5. Amputasi traumatika
6. Lebih dari 8 jam
7. Musibah masal
Secara sistematis, Gustilo membaginya lagi dalam
Derajat III A
Derajat III B
Derajat III C
Pemberian derajat patah tulang ini sangat penting untuk rencana penanganannya
dan prediksi komplikasi dan hasil penanganannya.
GEJALA KLINIS
Terdapat tanda-tanda patah tulang dengan luka di daerah patah tulang.
PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS
Seperti pemeriksaan penderita dengan patah tulang (lihat tentang patah tulang
tertutup).
PENATALAKSANAAN
Prinsip Penanganan Patah Tulang Terbuka
1. Harus ditegakkan dan ditangani lebih dahulu akubat trauma bersamaan yang
membahayakanjiwa.
2. Semua patah tulang terbuka adalah kasus gawat darurat bedah.
3. Pemberian antibiotic yang tepat
4. Debridement dan irigasi sempurna
5. Stabilisasi
6. Penutupan luka
7. Rehabilitasi dini
LIFE SAVING
Semua penderita patah tulang terbuka harus diingat sebagai penderita dengan
kemungkinan besarmengalami cedera di tempat lain yang serius. Hal ini perlu
ditekankan, mengingat bahwa untuk terjadinya patah tulang diperlukan suatu gaya
yang cukup kuat yang seringkali tidak hanya berakibat local, tapi berakibat multi
organ. Untuk life saving kita harus ingat akan prinsip dasar.
1. Air way
2. Breath
3. Circulation
SEMUA
PATAH
TULANGTERBUKA
ADALAH
KASUS
GAWAT
DARURAT
Dengan terbukanya barier jaringan lunak, maka patah tulang tersebut terancam
untuk terjadinya infeksi. Seperti kita ketahui bahwa periode 6 jam sejak patah
tulang terbuka, luka yang terjadi masih dalam stadium kontaminasi (golden
periode) dan setelah waktu tersebut, luka menjadi luka infeksi.
Oleh karena itu penanganan patah tulang terbuka harus dilakukan sebelum
golden periode terlampaui agar sasaran akhir penanganan patah tulang terbuka
tercapai walaupun ditinjau dari segi prioritas penanganannya, tulang secara primer
menempati urutan prioritas ke 6.
Sasaran akhir yang dimaksud adalah
-
Mencegah sepsis
Menyembuhkan tulang
Pulihnya fungsi
PEMBERIAN ANTIBIOTIK
Mikroba yang ada dalam tulang terbuka sangat bervariasi, tergantung dimana
patah tulang ini terjadi. Pemberian antibiotic yang tepat sukar utnuk ditentukan,
hanya saja sebagai pemikiran dasar, sebaiknya antibiotic dengan spectrum luas,
untuk kuman gram positif maupun gram negative.
DAFTAR PUSTAKA
1. Candle, R.J. et al. : Sevare open fractures of the tibia. J. Bone and Joint
Sutg, 69 A:801-809, 1987.
2. Chapman, M.D : The Role of Intramedullary Fixation in Open Fractures.
Orthopaedic Clinical and Related Research, no.212;26-34,1986, J.B.
Lippincott Company Philadelpia.
3. Cristian, L.c.E.O., et al. : Reconstruction of Large Diaphyseal Defects,
With Free Fibular Transfer, in grade III B tibial fractures. J. Bone and
Join Surg., 71-A: 994-`004, 1989.
4. Fischer, M.D.et al. : The timing of flap coverage, bone grafting, and have a
fracture of the tibial shaft with extensive soft tissue injury. J. Bone and
Joint Surg., 73-A: 1316-1330, 1991.
5. Gustilo, R.B., et al : Prevantion of infection in the treatment of one
thousand and twenty five open fractures of long bones. J. Bone and Joint
Surg., 58-A: 453-458, 1976.
6. Gustilo, R.B. : Orthopaedic Infection .W.B. Saunders Co.1989.
7. Suhardiyono : Studi Banding (Debridemen) Nail vs (Debridemen) Cast
pada fraktur Cruris Terbuka Sederhana. Karya akhir studi bedah
Orthopaedi FK Unair 1992.
