Puji syukur ke hadirat Allah Swt atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas berjudul “SINDROM NEFROTIK “ dengan baik dan tepat pada waktunya. Adapun
tujuan penyusunan tugas ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Perkemihan.
Dengan segala kerendahan hati Penulis selaku penyusun tugas ini menyadari bahwa tugas ini masih jauh
dari sempurna. Oleh karena itu, penulis senantiasa mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari pembaca demi kesempurnaan tugas yang serupa dimasa yang akan datang.
Demikian, Semoga segala yang tertulis di dalam tugas ini bermanfaat, selebihnya mohon maaf yang
sebesar-besarnya.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................. i
BAB I PENDAHULUAN
B. Tujuan ......................................................................................... 5
A. Konsep Medis
1. Definisi ................................................................................. 6
4. Etiologi ............................................................................... 13
5. Patofisiologi ........................................................................ 14
6. Pathway .............................................................................. 16
8. Klasifikasi ........................................................................... 18
B. Proses Keperawatan
1. Pengkajian .......................................................................... 24
C. Diascharge Planning.................................................................. 27
A. KESIMPULAN ....................................................................... 35
B. SARAN .................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ginjal merupakan salah satu organ penting dalam tubuh manusia sebagai organ pengatur keseimbangan
tubuh dan organ pembuangan zat-zat yang tidak berguna serta bersifat toksis. Fungsi ginjal yang
terpenting adalah untuk mempertahankan homeostasis bio kimiawi yang normal di dalam tubuh, hal ini
dilakukan dengan cara mengekskresikan zat-zat yang tidak diperlukan lagi melalui proses filtrasi
glomerulus, reabsorbsi dan sekresi tubulus. Sindrom Nefrotik merupakan salah satu penyakit ginjal yang
sering dijumpai pada anak, merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari proteinuria
masif, hipoalbuminemia, hiperkolesteronemia serta edema. Sekitar 90 % kasus anak merupakan
Sindrom Nefrotik primer. Sindrom Nefrotik yang paling banyak ditemukan adalah jenis kelainan minimal
yaitu sekitar 76 %. Pasien yang menderita Sindrom Nefrotik untuk pertama kalinya sebagian besar
datang ke rumah sakit dengan gejala edema. Pada pasien anak dengan Sindrom Nefrotik biasanya akan
didapatkan kenaikan berat badan yang dapat mencapai hingga 50 % dari berat badan sebelum
menderita Sindrom Nefrotik. Hal tersebut terjadi karena timbulnya proses edema yang merupakan salah
satu gambaran klinis dari Sindrom Nefrotik.
B. Tujuan
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Medis
1. Definisi
Sindrom nefrotik merupakan manifestasi klinik dari glomerulomefritis ditandai dengan gejala
edema, proteinuria masif >3,5 g/hari, hipoalbuminemia <3,5 g/dl, lipiduria dan hiperkolestrolemia.
Kadang-kadan terdapat hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal. (Sudoyo Aru).
Sindroma nefrotik adalah suatu keadaan klinik dan laboratorik tanpa menunjukkan penyakit yang
mendasari, dimana menunjukkan kelainan inflamasi glomerulus. Secara fungsional sindrom nefrotik
diakibatkan oleh keabnormalan pada proses filtrasi dalam glomerulus yang biasanya menimbulkan
berbagai macam masalah yang membutuhkan perawatan yang tepat, cepat, dan akurat. (Alatas, 2002).
2. Anatomi Fisiologi
Sistem perkemihan atau sistem urinaria, adalah suatu sistem dimana terjadinya proses penyaringan
darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang
masih di pergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan
dikeluarkan berupa urin (air kemih).
1) Ginjal (Renal)
Kedudukan ginjal terletak dibagian belakang dari kavum abdominalis di belakang peritoneum pada
kedua sisi vertebra lumbalis III, dan melekat langsung pada dinding abdomen. Bentuknya seperti biji
buah kacang merah (kara/ercis), jumlahnaya ada 2 buah kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar dari pada
ginjal kanan.
