Disusun Oleh:
Nuriyah Fitriana
14.18.777.14.291
Pembimbing :
dr. Ajutor Donny Tandiarrang, Sp. An
HALAMAN PENGESAHAN
1
Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:
Bagian Anestesiologi
RSU ANUTAPURA PALU
Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Alkhairaat
BAB I
2
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Anestesi adalah istilah yang di turunkan dari dua kata Yunani yaitu "an” dan
"esthesia", dan bersama-sama berarti "hilangnya rasa atau hilangnya sensasi”. Para
ahli saraf memberikan makna pada istilah tersebut sebagai kehilangan rasa secara
patologis bagian tubuh tertentu. Istilah anestesi dikemukakan pertama kali Oliver
Wendell Holmes 1809-1894) untuk proses "eterisasi" Morton (1846), untuk
menggambarkan keadaan pengurangan nyeri sewaktu pembedahan. Anestesi secara
umum adalah suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan
pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.
Pada dasarnya prinsip anastesi mencangkup 3 hal yaitu: anestesi dapat
menghilangkan rasa sakit (analgesia), menghilangkan kesadaran (sedasi) dan juga
relaksasi otot (relaksan) yang optimal agar operasi dapat berjalan dengan lancar.1
Tindakan anestesi adalah suatu tindakan medis, yang dikerjakan secara sengaja
pada pasien sehat ataupun disertai penyakit lain dengan derajat ringan sampai berat
bahkan medekati kematian. Tindakan ini harus sudah memperoleh persetujuan dari
dokter anestesi yang akan memperoleh persetujuan dari dokter anestesi yang akan
melakukan tindakan tersebut dengan mempertimbangkan kondisi pasien, dan
memperoleh persetujuan pasien atau keluarga, sehingga tercapai tujuan yang
diinginkan yaitu pembedahan, pengelolaan nyeri , dan life support yang berlandaskan
pada patient safety.1,2
Anestesi umum adalah suatu tindakan yang membuat pasien tidak sadar selama
prosedur medis, sehingga pasien tidak merasakan atau mengingat apa pun yang
terjadi. Anestesi umum biasanya dihasilkan oleh kombinasi obat intravena dan gas
yang dihirup (anestesi). "Tidur" pasien yang mengalami anestesi umum berbeda dari
tidur seperti biasa. Otak yang dibius tidak merespon sinyal rasa sakit atau manipulasi
bedah. 3
3
Tindakan pembedahan terutama yang memerlukan anestesi umum diperlukan
teknik intubasi, baik intubasi endotrakeal maupun nasotrakeal. Intubasi adalahsuatu
teknik memasukkan suatu alat berupa pipa kedalam saluran pernapasanbagian atas.
Tujuan dilakukannya intubasi untuk mempertahankan jalan nafas agartetap bebas,
mengendalikan oksigenasi dan ventilasi, mencegah terjadinyaaspirasi lambung pada
keadaan tidak sadar, tidak ada refleks batuk ataupunkondisi lambung penuh, sarana
gas anestesi menuju langsung ke trakea,membersihkan saluran trakeobronkial.
Fraktur atau patah tulang adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan
sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial.
Fraktur tertutup (closed fracture) adalah fraktur tanpa adanya komplikasi, kulit masih
utuh, tulang tidak keluar melalui kulit. Fraktur klavikula merupakan suatu gangguan
integritas tulang yang ditandai dengan rusaknya atau terputusnya kontinuitas jaringan
tulang dikarenakan tekanan yang berlebihan yang terjadi pada tulang klavikula
(biasanya disebut dengan tulang selangka). Tulang tersebut menghubungkan sternum
ke bahu.
Pada orang dewasa, fraktur klavikula merupakan injuri yang lebih sulit. Fraktur
klavikula pada orang dewasa sering terjadi, insidensinya 2,6-4% dari semua fraktur
dan kurang lebih 35% merupakan cedera dari gelang bahu. Fraktur klavikula dapat
diklasifikasikan berdasarkan anatomi, termasuk lokasi fraktur, pergeseran, angulasi,
pola fraktur (greenstick, oblik, transverse) dan kominutif.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Close Fraktur
A. Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan
sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial. Untuk
mengetahui mengapa dan bagaimana tulang mengalami kepatahan, kita harus
mengetahui keadaan fisik tulang dan keadaan trauma yang dapat menyebabkan tulang
patah. Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan terutama
tekanan membengkok, memutar, dan tarikan. Fraktur tertutup (closed fracture)
adalah fraktur tanpa adanya komplikasi, kulit masih utuh, tulang tidak keluar melalui
kulit. Fraktur klavikula merupakan suatu gangguan integritas tulang yang ditandai
dengan rusaknya atau terputusnya kontinuitas jaringan tulang dikarenakan tekanan
yang berlebihan yang terjadi pada tulang klavikula (biasanya disebut dengan tulang
selangka). Tulang tersebut menghubungkan sternum ke bahu.
