Anda di halaman 1dari 24

RESUME MATERI JIGSAW (FRAKTUR, GIGITAN ULAR, COMBUSTIO)

Angota kelompok:

1. Muhammad Irsan Jauhari (40902000057) Combustio


2. Ervina Azizah (40902000029) fraktur.
3. Indah Nur Hidayah (40902000037) fraktur
4. Muhammad supian sauri (40902000060) combustion
5. Rosada (40902000076) gigitan ular
6. Amrina Rosyada (40902000055) gigitan ular
7. Muhammad Lintang (40902000058) gigitan ular
8. Bagas Tegar (40902000012) fraktur
9. Bayu Suseno (40902000013) Fraktur
10. leny yuliana (40902000045) luka bakar
11. lisa kusuma dewi (40902000048)luka bakar
12. Suryo Agung Prabowo (40902000087)Ggitan ular
13. Dhesyana Affianti (40902000020) fraktur
14. Tri Nur Windia (40902000090) gigitan ular
15. Ulinnuha Nur Riza (40902000091) gigitan ular
16. Muhammad Zaki Hibatullah Riyadi (40902000062) fraktur
17. Lisa Nurul (40902000049) Combustio
MATERI 1: FRAKTUR

Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang , kebanyakan fraktur akibat dari
trauma, beberapa fraktur sekunder terhadap proses penyakit seperti osteoporosis
yang menyebabkan fraktur yang patologis (mansjoer,2001) Fraktur adalah setiap
patah tulang, biasanya si sebabkan oleh trauma atau tenaga fisik (price &
wilson,2006) Fraktur adala terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur
akibat dari trauma ,beberapa fraktur sekunder terhadap proses penyakit seperti
ostteoporosis, yang menyebabkan fraktur yang patologis (mansjoer,2001). Fraktur
adalah setiap patah tulang , biasanya si sebabkan oleh trauma atau tenaga fisik (price
& wilson,2006)

Etiologi
1. Trauma langsung
Patah tulang pada tempat benturan
2. Trauma tidak langsung
• Patah tulang tidak pada tempat benturan
• Trauma tenaga fisik (tabrakan atau benturan)
• Penyakit pada tulang (penyakit penuaan ,kanker tulang ).
• Degenerasi

Klasifikasi
a. Menurut Depkes Ri (1995),berdasarkan luas dan garis traktur meliputi:
Fraktur komlit adalah patah yang tulang terbagi menjadi dua bagian dan garis
patahnya menyebrang dari satu sisi ke sisi lain. Fraktur inkomplit adalah patah
ada diskontinuitas jaringan tulang dengan garis patah tidak menyebrang
sehingga tidak mengenai seluruh korteks.
b. Menurut black dan matassarin (1993) berhuungan dengan dunia luar . Fraktur
tertutup yaitu tanpa adanya komplikasi ,kuit masih utuh tulang tidak keluar
melewati kulit . Fraktur terbuka yaitu fraktur yang merusak jaringan kulit ,karna
adanya hubungan dengan lingkungan luar yang berpotensil terjadi infeksi
Penatalaksanaan
Tatalaksana fraktur yang tepat akan dapat mengurangi nyeri, kecacatan dan dan
komplikasi yang berat. Berikut adalah prinsip-prinsip penanganan kegawat-
daruratan pada kasus fraktur.
a. Imobilisasi bagian tubuh yang mengalami fraktur sebelum korban dipindah
b. Jika pasien harus dipindah sebelum dipasang splint (bidai), tahan bagian atas dan
bawah daerah fraktur untuk mencegah gerakan rotasi atau anguler
c. Pembidaian dilakukan secara adekuat terutama pada sendi-sendi disekitar fraktur
d. Pada tungkai kaki, kaki yang sehat dapat digunakan sebagai bidai
e. Pada ekstremitas atas, lengan dipasang plester elastik ke dada atau lengan bawah
dipasang sling
f. Status neurovaskuler bagian bawah fraktur dikaji untuk menentukan adekuasi
perfusi jaringan perifer dan fungsi saraf.
Biasanya alat yang digunakan minimal terdiri dari bidai sesuai ukuran dan kain
pengikat bidai. Panjang pendek bidai tergantung dari area yang akan di bidai. Misal
pembidaian kaki disesuaikan dengan ukuran kaki yang akan di bidai. Bidai harus
melebihi panjang kaki. Kain pengikat bidai yang digunakan dapat berupa kain
mitela yang dilipat-lipat sehingga berbentuk mamanjang. Jumlah kain sesuai
dengan panjang bidai. Berikut prosedur pembidaian pada kaki akibat adanya fraktur
pada tangan atau kaki:
a. Cuci tangan dan pakai sarung tangan
b. Dekatkan alat-alat ke pasien
c. Berikan penjelasan kepada pasien tentang prosedur tindakan yang akan
dilakukan
d. Bagian ekstremitas yang cidera harus tampak seluruhnya, pakaian harus dilepas
kalau perlu digunting
e. Periksa nadi, fungsi sensorik dan motorik ekstremitas bagian distal dari tempat
cidera sebelum pemasangan bidai
f. Jika ekstrimitas tampak sangat bengkok dan nadi tidak ada, coba luruskan
dengan tarikan secukupnya, tetapi bila terasa ada tahanan jangan diteruskan,
pasang bidai dalam posisi tersebut dengan melewati 2 sendi
g. curiga adanya dislokasi pasang bantal atas bawah jangan mencoba untuk
diluruskan
h. Bila ada patah tulang terbuka, tutup bagian tulang yang keluar dengan kapas
steril dan jangan memasukkan tulang yang keluar ke dalam lagi, kemudian baru
dipasang bidai dengan melewati 2 sendi
i. Periksa nadi, fungsi sensorik dan motorik ekstremitas bagian distal dari tempat
cidera setelah pemasangan bidai
j. Bereskan alat-alat dan rapikan pasien
k. Lepas hand schoen dan cuci tangan

Pengkajian Keperawatan
A. Survey Primer
o Airway dan C spine Immobilization : bebas/sumbatan
o Breathing : Kontrol ventilasi, nafas spontan/tidak RR
o Circulation : Kontrol perdarahan, nadi, akral, tensi
o Disability : Kesadaran/GCS/pupil
o Exposure: paparan

B. Survey sekunder
1. Riwayat Trauma
2. Riwayat penyakit terdahulu
3. Riwayat alergi
4. Pemeriksaan fisik
- Kepala dan wajah
- Cervikal spine
- Thorax
- Abdomen
- Ekstremitas
4 komponen yang harus diperiksa
- Kulit yang melindungi penderita dari kehilangan cairan dan infeksi
- Fungsi neuromuskular
- Status sirkulasi
- Integritas ligamentum dan tulang
Lingkup pemeriksaan fisik
1. Lihat dan tanya (warna dan perfusi, luka, deformitas, memar, bandingkan
dengan ekstremitas sebelahnya)
2. Raba, pemeriksaan fungsi neurologis, pemeriksaan nyeri tekan, dan stabilitas
sendi dinilai secara klinis.
3. Pemeriksaan sirkulasi, pulsasi bagian area distal tiap ekstremitas dengan
palpasi

Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut b.d spasme otot, gerakan fragmen tulang, cedera jaringan lunak.
2. Gangguan integritas kulit b.d fraktur terbuka
3. Resiko infeksi b.d ketidakadekuatan pertahanan primer

Intervensi keperawatan
Dx nyeri akut
1. Imobilisasi area fraktur
2. Kolaborasi pemberian analgesik
3. Anjurkan penggunaan distraksi relaksasi
4. Terapi kognitif
5. Berikan informasi penyebab nyeri

Dx. Gangguan integritas kulit b.d fraktur terbuka


1. Bebat tekan pada daerah cedera
2. Lakukan imobilisiasi sesuai prosedur
3. Berikan posisi yang nyaman
4. Observasi keadaan kulit

Dx Resiko infeksi
1. Lakukan perawatan luka sesuai prosedur (SPO)
2. Kolaborasi pemberian antibiotik
3. Anjurkan menjaga kebersihan area luka
Penyembuhan fraktur dapat dicapai dengan:
1. Imobilisasi dengan gips atau traksi
2. Mempertahankan penjajaran
3. Pencegahan rotasi
4. Latihan pergerakan sendi secara aktif
5. Penggunaan keempat ekstremitasnya
MATERI 2: GIGITAN ULAR

Pengertian

Gigitan ular merupakan kejadian gawatdarurat yang disebabkan oleh bisa


atau racun kompleks yang masuk kedalam tubuh melalui gigitan ular selain itu
racun dapat disemprotkan ke mata maupun ke mukosa dengan tujuan untuk
pertahanan ular. Bisa ular sedikit demi sedikit menyesuaikan untuk membunuh
mangsa secara cepat menetapkan dan menghilangkan fungsi berbagai reseptor sel
terhadap manusia maupun pada hewan, masalah ini bisa menimbulkan multi-organ
atau multi-sistem yang bisa mengakibatkan pendarahan, gangguan thrombosis,
hemostasis yang berkepanjangan, kelumpuhan neuromuskuler, nekrois jaringan,
kerusakan otot umum, kardiotoksisitas, cedera ginjal akut, syock hipovolamic dan
efek lain tergantung jenis/ spesies ular dan kategori racun dalam bisa (World health
organization, 2019).