Pada orang dewasa berat ginjal ± 200 gram. Dan pada umumnya ginjal laki – laki lebih panjang dari pada
ginjal wanita. Satuan struktural dan fungsional ginjal yang terkecil di sebut nefron. Tiap – tiap nefron
terdiri atas komponen vaskuler dan tubuler.
Komponen vaskuler terdiri atas pembuluh – pembuluh darah yaitu glomerolus dan kapiler peritubuler
yang mengitari tubuli. Dalam komponen tubuler terdapat kapsul Bowman, serta tubulus – tubulus, yaitu
tubulus kontortus proksimal, tubulus kontortus distal, tubulus pengumpul dan lengkung Henle yang
terdapat pada medula.
Bowman terdiri atas lapisan parietal (luar) berbentuk gepeng dan lapis viseral (langsung membungkus
kapiler golmerlus) yang bentuknya besar dengan banyak juluran mirip jari disebut podosit (sel berkaki)
atau pedikel yang memeluk kapiler secara teratur sehingga celah – celah antara pedikel itu sangat
teratur. Kapsula bowman bersama glomerolus disebut korpuskel renal, bagian tubulus yang keluar dari
korpuskel renal disabut dengan tubulus kontortus proksimal karena jalannya yang berbelok – belok,
kemudian menjadi saluran yang lurus yang semula tebal kemudian menjadi tipis disebut ansa Henle atau
loop of Henle, karena membuat lengkungan tajam berbalik kembali ke korpuskel renal asal, kemudian
berlanjut sebagai tubulus kontortus distal.
Bila sebuh ginjal kita iris memanjang, maka akan tampak bahwa ginjal terdiri dari tiga bagian, yaitu
bagian kulit (korteks), sumsum ginjal (medula), dan bagian rongga ginjal (pelvis renalis).
Pada kulit ginjal terdapat bagian yang bertugas melaksanakan penyaringan darah yang disebut nefron.
Pada tempat penyarinagn darah ini banyak mengandung kapiler – kapiler darah yang tersusun
bergumpal gumpal disebut glomerolus.
Sumsum ginjal terdiri beberapa badan berbentuk kerucut yang disebut piramid renal. Dengan dasarnya
menghadap korteks dan puncaknya disebut apeks atau papila renis, mengarah ke bagian dalam ginjal.
Satu piramid dengan jaringan korteks di dalamnya disebut lobus ginjal.
Pelvis Renalis adalah ujung ureter yang berpangkal di ginjal, berbentuk corong lebar. Sabelum
berbatasan dengan jaringan ginjal, pelvis renalis bercabang dua atau tiga disebut kaliks mayor, yang
masing – masing bercabang membentuk beberapa kaliks minor yang langsung menutupi papila renis
dari piramid.
Fungsi ginjal :
Terdiri dari 2 saluran pipa masing – masing bersambung dari ginjal ke kandung kemih (vesika urinaria)
panjangnya ± 25 – 30 cm dengan penampang ± 0,5 cm. Ureter sebagian terletak dalam rongga abdomen
dan sebagian terletak dalam rongga pelvis.
Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan – gerakan peristaltik tiap 5 menit sekali yang akan
mendorong air kemih masuk ke dalam kandung kemih (vesika urinaria).
Gerakan peristaltik mendorong urin melalui ureter yang dieskresikan oleh ginjal dan disemprotkan
dalam bentuk pancaran, melalui osteum uretralis masuk ke dalam kandung kemih.
Ureter berjalan hampir vertikal ke bawah sepanjang fasia muskulus psoas dan dilapisi oleh pedtodinium.
Penyempitan ureter terjadi pada tempat ureter terjadi pada tempatmeninggalkan pelvis renalis,
pembuluh darah, saraf dan pembuluh sekitarnya mempunyai saraf sensorik.