5
B. Epidemiologi
C. Klasifikasi
• Grup I : Fraktur pada pertengahan klavikula (80%). Merupakan tipe yang paling
sering terjadi baik pada anak-anak maupun orang dewasa.
6
• Grup II : Fraktur pada sepertiga distal (15%).
• Grup III : Fraktur pada sepertiga proximal (5%). Pergeseran minimal terjadi jika
ligamen-ligamen costoclavicular tetap utuh. 1
• Tipe IIB : Ligamen Conoid sobek, trapezoid menempel sampai ke segmen distal.
Type I: Pergeseran minimal. Type II: Bergeser . Type III:Intraarticular. Type IV:
Terpisah pada epifisis. Type V: Komunitif.
7
D. PATOMEKANISME
Mekanisme trauma dari fraktur klavikula terjadi karena penderita jatuh pada
bahu, biasanya tangan dalam keadaan terulur. Bila gelang bahu mendapat trauma
kompresi dari sisi lateral, penopang utama untuk mempertahankan posisi adalah
klavikula dan artikulasinya. Bila traumanya melebihi kapasitas struktur ini untuk
menahan, terjadi kegagalan melalui 3 cara, Artikulasi akromioklavikular akan rusak,
klavikula akan patah, atau sendi sternoklavikular akan mengalami dislokasi. Trauma
pada sendi sternoklavikular jarang terjadi dan biasanya berhubungn dengan trauma
langsung ke klavikula bagian medial dengan arah lebih posterior (dislokasi posterior)
atau trauma dari arah posterior yang langsung mengenai gelang bahu (menyebabkan
dislokasi proksimal klavikula ke anterior). Pada fraktur midshaft, fragmen lateral
tertarik ke bawah karena berat lengan, fragmen medial tertarik oleh muskulus
sternocleidomastoideus. Pada fraktur 1/3 lateral, bila ligamen intak, ada sedikit
pergeseran; namun bila terjadi robekan ligamen korakoklavikula, atau bila garis
fraktur terletak medial dari ligamen ini, pergeseran yang terjadi mungkin lebih berat
dan tindakan reduksi tertutup tidak mungkin dilakukan. Klavikula juga merupakan
bagian yang sering mengalami fraktur patologis.
8
Gambar 2. Muskulus dan gaya gravitasi yang terjadi pada fraktur klavikula
E. Gambaran Klinik
9
F. Penatalaksanaan
10
nasotrakeal. Intubasi endotrakeal adalah tindakan memasukkan pipa trakea ke dalam
trakea melalui rima glottis dengan mengembangkan cuff, sehingga ujung distalnya
berada kira-kira dipertengahan trakea antara pita suara dan bifurkasio trakea. Tujuan
dilakukannya tindakan intubasi endotrakeal adalah untuk memudahkan pemberian
anestesi, membersihkan saluran trakeobronkial. Mempertahankan jalan nafas agar
tetap paten, mencegah aspirasi, serta mempermudah pemberian ventilasi dan
oksigenasi bagi pasien operasi.
Indikasi intubasi trakhea sangat bervariasi dan umumnya digolongkan sebagai
berikut:
a. Menjaga patensi jalan nafas oleh sebab apapun Kelainan anatomi, bedah khusus,
bedah posisi khusus, pembersihan sekret jalan nafas dan lain-lain.
Klasifikasi tampakan faring pada saat mulut terbuka maksimal dan lidah dijulurkan
maksimal menurut Mallampati dibagi menjadi 4 gradasi.
