Anda di halaman 1dari 31

BAGIAN ANESTESIOLOGI LAPORAN KASUS

RSU ANUTAPURA 01 September 2020


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ALKAIRAAT
PALU

“Manajemen Anestesi Pada Pasien Close Fraktur Klavikula Sinistra


Menggunakan Teknik General Anestesi”

Disusun Oleh:
Nuriyah Fitriana
14.18.777.14.291

Pembimbing :
dr. Ajutor Donny Tandiarrang, Sp. An

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ANESTESIOLOGI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS ALKHAIRAAT
PALU
2020

HALAMAN PENGESAHAN

1
Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Nuriyah Fitriana


No. Stambuk : 14 18 777 14 291
Fakultas : Kedokteran
Program Studi : Pendidikan Dokter
Universitas : Alkhairaat Palu
Judul REFKA : Manajemen Anestesi Pada Pasien Close Fraktur Klavikula
Sinistra Menggunakan Teknik General Anestesi (INTUBASI)

Bagian Anestesiologi
RSU ANUTAPURA PALU
Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Alkhairaat

Palu, Agustus 2020


Pembimbing Mahasiswa

dr. Ajutor Donny Tandiarrang, Sp.An Nuriyah Fitriana, S,Ked

BAB I

2
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Anestesi adalah istilah yang di turunkan dari dua kata Yunani yaitu "an” dan
"esthesia", dan bersama-sama berarti "hilangnya rasa atau hilangnya sensasi”. Para
ahli saraf memberikan makna pada istilah tersebut sebagai kehilangan rasa secara
patologis bagian tubuh tertentu. Istilah anestesi dikemukakan pertama kali Oliver
Wendell Holmes 1809-1894) untuk proses "eterisasi" Morton (1846), untuk
menggambarkan keadaan pengurangan nyeri sewaktu pembedahan. Anestesi secara
umum adalah suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan
pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.
Pada dasarnya prinsip anastesi mencangkup 3 hal yaitu: anestesi dapat
menghilangkan rasa sakit (analgesia), menghilangkan kesadaran (sedasi) dan juga
relaksasi otot (relaksan) yang optimal agar operasi dapat berjalan dengan lancar.1
Tindakan anestesi adalah suatu tindakan medis, yang dikerjakan secara sengaja
pada pasien sehat ataupun disertai penyakit lain dengan derajat ringan sampai berat
bahkan medekati kematian. Tindakan ini harus sudah memperoleh persetujuan dari
dokter anestesi yang akan memperoleh persetujuan dari dokter anestesi yang akan
melakukan tindakan tersebut dengan mempertimbangkan kondisi pasien, dan
memperoleh persetujuan pasien atau keluarga, sehingga tercapai tujuan yang
diinginkan yaitu pembedahan, pengelolaan nyeri , dan life support yang berlandaskan
pada patient safety.1,2
Anestesi umum adalah suatu tindakan yang membuat pasien tidak sadar selama
prosedur medis, sehingga pasien tidak merasakan atau mengingat apa pun yang
terjadi. Anestesi umum biasanya dihasilkan oleh kombinasi obat intravena dan gas
yang dihirup (anestesi). "Tidur" pasien yang mengalami anestesi umum berbeda dari
tidur seperti biasa. Otak yang dibius tidak merespon sinyal rasa sakit atau manipulasi
bedah. 3

3
Tindakan pembedahan terutama yang memerlukan anestesi umum diperlukan
teknik intubasi, baik intubasi endotrakeal maupun nasotrakeal. Intubasi adalahsuatu
teknik memasukkan suatu alat berupa pipa kedalam saluran pernapasanbagian atas.
Tujuan dilakukannya intubasi untuk mempertahankan jalan nafas agartetap bebas,
mengendalikan oksigenasi dan ventilasi, mencegah terjadinyaaspirasi lambung pada
keadaan tidak sadar, tidak ada refleks batuk ataupunkondisi lambung penuh, sarana
gas anestesi menuju langsung ke trakea,membersihkan saluran trakeobronkial.
Fraktur atau patah tulang adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan
sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial.
Fraktur tertutup (closed fracture) adalah fraktur tanpa adanya komplikasi, kulit masih
utuh, tulang tidak keluar melalui kulit. Fraktur klavikula merupakan suatu gangguan
integritas tulang yang ditandai dengan rusaknya atau terputusnya kontinuitas jaringan
tulang dikarenakan tekanan yang berlebihan yang terjadi pada tulang klavikula
(biasanya disebut dengan tulang selangka). Tulang tersebut menghubungkan sternum
ke bahu.

Pada orang dewasa, fraktur klavikula merupakan injuri yang lebih sulit. Fraktur
klavikula pada orang dewasa sering terjadi, insidensinya 2,6-4% dari semua fraktur
dan kurang lebih 35% merupakan cedera dari gelang bahu. Fraktur klavikula dapat
diklasifikasikan berdasarkan anatomi, termasuk lokasi fraktur, pergeseran, angulasi,
pola fraktur (greenstick, oblik, transverse) dan kominutif.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Close Fraktur
A. Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan
sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial. Untuk
mengetahui mengapa dan bagaimana tulang mengalami kepatahan, kita harus
mengetahui keadaan fisik tulang dan keadaan trauma yang dapat menyebabkan tulang
patah. Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan terutama
tekanan membengkok, memutar, dan tarikan. Fraktur tertutup (closed fracture)
adalah fraktur tanpa adanya komplikasi, kulit masih utuh, tulang tidak keluar melalui
kulit. Fraktur klavikula merupakan suatu gangguan integritas tulang yang ditandai
dengan rusaknya atau terputusnya kontinuitas jaringan tulang dikarenakan tekanan
yang berlebihan yang terjadi pada tulang klavikula (biasanya disebut dengan tulang
selangka). Tulang tersebut menghubungkan sternum ke bahu.