Kandung kemih dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet, terletak di belakang simfisis
pubis di dalam ronga panggul. Bentuk kandung kemih seperti kerucut yang dikelilingi oleh otot yang
kuat, berhubungan ligamentum vesika umbikalis medius. Bagian vesika urinaria terdiri dari :
a) Fundus, yaitu bagian yang mengahadap kearah belakang dan bawah, bagian ini terpisah dari
rektum oleh spatium rectosivikale yang terisi oleh jaringan ikat duktus deferent, vesika seminalis dan
prostate.
c) Verteks, bagian yang maju kearah muka dan berhubungan dengan ligamentum vesika umbilikalis.
Dinding kandung kemih terdiri dari beberapa lapisan yaitu, peritonium (lapisan sebelah luar), tunika
muskularis, tunika submukosa, dan lapisan mukosa (lapisan bagian dalam).
o Proses Miksi (Rangsangan Berkemih).
Distensi kandung kemih, oleh air kemih akan merangsang stres reseptor yang terdapat pada dinding
kandung kemih dengan jumlah ± 250 cc sudah cukup untuk merangsang berkemih (proses miksi).
Akibatnya akan terjadi reflek kontraksi dinding kandung kemih, dan pada saat yang sama terjadi
relaksasi spinser internus, diikuti oleh relaksasi spinter eksternus, dan akhirnya terjadi pengosongan
kandung kemih.
Rangsangan yang menyebabkan kontraksi kandung kemih dan relaksasi spinter interus dihantarkan
melalui serabut – serabut para simpatis.
Kontraksi sfinger eksternus secara volunter bertujuan untuk mencegah atau menghentikan miksi.
kontrol volunter ini hanya dapat terjadi bila saraf – saraf yang menangani kandung kemih uretra medula
spinalis dan otak masih utuh. Bila terjadi kerusakan pada saraf – saraf tersebut maka akan terjadi
inkontinensia urin (kencing keluar terus – menerus tanpa disadari) dan retensi urine (kencing tertahan).
Persarafan dan peredaran darah vesika urinaria, diatur oleh torako lumbar dan kranial dari sistem
persarafan otonom. Torako lumbar berfungsi untuk relaksasi lapisan otot dan kontraksi spinter interna.
Peritonium melapis kandung kemih sampai kira – kira perbatasan ureter masuk kandung kemih.
Peritoneum dapat digerakkan membentuk lapisan dan menjadi lurus apabila kandung kemih terisi
penuh. Pembuluh darah Arteri vesikalis superior berpangkal dari umbilikalis bagian distal, vena
membentuk anyaman dibawah kandung kemih. Pembuluh limfe berjalan menuju duktus limfatilis
sepanjang arteri umbilikalis.
4) Uretra
Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih yang berfungsi menyalurkan air
kemih keluar.
a) Jumlah eksresi dalam 24 jam ± 1.500 cc tergantung dari masuknya (intake) cairan serta faktor
lainnya.
§ Zat – zat sisa nitrogen dari hasil metabolisme protein asam urea, amoniak dan kreatinin
§ Toksin
§ Hormon
Mekanisme Pembentukan Urine Dari sekitar 1200ml darah yang melalui glomerolus setiap menit
terbentuk 120 – 125ml filtrat (cairan yang telah melewati celah filtrasi). Setiap harinyadapat terbentuk
150 – 180L filtart. Namun dari jumlah ini hanya sekitar 1% (1,5 L) yang akhirnya keluar sebagai kemih,
dan sebagian diserap kembali.
3. Aspek Epidemiologi
Angka kejadian di Indonesia pada Sindrom Nefrotik mencapai 6 kasus pertahun dari 100.000 anak
berusia kurang dari 14 tahun (Alatas, 2002). Mortalitas dan prognosis anak dengan sindroma nefrotik
bervariasi berdasarkan etiologi, berat, luas kerusakan ginjal, usia anak, kondisi yang mendasari dan
responnya terhadap pengobatan (Betz & Sowden, 2002).
Jumlah anak penderita Sindrom Nefrotik setiap tahunnya bertambah di beberapa negara. Angka
kejadian Sindrom Nefrotik di Amerika dan Inggris berkisar antara 2-7 per 100.000 anak berusia di bawah
18 tahun per tahun, sedangkan di Indonesia dilaporkan 6 anak per 100.000 dan diketahui terjadi paling
banyak pada anak antara umur 3 – 4 tahun dengan perbandingan anak laki-laki dan perempuan 2 : 1.