Kotraindikasi ETT ada beberapa kondisi yang diperkirakan akan mengalami kesulitan
pada saat dilakukan intubasi, antara lain:
d. Benda asing
11
f. Obesitas
g. Extensi leher yang tidask maksimal : Artritis rematik, spondilosis arkilosing, halo
traction
8) Bag dan masker oksigen (biasanya satu paket dengan mesin anestesi yang siap
pakai, lengkap dengan sirkuit dan sumber gas).
12
13) Bantal kecil setinggi 12 cm
Komplikasi yang sering terjadi pada intubasi antara lain trauma jalan nafas, salah
letak dari ETT, dan tidak berfungsinya ETT. Komplikasi yang biasa terjadi adalah:
a. Saat Intubasi :
2) Trauma jalan nafas : Kerusakan gigi, laserasi mukosa bibir dan lidah, dislokasi
mandibula, luka daerah retrofaring.
3) Reflek fisiologi : Hipertensi, takikardi, hipertense intra kranial dan intra okuler,
laringospasme.
4) Kebocoran balon.
2) Trauma jalan nafas : inflamasi dan laserasi mukosa, luka lecet mukosa hidung.
c. Setelah ekstubasi :
1) Trauma jalan nafas : Udema dan stenosis (glotis, subglotis dan trakhea), sesak,
aspirasi, nyeri tenggorokan.
2) Laringospasme.
13
BAB III
LAPORAN KASUS
1. Identitas
Nama : Tn. I
A. S-O-A-P
1. Subjektif :
Keluhan Utama : Nyeri pada bahu kiri
Riwayat penyakit sekarang : Pasien datang ke RS ANUTAPURA dengan
keluhan nyeri pada bahu kiri yang dialami sejak 2 bulan yang lalu sebelum
masuk rumah sakit akibat kecelakaan saat berkendara. Pasien juga mengeluh
pusing. BAB dan BAK lancar. Riwayat operasi tidak ada.
14
Riwayat penyakit dahulu:
- Riwayat penyakit jantung : tidak ada
- Riwayat penyakit hipertensi : tidak ada
- Riwayat penyakit asma : tidak ada
- Riwayat alergi obat dan makanan : tidak ada
- Riwayat diabetes melitus : tidak ada
- Riwayat penyakit ginjal/urologi : tidak ada
- Riwayat minum obat-obatan/jamu : tidak ada
- Riwayat anestesi dan operasi : tidak ada
- Riwayat trauma atau kecelakaan : ada
- Riwayat minum obat-obatan saat ini : tidak ada
- Riwayat merokok : ada
Riwayat penyakit keluarga :
- Riwayat penyakit DM : tidak ada
- Riwayat penyakit alergi : tidak ada
- Riwayat penyakit asma : tidak ada
- Riwayat penyakit darah tinggi : tidak ada
2. Objektif :
Pemeriksaan Fisik : (B1-B6)
B1 (Breath) : Airway :
- Inspeksi : Pengembangan dada simetris, retraksi intercostal (-),
Penggunaan otot bantu pernapasan (-), Pernapasan cuping hidung (-)
- Palpasi : Vocal Fremitus kiri-kanan sama
- Perkusi : Sonor pada kedua paru (-/-)
- Auskultasi : Bunyi napas vesikuler (+/+), Rhonki (-/-),
Wheezing (-/-)
- RR : 20 x/menit.
15
B2 (Blood) :
- TD : 110/80 mmHg
- Nadi : 89 x/menit
- Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavicula (S)
- Perkusi : Batas jantung normal
- Auskultasi : S1 dan S2 murni regular, bising (-)
B3 (Brain): Kesadaran :
- Mata : Mata cekung (-/-), Conjungtiva anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-), refleks cahaya (+/+), pupil
isokor diameter ± 2.5 mm.
- Telinga : Discharge (-)
- Hidung : Discharge (-), epistaksis (-)
- Mulut : Sianosis (-) bibir kering (-),pembesaran tonsil (-),skor
Mallampati 1.
- Leher : simetris, tidak ada deviasi trakea, pembesaran kelenjar
getahbening (-), pembesaran kelenjar
tiroid (-).
B5 (Bowel) :
- Inspeksi : cembung, tidak terdapat jejas
- Auskultasi : Bising usus peristaltik (+)
- Perkusi : Bunyi timpani, Ascites (-)
- Palpasi : Nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-).
16
B6 Back & Bone : Terdapat batasan aktivitas.
