P. 17420513056
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Patah tulang atau fraktur didefinisikan sebagai hilangnya atau adanya gangguan integritas
dari tulang, termasuk cedera pada sumsum tulang, periosteum, dan jaringan yang ada di
sekitarnya. Yang dimaksud dengan fraktur ekstrimitas adalah fraktur yang terjadi pada
komponen ekstrimitas atas (radius, ulna, dll) dan ekstrimitas bawah (femur, tibia, fibula, dll).
Di Amerika Serikat, 5,6 juta kejadian patah tulang terjadi setiap tahunnya dan merupakan
2% dari kejadian trauma. Patah tulang pada tibia merupakan kejadian tersering dari seluruh
patah tulang panjang. Insiden per tahun dari patah tulang terbuka tulang panjang
diperkirakan 11,5 per 100.000 penduduk dengan 40% terjadi di ekstrimitas bagian bawah.
3,4. Patah tulang ekstrimitas yang terisolasi menyebabkan angka morbiditas yang tinggi
seperti penderitaan fisik, kehilangan waktu produktif dan tekanan mental.
Patah tulang ekstrimitas dengan energi tinggi juga menyebabkan angka mortalitas
tinggi apabila terjadi multi trauma dan pendarahan hebat. Kematian paling sering terjadi
pada 1 – 4 jam pertama setelah trauma apabila tidak tertangani dengan baik. Melihat
permasalahan tingginya angka kejadian trauma dan patah tulang pada ekstrimitas bagian
bawah dan buruknya komplikasi yang akan dialami oleh pasien apabila kejadian ini tidak
ditangani dengan baik, diperlukan pemahaman mengenai penyakit ini oleh tenaga medis
agar dapat memberikan penanganan yang lebih komprehensif. Survey primer (ABCDE)
yang baik untuk menyelamatkan nyawa dan survey sekunder yang tepat dibutuhkan untuk
menyelamatkan fungsi dari ekstrimitas, ditunjang oleh penanganan definitif.
BAB II
PEMBAHASAN
Patah tulang atau fraktur didefinisikan sebagai hilangnya atau adanya gangguan integritas
dari tulang, termasuk cedera pada sumsum tulang, periosteum, dan jaringan yang ada di
sekitarnya. Fraktur terdapat dua macam, fraktur terbuka dan tertutup. Fraktur ekstrimitas
adalah fraktur yang terjadi pada tulang yang membentuk lokasi ekstrimitas atas (radius, ulna,
carpal) dan ekstrimitas bawah (pelvis, femur, tibia, fibula, metatarsal, dan lain-lain). Gustilo
et al mengklasifikasikan fraktur terbuka menjadi tiga tipe yaitu :
1. Tipe I: Luka lebih kecil dari 1 cm, bersih dan disebabkan oleh fragmen tulang yang
menembus kulit.
2. Tipe II: Ukuran luka antara 1 – 10 cm, tidak terkontaminasi dan tanpa cedera
jaringan lunak yang major
3. Tipe III: Luka lebih besar dari 10 cm dengan kerusakan jaringan lunak yang
signifikan. Tipe III juga dibagi menjadi beberapa sub tipe:
a. IIIA: Luka memiliki jaringan yang cukup untuk menutupi tulang tanpa
memerlukan flap coverage.
b. IIIB: kerusakan jaringan yang luas membuat diperlukannya local atau
distant flap coverage.
B. Penyebab
Pada dasarnya tulang itu merupakan benda padat, namun masih sedikit memiliki
kelenturan. Bila teregang melampau batas kelenturannya maka tulang tersebut akan
patah. Cedera dapat terjadi sebagai akibat:
1. Gaya langsung
Tulang langsung menerima gaya yang besar sehingga patah.
2. Gaya tidak langsung
Gaya yang terjadi pada satu bagian tubuh diteruskan ke bagian tubuh lainnya yang relatif
lemah, sehingga akhirnya bagian lain iilah yang patah. Bagian yang menerima benturan
langsung tidak mengalami cedera berarti
3. Gaya punter
Selain gaya langsung, juga tulang dapat menerima puntiran atau terputar sampai patah.
Ini sering terjadi pada lengan.
