Anda di halaman 1dari 13

Laporan Pendahuluan

Fraktur Radius Ulna

Oleh :
Aprila Tri Astuti (P27220016008)
Atika Nanda Hartanti (P272200160011)
Darisma Triyan Purnamasari (P272200160016)

Program Studi D III Keperwatan


Poltekkes Kemenkes Surakarta
2018
A. PENGERTIAN
Fraktur adalah diskontinuitas atau kepatahan pada tulang baik bersifat terbuka atau
tertutup. Fraktur Radiusulna terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya,yang dapat diabsorpsi (Sjamsuhidajat,2005) Patah tulang terbuka
disebut juga dengan compound fracture terseburmemiliki beberapa definisi dari
masing-masingliteratur. Salah satu pengertianyang dikemukakan tersebut adalah
keadaan patah tulang yang terjadidengan adanya hubungan antarajaringan tulang yang
patah tersebutdengan lingkungan eksternal dari kulit,sehingga dapat mengakibatkan
infeksi(Sjamsuhidajat,
2004).

B. PATHWAY
C. JENIS FRAKTUR
a. Fraktur komplit : patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami
pergeseran.
b. Fraktur tidak komplit : patah hanya pada sebagian dari garis tengah tulang.
c. Fraktur tertutup : kulit tidak robek
d. Fraktur terbuka : fraktur dengan luka pada kulit atau membrane mukosa sampai
kepatahan tulang.
e. Greenstick : fraktur dengan salah satu sisi tulang patah, sedangkan sisi yang lain
membengkak.
f. Transversal : fraktur sepanjang garis tengah tulang.
g. Kominutif : fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen.
h. Depresi : fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedepan.
i. Kompresi : fraktur dimana tulang mengalami kompresi (tulang belakang).
j. Patologik : terjadi pada tulang oleh ligament tendo atau daerah perlekatannya.

D. ETIOLOGI
a. Trauma
b. Gerakan pintir mendadak.
c. Kontraksi otot extreme
d. Keadaan patologik : osteoporosis, neoplasma

E. KLASIFIKASI
Klasifikasi fraktur terbuka menurut Stanley (2011), meliputi:
Grade I
Luka kecil kurang dan 1 cm, terdapat sedikit kerusakan jaringan, tidak terdapat
tanda-tanda trauma yang hebat pada jaringan lunak, biasanya bersifat simpel,
tranversal, oblik pendek atau komunitif.

Grade II
Laserasi kulit melebihi 1 cm tetapi tidak terdapat kerusakan jaringan yang hebat
atau avulsi kulit. Terdapat kerusakan yang sedang dan jaringan.
Grade III
kerusakan yang hebat pada jaringan lunak termasuk otot, kulit dan struktur
neovaskuler dengan kontaminasi yang hebat. Dibagi dalam 3 sub tipe: tipe IIIA
yaitu jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah, tipe IIIB disertai dengan
kerusakan dan kehilangan jaringan lunak, tulang tidak dapat di cover soft tissue,
tipe IIIC disertai cidera arteri yang memerlukan repair segera. Debridement
merupakan suatu tindakan eksisi yang bertujuan untuk membuang jaringan
nekrosis maupun debris yang mengahalangi proses penyembuhan luka dan
potensial terjadi atau berkembangnya infeksi sehingga merupakan tindakan
pemutus rantai respon inflamasi sistemik dan maupun sepsis. Tindakan ini
dilakukan sejak awal mungkin, dan dapat dilakukan tindakan ulangan sesuai
kebutuhan (Smeltzer & Bare (2002).

F. MANIFESTASI KLINIK
1. Fraktur Colles
a. Fraktur metafisis distal radius dengan jarak _+ 2,5 cm dari permukaan sendi
distal radius
b.  Dislokasi fragmen distalnya kearah posterior/dorsal
c. Subluksasi sendi radioulnar distal
d.  Avulsiprosesusstiloideus ulna.
2. Fraktur Smith
Penonjolan dorsal fragmen proksimal, fragmen distal di sisi volar pergelangan, dan
deviasike radial (garden spade deformity).
3. FrakturGaleazzi
Tampak tangan bagian distal dalam posisi angulasike dorsal .Pada pergelangan
tangan dapat dirabaton jolanujung distal ulna.
4. FrakturMontegia
Terdapat 2 tipe yaitu tipeekstensi (lebihsering) dan tipe fleksi. Padat ipeekstensi
gaya yang terjadi mendorong ulna kearah hiperekstensi dan pronasi. Sedangkan
padati pefleksi, gaya mendorong dari depan kearah fleksi yang menyebabkan
fragmen ulna mengadakan angulasike posterior.