Ekstremitas : akral hangat, pucat (-), edema (-), turgor < 2 detik, CRT< 2
detik.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Tabel 1. Hasil Laboratorium Darah Lengkap Tanggal 24 Agustus 2020
Hasil Rujukan Satuan
Hemoglobin 13,3 L: 13-17, P: 11-15 g/dl
Leukosit 8,9 4.000-10.000 /mm3
Eritrosit 5,4 L: 4.5-6.5 P: 3.9-5.6 Juta/ul
Hematokrit 45 L: 40-54 P: 35-47 %
Trombosit 329.000 150.000-500.000 /mm3
Waktu
8” 4-12 m.det
pembekuan
Waktu
3’ 1-4 m.det
perdarahan
17
4. Plan
- Jenis anestesi : General anestesi
- Teknik anestesi : Anestesi Inhalasi
- Jenis pembedahan : Open Reduction and Internal Fixation (ORIF)
18
k. Menghubungkan pipa ET dengan ambubag dan lakukan ventilasi sambil
melakukan auskultasi, pertama pada pada lambung, kemudian pada paru kanan
dan kiri sambil memperhatikan pengembangan dada. Bila terdengar gurgling
pada lambung dan dada tidak mengembang, berarti berarti pipa ET masuk
ke esofagus dan pemasangan pipa harus diulangi setelah melakukan
hiperventilasi ulang selama selama 30 detik. Berkurangnya bunyi nafas di atas
dada kiri biasanya mengindikasikan pergeseran pipa ke dalam bronkus utama
kanan dan dan memerlukan tarikan beberapa cm dari pipa ET.
l. Setelah bunyi nafas optimal dicapai, mengembangkan balon cuff
dengan menggunakan spuit 10 cc.
m. Melakukan fiksasi pipa dengan plester agar tak terdorong atau tercabut
n. Sesaat setelah operasi selesai, diberikan ketorolac 30mg/iv dan gas
anestesi diturunkan untuk menghilangkan efek anestesi perlahan-lahan
dan untuk membangunkan pasien.
o. Dilakukan ekstubasi dalam (Pasien belum sadar)
p. Operasi selesai pasien dalam keadaan sadar
q. Pasien di transfer recovery room
7. Laporan Anestesi
a) Diagnosis pra-bedah : Closed Fracture Clavicula Sinistra
b) Diagnosis post-bedah : Closed Fracture Clavicula Sinistra
c) Jenis pembedahan : Open Reduction and Internal Fixation (ORIF)
d) Anestesiologi : dr. Ajutor Donny Tenrarrang, Sp.An
e) Ahli Bedah : dr. Sri Sikspriani, Sp.OT
f) Persiapan anestesi : Informed consent
g) Jenis anestesi : General anastesi
h) Teknik anestesi : Intubasi Endotrakeal
i) Premedikasi anestesi : Midazolam 2 mg, Ondansentron 4 mg,
Fentanyl 100 µg
19
j) Induksi : Propofol 150 mg
k) Intubasi : ETT No 7,5 auskultasi bunyi nafas kanan= kiri,
kembangkan cuff dan fiksasi
l) Medikasi Tambahan : Pethidine 50 mg, Asam Traneksamat 500 mg,
Ketorolac 30 mg.
m) Maintenance : O2 5 lpm, sevoflurane 3 vol%
n) Posisi : Supinasi
o) Respirasi : Spontan
p) Anestesi mulai : 11.05 WITA
q) Operasi mulai : 11.25 WITA
r) Selesai operasi : 13.15 WITA
s) Lama Operasi :1 jam 50 menit
t) Lama anastesi :2 jam 15 menit
20
trakea mudah dimasukkan. Pada pasien ini tidak digunakan
introducel atau stilet.
21
11.50 149/98 97 100 %
Terapi Cairan
Cairan yang Dibutuhkan Aktual
Pre BB: 80 Kg Input:
Operasi Kebutuhan cairan per jam: - RL: 500 cc
= 35cc x 80kg
22
= 2800cc /24 jam
= 116 cc/jam atau 38tetes/ menit
Kebutuhan cairan sehari :
= Kebutuhan cairan per jam x 24
= 133 cc x 24
= 3192 cc
2. Stress operasi:
Operasi sedang
6 x 80 kg = 480 cc/jam x 1 (lama operasi)
= 480 cc
Post BB: 80 Kg
Operasi Kebutuhan cairan per jam:
= 40cc x 80kg
= 3.200 cc /24 jam
= 133 cc/jam atau 44 tetes/ menit
23
Post Operatif
Pemantauan di Recovery Room :
Tensi, nadi, pernapasan, aktivitas motorik. Pada pasien TD: 123/68 mmHg. nadi:
105x/menit, respirasi: 22x/menit.