Mengingat besarnya gaya yang diterima maka kadang kasus patah tulang gejalanya dapat
tidak jelas. Beberapa gejala dan tanda yang mungkin dijumpai pada patah tulang:
1. Terjadi perubahan bentuk pada anggota badan yang patah. Seing merupakan satu-
satunya tanda yang terlihat. Cara yang paling baik untuk menentukannya adalah dengan
membandingkannya dengan sisi yang sehat.
2. Nyeri di daerah yang patah dan kaku pada saat ditekan atau bila digerakkan.
3. Bengkak, disertai memar / perubahan warna di daerah yang cedera.
4. Terdengar suara berderak pada daerah yang patah (suara ini tidak perlu dibuktikan
dengan menggerakkan bagian cedera tersebut).
5. Mungkin terlihat bagian tulang yang patah pada luka.
Yang membedakannya adalah lapisan kulit di atas bagian yang patah. Pada patah tulang
terbuka, kulit di permukaan daerah yang patah terluka. Pada kasus yang berat bagian tulang
yang patah terlihat dari luar. Perbedaannya adalah jika ada luka maka kuman akan dengan
mudah sampai ke tulang, sehingga dapat terjadi infeksi tulang. Patah tulang terbuka
termasuk kedaruratan segera.
E. Pembidaian
Penanganan patah tulang yang paling utama adalah dengan melakukan pembidaian.
Pembidaian adalah berbagai tindakan dan upaya untuk mengistirahatkan bagian yang patah.
1. Tujuan pembidaian :
a. Mencegah pergerakan/pergeseran dari ujung tulang yang patah.
b. Mengurangi terjadinya cedera baru disekitar bagian tulang yang patah.
c. Memberi istirahat pada anggota badan yang patah.
d. Mengurangi rasa nyeri.
e. Mempercepat penyembuhan
Umumnya terbuat dari kayu, alumunium, karton, plastik atau bahan lain yang kuat dan
ringan. Pada dasarnya merupakan bidai yang paling baik dan sempurna dalam keadaan
darurat. Kesulitannya adalah mendapatkan bahan yang memenuhi syarat di
lapangan. Contoh: bidai kayu, bidai udara, bidai vakum.
b. Bidai traksi
Bidai bentuk jadi dan bervariasi tergantung dari pembuatannya, hanya dipergunakan
oleh tenaga yang terlatih khusus, umumnya dipakai pada patah tulang paha. Contoh:
bidai traksi tulang paha.
c. Bidai improvisasi.
Bidai yang dibuat dengan bahan yang cukup kuat dan ringan untuk penopang.
Pembuatannya sangat tergantung dari bahan yang tersedia dan kemampuan
improvisasi si penolong. Contoh: majalah, koran, karton dan lain-lain.
d. Gendongan/Belat dan bebat.
Membidai dengan bidai jadi ataupun improvisasi, haruslah tetap mengikuti pedoman
umum sebagai berikut:
1. Lakukan penilaian dini. Kenali dan atasi keadaan yang mengancam jiwa. Jangan
terpancing oleh cedera yang terlihat berat.
2. Lakukan pemeriksaan fisik.
3. Stabilkan bagian yang patah secara manual, pegang sisi sebelah atas dan sebelah bawah
cedera. Jangan sampai menambah rasa sakit penderita.
4. Paparkan seluruh bagian yang diduga cedera.
5. Atasi perdarahan dan rawat luka bila ada.
6. Siapkan semua peralatan dan bahan untuk membidai.
7. Lakukan pembidaian.
8. Kurangi rasa sakit dengan cara mengistirahatkan bagian yang cedera, mengompres es
pada bagian yang cedera (khususnya pada patah tulang tertutup) dan membaringkan
penderita pada posisi yang nyaman.
9. Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) Patah Tulang – Pertolongan pertama perlu
dilakukan pada korban yang mengalami patah tulang, sebelum ia mendapatkan
perawatan medis yang lebih intensif. Namun sebelum melakukan pertolongan
pertama ini ada beberapa tindakan yang harus dilakukan yakni; terlebih dulu
menghangatkan tubuh korban. Jika dirasa perlu boleh untuk diberikan perawatan shock.
Setelah itu taruhlah kantong es pada bagian yang mengalami patah tulang.