Gambar 1. Imaging Fraktur Klavikula

5
B. Epidemiologi

Pada anak-anak, klavikula mudah mengalami fraktur, namun hampir selalu


terjadi union dengan cepat dan tanpa komplikasi. Pada orang dewasa, fraktur
klavikula merupakan injuri yang lebih sulit. Fraktur klavikula pada orang dewasa
sering terjadi, insidensinya 2,6-4% dari semua fraktur dan kurang lebih 35%
merupakan cedera dari gelang bahu. Fraktur pada midshaft merupakan yang
terbanyak 69-82%, fraktur lateral 21-28%, dan fraktur medial yang paling jarang 2-
3%.

C. Klasifikasi

Fraktur klavikula dapat diklasifikasikan berdasarkan anatomi, termasuk lokasi


fraktur, pergeseran, angulasi, pola fraktur (greenstick, oblik, transverse) dan
kominutif.

Klasifikasi berdasarkan Allman: Walaupun membantu dalam pembagian tempat


trauma, sistem tersebut tidak membagi berdasarkan pergeseran, kominutif, atau
pemendekan, dimana semua variabel tersebut sangat potensial dalam menentukan
prognosa dan penanganan.

Neer membagi klasifikasi berdasarkan Allman tipe 2 menjadi tiga tipe2,6 :

• Tipe I : Ligamen coracoclavicular utuh.

Subgrup tipe III yaitu:

Klasifikasi menurut Craig :

Grup I : Fraktur pertengahan klavikula.

Grup II: Fraktur sepertiga distal klavikula.

• Grup I : Fraktur pada pertengahan klavikula (80%). Merupakan tipe yang paling
sering terjadi baik pada anak-anak maupun orang dewasa.

6
• Grup II : Fraktur pada sepertiga distal (15%).

• Grup III : Fraktur pada sepertiga proximal (5%). Pergeseran minimal terjadi jika
ligamen-ligamen costoclavicular tetap utuh. 1

• Tipe II : Ligamencoracoclavicular lepas dari segmen medial tetapi ligamen


trapezoid utuh sampai ke segmen distal.

• Tipe IIA :Conoid dan trapezoid menempel sampai ke segmen distal.

• Tipe IIB : Ligamen Conoid sobek, trapezoid menempel sampai ke segmen distal.

• Tipe III : Intra-articular meluas sampai ke sendi acromioclavicular.

Type I: Pergeseran minimal. Type II: Bergeser . Type III:Intraarticular. Type IV:
Terpisah pada epifisis. Type V: Komunitif.

* Tipe 1 : pergeseran minimal (antar ligamen).

* Tipe 2: pergeseran sekunder garis fraktur medial sampai ligamen coracoclavicular.

A : Ligamen conoid dan trapezoid tetap utuh.

B : Ligamen conoid robek, trapezoid tetap utuh.

* Tipe 3: Fraktur Intra artikular.

* Tipe 4: Ligamen-ligamen menempel pada periosteum dengan pergeseran pada


fragmen proximal.

* Tipe 5: Fraktur komunitif dengan ligamen-ligamen tetap menempel dengan


fragmen komunitif bagian inferior.

Grup III Fraktur sepertiga proksimal.

* Tipe1: Pergeseran minimal.

* Tipe 2: Pergeseran yang signifikan (ligament-ligamen ruptur).

* Tipe 3: Fraktur intraartikular.

* Tipe 4: Separasi dari epifisis.6

7
D. PATOMEKANISME

Mekanisme trauma dari fraktur klavikula terjadi karena penderita jatuh pada
bahu, biasanya tangan dalam keadaan terulur. Bila gelang bahu mendapat trauma
kompresi dari sisi lateral, penopang utama untuk mempertahankan posisi adalah
klavikula dan artikulasinya. Bila traumanya melebihi kapasitas struktur ini untuk
menahan, terjadi kegagalan melalui 3 cara, Artikulasi akromioklavikular akan rusak,
klavikula akan patah, atau sendi sternoklavikular akan mengalami dislokasi. Trauma
pada sendi sternoklavikular jarang terjadi dan biasanya berhubungn dengan trauma
langsung ke klavikula bagian medial dengan arah lebih posterior (dislokasi posterior)
atau trauma dari arah posterior yang langsung mengenai gelang bahu (menyebabkan
dislokasi proksimal klavikula ke anterior). Pada fraktur midshaft, fragmen lateral
tertarik ke bawah karena berat lengan, fragmen medial tertarik oleh muskulus
sternocleidomastoideus. Pada fraktur 1/3 lateral, bila ligamen intak, ada sedikit
pergeseran; namun bila terjadi robekan ligamen korakoklavikula, atau bila garis
fraktur terletak medial dari ligamen ini, pergeseran yang terjadi mungkin lebih berat
dan tindakan reduksi tertutup tidak mungkin dilakukan. Klavikula juga merupakan
bagian yang sering mengalami fraktur patologis.