G. PENATALAKSANAAN
Berikut adalah penatalaksanaan frakturan tebrachii menurut Mansjoer (2000):
1. Fraktur Colles Pada fraktur Collestanpa dislokasihanya diperlukan imobilisas
Dengan pemasangan gipssir kular di bawah sikuselama 4 minggu. Bila disertai
dislokasi diperlukan tindakan reposisi tertutup. Dilakukan dorsofleksi
fragmendistal, traksi kemudian posisi tangan volar fleksi, deviasi ulna (untuk
mengoreksi deviasiradial) dan diputar kearah pronasio (untuk mengoreksi
supinasi).Imobilisasi dilakukan selama 4 - 6 minggu.

2. Fraktur Smith
Dilakukan reposisi dengan posisi tangan diletakkan dalam posisi dorsofleksi
ringan, deviasi ulnar, dan supinasi maksimal (kebalikanposisi Colles).Lalu
diimobilisasi dengan gips di atassiku selama 4 - 6 minggu.
3. Fraktur Galeazzi
Dilakukan reposisi dan imobilisasi dengan gips diatas siku, posisi netral untuk
dislokasi radius ulna distal, deviasi ulnar, danfleksi.
4. Fraktur Montegia
Dilakukan reposisi tertutup .Asisten memegang lengan atas, penolong melakukan
tarikan lengan bawahke distal, kemudian diputar kearah supinasi penuh. Setelah
itu, dengan jari kepala radius dicoba ditekan ketempat semula.Imobilisasi gips
sirkuler dilakukan di atas siku dengan posisi siku fleksi 90° dan posisi lengan
bawah supinasi penuh. Bila gagal, dilakukan reposisi terbuka dengan pemasangan
fiksasiin terna Open Reduction InternalFixatie (ORIF) (plate-screw).

Pada kasus ini menggunakan dua metode operasi yaitu dengan debridement dan
menggunakan internal fixasi karena dengan metode konservatif sudah tidak
mungkin dapat dilakukan, hal ini dikarenakan fragmen fraktur sulit untuk
menyambung dengan baik. Selain itu, penyambungan tulang fragmen langsung
lebih baik dari pada tanpa operasi (Muttaqin, 2009).

TERAPI DAN PENATALAKSANAN KEPERAWATAN


Agar hasil tindakan memberikan hasil yang maximal.”Goal” dari tindakan bedah
orthopaedi adalah maximum rehabilitasi penderita secara utuh (“Maximum
rehabillitation of patients as a whole”).
Tindakan yang harus diperhatikan agar ektremitas dapat berfungsi sebaik-baiknya
maka penanganan pada trauma ektremitas meliputi 4 hal (4 R) yaitu :
a. RECOGNITION
Untuk dapat bertindak dengan baik, maka pada trauma ektremitas perlu diketahui
kelainan yang terjadi akibat cedernya. Baik jaringan lunak maupun tulangnya
dengan cara mengenali tanda-tanda dan gangguan fungsi jaringan yang
mengalami cedera.
Fraktur merupakan akibat dari sebuah kekerasan  yang dapat menimbulkan
kerusakan pada tulang ataupun jaringan lunak sekitarnya.
Dibedakan antara trauma tumpul dan tajam. Pada umumnya trauma tumpul akan
memberikan kememaran yang “diffuse” pada jaringan lunak termasuk gangguan
neurovaskuler yang akan menentukan ektremitas.
b. REDUCTION
Adalah tindakan mengembalikan ke posisi semula, tindakan ini diperlukan agar
sebaik mungkin kembali ke bentuk semula agar dapat berfungsi kembali sebaik
mungkin . Penyembuhan memerlukan waktu dan untuk mempertahankan hasil
reposisi(retaining) penting dipikirkan tindakan berikutnya agar rehabilitasi dapat
memberikan hasil sebaik mungkin.
c. RETAINING
Adalah tindakan imobilisasi untuk memberi istirahat pada anggota gerak yang
sehat mendapatkan kesembuhan. Imobilisasi yang tidak adequat dapat
memberikan dampak pada penyembuhan dan rehabilitasi.
d. REHABILLITASI
Adalah mengembalikan kemampuan dari anggota/alat yang sakit/cedera agar
dapat berfungsi kembali. Falsafah lama mengenai rehabilitasi ialah suatu tindakan
setelah kuratif dan hanya mengatasi kendala akibat sequaele atau kecacatan;
padahal untuk mengembalikan fungsi sebaiknya rehabilitasi, yang menekankan
pada fungsi, akan lebih berhasil bila dapat dilaksanakan secara dini, mencegah
timbulnya kecacatan.
e. DISLOKASI
Dislokasi sendi perlu dilakukan reposisi segera karena akibat dari penundaan
akan dapat menimbulkan keadaan avaskuler nekrosis dari bonggol tulang yang
menyebabkan nyeri pada persendian serta kekakuan sendi.
Dalam fase shock lokal (antara 5-20 menit) dimana terjadi relaksasi dari otot
sekitar sendi dan rasa baal (hypestesia) reposisi dapat dilakukan tanpa narkose,
lewat dari fase shock lokal diperlukan tindakan dengan pembiusan untuk
mendapatkan relaksasi waktu melakukan reposisi. Apabila tidak berhasil maka
perlu dipikirkan terjadi “button hole ruptur” dari kapsul (simpai) sendi yang dapat
“’mencekik” sirkulasi perdarahan daerah bonggol sendi, hal ini memerlukan
tindakan reposisi terbuka. Untuk mendapatkan lingkup gerak sendi yang baik,
maka selama dilakukan imobilisasi diberikan latihan isometrik kontraksi otot
guna mencegah”disuse Athrophy”.

H. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengakajian
a. Pengumpulan data
1.) Identitas pasien mencakup nama, alamat, umur, status, agama, suku bangsa,
pendidikan, pekerjaan, tempat tanggal lahir, diagnosa medis
2.) Identitas penanggung jawab mencakup nama, alamat, tempat tanggal. lahir,
status, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan pasien.
b. Riwayat kesehatan
1.) Keluhan utama
2.) Riwayat kesehatan sekarang
3.) Riwayat kesehatan dahulu
4.)  Riwayat kesehatan keluarga
c.  Pola- pola fungsi kesehatan
   1.) Pola pesepsi dan tata laksana hidup sehat
Perubahan penatalaksanaan dan pemeliharaan kesehatan sehingga dapat
menimbulkan perawatan diri.
2.) Pola nutrisi dan metabolisme
Terjadi gangguan nutris karena klien merasakan nyeri sehingga tidak toleran
terhadap makanan dan klien selalu ingin muntah.
3.)  Pola eliminasi
Terjadi gangguan karena klien tidak toleran terhadap makanan sehingga terjadi
konstipasi.
         4.)  Pola aktivitas dan latihan
Akan terjadi kelemahan dan kelelahan.
5.)  Pola persepsi dan konsep diri
Tidak terjadi gangguan / perubahan dalam diri klien.
6.)  Pola sensori dan kognitif
Kurangnya pengetahuan akan menyebabkan collic abdomen yang berulang.
7.)   Pola reproduksi dan seksual
Tidak terjadi dalam gangguan dalam pola reproduksi dan seksual.
8.)  Pola hubungan peran
Kemungkinan akan terjadi perubahan peran selama klien sakit sehubungan dengan
proses penyakitnya.
9.) Pola penanggulangan stress
Bagaimana cara klien mengatasi masalahnya.
10.)  Pola tata nilai dan kepercayaan
Tidak terjadi gangguan pada pola tata nilai dan kepercayaan.
d. Pemeriksaan fisik
1.) Kondisi umum
2.) TTV : Tekanan Darah, respirasi, suhu, nadi
3.) Head to toe:
a.) Rambut : warna rambut, ada lesi atau tidak, kondisi rambut
b.) Mata : anemis atau tidak
c.) Telinga : simetris atau tidak
d.) Hidung : simetris tidak, ada polip tidak
e.) Mulut : mukosa bibir kering atau tidak
f.) Dada : melakukan inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi
g.) Ekstermitas: kaji ada tidaknya edema atau sianosis, kaji kekuatan otot
h.) Abdomen
- Pnspeksi : kaji terdapat lesi atau luka tidak, bentuk abdomen
simetris atau tidak, warna kulit
- Palpasi : ada pembesaran organ atau tidak
- Perkusi : suara perut pekak atau tidak
- Auskultasi : bising usus normal atau tidak
i.) Genetalia: terpasang DC atau tidak

2. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri b.d luka operasi.
2. Mobilitas fisik b.d pemasangan gips dan fiksasi.
3. Risiko tinggi terjadi infeksi b.d luka post operasi.
4. Kurang pengetahuan klien tentang perubahan tingkat aktivitas yang boleh
dilakukan dan perawatannya saat di rumah.

3. Perencanaan Keperawatan
1. Nyeri b.d luka operasi
Kriteria hasil :
 Nyeri berkurang sampai dengan hilang.
 Ekspresi wajah tenang.
Intervensi:
1. Observasi tanda-tanda vital (TD, S, N, P)
Rasional: Peningkatan tanda-tanda vital menunjukkan adanya nyeri.
2. Kaji keluhan, lokasi, intensitas dan karakteristik nyeri.
Rasional: Menentukan tindakan yang tepat sesuai kebutuhan klien.
3. Ajarkan tehnik relaksasi nafas dalam.
Rasional: Nafas dalam dapat mengendorkan ketegangan sehingga
dapat mengurangi rasa nyeri.
4. Beri posisi yang nyaman pada tulang yang fraktur sesuai anatomi.
Rasional: Posisi anatomi membuat rasa nyaman dan melancarkan
sirkulasi darah.
5. Anjurkan klien untuk imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah
baring.
Rasional: Mengurangi nyeri dan mencegah kesalahan posisi tulang.
6. Beri therapi analgetik sesuai program medik.
Rasional: Menghambat dan menekan rangsang nyeri ke otak.