10. Selanjutnya lakukan pemeriksaan seksama pada korban. Jika tulang yang patah itu
menembus pada permukaan kulit dan menimbulkan pendarahan berat, untuk
menghentikan pendarahan ini, jangan melakukan tindakan menekan tulang kembali ke
tempat semula atau biarkan dengan apa adanya dulu. Selain itu jangan melakukan
pencucian pada luka.
11. Selanjutnya panggil ambulans untuk membawa korban ke rumah sakit atau bawalah ke
dokter terdekat.
12. Jika korban harus diangkat untuk mendapatkan pertolongan medis lebih lanjut,
sebaiknya pada bagian tulang yang patah itu diikat atau dijepit dengan potongan kayu
(splint) untuk mengantispasi atau mencegah kemungkinan terjadinya kerusakan susulan
pada tulang. Pengikat atau penjepit dapat dibuat dan bahan apa saja yang penting dapat
mem buat tulang yang patah tersebut tidak bergerak.
13.
Bahan untuk membuat jepitan itu bisa majalah, tangkai sapu, papan atau bahan-bahan
lain yang mendukung. Penjepit dibuat secara memanjang sehingga melewati sendi di
atas dan bawah dan bagian tulang yang patah itu.
14. Jika patah tulang ini dialami dalam sebuah kecelakaan mobil:
a. Jepitlah kaki dan tangan korban yang mengalami patah tulang ketika masih di
dalam mobil.
b. Gunakan pembalut atau bahan-bahan lain untuk mengikat kaki atau tangan yang
mengalami patah tulang itu ke bagain kaki atau tangan satunya yang masih baik.
c. Ikat bagian atas dan bawah dan organ yang patah itu dengan kencang dan baik
sehingga tidak memungkinkannya untuk bergerak lagi.
d. Namun jika pengikatan itu tidak mungkin untuk dilakukan di dalam mobil dan
badan korban harus ditarik keluar maka langkah-langkahnya adalah;
1) Badan korban dikeluarkan dengan cara ditarik. Tujuannya agar tidak ada
pergeseran pada organ yang mengalami patah tulang sehingga pengikatan yang
akan dilakukan berlangsung dengan baik.
2) Dukunglah anggota badan korban dengan tangan pada kedua sisi dan bagian
tubuh yang patah, sementara itu teman Anda dapat menariknya dengan hati-
hati sampai sebisa mungkin mendekati pada posisi semula.
e. Untuk jepitan akan lebih baik jika dilapisi dengan kapas atau kain. Kemudian
ikatlah sedemikian rupa dengan ikatan yang tidak terlalu kencang. Ikatan itu bisa
dan kain pembalut, ikat pinggang, dasi atau kain panjang. Ikatan pada tangan atau
kaki ditujukan agar bagian tulang yang patah itu tidak bergerak-gerak. Untuk
selanjutnya serahkan penanganan tulang agar dapat kembali ke posisi yang
sebenarnya kepada dokter.
15. Bila tulang yang patah itu terdapat di organ punggung, leher atau tengkorak maka
jangan melakukan pengangkatan terhadap korban.
Untuk mendiagnosis fraktur, pertama tama dapat dilakukan anamnesis baik dari pasien
maupun pengantar pasien. Informasi yang digali adalah mekanisme cedera, apakah pasien
mengalami cedera atau fraktur sebelumnya. Pasien dengan fraktur tibia mungkin akan
mengeluh rasa sakit, bengkak dan ketidakmampuan untuk berjalan atau bergerak, sedangkan
pada fraktur fibula pasien kemungkinan mengeluhkan hal yang sama kecuali pasien
mungkin masih mampu bergerak
Selain anamnesis, pemeriksaan fisik juga tidak kalah pentingnya. Pemeriksaan fisik yang
dibutuhkan dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu look, feel, move. Yang pertama look
atau inspeksi di mana kita memperhatikan penampakan dari cedera, apakah ada fraktur
terbuka (tulang terlihat kontak dengan udara luar). Apakah terlihat deformitas dari
ekstremitas tubuh, hematoma, pembengkakan dan lain-lain. Hal kedua yang harus
diperhatikan adalah feel atau palpasi. Kita harus mempalpasi seluruh ekstremitis dari
proksimal hingga distal termasuk sendi di proksimal maupun distal dari cedera untuk
menilai area rasa sakit, efusi, maupun krepitasi. Seringkali akan ditemukan cedera lain yang
terjadi bersamaan dengan cedera utama. Poin ketiga yang harus dinilai adalah move.