Skor pemulihan pasca anestesi (Aldrete score)
24
Warna Kulit Kemerahan atau seperti semula 2
Pucat 1 2
Sianosis 0
Aldrete score ≥ 8, tanpa nilai 0, maka dapat dipindah ke ruang perawatan.
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien pada kasus ini, dilakukan tindakan bedah berupa operasi Open
Reduction and Internal Fixation (ORIF). Sebelum dilakukan tindakan operasi,
dilakukan pemeriksaan pre-op yang meliputi anamesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang untuk menentukan status fisik ASA dan risiko operasi.
Sebelum dilakukan tindakan operasi, dilakukan pemeriksaan pre-op yang meliputi
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang untuk menentukan status
fisik ASA serta ditentukan rencana jenis anastesi yang dilakukan, yaitu general
anestesi inhalasi. American Society of Anestesiology (ASA) membuat klasifikasi
status fisik pra anastesi menjadi 6 kelas yaitu:
ASA 1 : pasien penyakit bedah tanpa disertai penyakit sistemik
ASA 2 : pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit sistemik ringan yang
disebabkan oleh berbagai penyebab tetapi tidak mengancam jiwa
ASA 3 : pasien penyakit bedahdisertai dengan penyakit sistemik berat yang
disebabkan oleh berbagai penyebab tetapi tidak mengancam jiwa
ASA 4 : pasien penyakit bedah yang disertai dengan penyakit sistemik berat
yang secara langsung mengancam kehidupan
ASA 5 : pasien penyakit bedah yang disertai dengan penyakit sistemik berat
yang tidak mungkin di tolong lagi di operasiataupun tidak selama 24 jam pasien
akan meninggal.
25
ASA 6 : pasien dengan brain-dead yang organnya akan diambil untuk
didonorkan
Berdasarkan hasil pra operatif tersebut, maka dapat disimpulkan status pasien
pra anestesi. American Society of Anesthesiologist (ASA) pada pasien dikatakan
ASA I karena sesuai dengan teori mengatakan bahwa pasien penyakit bedah tanpa
disertai penyakit sistemik.
Pada kasus ini teknik anestesi yang dipakai general anestesi inhalasi karena
pada kasus ini dilakukan bedah clavicula yang membutuhkan waktu lama dan efek
anastesia pada daerah yang tidak bisa dijangkau dengan pemberian anestesi general /
umum. General anestesi secara inhalasi juga memiliki keuntungan karena dapat
dikontrol, diprediksi dan dapat dicapai pulih sadar yang cepat. Jika yang dipilih
adalah anestesi regional atau local, maka tidak sesuai dengan area yang akan
dilakukan pembedahan.
Pemberian maintenance cairan sesuai dengan berat badan pasien, BB
pasien yaitu 80 Kg sehingga kebutuhan cairan maintenance pasien adalah (M) :
40cc/kgBB/24jam x 80 = 3200 ml/24jam atau 133 ml/jam.
Pada kasus ini dilakukan pembedahan jenis Open Reduction and Internal
Fixation (ORIF), dimana operasi ini merupakan jenis operasi sedang sehingga
diperoleh total cairan pengganti operasi = 6 x 80 kg = 480 cc/jam x 1 jam (lama
operasi) = 480 cc. Selama operasi jumlah defisit darah adalah 400 ml sehingga
memerlukan pergantian cairan dengan kristaloid sebanyak 1200 ml.
Pasien telah kehilangan darah ±400 cc. menurut perhitungan, perdarahan yang
lebih dari 20% EBV harus dilakukan transfuse darah. Pada kasus ini tidak diberikan
penggantian cairan dengan darah karena perkiraan perdarahan sekitar 400 cc, dimana
EBV nya adalah 5600 cc, jumlah perdarahan (%EBV) adalah 7,14 % sehingga pasien
tidak memerlukan transfusi darah, dan dapat digantikan dengan cairan kristaloid dan
asam traneksamat 500 mg.