8. Suhendra H. : pemeriksaan bakteriologis pada patah tulang terbuka. Karya
akhir studi bedah Orthopaedi FK. Unair 1992.
9. Wilkins, J., Patzakis, M. : Choice and duration of antibiotics in open
fractures. The Orthopaedic Clinics of Northt America, 22:1991.
BATASAN
-
Patah tulang adalah terputus atau atau hilangnya kontinuitas dari struktur
tulang, epiphyseal plate serta cartilage (tulang rawan sendi).
Disebut patah tulang tertutup bias struktur jaringan kulit di atas / disekutar
patah tulang masih utuh / intak.
PATOFISIOLOGI
Patah atau hilangnya kontinuitas struktur tulang dipengaruhi oleh 2 faktor
1. Factor ekstrinsik
a. Adalah gaya dari luar yang bereaksi pada tulang
b. Tergantung dar I besarnya, waktu/lamanya dan arah gaya tersebut dapat
menyebabkan patah tulang.
c. Beberapa macam gaya
-
Gaya tension
Gaya kompresi
Gaya shear
2. Factor intrinsic
Beberapa sifat-sifat yang penting dari tulang yang menentukan daya tahan
untuk timbulnya fraktur
a. Kapasitas absorbs dari energy
b. Daya elastisitas
c. Daya terhadap kelelahan
d. Densitas / kepadatan
Fraktur dapat digolongkan berdasarkan
1. Trauma langsung
a. Trauma langsung pada tulang yang bersangkutan
b. Trauma tumpul (crush) yang mengakibatkan selain fraktur juga disertai
dengan kerusakan jaringan lunak yang luas.
c. Trauma penertasi (akibat luka tembak)
7
2.
Pembengkakan
Deformitas
Palpasi (fell0 :
-
tegang lokal
Nyeri tekan
Krepitasi
function lease
5. Radiologi :
a. 2 arah (antero, posterior dan lateral)
b. 2 arah waktu yang berbeda (saat setelahtrauma dan 10 hari setelah
trauma)
c. 2 sendi : sendi proksimal dan distal dari faktur terlihat pada film.
d. 2 ekstremitas : sebagai pembanding, bila garis faktur meragukan,
terutama pada anak-anak.
PENATALAKSANAAN
1. Pertolongan darurat Emiegency)
Pemasangan bidai (splint)
a. Mencegah kerusakan jaringan lebih lanjut
b. Mengurangi rasa nyeri
c. Menekan kemungkinan terjadinya embolo lemak dan syok
d. Memudahkan transportasi dan pengambilan foto
2. Pengobatn definiti
a. Reposisi secara tertutup
-
b. Imobilisasi
-
c. Traksi kulit
d. Traksi tulang
e. Reposisi secara terbuka
Melakukan repsoisi dengan cara operasi kemudian melakukan imobilisasi dengan
menggunakan diksasi interna yang dapat berupa plat, pen atau kawat.
C. Rehabilitasi
Tujuan utama
1. Mempertahankan ruang gerak sendi
2. Mempertahankan kekuatan otot
3. Mempercepat proses penyembuhan fraktur
4. Mempercepat mengembalikan fungsi penderita
Latihan terdiri dari
a. Mempertahankan ruang gerak sendi
-
Latihan otot
b. Latihan berjalan
KOMPLIKASI
1. Dini (early)
2. Lanjut (late)
3. Bisa diakibatkan oleh traumanya sendiri (initial injury) atau akibat tindakan
kita (pengobatan) / iatrogenic.
Kpmplikasi karena rauma / intial injury
Dini
1. Lokal :
a. Kulit :
-
Nekrosis
Thrombosis vena
Osteomielitis
Nekrosis avaskuler
2. Komplikasi jauh
a. Emboli lemak
b. Emboli paru
c. Tetanus
Lanjut
1. Lokal
10
a. Sendi
b. Kaku sendi
c. Degenerasi sendi
d. Tulang
e. Gangguan proses penyembuhan malunion, delayed union, non union
f. Gangguan pertumbuhan
g. Otot
h. post traumatic myositis ossificans
2. Komplikasi jauh renal calculi
Komplikasi akibat pengobatan Iatrogenik
a. Kulit akrena tekanan :
-
cast sores
b. Vascular :
-
volkmanns ischemic
Gangrene
11
12
Tendon tibialis anterior dan posterior memendek, sehingga kaki bagian depan
(forefoot) menjadi aduksi dan inversi.