Etiologi

Terdapat 3 famili ular yang berbisa, yaitu Elapidae, Hidrophidae, dan


Viperidae. Bisa ular dapat menyebabkan perubahan lokal, seperti edema dan
pendarahan. Banyak bisa yang menimbulkan perubahan lokal, tetapi tetap dilokasi
pada anggota badan yang tergigit. Sedangkan beberapa bisa Elapidae tidak terdapat
lagi dilokasi gigitan dalam waktu 8 jam.

Daya toksik bisa ular yang telah diketahui ada beberapa macam:

a. Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah (hematoxic)


Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa ular yang menyerang
dan merusak (menghancurkan) sel-sel darah merah dengan jalan
menghancurkan stroma lecethine (dinding sel darah merah), sehingga sel darah
menjadi hancur dan larut (hemolysin) dan keluar menembus pembuluh-
pembuluh darah, mengakibatkan timbulnya perdarahan pada selaput tipis
(lender) pada mulut, hidung, tenggorokan, dan lain-lain.
b. Bisa ular yang bersifat saraf (Neurotoxic)
Yaitu bisa ular yang merusak dan melumpuhkan jaringan-jaringan sel saraf
sekitar luka gigitan yang menyebabkan jaringan-jaringan sel saraf tersebut mati
dengan tanda-tanda kulit sekitar luka gigitan tampak kebiru-biruan dan hitam
(nekrotis). Penyebaran dan peracunan selanjutnya mempengaruhi susunan
saraf pusat dengan jalan melumpuhkan susunan saraf pusat, seperti saraf
pernafasan dan jantung. Penyebaran bisa ular keseluruh tubuh, ialah melalui
pembuluh limfe.
c. Bisa ular yang bersifat Myotoksin
Mengakibatkan rabdomiolisis yang sering berhubungan dengan maemotoksin.
Myoglobulinuria yang menyebabkan kerusakan ginjal dan hiperkalemia akibat
kerusakan selsel otot.
d. Bisa ular yang bersifat kardiotoksin
Merusak serat-serat otot jantung yang menimbulkan kerusakan otot jantung.
e. Bisa ular yang bersifat cytotoksin
Dengan melepaskan histamin dan zat vasoaktifamin lainnya berakibat
terganggunya kardiovaskuler.
f. Bisa ular yang bersifat cytolitik
Zat ini yang aktif menyebabkan peradangan dan nekrose di jaringan pada
tempat gigitan.
g. Enzim-enzim
Termasuk hyaluronidase sebagai zat aktif pada penyebaran bisa.

Patofisiologi

Bisa ular yang masuk ke dalam tubuh, menimbulkan daya toksin. Toksik
tersebut menyebar melalui peredaran darah yang dapat mengganggu berbagai
system. Seperti, sistem neurogist, sistem kardiovaskuler, sistem pernapasan. Pada
gangguan sistem neurologis, toksik tersebut dapat mengenai saraf yang
berhubungan dengan sistem pernapasan yang dapat mengakibatkan oedem pada
saluran pernapasan, sehingga menimbulkan kesulitan untuk bernapas. Pada sistem
kardiovaskuler, toksik mengganggu kerja pembuluh darah yang dapat
mengakibatkan hipotensi. Sedangkan pada sistem pernapasan dapat mengakibatkan
syok hipovolemik dan terjadi koagulopati hebat yang dapat mengakibatkan gagal
napas.
Manifesasi Klinis

Secara umum, akan timbul gejala lokal dan gejala sistemik pada semua
gigitan ular. Gejala lokal: edema, nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis (kulit
kegelapan karena darah yang terperangkap di jaringan bawah kulit). Sindrom
kompartemen merupakan salah satu gejala khusus gigitan ular berbisa, yaitu terjadi
oedem (pembengkakan) pada tungkai ditandai dengan 5P: pain (nyeri), pallor
(muka pucat), paresthesia (mati rasa), paralysis (kelumpuhan otot), pulselesness
(denyutan).

Tanda dan gejala khusus pada gigitan family ular:

a. Gigitan Elapidae
Misal: ular kobra, ular weling, ular welang, ular sendok, ular anang, ular cabai,
coral snakes, mambas, kraits), cirinya:
1. Semburan kobra pada mata dapat menimbulkan rasa sakit yang berdenyut,
kaku pada kelopak mata, bengkak di sekitar mulut.
2. Gambaran sakit yang berat, melepuh, dan kulit yang rusak.
3. 15 menit setelah digigit ular muncul gejala sistemik. 10 jam muncul
paralisis urat-urat di wajah, bibir, lidah, tenggorokan, sehingga sukar
bicara, susah menelan, otot lemas, kelopak mata menurun, sakit kepala,
kulit dingin, muntah, pandangan kabur, mati rasa di sekitar mulut dan
kematian dapat terjadi dalam 24 jam.
b. Gigitan Viperidae/Crotalidae
Misal pada ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo, cirinya:
1. Gejala lokal timbul dalam 15 menit, atau setelah beberapa jam berupa
bengkak di dekat gigitan yang menyebar ke seluruh anggota badan.
2. Gejala sistemik muncul setelah 50 menit atau setelah beberapa jam.
3. Keracunan berat ditandai dengan pembengkakan di atas siku dan lutut
dalam waktu 2 jam atau ditandai dengan perdarahan hebat.
c. Gigitan Hydropiidae
Misalnya, ular laut, cirinya:
1. Segera timbul sakit kepala, lidah terasa tebal, berkeringat, dan muntah.
2. Setelah 30 menit sampai beberapa jam biasanya timbul kaku dan nyeri
menyeluruh, dilatasi pupil, spasme otot rahang, paralisis otot,
mioglobulinuria yang ditandai dengan urin warna coklat gelap (ini penting
untuk diagnosis), ginjal rusak, henti jantung.
d. Gigitan Crotalidae
Misalnya ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo, cirinya:
1. Gejala lokal ditemukan tanda gigitan taring, pembengkakan, ekimosis,
nyeri di daerah gigitan, semua ini indikasi perlunya pemberian polivalen
crotalidae antivenin.
2. Anemia, hipotensi, trombositopeni.

Tanda dan gejala lain gigitan ular berbisa dapat dibagi ke dalam beberapa kategori:

a. Efek lokal, digigit oleh beberapa ular viper atau beberapa kobra menimbulkan
rasa sakit dan perlunakan di daerah gigitan. Luka dapat membengkak hebat dan
dapat berdarah dan melepuh. Beberapa bisa ular kobra juga dapat mematikan
jaringan sekitar sisi gigitan luka
b. Perdarahan, gigitan oleh famili viperidae atau beberapa elapid Australia dapat
menyebabkan perdarahan organ internal, seperti otak atau organ-organ
abdomen. Korban dapat berdarah dari luka gigitan atau berdarah spontan dari
mulut atau luka yang lama. Perdarahan yang tak terkontrol dapat menyebabkan
syok atau bahkan kematian.
c. Efek sistem saraf, bisa ular elapid dan ular laut dapat berefek langsung pada
sistem saraf. Bisa ular kobra dan mamba dapat beraksi terutama secara cepat
menghentikan otot-otot pernafasan, berakibat kematian sebelum mendapat
perawatan. Awalnya, korban dapat menderita masalah visual, kesulitan bicara
dan bernafas, dan kesemutan.
d. Kematian otot, bisa dari russell’s viper (Daboia russelli), ular laut, dan
beberapa elapid Australia dapat secara langsung menyebabkan kematian otot
di beberapa area tubuh. Debris dari sel otot yang mati dapat menyumbat ginjal,
yang mencoba menyaring protein. Hal ini dapat menyebabkan gagal ginjal.
e. Mata, semburan bisa ular kobra dan ringhal dapat secara tepat mengenai mata
korban, menghasilkan sakit dan kerusakan, bahkan kebutaan sementara pada
mata.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium dasar, pemeriksaaan kimia darah, hitung sel
darah lengkap, penentuan golongan darah dan uji silang, waktu protrombin, waktu
tromboplastin parsial, hitung trombosit, urinalisis, penentuan kadar gula darah,
BUN dan elektrolit. Untuk gigitan yang hebat, lakukan pemeriksaan fibrinogen,
fragilitas sel darah merah, waktu pembekuan dan waktu retraksi bekuan.