8
Gambar 2. Muskulus dan gaya gravitasi yang terjadi pada fraktur klavikula

E. Gambaran Klinik

Gambaran klinis pada fraktur klavikula biasanya penderita datang dengan


keluhan jatuh atau trauma. Pasien merasakan sakit bahu dan diperparah dengan setiap
gerakan lengan. Pada pemeriksaan fisik pasien akan terasa nyeri tekan pada daerah
fraktur dan kadang-kadang terdengar krepitasi pada setiap gerakan. Pembengkakan
lokal akan terlihat disertai perubahan warna lokal pada kulit sebagai akibat trauma
dan gangguan sirkulasi yang mengikuti fraktur. Lengan pasien biasanya didekatkan
ke dada untuk mencegah pergerakan. Biasanya dapat terlihat adanyan penonjolan
pada subkutan dan kadang-kadang ada fragmen tulang yang melukai kulit. Adanya
deformitas pada gelang bahu paling baik diperiksa saat pasien berdiri. Bila terjadi
fraktur midshaft dengan pergeseran besar, tampak gambaran shoulder ptosis.
Meskipun komplikasi pada vaskular jarang terjadi, perabaan pulsasi vaskular di leher
sebaiknya dikerjakan. Adanya perlukaan ada sendi akromioklavikular sering
terlewatkan pada fraktur 1/3 lateral.

9
F. Penatalaksanaan

Penatalaksanan fraktur klavikula terbagi berdasarkan lokasi dan tingkat


keparahannya.

1. Fraktur Klavikula 1/3 Tengah : Manajemen non operatif meliputi pemakaian


simple sling untuk kenyamanan. Sling dilepas setelah nyeri hilang (setelah 1-3
minggu) dan pasien disarankan untuk mulai menggerakkan lengannya. Teknik fiksasi
internal pada fraktur klavikula akut yang mengalami pergeseran berat, fragmentasi,
atau pemendekan. Metode yang dikerjakan berupa pemasangan plat (terdapat plat
dengan kontur yang spesifik) dan fiksasi intramedular.

2. Fraktur Klavikula 1/3 Distal : Pembedahan untuk stabilisasi fraktur sering


direkomendasikan. Teknik operasi menggunakan plate dan screw korakoklavikular,
fiksasi plat hook, penjahitan dan sling techniques dengan graft ligamen Dacron dan
yang terbaru adalah locking plates klavikula.

3. Fraktur Klavikula 1/3 Proksimal : Penatalaksanaannya meliputi pemakaian sling


selama 2-3 minggu sampai nyeri menghilang, dilanjutkan dengan mobilisasi dalam
batas nyeri yang dapat diterima.

2. General Anestesi Endotrakeal


Anestesi umum menggunakan cara melalui intravena dan secara inhalasi untuk
memungkinkan akses bedah yang memadai ke tempat dimana akan dilakukan operasi.
Tahap awal dari anestesi umum adalah induksi. Induksi anestesi merupakan peralihan
dari keadaan sadar dengan reflek perlindungan masih utuh sampai dengan hilangnya
kesadaran (ditandai dengan hilangnya reflek bulu mata) akibat pemberian obat–obat
anestesi. Tindakan pembedahan terutama yang memerlukan anestesi umum
diperlukan teknik intubasi, baik intubasi endotrakeal maupun nasotrakeal.
Intubasi adalah memasukan pipa ke dalam rongga tubuh melalui mulut atau
hidung. Intubasi terbagi menjadi 2 yaitu intubasi orotrakeal (endotrakeal) dan intubasi

10
nasotrakeal. Intubasi endotrakeal adalah tindakan memasukkan pipa trakea ke dalam
trakea melalui rima glottis dengan mengembangkan cuff, sehingga ujung distalnya
berada kira-kira dipertengahan trakea antara pita suara dan bifurkasio trakea. Tujuan
dilakukannya tindakan intubasi endotrakeal adalah untuk memudahkan pemberian
anestesi, membersihkan saluran trakeobronkial. Mempertahankan jalan nafas agar
tetap paten, mencegah aspirasi, serta mempermudah pemberian ventilasi dan
oksigenasi bagi pasien operasi.
Indikasi intubasi trakhea sangat bervariasi dan umumnya digolongkan sebagai
berikut:

a. Menjaga patensi jalan nafas oleh sebab apapun Kelainan anatomi, bedah khusus,
bedah posisi khusus, pembersihan sekret jalan nafas dan lain-lain.

b. Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi. Misalnya saat resusitasi,


memungkinkan penggunaan relaksan dengan efisien, ventilasi jangka panjang.

c. Pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi.

Klasifikasi tampakan faring pada saat mulut terbuka maksimal dan lidah dijulurkan
maksimal menurut Mallampati dibagi menjadi 4 gradasi.

Kotraindikasi ETT ada beberapa kondisi yang diperkirakan akan mengalami kesulitan
pada saat dilakukan intubasi, antara lain:

a. Tumor : Higroma kistik, hemangioma, hematom

b. Infeksi : Abces mandibula, peritonsiler abces, epiglotitis

c. Kelainan kongenital : Piere Robin Syndrome, Syndrom Collin teacher, atresi


laring, Syndrom Goldenhar, disostosis kraniofasial

d. Benda asing

e. Trauma : Fraktur laring, fraktur maxila/ mandibula, trauma tulang leher

11
f. Obesitas

g. Extensi leher yang tidask maksimal : Artritis rematik, spondilosis arkilosing, halo
traction

h. Variasi anatomi : Mikrognatia, prognatisme, lidah besar, leher pendek, gigi


moncong.

Pemasangan Intubasi Endotrakheal Prosedur pelaksanaan intubasi endotrakheal


adalah sebagai berikut :

a. Persiapan Alat (STATICS):

1) Scope : Laringoscope, Stetoscope

2) Tubes : Endotrakheal Tube (ETT) sesuai ukuran

3) Airway : Pipa orofaring / OPA atau hidung-faring/NPA

4) Tape : Plester untuk fiksasi dan gunting

5) Introducer : Mandrin / Stylet, Magill Forcep

6) Conector : Penyambung antara pipa dan pipa dan peralatan anestesi.

7) Suction : Penghisap lendir siap pakai.