Tulang
Mc Kay : deformitas utama pada C.T.E.V. adalah terputarnya tulang-tulang
midtarsal dan subtalar pada talus ke medial.
Kalau tidak diobati dini, talus akan menjurus ke bawah (equines) kalkeneus
menjadi varus os navikulare terletak di sebelah medial talus.
Kuneiforme dan kuboid berbentuk wajik (wadge). Metatarsal melengkung ke
medial.
GEJALA KLINIS
1. Bayi baru lahir harus ditentukan diagnosisnya apakah bentuk kaki fisiologis
(karena posisi dalam uterus); test dorsofleksi pada pergelangan kaki. Bila ibu
jari kaki bisa menyentuh krista tibia, ini adalah fisiologis, bukan C.T.E.V.
2. Anak jalan terlambat
3. Kalau sudah jalan, bentuk kaki varus equines, penebalan (callocity) pada
bagian lateral atau depan lateral dari kaki.
Inspeksi
1. Betis mengecil, kaki sering rotasi ke medial
2. Equines pada pergelangan kaki
3. Letak tumit tinggi, kadang mengecil
4. Varus pada subtalar
5. Adduksi dan varus pada midtarsal dan forefoot
Palpasi dan pergerakan
1. Bagaimana derajat ketegangan ?
2. Bayi yang baru lahir (24 jam) harus dilakukan test dorsofleksi
X-ray
1. Foto AP dan lateral
Untuk mengetahui posisi talus sebagai penuntun pengobatan, hubungan talus
dengan tulang-tulang sekitarnya : kalkaneus, navikular-metatarsalia, tibia
dengan talus.
DIAGNOSIS BANDING
Cacat bawaan
14
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Apley, A.G. Salomon, L. : Apleys System of Orthopaedics and fractures.
6th.ed., Butterworths & Co., 1982,p.306
2. Carroll N: Clubfoot. In : Lovell and Winters pediatric Orthopaedics, vol.
2,3rd.ed., Morissy R.T.(ed), J.B. Lippincott Co, Philadelphia, 1990,p.927.
3. Mc.Kay, D.W. : New Concept and Approach to Club Foot Treatment, Section
I Principles and Motbid Anatomy. J. Ped. Orthopaedic, 3:3447,1982.
4. Sukarman, I.P. : Naskah Kuliah Klasikal Ilmu Bedah, 1991.
16
SPONDILITIS TUBERKOLUSA
BATASAN
Spondilitis tuberkulosa adalah infeksi kronis berupa infeksi granulomatosis
disebabkan oleh kuman spesifik yaitu Mycobacterium tuberculosa yang mengenai
tulang vertebra.
PATOFISIOLOGI
Osteomielitis tuberkulosa atau tuberkolusis tulang selalu sekunder dari tbc tempat
lain di tubuh. Sering pada anak-anak penyebaran secara hematogen. Yang sering
terkena adalah tulang panggung (vertebral bodies) dan disebut spondilitis tbc
(Potts disease).
Lebih 50% dari tbc tulang / sendi mengenai tilang panggung, dan likalisasi yang
tersering adalah torakal bagian bawah, torako lumbal dan lumbal bagian atas.
Diduga sering karena penyebaran hematogendari infeksi staktus urinarius melalui
pleksus batson. Infeksi tbc vertebra ditandai dengan proses destruksi tulang
progresif tetapi lambat di bagian depan (anterior vertebal body). Penyebaran dari
jaringan yang mengalamipengejuan akan menghalangi proses pembentukan tulang
sehingga berbentuk tuberculos squestra. Sedangkan jaringan granulasi tbc akan
penetrasi ke korteks dan terbentuk abses paravertebral yang dapat menjalar ke atas
/ bawah lewat legamentum longitudinal anterior dan posterior. Sedangkan diskus
intervertebralis oleh karena avaskular lebih resisten tetapi akan mengalami
dihidrasi dan terjadi penyempitan oleh karena dirusak jaringan granulasi tbc.
