteocit, dll.
Klasifikasi tulang
1. Berdasarkan lokasi
a. Axial skeleton (sumbu panjang) : cranium, columna vertebra, costae.
b. Appendicular skeleton : ekstremitas atas dan bawah.
2. Berdasarkan struktur
a. Cartilaginosa : perichondrium.
b. Pars ossea : periosteum (osteoprogenitor, osteoblast), end)osteum
(osteoprogenitor, osteoblast, osteoclast), substantia compacta, substantia
spongiosa (trabecularis)
3. Berdasarkan bentuk
a. Panjang
b. Pendek
c. Pipih
d. Irregular

9
Sel-Sel pada Jaringan Tulang
1. Osteoprogenitor
merupakan sel induk tulang yang terdapat pada periosteum, endosteum, tepatnya
pada rongga sumsum tulang, saluran Havers, dan saluran Volkman.
Osteoprogenitor berperan dalam proses bone repair, pembentukan callus, dan
dapat berdifferensiasi menjadi prosteoblast dan osteoblast. Osteoprogenitor bersifat
multipotent.
2. Osteoblast
sel ini dapat mensekresi matrix (serat kolagen dan proteoglikan) dengan vit. C.
Osteoblast berperan dalam proses kalsifikasi dan saling berhubungan melalui gap
junction (ikatan antar sel). Osteoblast dapat ditemukan di tepi dari badan atau
balok tulang.
3. Osteocyt
osteocyt merupakan sel tulang dewasa yang terperangkap di dalam lacuna,
dikelilingi oleh matrix padat, dan berhubungan dengan gap junction di ujung
kanalikuli.
4. Osteoclast
merupakan sel motil dan sangat besar, multinuclei, dan mobile atau dapat
berpindah. Bersifat fagositik dan menyerupai makrofag karena osteoclast
merupakan turunan dari monosit. Osteoclast dapat ditemukan di lakuna Howship
(cekungan karena adanya perombakan tulang).

Susunan dalam Tulang

1. Sistem Havers
terdiri atas Saluran Havers dan Lamella Havers. Lamel yang tidak mempunyai
saluran disebut Lamel Interstitial. Adapun dalam Lamella Harves terdapat
Lakuna dan Kanalikuli
2. Lamel General
Lamel general dibagi menjadi Lamel General Luar dan Lamel General Dalam.
Lamel general luar terletak di bawah periosteum. Periosteum memiliki fungsi
untuk menutrisi dan membentuk osteoblast baru. Sedangkan lamel general dalam
terletak di bawah endosteum. Endosteum memiliki peranan yang sama dengan
periosteum yaitu untuk menutrisi jaringan tulang dan membentuk osteoblast baru.
3. Saluran Vokman
Saluran ini terletak di antara dua Saluran Havers dan berfungsi untuk
menghubungkan dua saluran tersebut.

Proses Osifikasi

Proses osifikasi merupakan proses pembentukan tulang. Proses ini dibagi menjadi
dua, yaitu Proses Pembentukan Desmal dan Proses Pembentukan Endochondral.
Pembentukan desmal disebut juga proses ossifikasi intra membranosa. Pembentukan
ini terjadi pada pembentukan tulang pipih dan ditandai dengan adanya differensiasi
jaringan mesenkim. Pada proses pembentukan endochondral (intra kartilaginosa),
pembentukan ditandai dengan adanya pembentukan model rangka dari tulang rawan

10
hyaline. Pembentukan ini terjadi pada tulang-tulang panjang.
Pertumbuhan/pembentukan endochondral dibagi menjadi 5 zona besar, yaitu:
a. Zona Istirahat
merupakan zona pembentukan awal dan masih terdapat beberapa tulang rawan
hyaline. Tidak ada proliferasi sel tulang rawan/pembentukan matrix
b. Zona Proliferasi
zona ini terlihat pada daerah metaphysis. Adanya mitosis yang dialami oleh
chondrocyte dan sel-sel bertumpuk menyerupai tumpukan uang logam
c. Zona Maturasi (Hypertrophy Zone)
pada zona ini, chondrocyte tampak membesar, matrix tampak seperti garis-garis
di antara chondrocyte.
d. Zona Kalsifikasi
pada zona ini matrix tampak menggelap karena basophil terkalsifikasi. Tampak
adanya degenerasi yang ditandai oleh lakuna yang kosong dan beberapa lakuna
yang hancur dan menyatu.
e. Zona Resorbsi
zona ini terjadi di dekat diaphysis. Sudah tidak ada tulang rawan yang terlihat
karena hancur, dan diisi oleh sel periosteum dan jaringan bervaskular.

Ossifikasi terjadi di dua bagian dari tulang. Pertumbuhan primer terjadi pada bagian
diaphysis pada saat kehamilan 12 minggu. Pertumbuhan sekunder terjadi pada
bagian epiphysis setelah kelahiran.

c) Jaringan Otot/Muskular

1. Jaringan Otot Lurik/Rangka

Otot Lurik terdapat pada sebagian besar tubuh karena melekat pada tulang-
tulang rangka tubuh. Bergerak secara voluntary atau dengan kesadaran dan
bersifat kuat. Susunan otot lurik terdiri dari serat-serat otot berbentuk silindris
memanjang dan berinti banyak yang terletak di tepi. Satu serat otot teriri dari
Myofibril yang terbungkus Sarcoplasma dan dilindungi oleh Sarcolemma
yang memiliki inti di bagian bawahnya. Kumpulan dari serat otot dibungkus
oleh Endomysium dan membentuk Fasciculus. Fasciculus kemudian
dibungkus oleh Perimysium dan dilindungi oleh Epymisium.
Serat otot lurik juga memiliki pita-pita pada susunannya, yang terdiri dari pita
terang (I / Isotropik) dan pita terang (A / Anisotropik). Pada pita I, terdapat
garis Z yang memotong pertengahan dari pita tersebut. Miofibril memiliki unit
fungsional yang disebut sarkomer, dan di tengah-tengah sarkomer di antara
dua pita I terdapat Pita A. Miofibril terdiri dari serat halus berupa filamen
tebal miosin dan filamen tipis aktin. Pada saat relaksasi, pita A memiliki
daerah yang tidak terisi oleh molekul aktin, berada pada pertengahan dan
disebut pita H. Saat kontraksi, gerakan cross-binding dan sliding molekul
aktin di atas miosin sehingga pita H dan pita I memendek, pita A tetap dan
keseluruhan sarkomer akan memendek. Kontraksi memerlukan Ca.