2. Mobilitas fisik b.d pemasangan gips atau fiksasi.


Kriteria hasil:
 Kebutuhan hygiene, nutrisi, dan eliminasi terpenuhi.
 Klien dapat melakukan aktivitas secara bertahap sesuai kemampuan
klien dan sesuai program medik.
intervensi:
1. Observasi tanda-tanda vital (S, N, TD, P)
Rasional: Sebagai data dasar untuk menentukan tindakan
keperawatan.
2. Kaji tingkat kemampuan klien dalam beraktivitas secara mandiri.
Rasional: Menentukan tindakan keperawatan sesuai kondisi klien.
3. Bantu klien dalam pemenuhan kebutuhan hygiene nutrisi, eliminasi
yang tidak dapat dilakukan sendiri.
Rasional: Kerjasama antara perawat dan klien yang baik
mengefektif-kan pencapaian hasil dari tindakan keperawatan yang
dilakukan.
4. Dekatkan alat-alat dan bel yang dibutuhkan klien.
Rasional: Klien dapat segera memenuhi kebutuhan yang dapat
dilakukan sendiri.
5. Libatkan keluarga dalam membantu pemenuhan kebutuhan klien.
Rasional: Kerjasama antara perawat dan keluarga klien akan
membantu dalam mencapai hasil yang diharapkan.
6. Anjurkan dan bantu klien untuk mobilisasi fisik secara bertahap
sesuai kemampuan klien dan sesuai program medik.
Rasional: Mobilisasi dini secara bertahap membantu dalam proses
penyembuhan.

3. Resiko tinggi terjadi infeksi b.d luka post operasi.


Kriteria hasil:
 Infeksi post operasi tidak terjadi.
 Klien tidak mengalami infeksi tulang.
Rencana Tindakan :
1. Observasi tanda-tanda vital (TD, N, S, P)
Rasional:Peningkatan tanda-tanda vital menunjukkan adanya
infeksi.
2. Rawat luka operasi dengan tehnik aseptik.
Rasional: Mencegah dan menghambat berkembang biaknya bakteri.
3. Tutup daerah luka dengan kasa steril.
Rasional: Kasa steril menghambat masuknya kuman dalam luka.
4. Jaga daerah luka tetap bersih dan kering.
Rasional: Luka yang kotor dan basah menjadi media yang baik bagi
perkembangbiakan bakteri.
5. Beri terapi antibiotik sesuai program medik.
Rasional: Antibiotik menghambat hidup dan berkembang biaknya
bakteri.

4. Kurang pengetahuan tentang perubahan tingkat aktivitas yang boleh


dilakukan dan perawatan di rumah b.d kurang informasi.
Kriteria hasil:
 Klien dapat mengetahui aktivitas yang boleh dilakukan dan
perawatan saat di rumah.
Rencana Tindakan :
1. Kaji tingkat pengetahuan klien tentang penatalaksanaan perawatan
di rumah.
Rasional: Mengukur sejauh mana tingkat pengetahuan klien.
2. Ajarkan dan anjurkan klien untuk melakukan latihan pasif dan aktif
secara teratur.
Rasional: Dengan latihan aktif dan pasif diharapkan mencegah
terjadinya kontraktur pada tulang.
3. Berikan kesempatan pada klien untuk dapat bertanya.
Rasional: Hal kurang jelas dapat diklarifikasikan kembali.
4. Anjurkan klien untuk mentaati terapi dan kontrol tepat waktu.
Rasional: Mencegah keadaan yang dapat memperburuk keadaan
fraktur.
5. Anjurkan klien untuk tidak mengangkat beban berat pada tangan
yang fraktur.
Rasional :Mencegah stres tulang.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 volume 3,
Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Black, Joyce M (1997). Medical Surgical Nursing, Clinical Management for Continuity of


Care. 5th edition, 3rd volume. Philadelphia. W.B Saunders Company.

Carpenito, Lynda Jual (1997). Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis. Edisi
keenam, Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Doengoes, Marilynn. E (2000). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3, Jakarta. Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Evelyn. C. Pearce (1999). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Cetakan ke-22, Jakarta.
Penerbit PT. Gramedia Pustaka Umum.

Price, Sylvia. A (1995). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 4 buku


2. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai