Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN TEORI

1. KONSEP MEDIS

A. DEFINISI
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya. Fraktur adalah patah tulang biasanya disebabkan oleh
trauma atau tenaga fisik. Fraktur radius adalah fraktur yang terjadi pada
tulang radius akibat jatuh dan tangan menyangga dengan siku ekstensi.

B. ETIOLOGI
Fraktur radius distal adalah salah satu dari macam fraktur yang biasa
terjadi pada pergelangan tangan. Umumnya terjadi karena jatuh dalam
keadaan tangan menumpu dan biasanya terjadi pada anak-anak dan lanjut
usia. Bila seseorang jatuh dengan tangan yang menjulur, tangan akan tiba-tiba
menjadi kaku, dan kemudian menyebabkan tangan memutar dan menekan
lengan bawah. Jenis luka yang terjadi akibat keadaan ini tergantung usia
penderita. Pada anak-anak dan lanjut usia, akan menyebabkan fraktur tulang
radius. Fraktur radius distal merupakan 15 % dari seluruh kejadian fraktur
pada dewasa. Penyebab paling umum fraktur adalah :
1. Benturan/trauma langsung pada tulang antara lain : kecelakaan lalu
lintas/jatuh.
2. Kelemahan/kerapuhan struktur tulang akibat gangguan penyakti seperti
osteoporosis, kanker tulang yang bermetastase. (Sjamsuhidajat dan Jong
W. 2020)

C. PATOFISIOLOGI
Fraktur umumnya terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan
akibat trauma. Trauma tersebut dapat bersifat langsung atau tidak langsung.
Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi
fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat komunitif
ataupun transverse dan jaringan lunak juga mengalami kerusakan. Sementara
itu, pada trauma yang tidak langsung trauma dihantarkan ke daerah yang
lebih jauh dari daerah fraktur dan biasanya jaringan lunak tetap utuh.2
Meskipun hampir sebagian besar fraktur disebabkan kombinasi
beberapa gaya (memutar, membengkok, kompresi, atau tegangan), pola garis
fraktur pada hasil pemeriksaan sinar X akan menunjukkan mekanisme yang
dominan.2 Tekanan pada tulang dapat berupa:

1. Berputar (twisting) yang menyebabkan fraktur bersifat spiral


2. Kompresi yang menyebabkan fraktur oblik pendek
3. Membengkok (bending) yang menyebabkan fraktur dengan fragmen
segitiga ‘butterfly’
4. Regangan (tension) cenderung menyebabkan patah tulang transversal; di
beberapa situasi dapat menyebabkan avulsi sebuah fragmen kecil pada
titik insersi ligamen atau tendon.2
Setelah terjadinya fraktur komplit, biasanya fragmen yang patah akan
mengalami perpindahan akibat kekuatan cedera, gravitasi, ataupun otot yang
melekat pada tulang tersebut. Perpindahan yang terjadi yaitu sebagai berikut:
1. Translasi (shift) – fragmen bergeser ke samping, ke depan, atau ke
belakang.
2. Angulasi (tilt) – fragmen mengalami angulasi dalam hubungannya
dengan yang lain.
3. Rotasi (twist) – Satu fragmen mungkin berbutar pada aksis
longitudinal; tulang terlihat lurus.
4. Memanjang atau memendek – fragmen dapat terpisah atau mengalami
overlap.2
Gambar 2.5 Mekanisme cedera: (a) spiral (twisting); (b) oblik pendek (kompresi); (c)
pola ‘butterfly’ segitga (bending); (d) transversal (tension). Pola spiral dan oblik
panjang biasanya disebabkan trauma indirek energi rendah; pola bending dan
transversal disebabkan oleh trauma direk energi tinggi.2

Pada kebanyakan aktifitas, sisi dorsal dari radius distal cenderung


mengalami tension, sisi volar dari radius distal cenderung mengalami
kompresi, hal ini disebabkan oleh bentuk integritas dari korteks pada sisi
distal dari radius, dimana sisi dorsal lebih tipis dan lemah sedangkan pada
sisi volar lebih tebal dan kuat. Beban yang berlebihan dan mekanisme
trauma yang terjadi pada pergelangan tangan akan menentukan bentuk garis
fraktur yang akan terjadi. (Rasjad C. Trauma.2020)
\

Pathway
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Nyeri hebat pada daerah fraktur dan nyeri bertambah bila ditekan/diraba.
2. Tidak mampu menggerakkan lengan/tangan.
3. Spasme otot.
4. Perubahan bentuk/posisi berlebihan bila dibandingkan pada keadaan
normal.
5. Ada/tidak adanya luka pada daerah fraktur.
6. Kehilangan sensasi pada daerah distal karena terjadi jepitan syarat oleh
fragmen tulang.
7. Krepitasi jika digerakkan.
8. Perdarahan.
9. Hematoma.
10. Syok
11. Keterbatasan mobilisasi.
(Brunner & Suddarth. 2019)

E. KOMPLIKASI
1. Komplikasi awal setelah fraktur adalah syok.
2. Bisa berakibat fatal dalam beberapa jam setelah cedera.
3. Sindroma kompartemen
4. Masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang
dibutuhkan untuk kehidupan jaringan.
5. Tromboemboli
6. Infeksi. (Brunner & Suddarth. 2019)

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Foto rontgen pada daerah yang dicurigai fraktur. Pemeriksaan lainnya yang
juga merupakan persiapan operasi antara lain Darah lengkap, Golongan
darah, Masa pembekuan dan perdarahan, EKG, Kimia darah.
G. PENATALAKSANAAN
1. Medis
Ada beberapa prinsip dasar yang harus dipertimbangkan pada saat
menangani fraktur :
a. Rekognisi
Pengenalan riwayat kecelakaan, patah atau tidak, menentukan
perkiraan yang patah, kebutuhan pemeriksaan yang spesifik, kelainan
bentuk tulang dan ketidakstabilan, tindakan apa yang harus cepat
dilakukan misalnya pemasangan bidai.
b. Reduksi
Usaha dan tindakan untuk memanipulasi fragmen tulang yang patah
sedapat mungkin kembali seperti letak asalnya. Cara penanganan
secara reduksi : Pemasangan gips Untuk mempertahankan posisi
fragmen tulang yang fraktur. Reduksi tertutup (closed reduction
external fixation) Menggunakan gips sebagai fiksasi eksternal untuk
memper-tahankan posisi tulang dengan alat-alat : skrup, plate, pen,
kawat, paku yang dipasang di sisi maupun di dalam tulang. Alat ini
diangkut kembali setelah 1-12 bulan dengan pembedahan.
c. Debridemen
Untuk mempertahankan/memperbaiki keadaan jaringan lunak sekitar
fraktur pada keadaan luka sangat parah dan tidak beraturan.
d. Rehabilitasi
Memulihkan kembali fragmen-fragmen tulang yang patah untuk
mengembalikan fungsi normal. Perlu dilakukan mobilisasi
Kemandirian bertahap.
2. Keperawatan
Tindakan yang harus diperhatikan agar ektremitas dapat berfungsi sebaik-
baiknya maka penanganan pada trauma ektremitas meliputi 4 hal (4 R)
yaitu :
a. Recognition
Untuk dapat bertindak dengan baik, maka pada trauma ektremitas
perlu diketahui kelainan yang terjadi akibat cedernya. Baik jaringan
lunak maupun tulangnya dengan cara mengenali tanda-tanda dan
gangguan fungsi jaringan yang mengalami cedera. Fraktur merupakan
akibat dari sebuah kekerasan yang dapat menimbulkan kerusakan
pada tulang ataupun jaringan lunak sekitarnya. Dibedakan antara
trauma tumpul dan tajam. Pada umumnya trauma tumpul akan
memberikan kememaran yang “diffuse” pada jaringan lunak termasuk
gangguan neurovaskuler yang akan menentukan ektremitas.
b. Reduction
Tindakan mengembalikan ke posisi semula, tindakan ini diperlukan
agar sebaik mungkin kembali ke bentuk semula agar dapat berfungsi
kembali sebaik mungkin . Penyembuhan memerlukan waktu dan
untuk mempertahankan hasil reposisi (retaining) penting dipikirkan
tindakan berikutnya agar rehabilitasi dapat memberikan hasil sebaik
mungkin.
c. Retaining
Tindakan imobilisasi untuk memberi istirahat pada anggota gerak
yang sehat mendapatkan kesembuhan. Imobilisasi yang tidak adequat
dapat memberikan dampak pada penyembuhan dan rehabilitasi.
d. Rehabillitasi
Mengembalikan kemampuan dari anggota/alat yang sakit/cedera agar
dapat berfungsi kembali. Falsafah lama mengenai rehabilitasi ialah
suatu tindakan setelah kuratif dan hanya mengatasi kendala akibat
sequaele atau kecacatan; padahal untuk mengembalikan fungsi
sebaiknya rehabilitasi, yang menekankan pada fungsi, akan lebih
berhasil bila dapat dilaksanakan secara dini, mencegah timbulnya
kecacatan.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Pemeriksaan fisik: data focus
a. Primery survey
1) Airway: Memastikan kepatenan jalan napas tanpa adanya
sumbatan atau obstruksi,
2) Breathing: memastikan irama napas normal atau cepat, pola napas
teratur, tidak ada dyspnea, tidak ada napas cuping hidung,dan
suara napas vesikuler,
3) Circulation: nadi lemah/ tidak teraba, cepat >100x/mt, tekanan
darah dibawah normal bila terjadi syok, pucat oleh karena
perdarahan, sianosis, kaji jumlah perdarahan dan lokasi, capillary
refill >2 detik apabila ada perdarahan.
4) Disability: kaji tingkat kesadaran sesuai GCS, respon pupil
anisokor apabila adanya diskontinuitas saraf yang berdampak
pada medulla spinalis.
5) Exposure/Environment: fraktur terbuka di femur dekstra, luka
laserasi pada wajah dan tangan, memar pada abdomen, perut
semakin menegang.
a. Secondary survey
1) Fokus Asesment
a) Kepala: Wajah, kulit kepala dan tulang tengkorak, mata,
telinga, dan mulut.
b) Leher: lihat bagian depan, trachea, vena jugularis, otot-otot
leher bagian belakang. Temuan yang dianggap kritis: Distensi
vena jugularis, deviasi trakea atau tugging, emfisema kulit
c) Dada: Lihat tampilan fisik, tulang rusuk, penggunaan otot-otot
asesoris, pergerakan dada, suara paru. Temuan yang dianggap
kritis: Luka terbuka, sucking chest wound, Flail chest dengan
gerakan dada para doksikal, suara paru hilang atau melemah,
gerakan dada sangat lemah dengan pola napas yang tidak
adekuat (disertai dengan penggunaaan otot-otot asesoris).
d) Abdomen: Memar pada abdomen dan tampak semakin tegang,
lakukan auskultasi dan palpasi dan perkusi pada abdomen.
Temuan yang dianggap kritis ditekuannya penurunan bising
usus, nyeri tekan pada abdomen bunyi dullness.
e) Pelvis: Daerah pubik, Stabilitas pelvis, Krepitasi dan nyeri
tekan. Temuan yang dianggap kritis: Pelvis yang lunak, nyeri
tekan dan tidak stabil serta pembengkakan di daerah pubik
f) Extremitas: ditemukan fraktur terbuka di femur dextra dan
luka laserasi pada tangan. Anggota gerak atas dan bawah,
denyut nadi, fungsi motorik, fungsi sensorik.Temuan yang
dianggap kritis: Nyeri, melemah atau menghilangnya denyut
nadi, menurun atau menghilangnya fungsi sensorik dan
motorik.

2) Pemeriksaan tanda-tanda vital yang meliputi suhu, nadi, pernafasan


dan tekanan darah. Pemeriksaan status kesadaran dengan penilaian
GCS (Glasgow Coma Scale): terjadi penurunan kesadaran pada
pasien.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b/d agen pencedera fisik (fraktur)
2. Gangguan mobilitas fisik b/d nyeri
3. Gangguan pola tidur b/d kurang control tidur
C. INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan TUJUAN INTERVENSI


1. Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri
Definisi: pengalaman keperawatan selama 3jam observasi
sensori dan emosional diharapkan tingkat nyeri  Identifikasi lokasi, karakteristik,
yang berkaitan dengan expektasi menurun dengan . durasi, frekuensi, intensitas nyeri
kerusakan jaringan yang Kriteria Hasil:  Identifikasi skala nyeri
aktual atau potensial  Keluhan nyeri 5  Identifikasi faktor yang
dengan onset mendadak (menurun) memperberat dan memperingan
atau lambat dan  Sulit tidur 5 (menurun) nyeri
berintensitas ringan  Meringis 5 (menurun) terapeutik
hingga berat yang  Sikap protektif 5  Berikan tekhnik
berlangsung kurang dari (menurun) nonfarmakologis untuk
3 bulan. mengurangi intensitas nyeri
(mis, terapi relaksasi napas
dalam)
 fasilitasi istrahat dan tidur
edukasi
 jelaskan penyebab, periode dan
pemicu nyeri
 jelaskan strategi meredakan
nyeri
 anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
 ajarkan tekhnik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
kolaborasi
 kolaborasi pemberian analgesic
jika perlu.
2. Gangguan mobilitas
fisik b/d nyeri Setelah dilakukan tindakan Dukungan Ambulasi
Definisi :keterbatasan keperawatan selama 3 jam Observasi
dalam gerakan fisik dari diharapkan mobilitas fisik  Identifikasi adanya nyeri atau
satu atau lebih meningkat dengan kriteria keluhan fisik lainnya
ekstremitas secara hasil :  Monitor frekuensi jantung
mandiri  Pergerakan dan tekanan darah sebelum
ekxtremitas 5 memulai ambulasi
(meningkat)  Monitor kondisi umum
 Nyeri 5 (menurun) selama melakukan ambulasi
 Gerakan terbatas Terapeutik
5(menurun)  Fasilitasi aktivasi ambulasi
 Kelemahan fisik dengan alat bantu
5( menurun)  Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
eningkatkan ambulasi
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur
ambulasi
 Anjurkan melakukan
ambulasi dini
 Ajarkan ambulasi sederhana
yang harus dilakukan (mis,
berjalan dari tempat tidur ke
kamar mandi).

3. Gangguan pola tidur Setelah dilakukan Dukungan tidur


b/d kurang control intervensi keperawatan Observasi
tidur. selama 3 jam diharapkan  Identifikasi pola aktivitas
Definisi : gangguan pola tidur membaik dan tidur
kualitas dan kuantitas dengan  Identifikasi faktor
waktu tidur akibat faktor kriteria hasil : penganggu tidur
eksternal  Keluhan sulit  Identifikasi obat yang
tidur 5 (menurun) dikonsumsi
 Keluhan pola Terapeutik
tidur berubah 5  Modifikasi lingkungan (mis.
(menurun) Pencahayaan, kebisingan,
 Keluhan istrahat suhu, matras dan tempat
tidak cukup 5 tidur).
(menurun)  Fasilitasi kehilangan stress
 Kemanpuan sebelum tidur
beraktivitas 5  Tetapkan jadwal tidur rutin
(menurun)  Lakukan prosedur untuk
meningkatkan kenyamanan
Edukasi
 Jelaskan pentingnya tidur
cukup selama sakit
 Anjurkan menepati
kebiasaan waktu tidur
 Anjurkan menghindari
makanan, minuman yang
menganggu tidur
 Ajarkan relaksasi otot
BAB III

PENUTUP

1. KESIMPULAN
Fraktur radius distal adalah salah satu dari macam fraktur yang biasa
terjadi pada pergelangan tangan. Umumnya terjadi karena jatuh dalam
keadaan tangan menumpu dan biasanya terjadi pada anak-anak dan lanjut
usia. Bila seseorang jatuh dengan tangan yang menjulur, tangan akan tiba-
tiba menjadi kaku, dan kemudian menyebabkan tangan memutar dan
menekan lengan bawah. Jenis luka yang terjadi akibat keadaan ini
tergantung usia penderita. Pada anak-anak dan lanjut usia, akan
menyebabkan fraktur tulang radius.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2019. Buku Ajar Medikal Bedah. Jakarta. EGC

Gosling T dan Giannoudis P. Skletal Trauma : Basic Science, Management, and


Reconstruction. Clinical Key: 2020

John L, Anil D, Jamal H et al. Halmiton Bailey’s Demonstration of Physical Sign


in Clinical Surgery 19th Ed. London. CRC Pres. 2019.

Licthman M. David, Bindra R. Randipsingh, Boyer I. Martin et.all, Treatment of


Distal Radius Fractures, Journal of The American Academy of
Ortrhopaedic Surgeons, 2022; Vol. 18; 3:180-187

MA,Murray Jayson, MPH Gross Leeaht, Treatment of Distal Radius Fractures,


Journal of the American Academy of Orthopaedic Surgeons, 2019; Vol.
21; 8:502505

Nana D. Arvind, Joshi Atul, Licthman M. David, Plating of the Distal Radius,
Journal of the American Academy of Orthopaedic Surgeon, 2018 ;
Vol.13; 3:159-171

Rasjad C. Trauma. Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi. Makasar.Bintang


Lamumpatue. 2020.

Sjamsuhidajat dan Jong W. 2019. Buku Ajar Ilmu Bedah Ed 2. Jakarta. EGC.

Anda mungkin juga menyukai