8) Bag dan masker oksigen (biasanya satu paket dengan mesin anestesi yang siap
pakai, lengkap dengan sirkuit dan sumber gas).

9) Sarung tangan steril

10) Xylocain jelly/ Spray 10%

11) Gunting plester

12) Spuit 10 cc untuk mengisi cuff

12
13) Bantal kecil setinggi 12 cm

14) Obat- obatan (premedikasi, induksi/sedasi, relaksan, analgesi dan emergency).

Komplikasi yang sering terjadi pada intubasi antara lain trauma jalan nafas, salah
letak dari ETT, dan tidak berfungsinya ETT. Komplikasi yang biasa terjadi adalah:

a. Saat Intubasi :

1) Salah letak : Intubasi esofagus, intubasi endobronkhial, posisi balon di laring.

2) Trauma jalan nafas : Kerusakan gigi, laserasi mukosa bibir dan lidah, dislokasi
mandibula, luka daerah retrofaring.

3) Reflek fisiologi : Hipertensi, takikardi, hipertense intra kranial dan intra okuler,
laringospasme.

4) Kebocoran balon.

b. Saat ETT di tempatkan :

1) Malposisi (kesalahan letak)

2) Trauma jalan nafas : inflamasi dan laserasi mukosa, luka lecet mukosa hidung.

3) Kelainan fungsi : Sumbatan ETT.

c. Setelah ekstubasi :

1) Trauma jalan nafas : Udema dan stenosis (glotis, subglotis dan trakhea), sesak,
aspirasi, nyeri tenggorokan.

2) Laringospasme.

13
BAB III
LAPORAN KASUS
1. Identitas
Nama : Tn. I

Jenis Kelamin : Laki-laki


Umur : 50 tahun
Berat badan : 80 kg

Tinggi Badan : 167 cm

Alamat : Jl. Durian


Pekerjaan : PNS
Agama : Islam
Diagnosa Pra Anestesi : Closed Fracture Clavicula
Jenis Pembedahan : Open Reduction and Internal Fixation (ORIF)
Tanggal Operasi : 25/08/2020

Jenis Anestesi : General anestesi

Anestesiologi : dr. Ajutor Donny Tanriarrang, Sp.An

Ahli Bedah : dr. Sri Sikspriani, Sp.OT

A. S-O-A-P
1. Subjektif :
 Keluhan Utama : Nyeri pada bahu kiri
 Riwayat penyakit sekarang : Pasien datang ke RS ANUTAPURA dengan
keluhan nyeri pada bahu kiri yang dialami sejak 2 bulan yang lalu sebelum
masuk rumah sakit akibat kecelakaan saat berkendara. Pasien juga mengeluh
pusing. BAB dan BAK lancar. Riwayat operasi tidak ada.

14
 Riwayat penyakit dahulu:
- Riwayat penyakit jantung : tidak ada
- Riwayat penyakit hipertensi : tidak ada
- Riwayat penyakit asma : tidak ada
- Riwayat alergi obat dan makanan : tidak ada
- Riwayat diabetes melitus : tidak ada
- Riwayat penyakit ginjal/urologi : tidak ada
- Riwayat minum obat-obatan/jamu : tidak ada
- Riwayat anestesi dan operasi : tidak ada
- Riwayat trauma atau kecelakaan : ada
- Riwayat minum obat-obatan saat ini : tidak ada
- Riwayat merokok : ada
 Riwayat penyakit keluarga :
- Riwayat penyakit DM : tidak ada
- Riwayat penyakit alergi : tidak ada
- Riwayat penyakit asma : tidak ada
- Riwayat penyakit darah tinggi : tidak ada

2. Objektif :
 Pemeriksaan Fisik : (B1-B6)
B1 (Breath) : Airway :
- Inspeksi : Pengembangan dada simetris, retraksi intercostal (-),
Penggunaan otot bantu pernapasan (-), Pernapasan cuping hidung (-)
- Palpasi : Vocal Fremitus kiri-kanan sama
- Perkusi : Sonor pada kedua paru (-/-)
- Auskultasi : Bunyi napas vesikuler (+/+), Rhonki (-/-),
Wheezing (-/-)
- RR : 20 x/menit.

15
B2 (Blood) :
- TD : 110/80 mmHg
- Nadi : 89 x/menit
- Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavicula (S)
- Perkusi : Batas jantung normal
- Auskultasi : S1 dan S2 murni regular, bising (-)

B3 (Brain): Kesadaran :
- Mata : Mata cekung (-/-), Conjungtiva anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-), refleks cahaya (+/+), pupil
isokor diameter ± 2.5 mm.
- Telinga : Discharge (-)
- Hidung : Discharge (-), epistaksis (-)
- Mulut : Sianosis (-) bibir kering (-),pembesaran tonsil (-),skor
Mallampati 1.
- Leher : simetris, tidak ada deviasi trakea, pembesaran kelenjar
getahbening (-), pembesaran kelenjar
tiroid (-).

B4 (Bladder ) :BAK (+) warna : kuning keruh

B5 (Bowel) :
- Inspeksi : cembung, tidak terdapat jejas
- Auskultasi : Bising usus peristaltik (+)
- Perkusi : Bunyi timpani, Ascites (-)
- Palpasi : Nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-).