Kerusakan progresif bagian anaterior vertebra akan menimbulkan kiposis.
GEJALA KLINIS
Gejala umum
1. Keadaan umum yang menurun
2. Anoreksia, malaise, semer (Jaws), keringat dingin dan gejala-gejala seperti
penyakit tbc pada umumnya.
Gejala lokal
1. Nyeri panggung, gibus, abses dingin
17
18
19
20
DIAGNOSIS
Diagnosis didahului didahului dengan anamnesis dimana 50% biasanya ada
trauma atau kelainan-kelainan yang mendahuluinya misalnya infeksi saluran
napas.
Gejala umum
Panas badan, malaise, nausea, anoreksia dan anak tampak sakit.
Gejala lokal
1. Nyeri konstan dan hebat pada salah satu tulamh panjang
2. Bengkak dn kemerahan
3. Nyeri tekan dan ada pseudo paralyse
Diagnosis dini osteomielitis akut hematogen berdasarkan pada diagnosis klisis
saja oleh karena kelainan radiologis tidak akan tampak pada minggu pertama.
Kelainan radiologis berupa : rarefaction dan periostal reaction baru tampak
pada hari ke 7-10.
Kelainan laboratories yang mendukung berupa
1. Leukositosis
2. LED meningkat
3. Kultur darah 50% positif
PENATALAKSANAAN
Osteomielitis akut hematogen adalah keadaan yang serius dan diagnosis harus
cepat dan sendini mungkin oleh karena pengobatan sedini mungkin akan sangat
mempengaruhi prognosis / penyembuhan penyakitnya. Begitu diagnosis
ditegakkan (hanya berdasar diagnosis klinis), pengobatan secara sistemik harus
segera di berikan.
1. Tirah Baring, analgesic
2. Supportive therapy, pemberian cairan intravena, transfuse bila diperlukan.
3. Imobilisasi : untuk mengurangi rasa nyeri atau mencegah kontraktor.
4. Pemberian antibiotic secara parenteral (2 minggu pertama)baru dilanjutkan
peroral.
Antibiotic pilihan pertama adalah golongan xloksacillin. Bila hasil kultur ada,
antibiotic diganti dengan yang sesuai sensitivity test.
21
5. Setelah 24 jam dengan terapi yang adekuat seperti di atas, tetapi tidak ada
penurunan gejala sistemik / lokal, segera dikerjakan drilling atau membuka
perios untuk dekompresi.
6. Antibiotic diberikan minimal 4 minggu, dihentikan bila LED normal pada
pemeriksaan 2x selang 1 minggu.
KOMPLIKASI
1. Dini
a. Mati oleh karena septisemia
b. Abses ditempat lain oleh karena penyebaran infeksi, misalnya abses otak,
paru-paru, hepar dan lain-lain.
2. Lanjut
a. Osteomielitis kronis
b. Kontraktor sendi
c. Gangguan pertumbuhan
Osteomielitis kronis
Pengobatan yang tidak adekuat pada keadaan akut akan menyebabkan penyulit /
peradangan menahan tulang (osteomilitis kronis) atau juga oleh diagnosis yang
lambat.
Gejala klinis :
Gejala umum tidak menonjol seperti pada periode akut, kecuali pada keadaan
dlare up (eksaserbasi akut).
Gejala lokal
Nyeri, bengkak, draining sinus, kontraktor sendi dan lain-lain.
Gambaran radiologis
1. Skwester (tulang mati)
2. clove
3. Involukrum laboratories
4. LED meningkat
5. Anemia
22
Pengibatna
Pengobatan pada oesteomilitis kronis sangat sulit oleh karena sangat jarang kita
bisa melakukan terapi infeksi secara tuntas.
Antibiotic diberikan secara sitemik dan lokal. Semua abses, skwester diambil
dengan cara guttering.
Kadang-kadang operasi rekonstruksi diperlukan misalnya
1. boen graft
2. Tandur alih kulit (skin graft)
Amputasi juga dikerjakan bila keadaan sangat membahayakan jiwa
Aristis septic akut
Bila kuman piogenik menyerang sendi synovial akan terjadi artistis septic yang
bis amenimbulkan kerusakan sendi.