Penatalaksanaan
a. Prinsip penanganan pada korban gigitan ular:
1. Menghalangi penyerapan dan penyebaran bisa ular.
2. Menetralkan bisa.
3. Mengobati komplikasi.
b. Pertologan pertama
Pertolongan pertama, pastikan daerah sekitar aman dan ular telah pergi segera
cari pertolongan medis jangan tinggalkan korban. Selanjutnya lakukan prinsip
RIGT, yaitu:
R: Reassure: Yakinkan kondisi korban, tenangkan dan istirahatkan korban,
kepanikan akan menaikan tekanan darah dan nadi sehingga racun akan lebih
cepat menyebar ke tubuh. Terkadang pasien pingsan/panik karena kaget.
I: Immobilisation: Jangan menggerakan korban, perintahkan korban untuk
tidak berjalan atau lari. Jika dalam waktu 30 menit pertolongan medis tidak
datang, lakukan tehnik balut tekan (pressure-immoblisation) pada daerah
sekitar gigitan (tangan atau kaki) lihat prosedur pressure immobilization (balut
tekan).
G: Get: Bawa korban ke rumah sakit sesegera dan seaman mungkin.
T: Tell the Doctor: Informasikan ke dokter tanda dan gejala yang muncul ada
korban.
c. Prosedur Pressure Immobilization (balut tekan):
1. Balut tekan kaki
 Istirahatkan (immobilisasikan) Korban.
 Keringkan sekitar luka gigitan.
 Gunakan pembalut elastis.
 Jaga luka lebih rendah dari jantung.
 Sesegera mungkin, lakukan pembalutan dari bawah pangkal jari kaki
naik ke atas.
 Biarkan jari kaki jangan dibalut.
 Jangan melepas celana atau baju korban.
 Balut dengan cara melingkar cukup kencang namun jangan sampai
menghambat aliran darah (dapat dilihat dengan warna jari kaki yang
tetap pink).
 Beri papan/pengalas keras sepanjang kaki.
2. Balut tekan pada tangan:
 Balut dari telapak tangan naik keatas. ( jari tangan tidak dibalut).
 Balut siku & lengan dengan posisi ditekuk 90 derajat.
 Lanjutkan balutan ke lengan sampai pangkal lengan.
 Pasang papan sebagai fiksasi.
 Gunakan mitela untuk menggendong tangan.
d. Penatalaksanaan selanjutnya
 ABU 2 flacon dalam NaCl diberikan per drip dalam waktu 30 – 40
menit.
 Heparin 20.000 unit per 24 jam.
 Monitor diathese hemorhagi setelah 2 jam, bila tidak membaik, tambah
2 flacon ABU lagi. ABU maksimal diberikan 300 cc (1 flacon = 10 cc).
 Bila ada tanda-tanda laryngospasme, bronchospasme, urtikaria atau
hipotensi berikan adrenalin 0,5 mg IM, hidrokortisone 100 mg IV.
 Kalau perlu dilakukan hemodialise.
 Bila diathese hemorhagi membaik, transfusi komponen.
 Observasi pasien minimal 1 x 24 jam Catatan: Jika terjadi syok
anafilaktik karena ABU, ABU harus dimasukkan secara cepat sambil
diberi adrenalin.
 Pemberian ABU
Managemen luka gigitan ular

Pada bagian tubuh yang digigit dapat terbentuk bulla yang besar dan tegang yang
membutuhkan aspirasi jika terancam ruptur. Abses harus dibersihkan, surgical
debridement diindikasikan untuk menghilangkan risiko sepsis anaerobik. Agar
tidak terjadi infeksi pada luka gigitan, pasien dapat diberikan antibiotic spektrum
luas seperti gentamisin dan benzylpenisilin, amoxicillin atau cefalosporin dan
gentamisin. Deteksi dini terhadap sindrom kompartemen juga penting, observasi
adanya tandatanda peningkatan tekanan intrakompartemen seperti pembengkakan
disertai nyeri hebat yang immobile dan dingin. Anti bisa ular harus segera diberikan
karena dapat menurunkan tekanan dan myonekrosis. Fasiotomi hanya diindikasikan
jika tidak ada perbaikan setelah pemberian anti bisa ular.

Diagnosa

 Pola nafas tidak efektif ( D.0005)

 Nyeri akut b.d gigitan ular ( D.0077 )

 Risiko infeksi b.d ketidakadekuatan pertahanan tubuh ( D.0142 )

 Intoleransi aktivitas b.d kelemahan (D.0056 )

Intervensi

1. Pola nafas tidak efektif ( D.0005)

Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan pola nafas efektif kembali


dengan kriteria hasil : frekuensi nafas 16-24x/mnit, bernafas mudah, tidak
didapatkan penggunaan otot-otot tambahan, bersuara secara adekuat
- Buka jalan nafas ( dengan cara head tilt, chin lift,dll)
- Atur posisi semi fawler
- Berikan pelembab udara kassa basah Auskultasi bunyi nafas
- Kolaborasi pemberian oksigen
2. Nyeri akut b.d gigitan ular ( D.0077 )

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan gangguan nyeri klien


teratasi dengan kriteria hasil : klien melapor tidak nyeri lagi
- Kaji skala nyeri pasien menggunakan skala PQRST
- Atur posisi senyaman mungkin
- Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam
- Ciptakan lingkungan yang tenang dan anjurkan klien istirahat yang cukup
- Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik
3. Risiko infeksi b.d ketidakadekuatan pertahanan tubuh ( D.0142 )

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan infeksi tidak terjadi


dengan kriteria hasil:
- Lakukan pengikatan pada daerah atas luka 15-30 cm dari luka gigitan
- Pertahankan teknik isolasi
- Cuci tangan sebelum atau sesudah melakukan tindakan
- Pertahankan teknik aseptic
- Kolaborasi pemberian anti bisa ular
- Kolaborasi pemberian antibiotic, obat SABU
4. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan (D.0056 )

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan intoleransi aktivitas


teratasi dgn kriteria hasil: klien dapat memenuhi kebutuhan secara mandiri,
klien dapat ikut serta dalam proses pengobatan
- Pantau kemampuan klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari
- Bantu klien dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari
- Anjurkan keluarga klien untuk ikut serta dalam tindakan pemulihan
kesehatan
- Anjurkan klien untuk istirahat dan tidak melakukan aktivitas yang tidak
perlu
MATERI 3: COMBUSTIO