16
B6 Back & Bone : Terdapat batasan aktivitas.
Ekstremitas : akral hangat, pucat (-), edema (-), turgor < 2 detik, CRT< 2
detik.
 Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan laboratorium
Tabel 1. Hasil Laboratorium Darah Lengkap Tanggal 24 Agustus 2020
Hasil Rujukan Satuan
Hemoglobin 13,3 L: 13-17, P: 11-15 g/dl
Leukosit 8,9 4.000-10.000 /mm3
Eritrosit 5,4 L: 4.5-6.5 P: 3.9-5.6 Juta/ul
Hematokrit 45 L: 40-54 P: 35-47 %
Trombosit 329.000 150.000-500.000 /mm3
Waktu
8” 4-12 m.det
pembekuan
Waktu
3’ 1-4 m.det
perdarahan

Tabel 2. Hasil Laboratorium Kimia Darah

Hasil Rujukan Satuan


GDS 95 60-199 Mg/dl
Ureum 38 10-50 Mg/dl
Creatinin 1.24 0.70-1.20 Mg/dl
Uric acid 4.14 3.40-7.00 Mg/dl
AST/GOT 21 0-35 U/L
AST/GPT 18 0-45 U/L
Tabel 3. Hasil Laboratorium Seroimmunologi
Hasil Rujukan
HbsAg Non-reaktif Non-reaktif
SARS CoV-2 Antibody Non reaktif Non reaktif
3. Assesment
- Status fisik ASA I
- Rencana anestesi : Anestesi general dengan intubasi endotrakeal
- Diagnosis pra-bedah : Closed Fracture Clavicula Sinistra

17
4. Plan
- Jenis anestesi : General anestesi
- Teknik anestesi : Anestesi Inhalasi
- Jenis pembedahan : Open Reduction and Internal Fixation (ORIF)

5. Persiapan pasien preoperatif diruangan :


a. Surat persetujuan operasi dan Surat persetujuan tindakan anestesi.
b. Pasang infus RL pada saat puasa dengan kecepatan 20 tpm

6. Prosedur general anestesi :


a. Pasien di posisikan supinasi, infus terpasang di tangan kanan dengan cairan RL
20 tpm 
b. Memasang monitor untuk melihat tekanan darah, heart rate, saturasi oksigen dan
laju respirasi.
c. Diberikan obat premedikasi yaitu Ondansentron 4 mg, Midazolam 2 mg,
Fentanyl 100 µg/iv
d. Diberikan obat induksi yaitu Propofol 150 mg /iv
e. Memposisikan leher dan kepala diganjal dengan bantal kecil
f. Memberikan oksigenasi kepada pasien melalui masker yang melekat pada wajah
dengan aliran 5 lpm selama 3-5 menit
g. Memberikan obat relaksan yaitu Rocuronium 25 mg/iv tunggu 3-5 menit.
h. Buka mulut dengan laryngoscope sampai terlihat epiglottis, dorong blade sampai
pangkal epiglottis.
i. Kemudian dimasukan endotrakeal tube dari sebelah kanan mulut ke faring
sampai bagian proksimal dari cuff ET melewati pita suara suara ± 1 – 2 cm
atau pada orang dewasa atau kedalaman pipa ET ±19 -23 cm
j. Mengangkat laringoskop dan stilet pipa ET dan isi balon dengan udara
5– 10 ml. Waktu intubasi tidak boleh lebih dari 30 detik.

18
k. Menghubungkan pipa ET dengan ambubag dan lakukan ventilasi sambil
melakukan auskultasi, pertama pada pada lambung, kemudian pada paru kanan
dan kiri sambil memperhatikan pengembangan dada. Bila terdengar gurgling
pada lambung dan dada tidak mengembang, berarti berarti pipa ET masuk
ke esofagus dan pemasangan pipa harus diulangi setelah melakukan
hiperventilasi ulang selama selama 30 detik. Berkurangnya bunyi nafas di atas
dada kiri biasanya mengindikasikan pergeseran pipa ke dalam bronkus utama
kanan dan dan memerlukan tarikan beberapa cm dari pipa ET.
l. Setelah bunyi nafas optimal dicapai, mengembangkan balon cuff
dengan menggunakan spuit 10 cc.
m. Melakukan fiksasi pipa dengan plester agar tak terdorong atau tercabut
n. Sesaat setelah operasi selesai, diberikan ketorolac 30mg/iv dan gas
anestesi diturunkan untuk menghilangkan efek anestesi perlahan-lahan
dan untuk membangunkan pasien.
o. Dilakukan ekstubasi dalam (Pasien belum sadar)
p. Operasi selesai pasien dalam keadaan sadar
q. Pasien di transfer recovery room

7. Laporan Anestesi
a) Diagnosis pra-bedah : Closed Fracture Clavicula Sinistra
b) Diagnosis post-bedah : Closed Fracture Clavicula Sinistra
c) Jenis pembedahan : Open Reduction and Internal Fixation (ORIF)
d) Anestesiologi : dr. Ajutor Donny Tenrarrang, Sp.An
e) Ahli Bedah : dr. Sri Sikspriani, Sp.OT
f) Persiapan anestesi : Informed consent
g) Jenis anestesi : General anastesi
h) Teknik anestesi : Intubasi Endotrakeal
i) Premedikasi anestesi : Midazolam 2 mg, Ondansentron 4 mg,
Fentanyl 100 µg

19
j) Induksi : Propofol 150 mg
k) Intubasi : ETT No 7,5 auskultasi bunyi nafas kanan= kiri,
kembangkan cuff dan fiksasi
l) Medikasi Tambahan : Pethidine 50 mg, Asam Traneksamat 500 mg,
Ketorolac 30 mg.
m) Maintenance : O2 5 lpm, sevoflurane 3 vol%
n) Posisi : Supinasi
o) Respirasi : Spontan
p) Anestesi mulai : 11.05 WITA
q) Operasi mulai : 11.25 WITA
r) Selesai operasi : 13.15 WITA
s) Lama Operasi :1 jam 50 menit
t) Lama anastesi :2 jam 15 menit

Tabel 4. Komponen STATICS


Stetoscope untuk mendengarkan suara paru dan jantung.
S Scope Laringo-Scope: pilih bilah atau daun (blade) yang sesuai
dengan usia pasien. Lampu harus cukup terang.