11
http://droualb.faculty.mjc.edu/Lecture%20Notes/Unit%203/chapter_9__skeletal_muscle_tiss
%20with%20figures.htm

2. Jaringan Otot Jantung


Jaringan otot jantung bekerja secara involuntary atau tidak sadar. Terletak pada
jantung dan bersifat kuat. Otot jantung bekerja kontinu atau tidak berhenti
selama seseorang hidup. Otot jantung memiliki susunan bercabang dan saling
berhubungan satu sama lain dengan diskus interkalaris, mempunyai hanya
satu inti dan terletak di tengah sel.

3. Jaringan Otot Polos


Otot polos bekerja secara involuntary dan ditemukan di otot-otot seperti pada
dinding saluran pencernaan, saluran urogenitalis, saluran pernapasan, dll. Otot
ini tidak bergurat melintang dan sel-selnya berbentuk seperti gelendong yang
memiliki satu inti di tengah dengan ujung runcing pada akhir dari sel nya.

1.2. Anatomi Makro


Sistem muskuloskeletal pada manusia terdiri dari tulang, otot dan persendian
(dibantu oleh tendon, ligamen dan tulang rawan). Sistem ini memungkinkan
untuk duduk, berdiri, berjalan atau melakukan kegiatan lainnya dalam kehidupan
sehari-hari. Selain sebagai penunjang dan pembentuk tubuh, tulang juga
berfungsi sebagai pelindung organ dalam. Tempat pertemuan 2 tulang adalah

12
persendian, yang berperan dalam mempertahankan kelenturan kerangka
tubuh. Tanpa persendian, Anda tidak mungkin bisa melakukan berbagai gerakan.
Sedangkan yang berfungsi menarik tulang pada saat Anda bergerak adalah otot,
yang merupakan jaringan elastik yang kuat.

Ada 3 jenis persendian yang dibedakan berdasarkan jangkauan gerakan yang


dimiliki:
1. Synarthrosis (Persendian Fibrosa)
Persendian yang tidak dapat digerakkan, dimana letak tulang-tulangnya sangat
berdekatan dan hanya dipisahkan oleh selapis jaringan ikat fibrosa, dibedakan
menjadi:
a. Sutura: terdapat jaringan fibrosa yang tipis sekali seperti sutura sagitalis
diantara tulang
b. Syndesmosis: diantara tulang terdapat jaringan gibrosa seperti syndesmosis
radio-ulnaris.
c. Synchondrosis: diantara tulang terdapat tulang rawan seperti symphisis pubis
d. Schindelysis: satu tulang yang masuk kedalam celah tulang seperti pada
reostrum sphenoidale
e. Gamphosis: tulang seperti tanduk masuk ke dalam lubang tulang seperti gigi
dalam graham

2. Diartrosis (Persendian Sinovial)


Persendian yang gerakannya bebas, merupakan bagian terbesar dari
persendian pada tubuh orang dewasa yang memiliki rongga sendi yang berisi
cairan synovial dan dilapisi kartilago articular contohnya sendi bahu dan

13
panggul, sikut dan lutut, sendi pada tulang-tulang jari tangan dan kaki,
pergelangan tangan dan kaki. Dapat dikelempokkan menjadi:
a. Sendi peluru: persendian yang memungkinkan pergerakan ke segala arah.
Contoh: hubungan tulang lengan atas dengan tulang belikat.
b. Sendi pelana: persendian yang memungkinkan beberapa gerakan rotasi,
namun tidak ke segala arah.
Contoh: hubungan tulang telapak tangan dan jari tangan.
c. Sendi putar: persendian yang memungkinkan gerakan berputar (rotasi).
Contoh: hubungan tulang tengkorak dengan tulang belakang I (atlas)
d. Sendi luncur/geser: persendian yang memungkinkan gerak rotasi pada satu
bidang datar.
Contoh: hubungan tulang pergerlangan kaki.
e. Sendi engsel: persendian yang memungkinkan gerakan satu arah.
Contoh: sendi siku antara tulang lengan atas dan tulang hasta.

3. Amfiartosis (Persendian Kartilagenosa)


Persendian yang gerakannya terbatas, dimana tulang-tulangnya dihubungkan
oleh tulang rawan hialin, yaitu:
a. Sindesmosis: Tulang dihubungkan oleh jaringan ikat serabut dan ligamen.
Contoh: persendian antara fibula dan tibia.
b. Simfisis: Tulang dihubungkan oleh jaringan tulang rawan yang berbentuk
seperi cakram.
Contoh: hubungan antara ruas-ruas tulang belakang.

Persendian berdasarkan bentuk permukaan sendi:

Arthroidea (gliding) disebut juga sendi luncur: persendian yang memungkinkan


gerak rotasi pada satu bidang datar. Kepala sendi dan lekuk sendi rata. Contoh: art.
Intercapales, art. Intertarsales, art. Sternoclavicularis, hubungan tulang
pergerlangan kaki.

Ginglymus (hing) disebut juga sendi engsel: persendian yang memungkinkan


gerakan satu arah. Antara permukaan konveks dan konkaf. Contoh: art. Cubiti,

14
art. Talocrurales, art. Interphalanges, sendi siku antara tulang lengan atas dan
tulang hasta .

Pivot (trochoidea) permukaan sendi vertical. Contoh: art. Atlanto axialis, art.
Trochoidea (radioulnaris proksimalis)

Ellipsoidea (condyloidea) disebut juga sendi putar: persendian yang


memungkinkan gerakan berputar (rotasi). Permukaan sendi berbentuk elip. Contoh:
art. Radiocarpal, hubungan tulang tengkorak dengan tulang belakang I (atlas).