Sendi yang paling terkena adalah
1. Sendi panggil
2. Sendi siku
Ini disebabkan oleh karena bagian metafisenya berada di dalam sendi, sehingga
bila terdapat infeksi dan menyebar keluar, kuman secara direk akan masuk sendi
dan menimbulkan atritis seeptik.
Etiologi
Penyebaran langsung ke sendi oleh kuman-kuman Staphylococcus. Kumankuman lain yang jarang
1. Streptococcus
2. H. influenza
3. Gonococcus
Gejala klinis dan diagnosis
Gejala umum
1. Panas
2. Anoreksia
3. Nausea
Gejala lokal
1. Pembengkakan sendi
2. Merah
23
24
25
26
27
28
29
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Denis, F : Spinal instability as Defined by the Three Collum Spine Concept in
Acute SPINALTRAUMA. Clin, Orthop, 189:65-76,1984.
2. Deckson, R.A., : Spinal Surgery Science and Practice. Butterwordhs, London,
1990.p.307-336.
3. Garfin,S.R., Rothman, R.H. : Traumatis spondylolithesis of the axis. In: The
cervical Spine, 2nd.ed., Henry, H.S.(ed), J.B. Lippincott Co., Philadelphia,
1989,p.344-354.
4. Prijambodo, B., Abdurrahman, sunartomo : Management of the cervival spine
injury in Verlag, Wien, 1990,p.66-73.
5. Projambodo, B., Hafid,A.,Abdurrahman : Penatalaksanaan Cedera Daerah
Servikal Surabaya J.Surg.,3:122-133,1990.
6. Stauffer,S. : management of Spinal Fracture. Orthop.Clin.North.Am., 17 (1),
W.B. Saunders Co., Philadhelphia, 1986.
7. Wil Berger,J.E.: Diagnosis and Management of Spinal Cord Trauma J. neuro
trauma, 8 : 21-28, 1991.
8. Young, W. : acute, restorative and regenerative therapy of spinal cord injury.
In The Outcome Following Traumatic Spinal Cord Injury. Piepmeir, J.M.(ed),
Fatuna Publishing Co., New York,pp.173-197.
31
kembali
pembuluh
arteri
utama
yang
mana
dapat
32
33
3. Perdarahan yang terjadi pada luka bagian tubuh proksimal cukup dilakukan
hebat tekan untuk menghentikan perdarahan.
4. Amputate dikirim dengan cara dibungkus dengan kain balut yang steril atau
bersih dan dimasukkan dalam kantong plastik I dan diikat kedap air.
Selanjutnya dimasukkan ke dalam kantong plastik II yang berisi campuran air
dan potongan es batu sehingga memungkinkan untuk mendapat suhu sekitar
4oC.
5. Penderita dan amputate dibawah kerumah sakit yang mempunyai fasilitas dan
tenaga untuk melakukan replantasi. Menurut OBrien & Miller dengan cara
pendinginan sekitar 4oC amputate dapat dipertahankan sampai 24 jam. Tetapi
pengalaman Siemer sebaiknya replantasi harus sudah dikerjakan dalam waktu
16 jam setelah terjadi amputasi.
Indikasi untuk melakukan rujukanberdasarkan indikasi replantasi :
Indikasi absolut
1. Amputasi pada ibu jari
2. Amputasi jari telunjuk dengan tidak adanya jari tengah
3. Amputasi jari tengah dengan tidak adanya jari tengah
4. Amputasi pada beberapa jari
5. Semua amputasi pada anak-anak
6. Amputasi setinggi telapak tangan
Indikasi relatif
1. Amputasi ibu jari setinggi distal dari sendi PIP
2. Amputasi jari telunjuk dengan masih adanya jari tengah atau maputasi
setinggi distal dari sendi PIP
3. Amputasi jari tengah dengan kerusakan sendi PIP
4. Amputasi jari dengan masih adanya jari telunjuk dan jari tengah.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan
1. Umur
a. Pada anak-anak dan dewasa muda hasilnya paling baik
34
35
36
37