1. Definisi
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan adanya kontak dengann sumber panas seperti api, air panas,
bahann kimia, listrik, dan radiasi (Moenajar, 2022)
2. Penyebab
a. Luka Bakar Suhu Tinggi(Thermal Burn)
 Gas
 Cairan
 Bahan padat (Solid)
b. Luka Bakar Bahan Kimia (hemical Burn)
c. Luka Bakar Sengatan Listrik (Electrical Burn)
d. Luka Bakar Radiasi (Radiasi Injury)
3. Klasifikasi
a. Luka bakar superficial ( derajat pertama) mis. Luka bakar oleh sinar
matahari, kulit yang terkena hanya bagian epidermis saja.
b. Ketebalan parsial ( derajat dua) mis. Lepuh,kulit yang terkena termasuk
epidermis dan bagian dermis
c. Ketebalan penuh (derajat tiga) mis. Ledakan, arus listrik, kulit yang
terkena termasuk epidermis, keseluruhhann dermis dan kadang jaringan
subkutan.
4. Patofisiologi
Pajanan panas yang menyentuh permukaan kulit mengakibatkan kerusakan
pembuluh darah kapiler kulit dan peningkatan permeabilitasnya.
Peningkatan permeabilitas ini mengakibatkan edema jaringan dan
pengurangan cairan intravaskular. Kerusakan kulit akibat luka bakar
menyebabkan kehilangan cairan terjadi akibat penguapan yang berlebihan
di derajat 1, penumpukan cairan pada bula di luka bakar derajat 2, dan
pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat 3. Bila luas luka bakar
kurang dari 20%, biasanya masih terkompensasi oleh keseimbangan cairan
tubuh, namun jika lebih dari 20% resiko syok hipovolemik akan muncul
dengan tanda-tanda seperti gelisah, pucat, dingin, nadi lemah dan cepat,
serta penurunan tekanan darah dan produksi urin. Kulit manusia dapat
mentoleransi suhu 44°C (111°F) relatif selama 6 jam sebelum mengalami
cedera termal (Prasetyo, Ibrahim, & Somantri, 2014).
5. Kriteria berat ringannya (american burn association)
a. Luka bakar ringan
- luka bakar derajat ii < 15%
- luka bakar derajat ii < 10% pada anak-anak
- luka bakar derajat iii < 1%
b. Luka bakar sedang
- luka bakar derajat ii 15-25% pada orang dewasa
- - luka bakar derajat ii 10-20% pada anak-anak
- luka bakar derajat iii < 10%
c. Luka bakar berat
- Lb. Derajat ii 25% atau lebih pada orang dewasa
- Lb. Derajat ii 20% atau lebih pada anak-anak
- Lb. Derajat iii 10% atau lebih
- Lb. Mengenai tangan, wajah, telinga, mata, kaki dan
genetalia/perineum.
- Lb. Dengan cedera inhalasi, listrik, disertai trauma lain

6. Manifestasi Klinis
Menurut Effendi, 1999 manifestasi klinik yang muncul pada luka
bakar sesuai dengan kerusakannya :
a. Grade I
Kerusakan pada epidermis, kulit kering kemerahan, nyeri sekali,
sembuh dalam 3-7 dan tidak ada jaringan parut.
b. Grade II
Kerusakan pada epidermis dan dermis, terdapat vesikel dan edema
subkutan, luka merah, basah dan mengkilat, sangat nyeri, sembuh
dalam hari tergantung komplikasi infeksi.
c. Grade III
Kerusakan pada semua lapisan kulit, tidak ada nyeri, luka merah
keputihputihan dan hitam keabu-abuan, tampak kering, lapisan yang
rusak tidak sembuh sendiri maka perlu Skin graff.
7. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan non farmakologi
 Bebaskan pakaian yang terkena.
 Irigasi dengan air yang kontinyu
 Hilangkan rasa nyeri
 Perhatikan airway, breathing dan circulation
 Identifikasi bahan penyebab
 Perhatikan bila mengenai mata
 Penanganan selanjutnya sama seperti penanganan luka bakar.
b. Penatalaksanaan farmakologi
Tindakan yang dilakukan antara lain terapi cairan, fisioterapi dan
psikiatri pasien dengan luka bakar memerlukan obat-obatan topikal
karena eschar tidak dapat ditembus dengan pemberian obat antibiotik
sistemik. Pemberian obat-obatan topikal anti mikrobial bertujuan tidak
untuk mensterilkan luka akan tetapi untuk menekan pertumbuhan
mikroorganisme dan mengurangi kolonisasi, dengan pemberian obat-
obatan topikal secara tepat dan efektif dapat mengurang terjadinya
infeksi luka dan mencegah sepsis yang seringkali masih terjadi
penyebab kematian pasien
8. Pemeriksaan penunjang
Menurut Doenges M.E (2000) pemeriksaan penunjang yang diperlukan
adalah :
1. Hitung darah lengkap: Peningkatan Hematokrit menunjukkan
hemokonsentrasi sehubungan dengan perpindahan cairan. Menurutnya
2. Hematokrit dan sel darah merah terjadi sehubungan dengan kerusakan
oleh panas terhadap pembuluh darah.
3. Leukosit akan meningkat sebagai respon inflamasi
4. Analisa Gas Darah (AGD) : Untuk kecurigaan cidera inhalasi
5. Elektrolit Serum. Kalium meningkat sehubungan dengan cidera jaringan,
hipokalemia terjadi bila diuresis.
6. Albumin serum meningkat akibat kehilangan protein pada edema
jaringan
7. Kreatinin meningkat menunjukkan perfusi jaringan
8. EKG : Tanda iskemik miokardial dapat terjadi pada luka bakar
9. Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan luka
bakar selanjutnya.
9. Pathway