Pheroidea (a ball and socket) Disebut juga sendi peluru: persendian yang
memungkinkan pergerakan ke segala arah. Kepala sendi seperti bentuk bola masuk
kedalam lekuk sendi yang dalam. Contoh: art. Coxae, hubungan tulang lengan atas
dengan tulang belikat.

15
Sellaris (saddle) disebut juga sendi pelana: persendian yang memungkinkan
beberapa gerakan rotasi, namun tidak ke segala arah. Kepala sendi dan lekuk sendi
seperti orang duduk diatas plana kuda. Contoh: antara trapezium dan metacarpal,
hubungan tulang telapak tangan dan jari tangan.

Berdasarkan jumlah sumbu gerak:


a. Bersumbu satu: art. Interphalanx, art. Talocruralis.
b. Bersumbu dua: art. Radiocarpalis
c. Bersumbu tiga: art. Glenohumerale, art. Coxae.

Gerak sendi tubuh :


a. Fleksi, gerakan yang mendekatkan bagian dari tulang yang membentuk sendi
b. Ekstensi, gerak berlawanan dari fleksi
c. Abduksi, gerak arah sisi menjauhi bidang sagital
d. Adduksi, gerak yang berlawanan arah dengan abduksi
e. Endorotasi, gerak berputar lateral-anterior-medial
f. Eksorotasi, gerak berputar medial-anterior-lateral
g. Laterofleksi, gerak fleksi ke arah samping
h. Sirkumdiksi, gabungan gerak rotasi (fleksi, laterofleksi, ekstensi)
Makroskopik Sendi pada Ekstremitas Superior

16
(Paulsen. F, J. Waschke. 2010)

A. Articulatio Glenohumeralis
Tulang: Caput humeri dengan gleinoidalis serta labrum gleinoidale
Jenis sendi : art. spheroidea, bersumbu tiga
Penguat sendi : Ligamentum glenohumerale superior, Ligamentum glenohumerale
media, Ligamentum glenohumerale inferior dan Ligamentum coracohumerale
Gerak sendi: Fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi, Rotasi, Medialis, Rotasi Lateralis

B. Articulatio Cubiti (Articulatio humero ulnaris & art. Humeroradialis)


Tulang: Incissura throclearis ulna, trochlea humeri dan antara fovea caput
articularis radii dan capitulum humeri
Jenis sendi : Ginglymus dengan bersumbu Satu
Penguat sendi : Capsula articularis, Ligamentum colaterale, Ligamentum
collaterale radiale
Gerak Sendi: Fleksi dan ekstensi
Otot- otot Shunt: Otot yang mempunyai origo dekat dengan sendi dan trapezium
jauh dari sendi (contoh: M. Brachioradialis).
Otot- otot Spurt: Otot yang mempunyai origo jauh dari sendi dan insertion dekat
dengan sendi (contoh: M. Biceps brachii).
Otot-otot shunt lebih berfungsi sebagai stabilitator daripada rotator, sedangkan
otot- otot spurt lebih berfungsi sebagai rotator dari pada stabilisator.

C. Articulatio Radio ulnaris Proximalis


Tulang: Incissura radialis ulna dan caput radii
Jenis sendi : Pivot atau trochoidea bersumbu satu yaitu sumbu vertical yang
berjalan dari caput radii sampai processus styloideus ulnae
Gerak sendi: throchoidea atau pivot

D. Articulatio Radio Ulnaris distalis


Tulang: Incissura ulnaris radii dan capitulum ulnae
Jenis sendi: trochoidea

17
Penuat sendi : Capsula articularis, Discus Articularis, Ligamentum radioulnare
dorsale dan Ligamentum radioulnare palmare
Gerak sendi: pronasi dan supinasi

E. Articulatio Radiocarpalis
Tulang: Bagian distal Os. Radius dan ossa carpales proximalis kecuali os piriforme
Gerak sendi: Fleksi, ekstensi, Abduksi ulnaris

F. Articulatio carpometacarpales
Articulatio carpometacarpales I
Tulang: Antara Metacarpales 1 dan trapezium
Jenis sendi : Saddle atau sellaris
Penguat sendi : Ligamenta carpometacarpalia dorsalia dan ligameta
capometacarpalia palmaria
Gerak sendi: Fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi, oposisi dan reposisi
Articulatio carpometacarpales II
Tulang: Antara Metacarpale II–V dengan Os. Carpi deretan distalis
Jenis sendi : Plana
Penguat sendi : Lig. interossea dorsalis, Lig. interossea palmaris
Gerak sendi: Geser

G. Articulatio Metacarpophalangealis
Art. Metacarpophalangealis I
Tulang: Antara Os metacarpal I dan phalanx I
Jenis sendi : Ginglymus
Gerak sendi: Fleksi, ekstensi, sedikit abduksi dan adduksi
Art. Metacarpophalangealis II-V
Tulang: Antara OS metacarpal II dan V dengan PhalanxII dan V
Jenis sendi : Condyloideus
Gerak sendi: Fleksi, ekstesi, abduksi, adduksi dan sirkumdiksi.