Pipa trakea, pilih sesuai ukuran pasien, pada kasus ini


T Tubes
digunakan laryngeal mask airway ukuran 4

Pipa mulut-faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa


hidung-faring (naso-tracheal airway). Pipa ini menahan
A Airways
lidah saat pasien tidak sadar untuk mengelakkan sumbatan
jalan napas.

Plaster untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau


T Tapes
tercabut.

I Introducer Mandarin atau stilet dari kawat dibungkus plastic (kabel)


yang mudah dibengkokkan untuk pemandu supaya pipa

20
trakea mudah dimasukkan. Pada pasien ini tidak digunakan
introducel atau stilet.

C Connector Penyambung antara pipa dan peralatan anestesia.

S Suction Penyedot lendir, ludah dan lain-lainnya.

Tabel 5. Pemantauan Tanda-Tanda Vital selama Operasi


Pukul Tekanan Darah Nadi Saturasi Terapi
(WITA) (mmHg) (kali/menit) Oksigen
(SpO2)
10.50 110/69 56 100 % Premedikasi
Midazolam 2 mg
Ondansentron 4 mg
Fentanyl 100 µg.

10.55 116/68 80 100 % General Anastesi


Sevofloran 3 vol %
Propofol 100 mg

11.00 131/74 89 100 % Propofol 50 mg


Rocuronium 35 mg
11.05 120/69 80 100 %
11.10 119/67 79 100 %
11.15 122/69 80 100 %

11.20 114/70 80 100 %

11.25 120/80 78 100 %

11.30 148/98 92 100 % Phetidine 50 mg

11.35 140/99 68 100 %

11.40 135/90 80 100 %

11.45 138/88 76 100 %

21
11.50 149/98 97 100 %

11.55 146/97 86 100 %

12.00 143/98 90 100 %

12.05 130/85 86 100 %

12.10 150/99 97 100 %

12.15 133/89 87 100 %

12.20 130/87 86 100 %

12.25 141/90 95 100 % Asam Traneksamat


500 mg
12.30 139/89 90 100 %

12.35 142/89 85 100 %

12.40 134/96 88 100 %

12.45 131/87 85 100 %

12.50 124/80 74 100 %

12.55 142/102 96 100 % Ketorolac 30 mg

13.00 140/94 90 100 %

13.05 130/75 82 100 %

13.10 133/87 84 100 %

13.15 140/97 87 100 %

13.20 150/100 99 100 %

Terapi Cairan
Cairan yang Dibutuhkan Aktual
Pre  BB: 80 Kg Input:
Operasi  Kebutuhan cairan per jam: - RL: 500 cc
= 35cc x 80kg

22
= 2800cc /24 jam
= 116 cc/jam atau 38tetes/ menit
Kebutuhan cairan sehari :
= Kebutuhan cairan per jam x 24
= 133 cc x 24
= 3192 cc

Durant 1. Estimate Blood Volume (EBV): Input:


e = 70 cc x BB - RL: 1.200 cc
Operasi = 70 cc x 80 Kg
= 5.600 cc - Total
Jumlah perdarahan selama operasi:± 400 cc x 3 Perdarahan:
±400 cc
: 1.200 ml

(untuk mengganti kehilangan darah 400 cc


diperlukan 1200 ml kristaloid )

% perdarahan : 400/5.600 x 100%

= 0,071 x 100% = 7,14 %

2. Stress operasi:
Operasi sedang
6 x 80 kg = 480 cc/jam x 1 (lama operasi)
= 480 cc
Post  BB: 80 Kg
Operasi  Kebutuhan cairan per jam:
= 40cc x 80kg
= 3.200 cc /24 jam
= 133 cc/jam atau 44 tetes/ menit

23
Post Operatif
Pemantauan di Recovery Room :
Tensi, nadi, pernapasan, aktivitas motorik. Pada pasien TD: 123/68 mmHg. nadi:
105x/menit, respirasi: 22x/menit.
Skor pemulihan pasca anestesi (Aldrete score)

NO Kriteria Skor Pasien


Aktivitas  Mampu menggerakkan ke-4 2
Motorik ekstremitas atas perintah atau
secara sadar. 1
 Mampu menggerakkan 2 1
ekstremitas atas perintah atau
secara sadar.
 Tidak mampu menggerakkan 0
ekstremitas atas perintah atau
secara sadar.
Respirasi  Nafas adekuat dan dapat batuk 2
 Nafas kurang adekuat / distress / 1 2
hipoventilasi
 Apneu/tidak bernafas 0
Sirkulasi  Tekanan darah berbeda ± 20% 2
dari semula 1
 Tekanan darah berbeda ± 20-50% 1
dari semula
 Tekanan darah berbeda >50% 0
dari semula
Kesadaran  Sadar penuh 2
 Bangun jika dipanggil 1 2

 Tidak ada respon atau belum 0


sadar

24
Warna Kulit  Kemerahan atau seperti semula 2
 Pucat 1 2

 Sianosis 0
Aldrete score ≥ 8, tanpa nilai 0, maka dapat dipindah ke ruang perawatan.

BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien pada kasus ini, dilakukan tindakan bedah berupa operasi Open
Reduction and Internal Fixation (ORIF). Sebelum dilakukan tindakan operasi,
dilakukan pemeriksaan pre-op yang meliputi anamesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang untuk menentukan status fisik ASA dan risiko operasi.
Sebelum dilakukan tindakan operasi, dilakukan pemeriksaan pre-op yang meliputi
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang untuk menentukan status
fisik ASA serta ditentukan rencana jenis anastesi yang dilakukan, yaitu general
anestesi inhalasi. American Society of Anestesiology (ASA) membuat klasifikasi
status fisik pra anastesi menjadi 6 kelas yaitu:
 ASA 1 : pasien penyakit bedah tanpa disertai penyakit sistemik
 ASA 2 : pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit sistemik ringan yang
disebabkan oleh berbagai penyebab tetapi tidak mengancam jiwa
 ASA 3 : pasien penyakit bedahdisertai dengan penyakit sistemik berat yang
disebabkan oleh berbagai penyebab tetapi tidak mengancam jiwa
 ASA 4 : pasien penyakit bedah yang disertai dengan penyakit sistemik berat
yang secara langsung mengancam kehidupan
 ASA 5 : pasien penyakit bedah yang disertai dengan penyakit sistemik berat
yang tidak mungkin di tolong lagi di operasiataupun tidak selama 24 jam pasien
akan meninggal.

25
 ASA 6 : pasien dengan brain-dead yang organnya akan diambil untuk
didonorkan
Berdasarkan hasil pra operatif tersebut, maka dapat disimpulkan status pasien
pra anestesi. American Society of Anesthesiologist (ASA) pada pasien dikatakan
ASA I karena sesuai dengan teori mengatakan bahwa pasien penyakit bedah tanpa
disertai penyakit sistemik.
Pada kasus ini teknik anestesi yang dipakai general anestesi inhalasi karena
pada kasus ini dilakukan bedah clavicula yang membutuhkan waktu lama dan efek
anastesia pada daerah yang tidak bisa dijangkau dengan pemberian anestesi general /
umum. General anestesi secara inhalasi juga memiliki keuntungan karena dapat
dikontrol, diprediksi dan dapat dicapai pulih sadar yang cepat. Jika yang dipilih
adalah anestesi regional atau local, maka tidak sesuai dengan area yang akan
dilakukan pembedahan.
Pemberian maintenance cairan sesuai dengan berat badan pasien, BB  
pasien yaitu 80 Kg sehingga kebutuhan cairan maintenance pasien adalah (M) :
40cc/kgBB/24jam x 80 = 3200 ml/24jam atau 133 ml/jam.
Pada kasus ini dilakukan pembedahan jenis Open Reduction and Internal
Fixation (ORIF), dimana operasi ini merupakan jenis operasi sedang sehingga
diperoleh total cairan pengganti operasi = 6 x 80 kg = 480 cc/jam x 1 jam (lama
operasi) = 480 cc. Selama operasi jumlah defisit darah adalah 400 ml sehingga
memerlukan pergantian cairan dengan kristaloid sebanyak 1200 ml.
Pasien telah kehilangan darah ±400 cc. menurut perhitungan, perdarahan yang
lebih dari 20% EBV harus dilakukan transfuse darah. Pada kasus ini tidak diberikan
penggantian cairan dengan darah karena perkiraan perdarahan sekitar 400 cc, dimana
EBV nya adalah 5600 cc, jumlah perdarahan (%EBV) adalah 7,14 % sehingga pasien
tidak memerlukan transfusi darah, dan dapat digantikan dengan cairan kristaloid dan
asam traneksamat 500 mg.

26
Pada saat sebelum operasi, pasien diberikan premedikasi terlebih dahulu. Pada
pasien ini diberikan Midazolam 2 mg (golongan Benzodiazepine), Fentanyl
(Golongan opioid) 100 µg/iv, dan Ondancentron 4 mg. Obat yang paling sering
diresepkan untuk meredakan cemas adalah benzodiazepine. Obat-obat ini diabsorbsi
dengan baik oleh saluran gastrointestinal, menghasilkan suatu derajat ansiolisis,
sedasi dan amnesia.obat analgesia yang paling sering digunakan adalah morfin dan
Fentanyl. Fentanyl dipilih karena memiliki efek analgetik 100 kali lebih kuat
dibanding morfin dan maksimum kerja 5 menit Setelah pemberian intravena dan
lama kerja 30 - 60 menit. Opiate memiliki kisaran efek samping yang tidak
diinginkan termasuk mual dan muntah, depresi napas, dan keterlambatan
pengosongan lambung. Selain itu dapat menyebabkan vasodilatasi perifer sehingga
terjadi hipotensi otostatik. Dosis pemberian midazolam sebesar 2 -5 mg dan fentanyl
Sebesar 0,7 sampai 2 mcg via intravena maupun intramuskular pada orang dewasa.
Pada kasus ini sudah sesuai dengan teori dimana dosis pemberian midazolam
2 mg/kgbb. Pemberian fentanyl telah sesuai teori mengingat lama kerja dari fentanyl
dalam (30-60 menit) dimana pada saat operasi diberikan dosis maintenance 1 kali
dengan dosis 30 mcg setiap 30 menit mengingat lama proses operasi yaitu 1 jam 50
menit.
Induksi merupakan saat dimasukkannya zat anestesi sampai tercapainya
stadium pembedahan yang selanjutnya diteruskan dengan tahap pemeliharaan
anestesi untuk mempertahankan atau memperdalam stadium anestesi setelah induksi.
Induksi pada pasien ini dilakukan dengan anestesi intravena yaitu propofol 100 mg
I.V (dosis induksi 2-2,5 mg/kgbb), karena memiliki efek induksi yang cepat dengan
distribusi dan eliminasi yang cepat. Selain itu juga propofol dapat menghabat
transmisi neuron yang hancur oleh GABA. Obat anestesi ini mempunyai kerja yang
cepat dan dapat dicapai dalam waktu 30 detik. Kemudian pemberian injeksi
Rocuronium 35 mg sebagai pelemas otot untuk mempermudah pemasangan
Endotracheal Tube. Merupakan obat pelumpuh otot non-depolarisasi yang relatif baru
yang merupakan struktur benzilisoquinolin. Pada umumnya mulai kerja rocuronium