Pengkajian keperawatan menurut Majid (2013), meliputi:


1) Pengkajian Primer (Primary Survey)
Setiap pasien luka bakar harus dianggap sebagai pasien trauma, karenanya
harus dicek airway, breathing dan circulation, disability, dan exposure
terlebih dahulu (Anita, 2019)
a) Airway
Pada luka bakar ditemukan adanya sumbatan akibat edema mukosa jalan
nafas di tambah secret yang di produksi berlebihan (hipersekresi) dan
mengalami pengentalan. Apabila terdapat kecurigaan adanya trauma
inhalasi, maka segera pasang Endotracheal Tube (ET). Tanda-tanda
adanya trauma inhalasi antara lain adalah: terkurung dalam api, luka
bakar pada wajah, bulu hidung yang terbakar, dan sputum yang hitam.
b) Breathing
Eschar yang melingkari dada dapat menghambat pergerakan dada untuk
bernapas, segera lakukan escharotomi. Periksa juga apakah ada trauma-
trauma lain yang dapat menghambat pernapasan, misalnya
pneumothorax, hematothorax, dan fraktur costae. Kaji pergerakan
dinding thorax simetris atau tidak, ada atau tidaknya kelainan pada
pernafasan misalnya dispnea, takipnea, bradipnea, ataupun sesak. Kaji
juga apakah ada suara nafas tambahan seperti snoring, gargling, ronkhi
atau wheezing. Selain itu dikaji juga kedalaman nafas pasien.
c) Circulation
Luka bakar menimbulkan kerusakan jaringan sehingga menimbulkan
edema, pada luka bakar yang luas dapat terjadi syok hipovolumik karena
kebocoran plasma yang luas. Kaji ada tidaknya penurunan tekanan darah
kelainan detak jantung misalnya takikardi, bradikardia. Kaji juga ada
tidaknya sianosis, capiler refil time memanjang, kondisi akral, dan nadi
pasien. Manajemen cairan pada pasien luka bakar, dapat diberikan
dengan Formula Baxter. Formula Baxter
(1) Total cairan: 4cc x berat badan x luas luka bakar
(2) Berikan 50% dari total cairan dalam 8 jam pertama, sisanya dalam 16
d) Disability
Moenadjat (2009), pada pasien penurunan kesadaran, kehilangan sensasi
dan reflex, pupil anisokor dan nilai GCS.
d) Exposure
Pada pasien dengan luka bakar terdapat hipertermi akibat inflamasi
(Moenadjat, 2009). Suhu tubuh akan menurun secara besar dengan luka
bakar berat, hal ini disebabkan akibat evaporasi cairan pada kulit karena
suhu tinggi luka bakar dan syok hipovolemik. Uji kimia darah
menunjukkan tingginya kalium (akibat kerusakan pada sel) dan
rendahnya kalsium (akibat hipoalbuminemia). Setelah 48 jam setelah
trauma luka, pasien dengan luka bakar berat akan menjadi
hipermetabolik (laju metabolik dapat meningkat hingga 3 kali lipat).
Suhu basal tubuh akan meningkat mencapai 38,5 0C akibat adanya
respon inflamasi sistemik terhadap luka bakar. Respon imun pasien juga
akan menurun karena adanya down regulation pada reseptor sehingga
meningkatkan resiko infeksi dan juga hilangnya barier utama pertahanan
tubuh yaitu kulit (Rudall & Green, 2010).
2) Pengkajian sekunder (Secondary Survey)
Secondary Survey ini merupakan pemeriksaan secara lengkap yang
dilakukan secara head to toe, dari depan hingga belakang. Pemeriksaan data
subyektif didapatkan dari anamnesis riwayat pasien yang merupakan bagian
penting dari pengkajian pasien. Riwayat pasien meliputi keluhan utama,
riwayat masalah kesehatan sekarang, riwayat medis, riwayat keluarga,
social, dan system (Emergency Nursing Association, 2007).
a) Keluhan utama: Luas cedera akibat dari intesitas panas (suhu) dan durasi
pemajanan, jika terdapat trauma inhalasi ditemukan keluhan stridor,
takipnea, dyspnea, dan penafasan seperti bunyi burung gagak (Kidd,
2010)
b) Riwayat penyakit sekarang: Mekanisme trauma perlu diketahui karena
ini penting, apakah penderita terjebak dalam ruang tertutup, sehingga
kecurigaan terhadap trauma inhalasi yang dapat menimbulkan obstruksi
jalan nafas. Kapan kejadiannya terjadi (Sjaifuddin, 2006).
c) Riwayat penyakit dahulu: Penting dikaji untuk menentukan apakah
pasien mempunyai penyakit yang tidak melemahkan kemampuan untuk
mengatasi perpindahan cairan dan melawan infeksi (misalnya diabetes
melitus, gagal jantung kongestif, dan sirosis) atau bila terdapat masalah-
masalah ginjal, pernapasan atau gastro intertisnal. Beberapa masalah
seperti diabetes, gagal ginjal dapat menjadi akut selama proses
pembakaran. Jika terjadi cedera inhalasi pada keadaan penyakit
kardiopulmonal (misalnya gagal jantung kongestif, emfisema) maka
status pernapasan akan sangat terganggu (Hudak dan Gallo, 1996).
d) Riwayat penyakit keluarga: kaji riwayat keluarga yang kemungkinan
bisa ditularkan atau diturunkan secara genetic kepada pasien seperti
penyakit DM, hipertensi, asma, TBC, dll
e) Review of system
10. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan integritas kulit
b. Nyeri akut
c. Resiko infeksi
11. Intervensi Keperawatan
a. Gangguan integritas kulit
kriteria hasil :
- Kerusakan lapisan kulit membaik
- Tekstur membaik
Intervensi
Observasi
- Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis. Perubahan
sirkulasi,perubahan status nutrisi, penurunan efek dari foto therapi
,suhu lingkungan eksterem, penurunan mobilitas )
Terapeutik
- Ubah posisi setiap 2 jam
- Gunakan produk berbahan petrolium atau minyak pada kulit kering
atau pelembab
Edukasi
- Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya

b. Nyeri akut

kriteria hasil :
-keluhan nyeri menurun ( 0-1 )
-meringis menurun
-gelisah menurun
Intervensi

Observasi
-identifikasi lokasi,
karakteristik,durasi,frekuensi,kualitas,intensitas nyeri
-identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
Teraupetik
-berikan posisi yang nyaman
-berikan tehnik non-farmakologi untuk mengurangi rasa nyeri
(distraksi,kompres hangat/dingin, relaksasi )
Edukasi
-jelaskan strategi meredakan nyeri
Kolaborasi
-kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

c. Resiko Infeksi
kriteria hasil :
-tidak ada tanda-tanda infeksi
- Nyeri menurun
- leukosit membaik

Intervensi
Observasi :
 monitor tanda dan gejala infeksi local dan sistemik

Teraupetik

 berikan perawatan kulit pada area edema dengan tehnik septic


aseptic

Edukasi
 ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
 ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi

Kolaborasi

Kolaborasi pemberian imunisasi, Jika Perlu


DAFTAR PUSTAKA

Alhidayat, N. S., Handayani, D. E., Halimah, N., & Zakariati, Z. (2022). Faktor-
Faktor Yang Mempengaruhi Tindakan Perawat Dalam Penanganan
Kedaruratan Fraktur Di Ruang Instalasi Gawat Darurat Di Rumah Sakit TK.
II Pelamonia Makassar. Jurnal Kesehatan Medika Udayana, 8(01), 48-60.

Anita. (2019). MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN


KEGAWATDARURATAN PADA TN “Y” DENGAN DIAGNOSIS
THERMAL BURN INJURY (COMBUTSIO) DI RUANG UNIT LUKA
BAKAR RSUP DR WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR.
Stikespanakkukang.Ac., 1.

Dewi, N. N. A. T. (2021). ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


GANGGUAN MOBILITAS FISIK PADA TN. GS YANG MENGALAMI
OPEN FRAKTUR TIBIA FIBULA DEXTRA 1/3 PROXIMAL DI IGD
BRSUD KABUPATEN TABANAN (Doctoral dissertation, Poltekkes
Kemenkes Denpasar).

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, PersatuanPerawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

WHO. Guidelines for Management of Snake-bites, 2nd Edition. World Health


Organization, 2016

Anda mungkin juga menyukai