Makroskopis Sendi pada Ektremitas Inferior

18
(Paulsen. F, J. Waschke. 2010)

A. Articulatio Inferioris liberi ( art coxae)


Tulang : Acetabulum dan caput femoris
Jenis sendi : Enarthrosis spheroidea
Penguat sendi : Terdapat tulang rawan pada facie lunata
Gerak sendi: Fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi, endorotasi, eksorotasi

B. Articulatio Genus
Tulang : Condylus medialis femoris dan condylus medialis tibiae
Gerak sendi : fleksi, ekstensi, rotasi medialis, fleksi lateralis

C. Articulatio Tibio fibularis


Tulang : facies articularis fibularis dengan facies articularis capitis fibulae
Jenis sendi : Diarthrosis untuk proksimalis dan distalis syndesmosis untuk batang
tibia dan fibula
Penguat sendi : Ligamentum capitis fibulae anterius, Ligamentum capitis fibulae
posterius dan Membrana interossea cruris
Gerak sendi : geseran ke atas dan ke bawah

D. Articulatio Talocrulalis
Tulang: Antara trochleatali dan lengkung yang dibentuk oleh maleoli ossa cruris
Jenis sendi : Gynglimus
Penguat sendi : Ligamentum mediale (deltoideum) pars tibionavicularis, pars
tibiocalcaneam pars tibiotalaris anterior, pars tibiotalaris posterior, ligamentum
talofibulare anterior, Ligamentum talofibulare posterior dan Ligamentum
calcaneofibulare
Gerak sendi: Plantar fleksi, Dorso Fleksi, Inversio dan eversio

E. Articulatio Pedis
Articulatio Talocalcanea

19
Tulang : Os talus dan Os calcaneus
Jenis sendi : Gliding
Gerak sendi : Geser
Articulatio Talocalcaneonavicularis
Tulang : Os talus, Os calcaneus, dan os coboideum
Jenis sendi : Gliding
Gerak sendi : Geser dan rotasi
Articulatio Calcaneocuboidea
Tulang : Os calcaneus dan Os cuboideum
Jenis sendi : Plana
Penguat sendi : Ligamentum calcaneocuboideum dorsale et plantare, Ligamentum
plantare longum dan Articulationes tarsometatarsales
Gerak sendi : Geser dapat dilakukan abduksi dan adduksi
Articulatio Tarsometatarsales
Tulang : Os Tarsi dan Os metatarsi
Jenis sendi : Plana
Penguat sendi : Ligamentum tarsometatarsalia dorsalia, Ligamentum
tarsometatarsalis plantais, dan Ligamentum cunemetatarsalis interossesa
Gerak sendi : Plana
Articulatio Metatarsophalangeales
Tulang : Os metatarsi dan Os phalangeales
Jenis sendi : Condyloidea/ ellipsoidea
Penguat sendi: Ligamentum collateralia, Ligamenta plantaria dan Ligamentum
metatarsale transversum profundum
Gerak sendi : fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi
Articulationes Interphalangeales Pedis
Tulang: Interphalangeales
Jenis sendi : Gynglimus
Penguat sendi : Ligamenta collaterale dan Ligamenta plantaria
Gerak sendi : fleksi dan ekstensi

2. Memahami dan Mempelajari Ankle Sprain


2.1. Definisi

20
Sprain ankle adalah kondisi dimana terjadinya penguluran dan robekan pada
ligamentum lateral compleks. Yang meliputi ligamentum calcaneofibularis,
ligamentum talofibularis anterior dan ligamentum talofibularis posterior bahkan
dapat mengenai ligamentum talocalcaneare interosseum. Hal ini biasanya
disebabkan oleh adanya gaya inversi dan plantar fleksi secara tiba-tiba saat kaki
tidak menumpu sempurna pada tumpuan seperti lantai atau tanah, biasanya terjadi
pada permukaan yang tidak rata. Menurut Calatayud (2014), sprain ankle terjadi
karena adanya cedera berlebihan (overstreching dan hypermobility) atau trauma
inversi dan plantar fleksi yang tiba - tiba, ketika sedang berolahraga, aktivitas
fisik, saat kaki tidak menumpu sempurna pada lantai/ tanah yang tidak rata
sehingga hal ini akan menyebabkan telapak kaki dalam posisi inversi,
menyebabkan struktur ligamen yang akan teregang melampaui panjang fisiologis
dan fungsional normal, terjadinya penguluran dan kerobekan pada ligamen
kompleks lateral, hal tersebut akan mengakibatkan nyeri pada saat berkontraksi,
adanya nyeri tersebut menyebabkan immobilisasi sehingga terjadi penurunan
kekuatan otot dan kerterbatasan gerak.
Setiap melakukan aktivitas fisik khususnya berolahraga selalu dihadapkan
kemungkinan cedera dan cedera ini akan berdampak pada gangguan aktifitas
fisik, psikisdan prestasi. Salah satu anggota tubuh yang paling sering mengalami
cedera adalah pada bagian sendi pergelangan kaki. Cedera ini dapat terjadi karena
terkilir secara mendadak ke arah lateral atau medial yang berakibat robeknya
serabut ligamentum pada sendi pergelangan kaki (Arnheim, 1985: 473, Peterson,
1990: 341, Brukner, P. dan Khan, K., 1993: 439). Ditiap persendian terdapat
serabut-serabut otot yang menghubungkan tulang satu dengan tulang yang
lainnya. Serabut otot ini disebut Ligamentum. Cedera yang mengenai pada daerah
ligamentum ini sering disebut SPRAIN, sedangkan cedera yang mengenai pada
unit musculo tendinous disebut STRAIN.

2.2. Klasifikasi
Terkilir pada pergelangan kaki biasanya disebabkan oleh gerakan ke sisi
luar/samping (lateral) atau sisi dalam/tengah (medial) dari pergelangan kaki yang
terjadi secara mendadak. Terkilir secara invesi yaitu kaki berbelok dan atau
membengkok ke dalam dan terbalik. Tipe ini merupakan cedera yang paling

21
umum terjadi pada pergelangna kaki (Arnheim, 1985; 473 Peterson dan
Renstrom, 1990; 345-346).
Hal ini disebabkan oleh banyaknya tulang penstabil pada sisi belah samping
yang mengakibatkan tekanan pada kaki menjadi terbalik. Jika kekuatan tersebut
cukup besar, pembengkokan dari pergelangan kaki tejadi sampai medial
malleolus kehilangan stabilitasnya dan menciptakan titik tumpu untuk lebih
membalikkan pergelangan kaki (Arheim, 1985; 473).
Cedera pada serabut otot ligamentum (SPRAIN) menurut Sadoso (t.t.:8) dan
Brukner & Khan (1993: 12) terdiri dari beberapa tingkatan, yaitu:
1. Sprain tingkat I. Pada cedera ini terdapat sedikit hematoma dalam ligamentum
dan hanya beberapa serabut yang putus.
2. Sprain tingkat II. Pada cedera ini lebih banyak serabut otot dari ligamentum
yang putus, tetapi lebih separoh serabut ligamentum masih utuh.
3. Sprain tingkat III. Pada cedera ini seluruh ligamentum putus sehingga kedua
ujungnya terpisah.