Berdasarkan hasil pencatatan data keluar dan masuk pasien di ruang perawatan Lantai 3 Selatan RSUP
Fatmawati dalam 3 bulan terakhir yaitu Maret hingga Juni 2013 berjumlah 16 orang anak dimana 13
anak berjenis kelamin laki – laki dan 3 orang anak ber jenis kelamin perempuan.
4. Etiologi
Sebab penyakit sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai
suatu penyakit autoimun. Jadi merupakan suatu reaksi antigen-antibodi. Umumnya para ahli membagi
etiologinya menjadi:
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Gejalanya adalah edema pada
masa neonatus. Sindrom nefrotik jenis ini resisten terhadap semua pengobatan. Salah satu cara yang
bisa dilakukan adalah pencangkokan ginjal pada masa neonatus namun tidak berhasil. Prognosis buruk
dan biasanya penderita meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.
b. Sindrom nefrotik sekunder
1) Disebabkan oleh :
4) Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, racun oak, air raksa.
Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dengan pemeriksaan mikroskop biasa dan
mikroskop elektron, Churg dkk membagi dalam 4 golongan yaitu: kelainan minimal, nefropati
membranosa, glumerulonefritis proliferatif dan glomerulosklerosis fokal segmental.
5. Patofisiologi
Menurut Betz & Sowden (2009), sindrom nefrotik adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh
kerusakan glomerulus. Peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma menimbulkan
proteinuria, hipoalbumin, hiperlipidemia dan edema. Hilangnya protein dari rongga vaskuler
menyebabkan penurunan tekanan osmotik plasma dan peningkatan tekanan hidrostatik, yang
menyebabkan terjadinya akumulasi cairan dalam rongga interstisial dan rongga abdomen. Penurunan
volume cairan vaskuler menstimulasi sistem renin-angiotensin yang mengakibatkan diskresikannya
hormon antidiuretik dan aldosteron. Reabsorsi tubular terhadap natrium (Na) dan air mengalami
peningkatan dan akhirnya menambah volume intravaskuler. Retensi cairan ini mengarah pada
peningkatan edema. Koagulasi dan trombosis vena dapat terjadi karena penurunan volume vaskuler
yang mengakibatkan hemokonsentrasi dan hilangnya urin dari koagulasi protein. Kehilangan
immunoglobulin pada urin dapat mengarah pada peningkatan kerentanan terhadap infeksi.
6. Pathway
7. Manifestasi klinik
a. Proteinuria
b. Hipoalbuminemia
Kosentrasi albumin plasma ditentukan oleh asupan protein, sintesis albumin hati dan kehilangan protein
melalui urin. Pada sindrom nefrotik hipoalbuminemia disebabkan oleh proteinuria masif dengan akibat
penurunan tekanan onkotik plasma. Untuk mempertahankan tekanan onkotik plasma maka hati
berusaha meningkatkan sintesis albumin. Peningkatan sintesis albumin hati tidak berhasil menghalangi
timbulnya hipoalbuminemia. Diet tinggi protein dapat meningkatkan sintesis albumin hati akan tetapi
dapat mendorong peningkatan ekskresi albumin melalui urin. (Prodjosudjadi, 2006).
c. Edema
Edema pada sindrom nefrotik dapat diterangkan dengan teori underfill dan overfill. Teori underfill
menjelaskan bahwa hipoalbuminemia merupakan faktor kunci terjadinya edema pada sindrom nefrotik.
Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma dan ginjal melakukan kompensasi
dengan meningkatkan retensi air dan natrium. Mekanisme kompensasi ini akan memperbaiki volume
intravaskular tetapi juga mengeksaserbasi terjadinya hipoalbuminemia sehingga edema semakin
berlanjut. (Prodjosudjadi, 2006).
