Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN SEMINAR

CHRONIK KIDNEY DISEASE (CKD)

DISUSUN OLEH KELOMPOK 2 :


1. MUH. RASMAN AZWARI
2. RESKY APRIULENDARI.A.HAMID
3. NUR AZIZAH WARIS

CI LAHAN CI INSTITUSI

( ) ( )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
PANRITA HUSADA BULUKUMBA
2022/2023
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur Alhamdulillah kehadirat Allah S.W.T, karena

berkahNya dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan ini

dengan judul “Laporan Pendahuluan CKD (Chronic Kidney Disease)” dapat terselesaikan.

Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas wajib untuk mata kuliah

keperawatan anak di Program Studi Ilmu Keperawatan, Stikes Panrita Husada Bulukumba.

Penyusun menyadari banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah ini, oleh

karena itu segala kritik dan saran membangun dari para pembaca sangat diharapkan oleh

penyusun untuk kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat

bagi kita semua.

Makassar, 26 Januari 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii

DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii

BAB I.........................................................................................................................................1

TINJAUAN TEORI...................................................................................................................1

A. Pengertian CKD..............................................................................................................1

B. Anatomi Ginjal................................................................................................................1

C. Klasifikasi CKD..............................................................................................................6

D. Etiologi CKD..................................................................................................................7

E. Patofisiologi CKD...........................................................................................................7

F. Manifestasi Klinis CKD................................................................................................10

G. Komplikasi CKD.......................................................................................................10

H. Penatalaksanaan Medik.............................................................................................11

BAB II......................................................................................................................................15

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN.................................................................................15

A. Pengkajian.....................................................................................................................15

B. Diagnosis Keperawatan.................................................................................................20

C. Intervensi Keperawatan.................................................................................................21

D. Implementasi.................................................................................................................29

E. Evaluasi.........................................................................................................................29

BAB III PENUTUP..................................................................................................................31

A. Kesimpulan...................................................................................................................31

iii
B. Saran..............................................................................................................................31

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................32

iv
BAB I

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian CKD

CKD (Chronic Kidney Disease) atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan

sebagai kondisi dimana ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif,

irreversibel, dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam

mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi

uremia atau azotemia (Rahayu, 2019).

Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu proses patofisiologis dengan

etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel dan

progresif dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan

keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga menyebabkan uremia (Rachmawati &

Marfianti, 2019).

Gagal ginjal biasanya dibagi menjadi dua kategori yang luas yaitu kronik dan

akut. Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan

lambat,sebaliknya gagal ginjal akut terjadi dalam beberapa hari atau beberapa

minggu. Pada kedua kasus tersebut, ginjal kehilangan kemampuannya untuk

mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan asupan makanan

normal (Umar et al., n.d.).

B. Anatomi Ginjal

1
Ginjal merupakan organ berbentuk seperti kacang yang terletak di kedua sisi

kolumna vertebralis. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibandingkan ginjal kiri karena

tertekan kebawah oleh hati. Kutub atasnya terletak setinggi iga ke 12, sedangkan

kutub atas ginjal kiri terletak setinggi iga kesebelas (Rahayu, 2019).

Ginjal terletak di bagian belakang abdomen atas, di belakang peritoneum, di

depan dua iga terakhir, dan tiga otot besar transversus abdominis, kuadratus

lumborum, dan psoas mayor. Ginjal dipertahankan dalam posisi tersebut oleh bantalan

lemak yang tebal. Ginjal terlindung dengan baik dari trauma langsung, disebelah

posterior (atas) dilindungi oleh iga dan otot-otot yang meliputi iga, seangkan di

anterior (bawah) dilindungi oleh bantalan usus yang tebal.Ginjal kanan dikelilingi

oleh hepar, kolon, dan duodenum, sedangkan ginjal kiri dikelilingi oleh lien, lambung,

pankreas, jejunum dan kolon (Rahayu, 2019).

1. Struktur Ginjal terdiri atas

a. Struktur Makroskopik Ginjal

Pada orang dewasa , panjang ginjal adalah sekitar 12 sampai 13 cm

(4,7 hingga 5,1 inci), lebarnya 6 cm (2,4 inci), tebalnya 2,5 cm (1 inci), dan

beratnya sekitar 150 gram. Secara anatomik ginjal terbagi dalam dua bagian,

yaitu korteks dan medula ginjal.

b. Ginjal terdiri dari:

1) Bagian dalam (internal) medula.

Substansia medularis terdiri dari pyramid renalis yang jumlahnya

antara 18-16 buah yang mempunyai basis sepanjang ginjal, sedangkan

apeksnya mengahadap ke sinus renalis. Mengandung bagian tubulus yang

lurus, ansa henle, vasa rekta dan diktus koligens terminal.

2
2) Bagian luar (eksternal) korteks.

Substansia kortekalis berwarna coklat merah.konsistensi lunak dan

bergranula.Substansia ini tepat dibawah tunika fibrosa, melengkung

sapanjang basis piramid yang berdekatan dengan garis sinus renalis, dan

bagian dalam diantara pyramid dinamakan kolumna renalis.Mengandung

glomerulus, tubulus proksimal dan distal yang berkelok-kelok dan duktus

koligens.

2. Struktur Mikroskopik Ginjal

a. Nefron

Tiap tubulus ginjal dan glomerolusnya membentuk satu kesatuan

(nefron). Ukuran ginjal terutama ditentukan oleh jumlah nefron yang

membentuknya.Tiap ginjal manusia memiliki kira-kira 1.3 juta nefron Setiap

nefron bisa membentuk urin sendiri.Karena itu fungsi satu nefron dapat

menerangkan fungsi ginjal.

b. Glomerulus

Setiap nefron pada ginjal berawal dari berkas kapiler yang disebut

glomerulus, yang terletak didalam korteks, bagian terluar dari ginjal.Tekanan

darah mendorong sekitar 120 ml plasma darah melalui dinding kapiler

glomerular setiap menit.Plasma yang tersaring masuk ke dalam tubulus.Sel-sel

darah dan protein yang besar dalam plasma terlalu besar untuk dapat melewati

dinding dan tertinggal.

c. Tubulus kontortus proksimal

Berbentuk seperti koil longgar berfungsi menerima cairan yang telah

disaring oleh glomerulus melalui kapsula bowman. Sebagian besar dari filtrat

3
glomerulus diserap kembali ke dalam aliran darah melalui kapiler-kapiler

sekitar tubulus kotortus proksimal.Panjang 15 mm dan diameter 55μm.

d. Ansa henle

Berbentuk seperti penjepit rambut yang merupakan bagian dari nefron

ginjal dimana, tubulus menurun kedalam medula, bagian dalam ginjal, dan

kemudian naik kembali kebagian korteks dan membentuk ansa. Total panjang

ansa henle 2-14 mm.

e. Tubulus kontortus distalis

Merupakan tangkai yang naik dari ansa henle mengarah pada koil

longgar kedua.Penyesuaian yang sangat baik terhadap komposisi urin dibuat

pada tubulus kontortus. Hanya sekitar 15% dari filtrat glomerulus (sekitar 20

ml/menit) mencapai tubulus distal, sisanya telah diserap kembali dalam

tubulus proksimal.

f. Duktus koligen medulla

Merupakan saluran yang secara metabolik tidak aktif. Pengaturan

secara halus dari ekskresi natrium urin terjadi disini.Duktus ini memiliki

kemampuan mereabsorbsi dan mensekresi kalsium.

3. Fungsi Ginjal

Beberapa fungis ginjal adalah:

a. Mengatur volume air (cairan) dalan tubuh

Kelebihan air dalam tubuh akan diekskresikan oleh ginjal sebagai urine

yang encer dalam jumlah besar. Kekurangan air (kelebihan keringat)

menyebabkan urin yang dieksresikan jumlahnya berkurang dan konsentrasinya

lebih pekat sehingga susunan dan volume cairan tubuh dapat dipertahankan

relatif normal.

4
b. Mengatur keseimbangan osmotic dan keseimbangan ion

Fungsi ini terjadi dalam plasma bila terdapat pemasukan dan

pengeluaran yang abnormal dari ionion. Akibat pemasukan garam yang

berlebihan atau penyakit perdarahan, diare, dan muntahmuntah, ginjal akan

meningkatkan sekresi ion-ion yang penting seperti Na, K, Cl, dan fosfat.

c. Mengatur keseimbangan asam basa cairan tubuh.

Tergantung pada apa yang dimakan, campuran makanan, (mixed diet)

akan menghasilkan urin yang bersifat asam, pH kurang dari 6. Hal ini

disebabkan oleh hasil metabolisme protein. Apabila banyak memakan sayuran,

urin akan bersifat basa, pH urine bervariasi antara 4,8-8,2. Ginjal menyekresi

urine sesuai dengan perubahan pH darah.

d. Ekskresi sisa-sisa metabolisme makanan (Ureum, asam urat, dan kreatinin)

Bahan-bahan yang dieskresikan oleh ginjal antara lain zat toksik, obat-

obatan, hasil metabolisme hemoglobin, dan bahan kimia lain (pestisida)

e. Fungsi hormonal dan metabolisme.

Ginjal menyekresi hormon renin yang mempunyai peranan penting

dalam mengatur takanan darah (sistem rennin-angiotensinaldosteron) yaitu

untuk memproses pembentukan sel darah merah (eritropoiesis). Ginjal juga

membentuk hormon dihidroksi kolekalsifero (vitamin D aktif) yang diperlukan

untuk absorbsi ion kalsium di usus.

f. Pengaturan tekanan darah dan memproduksi enzim rennin, angiotensin dan

aldosteron yang bersungsi meningkatkan tekanan darah.

g. Pengeluaran zat beracun

Ginjal mengeluarkan polutan, zat tambahan makanan, obat-obatan atau zat

kimia asing lain dari tubuh.

5
C. Klasifikasi CKD

Klasifikasi Chronic Kidney Disease (CKD) didasarkan atas dua hal yaitu, atas

dasar derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi (Rahayu, 2019).

Klasifikasi atas dasar derajat penyakit dibuat atas dasar LFG yang dihitung dengan

mempergunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut:

( 140−umur ) x Berat badan


LFG (ml/menit/1,73m2) =
72 x Kreatinin plasma(mg/dl )

*) Pada perempuan dikalikan 0,85

Klasifikasi tersebut nampak pada tabel berikut:

Deraja Penjelasan LFG

t (ml/mnt/1,73m2)

1. Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90

2. Kerusakan ginjal dengan LFG ↑ ringan 60-89

3. Kerusakan ginjal dengan LFG ↑ sedang 30-59

4. Kerusakan ginjal dengan LFG ↑ berat 15-29

5. Gagal ginjal < 15 atau dialisis

Dasar Derajat Penyakit

Klasifikasi atas dasar diagnosa tampak pada tabel berikut:

Penyakit Tipe Mayor

Penyakit ginjal diabetes Diabetes tipe 1 dan 2

Penyakit ginjal non Penyakit glomerular (penyakit autoimun, infeksi sistemik,


diabetes obat, neoplasia) Penyakit vaskular (penyakit pembuluh darah
besar, hipertensi, mikroanglopati) Penyakit tubulointerstisial
(plenonefritis kronik, batu, obstruksi, keracunan obat)
Penyakit kistik (ginjal polistik)
Penyakit pada Rejeksi kronik keracunan obat (sikiosporin/takrolimus)

6
transplantasi Penyakit recurrent (glomerular) Transplant glomerulopathy

D. Etiologi CKD

Gagal ginjal kronik sering kali menjadi penyakit komplikasi dari penyakit

lainnya, sehingga merupakan penyakit sekunder (Rahayu, 2019). Penyebab dari gagal

ginjal kronis antara lain:

1. Infeksi saluran kemih (pielonefritis kronis)

2. Penyakit peradangan (glomerulonefritis)

3. Penyakit vaskuler hipertensi (nefrosklerosis, stenosis arteri renalis)

4. Gangguan jaringan penyambung (SLE, poliarteritis nodusa, sklerosis sitemik)

5. Penyakit kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus

ginjal)

6. Penyakit metabolik (DM, gout, hiperparatiroidisme)

7. Nefropati toksik

8. Nefropati obstruktif (batu saluran kemih)

E. Patofisiologi CKD

Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan

tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron

yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai

reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini

memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban

bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi

berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus (Rahayu, 2019).

Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul

disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi

7
lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal

telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin

clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. Fungsi renal menurun,

produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin)

tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh.

Semakin banyak timbunan produk sampah, akan semakin berat (Umar et al., n.d.).

1. Gangguan Klirens Ginjal

Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan

jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens substansi

darah yang sebenarnya dibersihkan oleh ginjal Penurunan laju filtrasi glomerulus

(GFR) dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24-jam untuk pemeriksaan

klirens kreatinin. Menurut filtrasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya

glomeruli) klirens kreatinin akan menurunkan dan kadar kreatinin akan

meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat.

Kreatinin serum merupakan indicator yang paling sensitif dari fungsi karena

substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi

oleh penyakit renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme

(jaringan dan luka RBC), dan medikasi seperti steroid.

2. Retensi Cairan dan Ureum

Ginjal juga tidak mampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin

secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap

perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi. Pasien sering

menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal

jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi

aksis rennin angiotensin dan kerja sama keduanya meningkatkan sekresi

8
aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kwehilangan garam,

mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan diare

menyebabkan penipisan air dan natrium, yang semakin memperburuk status

uremik.

3. Asidosis

Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic

seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang

berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus

gjnjal untuk menyekresi ammonia (NH3‾) dan mengabsopsi natrium bikarbonat

(HCO3) .penurunan ekskresi fosfat dan asam organic lain juga terjadi.

4. Anemia

Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya

usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami

perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran gastrointestinal.

Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi, disertai

keletihan, angina dan sesak napas.

5. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat

Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan

metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki

hubungan saling timbal balik, jika salah satunya meningkat, maka yang satu

menurun. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal, terdapat

peningkatan kadar serum fosfat dan sebaliknya penurunan kadar serum kalsium.

Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar

paratiroid. Namun, pada gagal ginjal tubuh tak berespon secara normal terhadap

peningkatan sekresi parathormon dan mengakibatkan perubahan pada tulang dan

9
penyakit tulang. Selain itu juga metabolit aktif vitamin D (1,25-

dehidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat di ginjal menurun.

6. Penyakit Tulang Uremik

Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat

dan keseimbangan parathormone

F. Manifestasi Klinis CKD

1. Hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem reninangiotensin-

aldosteron), pitting edema (kaki, tangan, sakrum), edema periorbital, Friction rub

perikardial, pembesaran vena leher.

2. Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus, ekimosis, kuku

tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.

3. Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan Kussmaul

4. Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut, anoreksia,

mual,muntah, konstipasi dan diare, pendarahan saluran gastrointestinal

5. Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan tungkai, panas

pada telapak kaki, perubahan perilaku

6. Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop

7. Amenore dan atrofi testikuler (Rachmawati & Marfianti, 2019).

G. Komplikasi CKD

Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan Bare (2018) serta Suwitra (2019)

antara lain adalah :

1. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme, dan

masukan diit berlebih.

2. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk sampah

uremik dan dialisis yang tidak adekuat.

10
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin

angiotensin aldosteron.

4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.

5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium

serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan kadar

alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik.

6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.

7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.

8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.

9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia (Rachmawati & Marfianti,

2019).

H. Penatalaksanaan Medik

Menurut Wong, dkk (2019) Pada gagal ginjal konik yang bersifat irreversibel,

tujuan penatalaksanaan medis antara lain meningkatkan fungsi ginjal sampai taraf

maksimal, mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dalam batas

biokimiawi yang aman, mengobati komplikasi sistemik dan meningkatkan kualitas

kehidupan hingga taraf seaktif dan senormal mungkin (Umar et al., n.d.).

1. Terapi Konservatif

Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap klien Cronic renal

Desease (CKD) dan lama terapi konservatif bervariasi dari bulan sampai tahun

(Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin, Observasi balance cairan, Observasi

adanya odema dan Batasi cairan yang masuk).

2. Asidosis metabolic

Jika terjadi harus segera dikoreksi, sebab dapat meningkatkan serum K+

(hiperkalemia ) : 1) Suplemen alkali dengan pemberian kalsium karbonat 5

11
mg/hari. 2) Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila PH < atau sama

dengan 7,35 atau serum bikarbonat < atau sama dengan 20 mEq/L.

3. Anemia

a. Anemia Normokrom normositer

Berhubungan dengan retensi toksin polyamine dan defisiensi hormon

eritropoetin (ESF: Eritroportic Stimulating Faktor). Anemia ini diterapi

dengan pemberian Recombinant Human Erythropoetin ( r-HuEPO ) dengan

pemberian 30-530 U per kg BB.

b. Anemia hemolisis

Berhubungan dengan toksin asotemia. Terapi yang dibutuhkan adalah

membuang toksin asotemia dengan hemodialisis atau peritoneal dialysis.

c. Anemia Defisiensi Besi

Defisiensi Fe pada CKD berhubungan dengan perdarahan saluran

cerna dan kehilangan besi pada dialiser ( terapi pengganti hemodialisis ).

4. Pengaturan diet Tujuan diet pada gagal ginjal adalah memberikan kalori dan

protein yang cukup sekaligus membatasi kebutuhan ekskresi pada ginjal,

meminimalkan penyakit tulang metabolik, dan meminimalkan gangguan cairan

dan elektrolit.Asupan natrium dan air biasanya tidak dibatasi kecuali bila terdapat

gejala edema dan hipertensi, dan asupan kalium umumnya tidak dibatasi. Asupan

fosfor harus dikendalikan melalui pengurangan asupan protein dan susu untuk

mencegah atau mengoreksi gangguan keseimbangan kalsium atau fosfor. Kadar

fosfor dapat dikurangi lebih lanjut dengan pemberian karbonat per oral yang

berikatan dengan fosfor menurunkan absorpsi gastrointestinal dan menurunkan

kadar fosfat serum.

12
5. Penatalaksanaan teknologik gagal ginjal kronik

a. Dialisis merupakan proses pemisahan substansi koloid dan kristaloid dalam

larutan berdasarkan perbedaan laju difusi melalui membrane semipermeabel.

Metode dialisis yang kini tersedia adalah dialisis peritoneal dengan rongga

abdomen berfungsi sebagai membran semipermeabel yang dapat dilalui oleh

air dan zat terlarut yang ukuran molekulnya kecil; hemodialisis yaitu darah

yang disirkulasikan diluar tubuh melalui membrane buatan yang

memungkinkan alur yang sama untuk air dan zat terlarut; hemofiltrasi yaitu

filtrat darah yang disirkulasi 30 di luar tubuh dengan diberi tekanan hidrostatik

melintasi membran semipermeabel sambil pada saat yang bersamaan

dimasukkan larutan pengganti.

b. Transplantasi memberikan kesempatan kepada pasien untuk menjalani hidup

yang relative normal dan merupakan bentuk terapi pilihan untuk penderita

gagal ginjak kronik. Ginjal untuk ditransplan diperoleh dari dua sumber yaitu

donor kerabat yang masih hidup living related donor yang biasanya berasal

dari orangtua atau saudara kandung, atau donor kadaver, yaitu yang berasal

dari pasien yang sudah meninggal atau yang sudah mengalami kematian otak

yang keluarganya yang menyetujui untuk menyumbangkan organ ginjal yang

sehat tersebut. Tujuan utama transplantasi adalah kelangsungan hidup jaringan

yang dicangkokkan dalam jangka waktu lama dengan melindungi jaringan

yang secara antigen serupa dengan jaringan yang terdapat pada resipien dan

dengan menekan mekanisme imun resipien.

Menurut Lemone, dkk (2018) mengatakan bahwa dalam mempertahankan

nutrisi yang cukup dan mencegah kekurangan gizi kalori protein adalah fokus

13
penatalaksanaan nutrisi selama tahap awal gagal ginjal kronik. Saat fungsi ginjal

menurun, eliminasi air, zat terlarut, dan sisa metabolik rusak. Akumulasi zat sisa

ini dalam tubuh memperlambat perkembangan kerusakan nefron, menurunkan

gejala uremia, dan membantu mencegah komplikasi. Tidak seperti karbohidrat

dan lemak, tubuh tidak dapat menyimpan kelebihan protein. Protein dalam

makanan yang tidak dipakai dipecah menjadi urea dan sisa nitrogen lainnya, yang

kemudian dieliminasi oleh ginjal. Makanan kaya protein juga mengandung ion

anorganik seperti ion hydrogen, fosfat, dan sulfit yang dieliminasi oleh ginjal.

Asupan protein 31 harian 0,6 g/kg berat badan tubuh atau sekitar 40 g/hari

untuk rata-rata pasien pria, memberikan asam amino yang dibutuhkan untuk

perbaikan jaringan. Protein harus mempunyai nilai biologis tinggi, kaya asam

amino esensial. Asupan karbohidrat ditingkatkan untuk mempertahankan

kebutuhan energi dan memberikan sekitar 35 kilokalori per kilo per hari.

(Almatsier, 2018) Asupan air dan natrium diatur untuk mempertahankan volume

cairan ekstraseluler pada kadar normal. Asupan air satu sampai dua liter per hari

biasanya dianjurkan untuk mempertahankan keseimbangan air. Natrium dibatasi

hingga 2 gram per hari pada awalnya. Batasan air dan natrium yang lebih ketat

dapat dibutuhkan pada saat gagal ginjal memburuk. Pasien diinstruksikan untuk

memonitor berat badan tiap hari dan melaporkan kenaikan berat badan lebih dari

dua koma tiga kilogram selama periode 2 hari. Pada stadium empat dan lima,

asupan kalium dan fosfor juga dibatasi. Asupan kalium dibatasi hingga kurang

dari 60 hingga 70 mEq/hari (asupan normal dalam sekitar 100 mEq/ hari). Pasien

diperingatkan untuk menghindari pemakaian pengganti garam. Yang biasanya

berisi kadar kalium klorida tinggi. Makanan tinggi fosfor mencakup telur, produk

susu, dan daging.

14
BAB II

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Identitas Pasien

Terdiri dari nama, nomor rekam medis, umur (lebiha banyak terjadi pada usia

30-60 tahun), agama, jenis kelamin (pria lebih beresiko daripada wanita),

pekerjaan, status perkawinan, alamat, tanggal masuk, pihak yang mengirim, cara

masuk RS, diagnosa medis, dan identitas penanggung jawab meliputi : Nama,

umur, hubungan denga pasien, pekerjaan dan alamat.

2. Riwayat Kesehatan

a. Keluhan utama

Keluhan utama merupakan hal-hal yang dirasakan oleh pasien sebelum

masuk ke Rumah sakit. Pada pasien gagal ginjal kronik biasanya didapatkan

keluhan utama bervariasi, mulai dari urin keluar sedikit sampai tidak dapat

BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran, tidak selera makan (anoreksia),

mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, napas bau (ureum) dan gatal

pada kulit.

b. Riwayat Kesehatan Sekarang

Biasanya pasien mengalami penurunan frekuensi urin, penurunan

kesadaran, perubahan pola napas, kelemahan fisik, adanya perubahan kulit,

adanya napas berbau amoniak, rasa sakit kepala, nyeri panggul, penglihatan

kabur, perasaan tidak berdaya dan perubahan pemenuhan nutrisi (Muttaqin,

2019).

15
c. Riwayat Kesehatan Dahulu

Biasanya pasien berkemungkinan mempunyai riwayat penyakit gagal

ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah jantung, penggunaan obat-obat

nefrotoksik, penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem perkemihan berulang,

penyakit diabetes melitus, hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi

prdisposisi penyebab. Penting untuk dikaji mengenai riwayat pemakaian obat-

obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat kemudian

dokumentasikan (Muttaqin, 2019).

d. Riwayat Kesehatan Keluarga

Biasanya pasien mempunyai anggota keluarga yang pernah menderita

penyakit yang sama dengan pasien yaitu gagal ginjal kronik, maupun penyakit

diabetes melitus dan hipertensi yang bisa menjadi faktor pencetus terjadinya

penyakit gagal ginjal kronik.

3. Pengakajian B1- B6

Meliputi B6 antara lain, breathing, blood, brain, bladder, bowel dan bone:

a. Breathing (napas): sistem respirasi

Pasien belum sadar dilakukan evaluasi seperti pola napas, tanda-tanda

obstruksi, pernapasan cuping hidung, frekuensi napas, pengerakan rongga

dada: apakah simetris atau tidak, suara napas tambahan: apakah tidak ada

obstruksi total, udara napas yang keluar dari hidung, sianosis pada ekstremitas,

auskultasi: adanya wheezing atau ronkhi.

b. Blood (darah): sistem kardiovaskuler

16
Pada sistem kardiovaskuler dinilai tekanan darah, nadi, perfusi perifer,

status hidrasi (hipotermi dan syok) dan kadar Hb.

c. Brain (otak): sistem SSP

Pada sistem saraf pusat dinilai kesadaran pasien dengan GCS

(Glasgow Coma Scale) dan perhatikan gejala kenaikan TIK 4.

d. Bladder (kandung kemih): Sistem urogenitalis

Pada sistem urogenitalis diperiksa kualitas, kuantitas, warna, kepekatan

urine, untuk menilai: apakah pasien masih dehidrasi, apakah ada kerusakan

ginjal.

e. Bowel (usus): sistem gastrointestinalis

Pada sistem gastrointestinalis diperiksa: adanya dilatasi lambung,

tanda-tanda cairan bebas, distensi abdomen, perdarahan lambung post operasi,

obstruksi atau hipoperistaltik, gangguan organ lain, misalnya: hepar, lien,

pancreas, dilatasi usus halus. Pada pasien post operasi mayor sering

mengalami kembung yang mengganggu pernapasan, karena pasien bernapas

dengan diafragma.

f. Bone (tulang): sistem musculoskeletal

Pada sistem musculoskeletal dinilai adanya tandatanda sianosis, warna

kuku, perdarahan post operasi, gangguan neurologis: gerakan ekstremitas

4. Pemeriksaan fisik

a. Keadaan umum dan tanda-tanda vital

Keadaan umum pasien lemah, letih dan terlihat sakit berat. Tingkat

kesadaran pasien menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana dapat

mempengaruhi sistem syaraf pusat. TTV : RR meningkat, TD meningkat.

17
b. Kepala

1) Rambut : biasanya pasien bermbut tipis dan kasar, pasien sering sakit

kepala, kuku rapuh dan tipis.

2) Wajah : biasanya pasien berwajah pucat

3) Mata : biasanya mata pasien memerah, penglihatan kabur, konjungtiva

anemis dan sklera ikterik.

4) Hidung : biasanya tidak ada pembengkakan polip dan pasien bernapas

pendek

5) Bibir : biasanya terdapat peradangan mukosa mulut, ulserasi gusi,

perdarahan gusi dan napas berbau.

6) Gigi : biasanya tidak terdapat karies pada gigi

7) Lidah : biasanya tidak terjadi perdarahan

c. Leher : biasanya tidak terjadi pembesaran kelenjar tiroid atau kelenjar getah

bening

d. Dada/Thorak

1) Inspeksi : biasanya pasien dengan napas pendek, kusmaul (cepat/dalam)

2) Palpasi : biasanya fremitus kiri dan kanan

3) Perkusi : biasanya sonor

4) Auskultasi : biasanya vesikuler

e. Jantung

1) Inspeksi : biasanya ictus cordis tidak terlihat

2) Palpasi : biasanya ictus cordis teraba di ruang intercostal 2 linea dekstra

sinistra

3) Perkusi : biasanya ada nyeri

4) Auskultasi : biasanya terdapat irama jantung yang cepat

18
f. Perut/Abdomen

1) Inspeksi : biasanya terjadi distensi abdomen, acites atau penumpukan

cairan, pasien tampak mual dan muntah

2) Palpasi : biasanya acites, nyeri tekan pada bagian pinggang, dan adanya

pembesaran hepar pada stadium akhir

3) Perkusi : biasanya terdengar pekak karena terjadinya acites

4) Auskultasi : biasanya bising usus normal, antara 5-35 kali/menit

g. Genitourinaria

Biasanya terjadi penurunan frekuensi urin, oliguria, anuria, distensi

abdomen, diare atau konstipasi, perubahan warna urin menjadi kuning pekat.

h. Ekstremitas

Biasanya didapatkan nyeri panggul, edema pada ekstremitas, kram

otot, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki dan keterbatasan

gerak sendi.

i. Sistem Integumen

Biasanya warna kulit abu-abu, kulit gatal, kering dan bersisik, adanya

area ekimosis pada kulit.

j. Sistem Neurologi

Biasanya terjadi gangguan status mental seperti penurunan lapang

perhatian, ketidakmampuan konsentrasi, kehilangan memori, penurunan

tingkat kesadaran,disfungsi serebral, seperti perubahan proses fikir dan

disorientasi. Pasien sering didapati kejang, dan adanya neuropati perifer.

19
B. Diagnosis Keperawatan

Kemungkinan diagnosa yang muncul pada klien dengan gagal ginjal kronik

(PPNI, 2016a) yaitu:

1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi-

perfusi, perubahan membrane alveolus-kapiler.

2. Pola napas tidak efektif b/d ansietas, hiperventilasi, keletihan, nyeri, obesitas,

posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru dan sindrom hipoventilasi.

3. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran arter/vena,

penurunan konsentrasi hemoglobin.

4. Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi, kelebihan

asupan cairan, kelebihan asupan cairan

5. Defisit nutrisi berhubungan ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient,

ketidakmampuan mencerna makanan, faktor psikologis (keengganan untuk

makan)

6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan

kebutuhan O2, kelemahan.

20
21
22
C. Intervensi Keperawatan (PPNI, 2016b)

No. Diagnosis Keperawatan Rencana Keperawatan


Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
1. (D.0003) Gangguan pertukaran gas (L.01003) Pertukaran Gas (I.01014) Pemantauan Respirasi
berhubungan dengan ketidakseimbangan Ekspektasi: meningkat Observasi
ventilasiperfusi, perubahan membrane Kriteria hasil 1. Monitor frekuensi, irama kedalaman dan upaya napas
alveolus-kapiler. 1. Tingkat kesadaran meningkat 2. Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea,
Data Mayor : 2. Dispnea menurun hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne- Stokes, Biot,
DS : 3. Bunyi napas tambahan menurun ataksik)
1. Dispnea 4. Pusing menurun 3. Monitor kemampuan batuk efektif
DO : 5. Penglihatan kabur menurun 4. Monitor adanya produksi sputum
1. PCO2 meningkat/menurun 6. Diaforesis menurun 5. Monitor adanya sumbatan jalan napas
2. PO2 menurun 7. Gelisah menurun 6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
3. Takikardi 8. Napas cuping hidung menurun 7. Auskultasi bunyi napas
4. pH arteri meningkat/ menurun 9. PCO2 membaik 8. Monitor saturasi oksigen
5. Bunyi napas tambahan 10. PO2 membaik 9. Monitor nilai AGD
Data Minor 11. Takikardia membaik 10. Monitor hasil x-ray toraks
DS : 12. pH arteri membaik Terapeutik
1. Pusing 13. Sianosis membaik 1. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi
2. Penglihatan kabur 14. Pola napas membaik pasien
DO : 15. Warna kulit membaik 2. Dokumentasikan hasil pemantauan
1. Sianosis
2. Diaforesis Edukasi

23
3. Gelisah 1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
4. Napas cuping hidung 2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
5. Pola napas abnormal Kolaborasi
(cepat/lambat,reguler/ 1. Kolaborasi penentuan dosis oksigen
irreguler,dalam/ dangkal) 2. Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas dan/atau
6. Warna kulit abnormal(pucat, tidur
kebiruan)
7. Kesadaran menurun
2. (D.0009) Perfusi perifer tidak efektif L.02011 Perfusi Perifer I.02079 Perawatan Sirkulasi
berhubungan dengan penurunan aliran Ekspektasi: meningkat Observasi
arter/vena, penurunan konsentrasi Kriteria hasil: 1. Periksa sirkulasi periver (mis. Nadi perifer, edema,
hemoglobin. 1. Denyut nadi perifer meningkat pengisian kapiler, warna, suhu, ankle brachial index)
Data Mayor 2. Penyembuhan luka meningkat 2. Identifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi ( mis.
DS : - 3. Sensasi meningkat Diabetes, perokok, orang tua hipertensi dan kadar
DO : 4. Warna kulit pucat menurun kolestrol tinggi)
1. CRT > 3 detik 5. Edema perifer menurun 3. Monitor panans, kemerahan, nyeri atau bengkak pada
2. Nadi perifer menurun/tidak teraba 6. Nyeri ekstremitas menurun ekstermitas
3. Akral teraba dingin 7. Parastesia menurun Teraupetik
4. Warna kulit pucat 8. Kelemahan otot menurun 1. Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di
5. Turgot kulit menurun 9. Kram otot menurun daerah keterbatasan perfusi
Data Minor 10. Bruit femoralis menurun 2. Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstermitas
DS : 11. Nekrosis menurun dengan keterbatasan perfusi
1. Parastesia 12. Pengisian kapiler membaik 3. Hindari penekanan dan pemasangan tourniquet pada

24
2. Nyeri ekstremitas 13. Akral membaik area yang cidera
DO : 14. Turgor kulit membaik 4. Lakukan pencegahan infeksi
1. Edema 15. Tekanan darah sistolik membaik 5. Lakukan perawatan kaki dan kuku
2. Penyembuhan luka lama 16. Tekanan darah diastolik membaik Edukasi
3. Bruit femoralis 17. Tekanan arteri rata-rata membaik 1. Anjurkan berhenti merokok
18. Indeks ankle-brachial membaik 2. Anjurkan berolah raga rutin
3. Anjurkan mengecek air mandi untuk menghindari kulit
terbakar
4. Anjurkan minum obat pengontrol tekanan darah,
antikoagulan,dan penurun kolestrol, jika perlu
5. Anjurkan minum obat pengontrl tekanan darah secara
teratur
6. Anjurkan menggunakan obat penyekat beta
7. Ajarkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi
( mis. Rendah lemak jenuh, minyak ikam omega 3)
3. (D.0022) Hipervolemia berhubungan L.03020 Keseimbangan Cairan I.03114 Manajemen Hipervolemia
dengan gangguan mekanisme regulasi, Ekspektasi: meningkat Observasi
kelebihan asupan cairan, kelebihan asupan Kriteria hasil: 1. Periksa tanda dan gejala hipervolemia (mis. Ortopnea,
cairan. 1. Asupan cairan meningkat dispnea, edema, JVP/CVP meningkat, refleks
Data Mayor 2. Haluaran urin meningkat hepatojugular positif, suara napas tambahan)
DS : 3. Kelembaban membran mukosa 2. Identifikasi penyebab hipervolemia
1. Ortopnea meningkat 3. Monitor status hemodinamik (mis. frekuensi jantung,
2. Dispnea 4. Asupan makanan meningkat tekanan darah, MAP, CVP, PAP, PCWP, CO, CI), jika
3. Paroxymal nocturnal dyspnea

25
(PND) 5. Edema menurun tersedia
DO : 6. Dehidrasi menurun 4. Monitor intake dan output cairan
1. Edema anasarka dan/atau edema 7. Asites menurun 5. Monitor tanda hemokonsentrasi (mis. kadar natrium,
perifer 8. Konfusi menurun BUN, hematokrit, berat jenis urine)
2. Berat badan meningkat dalam 9. Tekanan darah membaik 6. Monitor tanda peningkatan tekanan onkotik plasma
waktu singkat 10. Denyut nadi radial membaik (mis. kadar protein dan albumin meningkat)
3. Jugular venous pressure (JVP) 11. Tekanan arteri rata-rata membaik 7. Monitor keceptan infus secara ketat
dan/atau Central Venous Pressure 12. Membran mukosa membaik 8. Monitor efek samping diuretik (mis. Hipotensi
(CVP) meningkat 13. Mata cekung membaik ortostatik, hipovolemia, hipokalemia, hiponatremia)
4. Refleks hepatojugular positif 14. Turgor kulit membaik Terapeutik
Data Minor 15. Berat badan membaik 1. Timbang berat badan setiap hari pada waktu yang
DS : - sama
DO : 2. Batasi asupan cairan dan garam
1. Distensi vena jugularis 3. Tinggikan kepala tempat tidur 30- 40°
2. Terdengar suara napas tambahan
3. Hepatomegali
4. Kadar Hb/Ht menurun Edukasi
5. Oliguria 1. Anjurkan melapor jika haluaran urin < 0,5 mL/kg/jam
6. Intake lebih banyak daripada dalam 6 jam
output (balans cairan positif) 2. Anjurkan melapor jika BB bertambah > 1 kg dalam
sehar
3. Ajarkan cara mengukur dan mencatat asupan dan
haluaran cairan

26
4. Ajarkan cara membatasi cairan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian diuretic
2. Kolaborasi penggantian kehilangan kalium akibat
diuretik
4. (D.0019) Defisit nutrisi berhubungan I.03030 Status Nutrisi I.03119 Manajemen Nutrisi
ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient, Ekspektasi: membaik Observasi
ketidakmampuan mencerna makanan, Kriteria hasil: 1. Identifikasi status nutrisi
factor psikologis (keengganan untuk 1. Porsi makanan yang dihabiskan 2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
makan). meningkat 3. Identifikasi makanan yang disukai
Data Mayor 2. Kekuatan otot pengunyah meningkat 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
DS : - 3. Kekuatan otot menelan meningkat 5. Monitor asupan makanan
DO : 4. Serum albumin meningkat 6. Monitor berat badan
1. Berat badan menurun minimal 5. Verbalisasi keinginan untuk 7. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
10% dibawah rentang ideal meningkatkan nutrisi meningkat
6. Pengetahuan tentang pilihan
Data Minor makanan yang sehat meningkat Teraupetik
DS : 7. Pengetahuan tentang pilihan 1. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
1. Cepat kenyang setelah makan minuman yang sehat meningkat 2. Fasilitasi menentukan pedooman diet (mis. Piramida
2. Kram/nyeri abdomen 8. Pengetahuan tentang standar asupan makanan)
3. Nafsu makan menurun nutrisi yang tepat meningkat 3. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
DO : 9. Penyiapan dan penyimpanan 4. Berikan makanantinggi serat untuk mencegah
1. Bising usus hiperaktif makanan yang aman meningkat konstipasi
10. Penyiapan dan penyimpanan

27
2. Otot pengunyah lemah minuman yang aman meningkat 5. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
3. Otot menelan lemah 11. Sikap terhadap makanan/minuman 6. Berikan makanan rendah protein
4. Membran mukosa pucat sesuai dengan tujuan kesehatan Edukasi
5. Sariawan meningkat 1. Anjurkan posisi dusuk, jika mampu
6. Serum albumin turun 12. Perasaan cepat kenyang menurun 2. Anjurkan diet yang diprogramkan
7. Rambut rontok berlebihan 13. Nyeri abdomen menurun Kolaborasi
8. Diare 14. Sariawan menurun 1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis.
15. Rambut rontok menurun Pereda nyeri, antiemetic), jika perlu
16. Diare menurun 2. Kolaborasi dengan ahli gizi menentukan jumlah kalori
17. Berat badan membaik dan jenis nutrient yang dibutuhkan, jika perlu
18. Indeks Massa Tubuh (IMT)
membaik
19. Frekuensi makan membaik
20. Nafsu makan membaik
21. Bising usus membaik
22. Tebal lipatan kulit trisep membaik
23. Membran mukosa membaik
5. (D.0056) Intoleransi aktivitas L.05047 Toleransi Aktivitas I.05178 Manajemen Energi
berhubungan dengan ketidakseimbangan Ekspektasi: meningkat Observasi
antara suplai dan kebutuhan O2, Kriteria hasil: 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
kelemahan.. 1. Frekuensi nadi meningkat mengakibatkan kelelahan
Data Mayor : 2. Saturasi oksigen meningkat 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
DS : - 3. Kemudahan dalam melakukan 3. Monitor pola dan jam tidur
aktivitas sehari-hari meningkat 4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama

28
DO : 4. Kecepatan berjalan meningkat melakukan aktivitas
1. Frekuensi jantung meningkat 5. Jarak berjalan meningkat Terapeutik
>20% dari kondisi istirahat 6. Kekuatan tubuh bagian atas 1. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus
Data Minor meningkat (mis. cahaya, suara, kunjungan)
DS : 7. Kekuatan tubuh bagian bawah 2. Lakukan latihan rentang gerak pasin dan/atau aktif
1. Dispnea saat/setelah beraktivitas meningkat 3. Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
2. Merasa tidak nyaman setelah 8. Toleransi dalam menaiki tangga 4. Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat
beraktivitas meningkat berpindah atau berjalan
3. Merasa lemah 9. Keluhan lelah menurun Edukasi
DO : 10. Dipsnea saat aktivitas menurun 1. Anjurkan tirah baring
1. Tekanan darah berubah >20% 11. Dipsnea setelah aktivitas menurun 2. Anjurkan melakukkan aktivitas secara bertahap
dari kondisi istirahat 12. Perasaan lemah menurun 3. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala
2. Gambaran EKG menunjukkan 13. Aritmia saat beraktivitas menurun kelelahan tidak berkurang
aritmia saat/setelah aktivitas 14. Aritmia setelah beraktivitas menurun 4. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
3. Sianosis 15. Sianosis menurun Kolaborasi
16. Warna kulit membaik 1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan
17. Tekanan darah membaik asupan makanan
18. Frekuensi napas membaik
19. EKG Iskemia membaik

29
D. Implementasi

Implementasi digunakan untuk membantu klien dalam mencapai tujuan yang

sudah ditetapkan melalui penerapan rencana asuhan keperawatan dalam bentuk

intervensi. Pada tahap ini perawat harus memiliki kemampuan dalam berkomunikasi

yang efektif, mampu menciptakan hubungan saling percaya dan saling bantu,

observasi sistematis, mampu memberikan pendidikan kesehatan, kemampuan dalam

advokasi dan evaluasi (Asmadi, 2018). Implementasi adalah tindakan yang sudah

direncanakan dalam rencana perawatan. Tindakan ini mncangkup tindakan mandiri

dan kolaborasi (Umar et al., n.d.).

E. Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap kelima dari proses keperawatan. Tahap ini sangat

penting untuk menentukan adanya perbaikan kondisi atau kesejahteraan klien (Perry

& Potter, 2019). Hal yang perlu diingat bahwa evaluasi merupakan proses kontinu

yang terjadi saat perawat melakukan kontak dengan klien. Selama proses evaluasi

perawat membuat keputusan-keputusan klinis dan secara terus-menerus mengarah

kembali ke asuhan keperawatan.

Tujuan asuhan keperawatan adalah membantu klien menyelesaikan masalah

kesehatan actual, mencegah terjadinya masalah risiko, dan mempertahankan status

kesehatan sejahtera. Proses evaluasi menentukan keefektifan asuhan keperawatan

yang diberikan.

Perawat dapat menggunakan format evaluasi SOAP untuk mengevaluasi hasil

intervensi yang dilakukan. Poin S merujuk pada respon subjektif pasien setelah

diberikan intervensi. Poin O melihat pada respon objektif yang dapat diukur pada

pasien setelah dilakukannya intervensi. Poin A adalah analisis perawat terhadap

30
intervensi yang dilakukan. Poin P adalah perencanaan terkait tindakan selanjutnya

sesuai analisis yang telah dilakukan sebelumnya.

31
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

CKD (Chronic Kidney Disease) atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan

sebagai kondisi dimana ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif,

irreversibel, dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam

mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi

uremia atau azotemia.

Gagal ginjal biasanya dibagi menjadi dua kategori yang luas yaitu kronik dan

akut. Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan

lambat,sebaliknya gagal ginjal akut terjadi dalam beberapa hari atau beberapa

minggu. Pada kedua kasus tersebut, ginjal kehilangan kemampuannya untuk

mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan asupan makanan

normal.

B. Saran

Diharapkan kepada mahasiswa untuk lebih memperdalam pengetahuan tenang

CKD sehingga memudahkan pada saat pemberian asuhan keperawatan kepada pasien.

32
DAFTAR PUSTAKA

PPNI, T. P. S. D. (2016a). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Dewan Pengurus

Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

PPNI, T. P. S. D. (2016b). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Dewan Pengurus

Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Rachmawati, A., & Marfianti, E. (2019). KARAKTERISTIK FAKTOR RISIKO PASIEN

CHRONIC KIDNEY DISEASE ( CKD ) YANG MENJALANI HEMODIALISA DI RS X

MADIUN Characteristics of Risk Factors for Patients with Chronic Kidney Disease

Who Undergo. 12(1), 36–43. https://doi.org/10.23917/biomedika.v12i1.9597

Rahayu, O. (2019). LAPORAN PENDAHULUAN CHRONIC KIDNEY DISEASE ( CKD )

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN.

Umar, M. M., Zukri, M., Muh, M., & Tahir, Y. (n.d.). MANAJEMEN ASUHAN

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA TN . B DENGAN DIAGNOSIS CHRONIC

KIDNEY DISEASES ( CKD ) DI RUANGAN INSTALASI UNIT GAWAT DARURAT

MAKASSAR Program Studi S1 Keperawatan STIKES Panakkukang Makassar Program

Studi Profesi Ners STIKES Panakkukang Makassar

33

Anda mungkin juga menyukai