2.3. Etiologi
Ankle sprain umumnya disebabkan oleh beberapa faktor predisposisi meliputi
faktor risiko internal dan eksternal.
a. Faktor Risiko Internal
- Riwayat ankle sprain terdahulu meningkatkan risiko terjadi ankle sprain
untuk kedua kalinya;
- Berat dan tinggi badan, kenaikan salah satu atau keduanya dapat
meningkatkan risiko ankle sprain;
- Dominasi tungkai, bagian yang lebih dominan untuk dipakai lebih berisiko
untuk terjadi sprain;
- Kekuatan otot;
- Waktu reaksi otot;
- Keseimbangan abnormal;
- Defisit kekuatan;
- Rentang gerak yang terbatas;
- Ketidakstabilan sendi;
- Kelemahan sendi;
- Usia; dan

22
- Jenis kelamin.

b. Faktor Risiko Eksternal


- Tidak menggunakan pelindung mekanis berupa pelindung kaki. Dalam
beberapa kasus, pasien yang pernah mengalami ankle sprain lalu
menggunakan pelindung kaki memiliki insiden yang lebih rendah. Hal
tersebut dilakukan guna mencegah sprain yang kedua kalinya;
- Menggunakan tipe sepatu yang tidak sesuai saat melakukan aktivitas,
untuk para pekerja berat, sepatu boot lebih dianjurkan untuk menjaga
postur kaki saat melakukan pekerjaan yang berat;
- Tidak melakukan pemanasan sebelum olahraga atau pekerjaan berat;
- Jenis olahraga yang dilakukan;
- Waktu bermain;
- Tingkat kompetisi;
- Peralatan; dan
- Keadaan lingkungan saat beraktivitas.

2.4. Patofisiologi

Sprain ankle atau keseleo pergelangan kaki adalah kondisi terjadinya penguluran
dan kerobekan pada ligamentum ankle. Ligamen akan mengalami kerusakan serabut
dari rusaknya serabut yang ringan maupun total dan akan kehilangan kemampuan
stabilitasnya. Hal tersebut akan membuat pembuluh darah akan terputus dan terjadilah
inflamasi ; sendi mengalami nyeri. Pada pembuluh darah akan terjadi haemorhage dan
dilatasi yang dapat meningkatkan perlepasan zat-zat iritan yang akan meningkatkan
sensitivitas nocisensorik sehingga akan menimbulkan nyeri. Gangguan pada saraf
yang mengakibatkan penurunan reflek pada ankle menurun, konduktifitas saraf
menurun, koordinasi intermuscular menurun sehingga efektifitas dan efisiensi gerakan
menurun yang mengakibatkan keseimbangan terganggu. Otot juga ikut terulur
sehingga menjadi spasme, timbul abnormal crosslink yang dapat mengganggu sistem
metabolisme. Gangguan sirkulasi menyebabkan nutrisi dan O2 pada jaringan
berkurang. Adanya cidera berulang pada sendi menimbulkan nyeri berulang yang
sering disebut nyeri kronik.

23
Patofisiologi
Akibat sprain ankle akan menimbulkan nyeri yang menganggu aktivitas
seseorang sehingga terjadi kompensasi gerak dari bagian tubuh yang lain untuk
menghindari nyeri. Seseorang yang mengalami sprain ankle sebagian besar pola
berjalannya berubah menjadi antalgic gait, dimana individu tersebut berjalan berjinjit
untuk menghindari nyeri dan penekanan pada lateral dan anterior ankle ketika fase
mid stance pada stand phase berjalan.

Kompensasi gerak dengan pola jalan antalgic gait, akan membuat m.


gastrocnemeus dan m. soleus bekerja dengan keras mempertahankan posisi ankle
yang menjinjit dimana lutut fleksi sehingga menimbulkan ketegangan pada otot-otot
tersebut dan tendon achiles menerima tegangan yang besar dengan posisi yang
memendek. Akibatnya, tendon achiles tightness, m. gastrocnemeus dan m. soleus
spasme dan tightness. Selain itu, posisi ankle yang plantar fleksi dengan jari-jari kaki
fleksi akan mempengaruhi m. tibialis anterior yang terus bekerja mempertahankan
gerak plantar fleksi sehinga otot ini cenderung lemah dan spasme.

Instabilitas Kronis Ankle

Instabilitas kronis pada ankle dapat disebabkan oleh perubahan morfologi dari
ankle akibat terjadinya ankle sprain yang pertama. Instabilitas ini dapat disebabkan
penyebab mekanik atau fungsional. Keduanya dapat berdiri sendiri atau terjadi secara
bersamaan.

Instabilitas Mekanik
Merupakan instabilitas yang terjadi akibat perubahan anatomi dari ankle
sprain pertama kali. Yang termasuk di dalamnya adalah :
 Perkembangan dari penyakit sendi degeneratif
 Kelemahan ligamen patologi
 Perubahan synovial
 Lemahnya dari artrokinematik

Instabilitas Fungsional
Merupakan instabilitas yang terjadi akibat perubahan dari neuromuskular.
Yang termasuk di dalamnya adalah :

24
 Terganggunya propriosepsi dan sensasi
 Terganggunya pola konduksi saraf
 Terganggunya kontrol postural
 Berkurangnya kekuatan motorik

Mekanisme
Berdasarkan lokasinya, ankle sprain dapat dibagi menjadi 3:

1. Lateral Ankle Sprain.

Lateral ankle sprain merupakan lokasi paling sering terjadinya sprain yaitu
diperkirakan 85% dari angka kejadian.Mekanisme terjadinya lateral ankle sprain
disebabkan oleh gerakan supinasi berlebih pada subtalar yang menyebabkan gerakan
inversi dan internal rotasi yang berlebihan pada kaki yang sedang plantar fleksi.