Teori overfill menjelaskan bahwa retensi natrium sebagai defek renal utama. Retensi natrium oleh ginjal
menyebabkan cairan ekstraseluler meningkat sehingga terjadi edema. Penurunan laju filtrasi golerulus
akibat kerusakan ginjal akan menambah terjadinya retensi natrium dan edema. Kedua mekanisme
tersebut ditemukan pada pasien sindrom nefrotik. Faktor seperti asupan natrium, efek diuretik atau
terapi steroid, derajat gangguan fungsi ginjal, jenis lesi glomerulus, dan keterkaitan dengan penyakit
jantung dan hati akan menentukan mekanisme mana yang lebih berperan. (Prodjosudjadi, 2006).
e. Hematuria
f. Anoreksia
g. Diare
8. Klasifikasi
Kondisi yang sering menyebabkan sindrom nefrotik pada anak usia sekolah. Anak dengan sindrom
nefrotik ini, pada biopsi ginjalnya terlihat hampir normal bila dilihat dengan mikroskop cahaya.
Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler seperti lupus eritematosus sistemik, purpura anafilaktik,
glomerulonefritis, infeksi system endokarditis, bakterialis dan neoplasma limfoproliferatif.
Faktor herediter sindrom nefrotik disebabkan oleh gen resesif autosomal. Bayi yang terkena sindrom
nefrotik, usia gestasinya pendek dan gejala awalnya adalah edema dan proteinuria. Penyakit ini resisten
terhadap semua pengobatan dan kematian dapat terjadi pada tahun-tahun pertama kehidupan bayi jika
tidak dilakukan dialysis.
9. Pemeriksaan penunjang
Penegakan diagnosis sindrom nefrotik tidak ditentukan dengan hanya penampilan klinis.
Diagnosis sindrom nefrotik dapat ditegakkan melalui beberapa pemeriksaan penunjang berikut yaitu :
a. Urinalisis
Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguri ) yang terjadi dalam 24-48 jam setelah ginjal
rusak, warna kotor, sedimen kecoklatan menunjukkan adanya darah, Hb, Monoglobin, Porfirin. Berat
jenis kurang dari 1,020 menunjukkan penyakit ginjal. Contoh glomerulonefritis, pielonefritis dengan
kehilangan kemampuan untuk meningkatkan, menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat.
pH lebih besar dari 7 ditemukan pada infeksi saluran kencing, nekrosis tubular ginjal dan gagal ginjal
kronis (GGK). Protein urin meningkat (nilai normal negatif). Urinalisis adalah tes awal diagnosis sindromk
nefrotik. Proteinuria berkisar 3+ atau 4+ pada pembacaan dipstik, atau melalui tes semikuantitatif
dengan asam sulfosalisilat, 3+ menandakan kandungan protein urin sebesar 300 mg/dL atau lebih, yang
artinya 3g/dL atau lebih yang masuk dalam nephrotic range.
Pemeriksaan sedimen akan memberikan gambaran oval fat bodies: epitel sel yang mengandung butir-
butir lemak, kadang-kadang dijumpai eritrosit, leukosit, torak hialin dan torak eritrosit.
Pengukuran protein urin dilakukan melalui timed collection atau single spot collection. Timed collection
dilakukan melalui pengumpulan urin 24 jam, mulai dari jam 7 pagi hingga waktu yang sama keesokan
harinya. Pada individu sehat, total protein urin ≤ 150 mg. Adanya proteinuria masif merupakan kriteria
diagnosis. Single spot collection lebih mudah dilakukan. Saat rasio protein urin dan kreatinin > 2g/g, ini
mengarahkan pada kadar protein urin per hari sebanyak ≥ 3g.
d. Albumin serum
f. USG Renal
g. Biopsi Ginjal
Biopsi ginjal diindikasikan pada anak dengan SN kongenital, onset usia> 8 tahun, resisten steroid,
dependen steroid atau frequent relaps, serta terdapat manifestasi nefritik signifikan. Pada SN dewasa
yang tidak diketahui asalnya, biopsy mungkin diperlukan untuk diagnosis.Penegakan diagnosis patologi
penting dilakukan karena masing-masing tipe memiliki pengobatan dan prognosis yang berbeda. Penting
untuk membedakan minimal-change disease pada dewasa dengan glomerulosklerosisfokal, karena
minimal-change disease memiliki respon yang lebih baik terhadap steroid.
h. Pemeriksaan Darah
Hb menurun adanya anemia, Ht menurun pada gagal ginjal, natrium meningkat tapi biasanya bervariasi,
kalium meningkat sehubungan dengan retensi dengan perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran
jaringan (hemolisis sel darah nerah). Penurunan pada kadar serum dapat menunjukkan kehilangan
protein dan albumin melalui urin, perpindahan cairan, penurunan pemasukan dan penurunan sintesis
karena kekurangan asam amino essensial. Kolesterol serum meningkat (umur 5-14 tahun : kurang dari
atau sama dengan 220 mg/dl). Pada pemeriksaan kimia darah dijumpai Protein total menurun (N: 6,2-
8,1 gm/100ml), Albumin menurun (N:4-5,8 gm/100ml), α1 globulin normal (N: 0,1-0,3 gm/100ml), α2
globulin meninggi (N: 0,4-1 gm/100ml), β globulin normal (N: 0,5-0,9 gm/100ml), γ globulin normal (N:
0,3-1 gm/100ml), rasio albumin/globulin <1 (N:3/2), komplemen C3 normal/rendah (N: 80-120
mg/100ml), ureum, kreatinin dan klirens kreatinin normal.
10. Penatalaksanaan
a. Primer
Tidak ada yang dapat mencegah sindrom nefrotik karena sindrom nefrotik merupakan salah satu
penyakit autoimun.
b. Sekunder
a) Istirahatkan sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai kurang lebih 1 gram/hari
secara praktis dengan menggunakan garam secukupnya dan menghindari makanan yang diasinkan. Diet
protein 2-3 gram/kgBB/hari.
b) Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam dapat digunakan diuretik, biasanya
furosemid 1 mg/kgBB/hari. Bergantung pada beratnya edema dan respon pengobatan. Bila edema
refrakter, dapat digunakan hididroklortiaid (25-50 mg/hari), selama pengobatan diuretik perlu dipantau
kemungkinan hipokalemia, alkalosis metabolik dan kehilangan cairan intravaskuler berat.
Ø Selama 28 hari prednison diberikan peroral dengan dosis 60 mg/hari luas permukaan badan (ibp)
dengan maksimum 80 mg/hari.
Ø Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari dengan dosis 40 mg/hari/1bp, setiap
3 hari dalam satu minggu dengan dosis maksimum 60 mg/hari. Bila terdapat respon selama pengobatan,
maka pengobatan ini dilanjutkan secara intermitten selama 4 minggu.
Pasien dengan sindrom nefrotik dengan edema perlu istirahat di tempat tidur karena keadaan edema
yang berat menyebabkan pasien kehilangan kemampuannya untuk bergerak. Selama edema masih
berat semua keperluan harus ditolong di atas tempat tidur.
a) Baringkan pasien setengah duduk, karena adanya cairan didalam rongga toraks akan menyababkan
sesak napas.
b) Berikan alas bantal pada kedua kakinya sampai pada tumit (bantal di letakkan memanjang, karena
jika melintang maka ujung kaki akan lebih rendah dan akan menyebabkan edema hebat).
c) Bila pasien seorang anak laki-laki, berikan ganjal dibawah skrotum untuk mencegah pembengkakan
skrotum karena tergantung.
d) Timbang BB pasien setiap hari dan ukur lingkar perut pasien untuk mengetahui berkurang atau
tidak edema.
f) Berikan diet rendah protein yaitu 1,2-2,0 g/kgBB/hari dan cukup kalori yaitu 35 kal/kgBB/hari serta
rendah garam (1g/hari)
g) Berikan makanan sesuai keadaan pasien, dapat makanan biasa atau lunak.
c. Tersier
11. Komplikasi
Komplikasi sindrom nefrotik mencakup infeksi akibat defisiensi respon imun, tromboembolisme
(terutama vena renal), embnoli pulmoner, dan peningkatan terjadinya aterosklerosis.(Smeltzer, SC, Bare
BG, 2002: 1442). Adapun komplikasi secara umum dari sindrom nefrotik adalah :
d. Kerusakan kulit
f. Peritonitis
B. Proses keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dari tahap proses keperawatan. Dalam mengkaji, harus
memperhatikan data dasar pasien. Keberhasilan proses keperawatan sangat tergantung pada
kecermatan dan ketelitian dalam tahap pengkajian. Pengkajian yang perlu dilakukan pada pasien anak
dengan sindrom nefrotik (Donna L. Wong, 2004 : 550) sebagai berikut :
2) Edema
3) Wajah sembab khususnya di sekitar mata timbul pada saat bangun pagi dan berkurang di siang hari
a) Diare
b) Anoreksia
8) Peka rangsangan
9) Mudah lelah
10) Letargi
b) Gelap
c) Berbau buah
d. Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengujian, misalnya analisa urin akan adanya protein,
silinder dan sel darah merah; analisa darah untuk protein serum (total, perbandingan albumin/globulin,
kolestrol), jumlah darah merah, natrium serum.
1) Pemeriksaan diagnostik
a) Uji urin
b) Uji darah
c) Uji diagnostik
v USG ginjal, dan CT scan ginjal atau IVP menunjukkan pengkisutan ginjal
v Biopsi ginjal bisa menunjukkan salah satu bentuk glomerulonefritis kronis atau pembentukan jaringan
parut yang tidak spesifik pada glomeruli
2. Diagnosa Keperawatan
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual dan
muntah
d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan ureum nitrogen dalam darah
g. Resiko kekurangan volume cairan (intravaskuler) berhubungan dengan kehilangan protein dan
cairan, edema
Kriteria hasil :
v Edema berkurang
INTERVENSI
RASIONAL
3. Kaji perubahan edema : ukur lingkar abdomen pada umbilicus serta pantau edema sekitar mata
v Perlu untuk menentukan fungsi ginjal, kebutuhan penggantian cairan dan penurunan resiko kelebihan
cairan
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan tekanan osmotik kapiler
Tujuan : pola nafas efektif dengan frekuensi dan kedalaman dalam rentang normal dan paru jelas/bersih
Kriteria hasil :
v Mempertahankan frekuensi dan kedalaman nafas paten dengan bunyi nafas bersih/jelas
v Pola nafas efektif dengan frekuensi dan kedalaman nafas tidak mengalami gangguan
INTERVENSI
RASIONAL
v Kecepatan biasanya meningkat, dispnea, dan terjadi peningkatan kerja nafas, kedalaman bervariasi,
ekspansi dada terbatas
v Bunyi nafas menurun / tidak ada bila jalan nafas terdapat obstruksi kecil
v Memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu pengenceran sekret untuk
memudahkan pembersihan
v Memudahkan upaya pernapasan dan meningkatkan drainage sekret dari segmen paru ke dalam
bronkus
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual dan
muntah
INTERVENSI
RASIONAL
v Asupan natrium dapat memperberat edema usus yang menyebabkan hilangnya nafsu makan
d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan ureum nitrogen dalam darah
Kriteria hasil :
v Kulit pasien tidak menunjukkan adanya kerusakan integritas kulit : kemerahan atau iritasi
v Pasien merasa nyaman (tidak merasa gatal)
INTERVENSI
RASIONAL
v Untuk mencegah terjadinya iritasi pada kulit karena gesekan dengan alat tenun
v Karena pasien dengan edema massif selalu latergis mudah lelah dan diam saja
Kriteria hasil :
INTERVENSI
RASIONAL
v Aktivitas yang tenang mengurangi penggunaan energi yang dapat menyebabkan kelelahan
Tujuan : pasien dapat mengekspresikan perasaan dan masalah dengan mengikuti aktivitas yang sesuai
dengan minat dan kemampuan pasien
Kriteria hasil :
RASIONAL
7. Resiko kekurangan volume cairan (intravaskuler) berhubungan dengan kehilangan protein dan
cairan, edema
Tujuan : pasien tidak menunjukkan kehilangan cairan intravaskuler atau syok hipovolemik yang
ditunjukkan pasien minimum atau tidak
Kriteria hasil :
INTERVENSI
RASIONAL
Kriteria hasil :
INTERVENSI
RASIONAL
4. Pantau suhu
C. Diascharge Planning
Berikan pada pasien dan keluarga instruksi lisan dan tulisan yang sesuai dengan perkembangan
mengenai penatalaksanaan di rumah tentang hal-hal berikut ini :
5. Pembatasan aktivitas
7. Diet rendah garam dan tirah baring dapat membantu dan mengontrol edema
9. Kontrol hipertensi untuk mencegah kerusakan ginjal terutama pada penderita diabetes
Sindrom nefrotik merupakan salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada anak dimana
merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari proteinuria masif, hipoalbuminemia,
hiperkolesteronemia serta edema. Jumlah anak penderita Sindrom Nefrotik setiap tahunnya bertambah
di beberapa negara. Angka kejadian Sindrom Nefrotik di Amerika dan Inggris berkisar antara 2-7 per
100.000 anak berusia di bawah 18 tahun per tahun, sedangkan di Indonesia dilaporkan 6 anak per
100.000 dan diketahui terjadi paling banyak pada anak antara umur 3 – 4 tahun dengan perbandingan
anak laki-laki dan perempuan 2 : 1. Sindrom Nefrotik menyebabkan anak harus menjalani hospitalisasi di
rumah sakit. Lamanya masa hospitalisasi di rumah sakit dapat meningkatkan kecemasan pada anak dan
keluarga. Ketidaktahuan tentang penyakit serta riwayat keluarga yang sebelumnya belum pernah
menderita penyakit yang sama turut mempengaruhi kecepatan kesembuhan anak khususnya pada anak
pra sekolah. Pendekatan FCC (Family Center Care) menjadi salah satu cara yang dapat digunakan untuk
mengurangi efek hospitalisasi dengan mengedepankan komunikasi teraupetik dalam setiap tindakan
keperawatan maupun medis kepada anak.
Keterlibatan keluarga dalam proses perawatan anak selama sakit akan membantu meningkatkan
kepuasan keluarga terhadap pelayanan asuhan keperawatan sekaligus memandirikan keluarga dalam
perawatan anak selanjutnya. Salah satu upaya meningkatkan kepuasan klien anak dan keluarga adalah
dengan penerapanmkomunikasi terapeutik perawat selama masa hospitalisasi klien anak di rumah sakit.
Hal ini sesuai dengan pendekatan perawatan anak yang berfokus pada keluarga (FCC).Keterlibatan
keluarga dalam masa perawatan akan mempercepat proses penyembuhan Sindrom Nefrotik pada anak.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sindrom nefrotik merupakan gangguan klinis ditandai oleh peningkatan protein, penurunan albumin
dalam darah (hipoalbuminemia), edema dan serum kolesterol yang tinggi dan lipoprotein densitas
rendah (hiperlipidemia). (Brunner & Suddarth, 2001).
Etiologi nefrotik sindrom dibagi menjadi 3, yaitu primer (Glomerulonefritis dan nefrotik sindrom
perubahan minimal), sekunder (Diabetes Mellitus, Sistema Lupus Erimatosis, dan Amyloidosis), dan
idiopatik (tidak diketahui penyebabnya). Tanda paling umum adalah peningkatan cairan di dalam tubuh.
Sehingga masalah keperawatan yang mungkin muncul adalah kelebihan volume cairan berhubungan,
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan, resiko kehilangan volume cairan intravaskuler, dan
kecemasan.
B. Saran
Demikian makalah dan asuhan keperawatan yang kami sampaikan. Kami berharap agar makalah yang
kami buat ini dapat bermanfaat bagi para dosen, teman-teman dan pembaca sekalian.