27
pada dosis intubasi adalah 2-3 menit, sedangkan lama kerja rocuronium dengan dosis
relaksasi 15-35 menit.
Setelah pelumpuh otot bekerja barulah dilakukan intubasi dengan laringoskop
blade lengkung yang disesuaikan dengan anatomis leher pasien dengan metode chin-
lift dan jaw-trust yang berfungsi untuk meluruskan jalan nafas antara mulut dengan
trakea. Setelah jalan nafas dalam keadaan lurus barulah dimasukkan pipa endotrakeal.
Pada pasien ini digunakan ETT dengan cuff nomor 7.5. Pemasangan ETT pada pasien
ini 1 kali dilakukan.

Setelah pasien di intubasi dengan mengunakan endotrakheal tube, maka dialirkan


sevofluran 3 vol%, penggunaan sevofluran disini dipilih karena sevofluran
mempunyai efek durasi induksi dan mempunyai onset durasi lebih cepat dibanding
dengan gas lain, dan baunya pun lebih harum dan tidak merangsang jalan napas
sehingga digemari untuk induksi anestesi dibanding gas lain (halotan). Efek terhadap
kardiovaskular pun relatif stabil dan jarang menyebabkan aritmia.

Aliran oksigen sekitar 5 lpm sebagai anestesi rumatan. Ventilasi dilakukan


dengan bagging dengan laju napas 20 x/ menit. Sesaat setelah operasi selesai gas
anestesi diturunkan untuk menghilangkan efek anestesi perlahan-lahan dan untuk
membangunkan pasien. Juga diharapkan agar pasien dapat melakukan nafas spontan
menjelang operasi hampir selesai. Kemudian dilakukan ekstubasi endotrakeal secara
cepat dan pasien dalam keadaan sadar untuk menghindari penurunan saturasi lebih
lanjut.

Penambahan obat medikasi tambahan adalah sebagai analgetik digunakan


Ketorolac (berisi 30 mg/ml ketorolac tromethamine) sebanyak 1 ampul (1 ml)
disuntikan iv. Ketorolac merupakan nonsteroid anti inflamasi (AINS) yang bekerja
menghambat sintesis prostaglandin sehingga dapat menghilangkan rasa
nyeri/analgetik efek. Ketorolac 30 mg mempunyai efek analgetik yang setara dengan

28
50 mg pethidin atau 12 mg morphin, tetapi memiliki durasi kerja yang lebih lama
serta lebih aman daripada analgetik opioid karena tidak ada evidence depresi nafas.
Beberapa saat setelah pasien dikeluarkan dari ruang operasi, didapatkan pada
pemeriksaan fisik tekanan darah 122/ 68 mmHg, nadi 105 x/menit, dan laju respirasi
22 x/menit. Operasi berjalan lancar tanpa timbulnya komplikasi, dengan lama
anestesi 11.05 – 13.20 (2 jam 15 menit), lama operasi 11.25-13.15 (1 jam 50 menit).
Pasien kemudian dibawa ke ruang pemulihan (Recovery Room). Aldrete score 8,
maka dapat dipindah ke ruangan.

BAB IV

PENUTUP

Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan diatas, maka dapat disimpulkan


beberapa hal, sebagai berikut:
1. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pasien
didiagnosis Closed Fraktur Klavikula Sinistra. Klasifikasi status penderita
digolongkan dalam PS. ASA I pasien penyakit bedah tanpa disertai penyakit
sistemik
2. Pada kasus ini dilakukan tindakan operasi Open Reduction and Internal
Fixation (ORIF) dan jenis General Anestesi Inhalasi. Pemilihan anestesi
umum, dikarenakan waktu pemulihan lebih cepat dan lebih nyaman, tingkat
analgesia memuaskan dimana menghilangkan rasa sakit seluruh tubuh secara
sentral, serta pasien membutuhkan waktu lama dalam durante operasi.
3. Resusitasi dan terapi cairan perioperatif kurang lebih telah memenuhi
kebutuhan cairan perioperatif pada pasien ini, terbukti dengan stabilnya
hemodinamik durante dan post operatif.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Smith G, et al. 2020.NCBI , General Anesthesia for Surgeons.


https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK493199/
2. Fletcher J, 2018. Intubation: Everything you need to know.

3. Liu Yang, et al. 2019. Comparison of general anesthesia with endotracheal


intubation, combined spinal-epidural anesthesia, and general anesthesia with
laryngeal mask airway and nerve block for intertrochanteric fracture surgeries in
elderly patients: a retrospective cohort study. BMC Anesthesiology.
4. Mahoney P, et al. 2017. Anaesthesia Handbook, International Committee of the
Red Cross.
https://www.wfsahq.org/images/ICRC_4270_002_Anaesthesia_Handbook_4.pdf
_Final.pdf
5. Donelly D Thomas, et al. Fractures of the Clavicle: An Overview. The Open
Orthopaedics Journal, 2013, 7, (Suppl 3: M6) 329-333
6. Paladini P, et al. 2012. Treatment of clavicle fracture. Unit of Shoulder and
Elbow Surgery, D. Cervesi Hospital, Cattolica - Italy
7. Blom A, Warwick D, Whitehouse MR, editors. Apley & Solomon’s System of
Orthopaedics and Trauma (10th edition). New York: CRC Press, 2018.

30
31

Anda mungkin juga menyukai