Ligamen yang paling rentan mengalami cedera adalah ligamen talofibular anterior,
yang diikuti oleh ligamen kalkaneofibular dan kemudian ligamen talofibular posterior.
Rupturnya ligamen tersebut bergantung pada kekuatan dari tekanan yang ditimbulkan.

2. Medial Ankle Sprain

Medial ankle sprain merupakan lokasi paling jarang terjadi sprain. Ankle sprain
bagian medial disebabkan oleh gerakan eversi yang berlebih pada pergelangan kaki,
namun umumnya hal ini disebabkan oleh fraktur avulsi dari maleolus medial.

3. Syndesmotic Sprain

Tiga gerakan penyebab dari syndesmotic sprain adalah rotasi eksternal,eversi dari
talus dalam bony mortise, dan gerakan dorsifleksi yang berlebihan.Pasien dengan
cedera pada ligamen sindesmotik akan memiliki kecenderungan terjadinya ankle
sprain rekuren dan pembentukan dari osifikasi heteropik.

Cedera pada pergelangan kaki biasanya disebabkan oleh gerakan ke sisi luar/samping
(lateral) atau ke sisi dalam/tengah (medial) dari pergelangan kaki yang terjadi secara
mendadak. Terkilir secara inversi yaitu kaki berbelok dan atau membengkok ke dalam

25
dan terbalik. Tipe ini merupakan cedera yang paling umum terjadi pada pergelangan
kaki (Arnheim, 1985: 473; Peterson dan Renstrom, 1990: 345-346).
Tekanan yang kuat pada tumit menekan kaki menjadi inverse, membuatnya lebih
mungkin untuk terjadi sprain pada sisi sebelah luar/samping. Kebalikannya, kaki yang
pronasi, kelebihan gerakan atau adanya tekanan dari telapak kaki sisi sebelah
dalam/tengah secara longitudinal lebih memungkinkan untuk terjadi eversi sebagai
salah satu pola sprain pada pergelangan kaki (Arnheim, 1985; 473). Sehingga
Ligamentum yang paling sering terjadi injury adalah ligamentum talofibular anterior.
Pada trauma yang lebih berat atau kalau ligament tersebut fungsinya sudah tidak
memadai lagi karena suatu trauma yang pernah dialaminya. Beberapa orang yang
mengalami sprain ankle sering melaporkan adanya bunyi “Ceklek” atau letupan saat
terjadi injury. Setelah injury terjadi, pasien mengalami kesulitan berjalan karena pada
posisi lateral ankle mulai nyeri dan bengkak.

Dan akhirnya bisa menyebabkan kondisi berikut :


1.Biasanya terkilir pada kaki bagian samping meliputi satu atau dua robekan pada
serabut ligamentum. Jika satu ligamentum robek, biasanya termasuk juga ligamentum
calcaneal fibular akan robek. Dengan mekanisme ini ligamentum anterior tibiofibular
dan ligamentum deltoid menjadi robek. Dengan perobekan pada ligamentum tersebut
menyebabkan talus bergerak secara lateral, terutama mengakibatkan degenerasi pada
persendian, dan juga berakibat adanya ruangan abnormal antara medial malleolus dan
talus (Arnheim, 1985: 473; Peterson dan Renstrom, 1990: 342-343).

2.Perputaran yang tidak diharapkan pada ligamentum lateral dapat menyebabkan


bagian tulang menjadi avulsi dari malleolus. Satu situasi yang khusus adalah ketika
lateral malleolus teravulsi oleh tulang calcaneofibular dan talus melawan medial
malleolus untuk menghasilkan patah yang kedua kalinya. Kejadian ini sering disebut
bimalleolar fracture.
Ketika serabut otot ligamentum untuk eversi tidak cukup kuat untuk menahan atau
melawan kekuatan inversi, maka serabut ligamentum sisi sebelah samping menjadi
tertekan atau robek. Sedangkan, ligamentum talofibular posterior sangat jarang terjadi
kerusakan dibanding ligament-ligamen diatas.

2.5. Diagnosis

26
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik. Pemeriksaan
penunjang seperti X Ray atau MRI mungkin dapat memberi petunjuk kasus potensial
pada injuri musculoskeletal (PERDOSSI, 2016).

Pemeriksaan fisik:

1. Ottawa Ankle Rule

Pada Lateral
X-Ray ankle diperlukan hanya jika ada nyeri pada zona melleolar dan ditemukan
adanya:
- Keempukkan atau kelembutan tulang pada A
- Keempukkan atau kelembutan tulang pada B
- Ketidakmampuan menopang berat

Pada Medial
X-Ray ankle diperlukan hanya jika ada nyeri pada zona tengah kaki dan
ditemukan adanya:

27
- Keempukkan atau kelembutan tulang pada C
- Keempukkan atau kelembutan tulang pada D
- Ketidakmampuan menopang berat

1. Anterior Drawer Test (Kiri atas)


Tempatkan pasien terlentang, tekuk pinggul hingga 45 derajat dan lutut hingga 90
derajat. Duduk di dorsum kaki, lilitkan tangan Anda di sekitar paha belakang
(pastikan otot-otot ini rileks), lalu tarik dan dorong bagian proksimal kaki, uji
gerakan tibia pada tulang paha. Lakukan manuver ini dalam tiga posisi rotasi
tibialis: netral, 30 derajat diputar eksternal, dan 30 derajat rotasi internal. Hasil tes
normal adalah tidak lebih dari 6 mm sampai 8 mm kelemahan.

28
2. Lachman Test (Kanan atas)
Tempatkan pasien telentang di meja periksa, kaki di sisi pemeriksa, sedikit diputar
secara eksternal dan ditekuk (20 hingga 30 derajat). Menstabilkan tulang paha
dengan satu tangan, dan memberikan tekanan ke bagian belakang lutut dengan
tangan lainnya dengan ibu jari dari tangan memberikan tekanan ditempatkan pada
garis sendi. Hasil tes positif adalah pergerakan lutut dengan titik akhir yang lembut
atau lembek.

3. Pivot Test (Kiri bawah)


Rentangkan lutut sepenuhnya, putar kaki secara internal. Berikan tekanan valgus
sambil secara progresif melenturkan lutut, memperhatikan dan merasakan
terjemahan tibia pada tulang paha.

4. McMurray Test (Kanan bawah)


Lenturkan pinggul dan lutut secara maksimal. berikan tekanan valgus (abduksi) ke
lutut sambil memutar kaki secara eksternal dan memperpanjang lutut secara pasif.
Suara yang terdengar atau teraba selama ekstensi menunjukkan robekan meniskus
medial. Untuk meniskus lateral, berikan tekanan varus (adduksi) selama rotasi
internal kaki dan ekstensi pasif lutut.

Pemeriksaan penunjang :
1. X- Ray
X Ray adalah gold standard untuk menyingkirkan kondisi bukan fraktur
2. Ultrasonografi (USG)
USG kadang dapat digunakan sebagai alat untuk menilai kondisi musculoskeletal
darurat untuk memvisualisasi jaringan lunak dan struktur tulang dengan tingkat
radiasi yang minimal
3. MRI
MRI dapat berguna pada pasien dengan injuri musculoskeletal dengan efusi yang
berat untuk mendiagnosis rupturnya ligament (very low evidence)
4. Computer Assisted Tomography
Belum ada bukti yang cukup dalam penggunaan computer assisted tomography
pada kondisi fase akut sprain/strain (PERDOSSI, 2016).

29
2.5. Tatalaksana
Dalam perawatan ankle sprain harus diperhatikan keparahan dan perjalanan
penyembuhan. Berikut adalah penatalaksanaan perawatan ankle sprain berdasarkan
tingkat keparahanya.

1. Keseleo tingkat ringan


Anamnesis: ketidaknyamanan pada kaki, pembengakakan ringan, sedikit atau
tanpa adanya memar. Perawatan yang dilakukan sebaiknya meliputi:
a) berhenti dari aktivitas
b) pengompresan dengan es selama 20 sampai 30 menit
c) kaki yang keseleo harus tetap terangkat (dinaikkan ke atas) sedapat mungkin
d) jika terjadi pembengkakan, pengomperasan dengan es harus terus menerus
diulang dalam satu hari. Buatlah popsicle dengan es dengan jalan
membekukan air dalam kantong plastik atau cangkir kertas kemudian merobek
bagian sisinya untuk mengeluarkan es.

Perawatan yang digunakan tersebut dinamakan metode RICE, yaitu rest


(istirahat), ice (pemakain es), compression (pengomperasan), dan elevation
(elevasi). Pemakaian metode RICE untuk mengatasi keseleo ringan, biasanya
berlanjut selama 2 sampai 3 hari, kemudian dapat diikuti dengan melakukan
olahraga lari kembali.

2. Keseleo tingkat sedang


Cedera ini dapat menimbulkan rasa sakit yang luar biasa pada sekitar pada
bagian luar pergelangan kaki disbanding pada keseleo ringan, seperti timbulnya
pembengkakan dan memar selama 12 sampai 24 jam. Perawatan pada kasus ini:
a) sama seperti cedera keseleo ringan; yaitu penggunaan metode RICE.
b) Keseleo ini memerlukan perlindungan lebih, contohnya pemakaian pembalut
yang halus untuk menyembuhkan ligament.

30
c) Seseorang yang menderita keseleo tingkat sedang dengan rasa sakit yang parah
sebaiknya mendapatkan perawatan yang professional, karena kemungkinan terjadi
kerusakan ligament.
d) Sebaiknya dilakukan penyinaran roentgen untuk memastikan kerusakan apa
saja yang telah terjadi pada tulang tersebut.
e) Penghentian aktivitas olahraga selama 2 sampai 3 minggu.
f) Setelah kondisi ligament tersebut sembuh, latihan-latihan olahraga yang
melibatkan pergelangan kaki dapat dilanjutkan program rehabilitasi

3. Keseleo tingkat parah


Merupakan jenis cedera yang serius, ditandai terjadinya suara robekan atau
pecah pada daerah yang mengalami keseleo seringkali kita rasakan atau kita
dengar, akan terjadi rasa sakit secaa cepat dan asa nyeri selama 5 menit.
Meskipun dimungkinkan untuk dapat berjalan secara cepat setelah terjadi
keseleo, namun rasa sakit dan nyeri akan meningkat selama 30 menit, kemudian
berlanjut dengan tidak dapat atau sulit untuk bejalan. Akan terjadi memar pada
bagian luar pergelangan kaki, telapak kaki dan kaki bagian bawah. Berjalan atau
berlari sesaat setelah terjadi keseleo akan lebih memperburuk pembengkakan,
memar dan kerusakan yang terjadi di ligament.
Perawatan awal dapat dilakukan, seperti pada cedera keseleo yang lebih ringan
menggunakan metode RICE. Penggunaan crutch (tongkat ketiak) dapat juga
digunakan untuk mengistirahatkan secara total bagian pergelangan yang kaki
yang keseleo. Bila ligament pergelangan kaki benar-benar putus, dilakukan
pembedahan. Apabila semua ligament telah rusak namun pergelangan kaki tetap
stabil (dapat ditentukan dengan menekan pergelangan kaki sampil menyinarinya
dengan sinar X), perlu dipergunakan pembalut dan gips selama 4 sampai 6
minggu. Setelah tahap penyembuhan selesai dilkaukan program rehabilitasi.
Ketika ligament sudah benar sembuh maka rehabilitasi dapat dilakukan.
Rehabilitasi dilakukan agar pasien dapat kembali beraktivitas seperti biasa dan
meminimalisirkan kecacatan seminim mungkin. Ini adalah jenis rehabilitasi:
1. Latihan jangkauan gerakan dengan tanpa melakukan perlawanan. Dilakukan
sambil duduk, gerakkan kaki ke atas dan kebawah pada daerah pergelangan
kaki 30 sampai 40 kali. Kemudian lakukan invert (gerakan kaki memutar kaki

31
ke dalam) dan evert (gerakan memutar kaki keluar) 30 sampai 40 kali. Latihan
ini sebaiknya diulangi 4 sampai 5 kali setiap hari.
2. Latihan inversi-eversi, dilakukan sambil berdiri. Dengan berdiri tegak dengan
jarak kaki antara 12 sampai 18 inchi, secara bergantian menaikkan bagian
dalam dan bagian luar dari kaki sampai lutut sedikit dibengkokkan. Ulangi 20-
30 kali, 3 sampai 4 kali sehari.
3. Latihan menguatkan otot peroneal. Letakkan sebuah gelang karet yang besar,
melingkari kedua kaki yang lurus sambil duduk dilantai dengan kedua kaki
lurus. Dengan gelang kaet tersebut untuk melakukan gerakan berlawanan,
bentangkan kaki. Kedua pergerlangan sebaiknya berjarak 4 sampai 6 inchi.
Perlahan-lahan biarkan kaki membalik (menelungkup). Latihan ini sebaiknya
dilakukan 20-30 kali, tiga kali sehari.
4. Berjalan jinjit dengan mengenakan sepatu. Berdiri pada jari-jari kaki dengan
mengenakan sepatu dan berjalan mengeliling jarak semampunya atau selama 5
menit. Lakukan berulang 2 sampai 3 kali sehari.
5. Berjalan dengan menggunakan tumit kaki dengan menggunakan sepatu.
6. Secara bertahap lakukan kembali aktivitas olahraga, setelah melakukan latihan
peningkatan kekuatan pada pergelangan kaki anda dan rasa sakit berkurang,
dapat melakukan aktivitas fisik/fitness dengan normal. Setelah berjalan terasa
nyaman dapat melakukan jogging, berlari mengelilingi lintasan angka delapan
yang memangjang, perlahan-lahan ikuti lintasan angka delapan, yang
panjangnya sekitar 20 sampai 30 yard, dan memendek secara bertahap dan
mempercepat pada saat belokan. Latihan ini akan membantu meningkatkan
daerah gerakan dan menguatkan otot-otot sekitar dan dapat menstabilkan
pegelangan kaki.

32
DAFTAR PUSTAKA

Gross JM., Fetto J., Rosen E (2009) Musculoskeletal Examination 3 rd Ed Willey


Black Well New York

Moore Lk dan Dalley F A. 2013. Anatomi Berorientasi Klinik 2nd Ed Williams &
Wilking London

Arnheim, D.D.1985. Modern of Athletic Training. United state of America: Times


Mirror/Mosby College Publising

Peterson, L dan Renstrom, P. 1990. Sport injuries: their preventation and treatment.
London: CIBA-GEIGY.

Sadoso, S., (t.t.). Cedera Olahraga di Arena. (t.k.).

Baumhauer, J. F., Alosa, D. M., Renström, P. A. F. H., Trevino, S., & Beynnon, B.
(1995). A Prospective Study of Ankle Injury Risk Factors. The American
Journal of Sports Medicine, 23(5), 564–570.

33
Hubbard, T. J., & Wikstrom, E. A. (2010). Ankle sprain: pathophysiology,
predisposing factors, and management strategies. Open access journal of sports
medicine, 1, 115–122.

Noronha, M., França, L. C., Haupenthal, A., & Nunes, G. S. (2012). Intrinsic


predictive factors for ankle sprain in active university students: A prospective
study. Scandinavian Journal of Medicine & Science in Sports, 4–6.

Priyonoadi, Bambang (1993). Pengelolaan Cedera Sprain Tingkat II Pada


Pergelangan Kaki, hal. 5-8. Retrieved from
http://staffnew.uny.ac.id/upload/131453189/penelitian/Sprain+II+Ankle.pdf

Sumartiningsih, Sri. (2012). Cedera Keseleo pada Pergelangan Kaki (Ankle Sprains).
Jurnal Media Ilmu Keolahragaan Indonesia Volume 2 Edisi ,hal.55

Wolfe MW, Uhl TL, Mattacola CG, McCluskey LC. Management of ankle sprains.
Am Fam Physician. 2001;63(1):93–104.

Hertel J. Functional Anatomy, Pathomechanics, and Pathophysiology of Lateral


Ankle Instability. J Athl Train [Internet]. 2002 Dec;37(4):364–75. Available
from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12937557

Riegger CL. Anatomy of the ankle and foot. Phys Ther. 1988;68(12):1802–14.

Young C C. Ankle Sprain [Internet]. Medscape; 2017. Available from:


https://emedicine.medscape.com/article/1907229-overview#a4

Lin C-F, Gross MT, Weinhold P. Ankle Syndesmosis Injuries: Anatomy,


Biomechanics, Mechanism of Injury, and Clinical Guidelines for Diagnosis and
Intervention. J Orthop Sport Phys Ther [Internet]. 2006;36(6):372–84.
PERDOSSI. 2016. Acuan Panduan Praktik Klinis Neurologi. Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia. Jakarta: FKUI.

34
Bachmann, L. M. (2003). Accuracy of Ottawa ankle rules to exclude fractures of the
ankle and mid-foot: systematic review. BMJ, 326(7386), 417–417.

Surmatingsih, Sri (2012). Artikel konseptual cedera pada pergelangan kaki ( ankle
sprain). Jurnal media ilmu keolahragaan indonesia. 2 (1). 4-5

Paulsen, Friedrich. Waschke, Jens. 2018. Sobotta: General Anatomy and


Muskuloskeletal System. Munich, Germany: ELSEVIER.

35

Anda mungkin juga menyukai