26
Pada saat sebelum operasi, pasien diberikan premedikasi terlebih dahulu. Pada
pasien ini diberikan Midazolam 2 mg (golongan Benzodiazepine), Fentanyl
(Golongan opioid) 100 µg/iv, dan Ondancentron 4 mg. Obat yang paling sering
diresepkan untuk meredakan cemas adalah benzodiazepine. Obat-obat ini diabsorbsi
dengan baik oleh saluran gastrointestinal, menghasilkan suatu derajat ansiolisis,
sedasi dan amnesia.obat analgesia yang paling sering digunakan adalah morfin dan
Fentanyl. Fentanyl dipilih karena memiliki efek analgetik 100 kali lebih kuat
dibanding morfin dan maksimum kerja 5 menit Setelah pemberian intravena dan
lama kerja 30 - 60 menit. Opiate memiliki kisaran efek samping yang tidak
diinginkan termasuk mual dan muntah, depresi napas, dan keterlambatan
pengosongan lambung. Selain itu dapat menyebabkan vasodilatasi perifer sehingga
terjadi hipotensi otostatik. Dosis pemberian midazolam sebesar 2 -5 mg dan fentanyl
Sebesar 0,7 sampai 2 mcg via intravena maupun intramuskular pada orang dewasa.
Pada kasus ini sudah sesuai dengan teori dimana dosis pemberian midazolam
2 mg/kgbb. Pemberian fentanyl telah sesuai teori mengingat lama kerja dari fentanyl
dalam (30-60 menit) dimana pada saat operasi diberikan dosis maintenance 1 kali
dengan dosis 30 mcg setiap 30 menit mengingat lama proses operasi yaitu 1 jam 50
menit.
Induksi merupakan saat dimasukkannya zat anestesi sampai tercapainya
stadium pembedahan yang selanjutnya diteruskan dengan tahap pemeliharaan
anestesi untuk mempertahankan atau memperdalam stadium anestesi setelah induksi.
Induksi pada pasien ini dilakukan dengan anestesi intravena yaitu propofol 100 mg
I.V (dosis induksi 2-2,5 mg/kgbb), karena memiliki efek induksi yang cepat dengan
distribusi dan eliminasi yang cepat. Selain itu juga propofol dapat menghabat
transmisi neuron yang hancur oleh GABA. Obat anestesi ini mempunyai kerja yang
cepat dan dapat dicapai dalam waktu 30 detik. Kemudian pemberian injeksi
Rocuronium 35 mg sebagai pelemas otot untuk mempermudah pemasangan
Endotracheal Tube. Merupakan obat pelumpuh otot non-depolarisasi yang relatif baru
yang merupakan struktur benzilisoquinolin. Pada umumnya mulai kerja rocuronium
27
pada dosis intubasi adalah 2-3 menit, sedangkan lama kerja rocuronium dengan dosis
relaksasi 15-35 menit.
Setelah pelumpuh otot bekerja barulah dilakukan intubasi dengan laringoskop
blade lengkung yang disesuaikan dengan anatomis leher pasien dengan metode chin-
lift dan jaw-trust yang berfungsi untuk meluruskan jalan nafas antara mulut dengan
trakea. Setelah jalan nafas dalam keadaan lurus barulah dimasukkan pipa endotrakeal.
Pada pasien ini digunakan ETT dengan cuff nomor 7.5. Pemasangan ETT pada pasien
ini 1 kali dilakukan.
28
50 mg pethidin atau 12 mg morphin, tetapi memiliki durasi kerja yang lebih lama
serta lebih aman daripada analgetik opioid karena tidak ada evidence depresi nafas.
Beberapa saat setelah pasien dikeluarkan dari ruang operasi, didapatkan pada
pemeriksaan fisik tekanan darah 122/ 68 mmHg, nadi 105 x/menit, dan laju respirasi
22 x/menit. Operasi berjalan lancar tanpa timbulnya komplikasi, dengan lama
anestesi 11.05 – 13.20 (2 jam 15 menit), lama operasi 11.25-13.15 (1 jam 50 menit).
Pasien kemudian dibawa ke ruang pemulihan (Recovery Room). Aldrete score 8,
maka dapat dipindah ke ruangan.
BAB IV
PENUTUP
29
DAFTAR PUSTAKA
30
31