Penilaian dilakukan untuk mengetahui ROM (Range of Motion). Seringkali pemeriksaan
ROM tidak bisa dilakukan karena rasa sakit yang dirasakan oleh pasien tetapi hal ini harus
tetap didokumentasikan.
Tujuan utama dalam penanganan awal fraktur adalah untuk mempertahankan kehidupan
pasien dan yang kedua adalah mempertahankan baik anatomi maupun fungsi ekstrimitas
seperti semula. Adapun beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penanganan fraktur
yang tepat adalah (1) survey primer yang meliputi Airway, Breathing, Circulation, (2)
meminimalisir rasa nyeri (3) mencegah cedera iskemia-reperfusi, (4) menghilangkan dan
mencegah sumber- sumber potensial kontaminasi. Ketika semua hal diatas telah tercapai
maka fraktur dapat direduksi dan reposisi sehingga dapat mengoptimalisasi kondisi tulang
untuk proses persambungan tulang dan meminimilisasi komplikasi lebih lanjut :
1. Survey Primer
Setelah pasien sampai di UGD yang pertama kali harus dilakukan adalah
mengamankan dan mengaplikasikan prinsip ABCDE (Airway, Breathing, Circulation,
Disability Limitation, Exposure).
a. A : Airway, dengan kontrol servikal. Yang pertama harus dinilai adalah kelancaran
jalan nafas. Ini meliputi pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas oleh adanya
benda asing atau fraktus di bagian wajah. Usaha untuk membebaskan jalan nafas
harus memproteksi tulang cervikal, karena itu teknik Jaw Thrust dapat digunakan.
Pasien dengan gangguan kesadaran atau GCS kurang dari 8 biasanya memerlukan
pemasangan airway definitive.
b. B : Breathing. Setelah mengamankan airway maka selanjutnya kita harus menjamin
ventilasi yang baik. Ventilasi yang baik meliputi fungsi dari paru paru yang baik,
dinding dada dan diafragma. Beberapa sumber mengatakan pasien dengan fraktur
ektrimitas bawah yang signifikan sebaiknya diberi high flow oxygen 15 l/m lewat
non-rebreathing mask dengan reservoir
c. C : Circulation. Ketika mengevaluasi sirkulasi maka yang harus diperhatikan di sini
adalah volume darah, pendarahan, dan cardiac output. Pendarahan sering menjadi
permasalahan utama pada kasus patah tulang, terutama patah tulang terbuka.Patah
tulang femur dapat menyebabkan kehilangan darah dalam paha 3–4 unit darah dan
membuat syok kelas III. Menghentikan pendarahan yang terbaik adalah
menggunakan penekanan langsung dan meninggikan lokasi atau ekstrimitas yang
mengalami pendarahan di atas level tubuh. Pemasangan bidai yang baik dapat
menurunkan pendarahan secara nyata dengan mengurangi gerakan dan
meningkatkan pengaruh tamponade otot sekitar patahan. Pada patah tulang terbuka,
penggunaan balut tekan steril umumnya dapat menghentikan pendarahan.
Penggantian cairan yang agresif merupakan hal penting disamping usaha
menghentikan pendarahan.
d. D : Disability. menjelang akhir survey primer maka dilakukan evaluasi singkat
terhadap keadaan neurologis. yang dinilai disini adalah tingkat kesadaran, ukuran
dan reaksi pupil, tanda-tanda lateralisasi dan tingkat cedera spinal
e. E : Exposure. pasien harus dibuka keseluruhan pakaiannya, seiring dengan cara
menggunting, guna memeriksa dan evaluasi pasien. setelah pakaian dibuka, penting
bahwa pasien diselimuti agar pasien tidak hipotermia.
pemeriksaan tambahan pada pasien dengan trauma muskuloskeletal seperti fraktur
adalah imobilisasi patah tulang dan pemeriksaan radiologi.