Anda di halaman 1dari 26

KONSEP KEBUTUHAN ELIMINASI

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas

Mata kuliah Keperawatan Dasar

Dosen Pengampu: Ns. Rokhaidah, M.Kep, Sp.Kep.An

Disusun oleh:

Sinta Mariani 1810701010

Ditta Zuchrifahnur Capandri 1810701012

Dwi Permata Yususf 1810701013

Fitria Dian Andina 1810701018

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN

2018

1
2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kepada Tuhan yang maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunianya kepada Penyusun sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Selawat serta salam kita
junjungkan kepada Nabi kita Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita
dari jaman kegelapan menuju jaman yang terang menderang seperti sekarang ini.

Makalah yang berjudul Konsep Kebutuhan Eliminasi ini dibuat untuk


memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Dasar yang diampu oleh ibu Ns.
Rokhaidah, M.Kep, Sp.Kep.An. Makalah ini membahas tentang hal diatas, seperti
konsep kebutuhan eliminasi, faktor-faktor yang mempengaruhi urinasi dan
eliminasi fekal, perubahan dalam eliminasi urine, dan masalah defekasi yang
umum.

Dalam proses penyusunannya tak lepas dari bantuan, arahan dan masukan
dari berbagai pihak. Untuk itu kamimengucapkan banyak terimakasih atas segala
partisipasinya dalam menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari masih banyak sekali kekurangan dan kekeliruan di dalam


penulisan makalah ini, baik dari segi tanda baca, tata bahasa maupun isi. Oleh
karena itu kami secara terbuka menerima segala kritik dan saran positif dari
pembaca.

Jakarta, 14 Februari 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
BAB I.................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................1
1.3 Tujuan......................................................................................................................1
BAB II...............................................................................................................................2
PEMBAHASAN................................................................................................................2
2.1 Konsep Kebutuhan Eliminasi...................................................................................2
2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Urinasi Dan Eliminasi Fekal..........................12
2.3 Perubahan Dalam Eliminasi Urine, Dan Masalah Defekasi Yang Umum...............16
BAB III............................................................................................................................19
PENUTUP.......................................................................................................................19
3.1 Simpulan................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................20

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Eliminasi urin merupakan salah dari proses metabolik tubuh. Zat yang tidak
dibutuhkan, dikeluarkan melalui paru-paru, kulit, ginjal dan pencernaan. Paru-paru
secara primer mengeluarkan karbondioksida, sebuah bentuk gas yang dibentuk
selama metabolisme pada jaringan. Hampir semua karbondioksida dibawa keparu-
paru oleh sistem venadan diekskresikan melalui pernapasan. Kulit mengeluarkan air
dan natrium / keringat. Ginjalmerupakan bagian tubuh primer yang utama untuk
mengekskresikan kelebihan cairantubuh, elektrolit, ion-ion hidrogen, dan asam.
Eliminasi urin secara normal bergantung pada satu pemasukan cairan dan
sirkulasivolume darah, jika salah satunya menurun, pengeluaran urin akan menurun.
Pengeluaran urin juga berubah pada seseorang dengan penyakit ginjal, yang
mempengaruhi kuantitas, urin dankandungan produk sampah didalam urin.
Usus mengeluarkan feses dan beberapa cairan dari tubuh. Pengeluaran feses
melaluievakuasi usus besar biasanya menjadi sebuah pola pada usia 30 sampai 36
bulan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana konsep kebutuhan eliminasi?
2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi urinasi dan eliminasi fekal?
3. Bagaimana perubahan dalam eliminasi urine, dan masalah defekasi yang
umum?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui seperti apa konsep kebutuhan eliminasi
2. Mengetahui apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi urinasi dan eliminasi
fekal
3. Mengetahui seperti apa perubahan dalam eliminasi urine, dan masalah
defekasi yang umum.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Kebutuhan Eliminasi


Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh baik yang
berupa urine maupun fekal.

Eliminasi urine

A. Konsep dasar

Eliminasi urine normal nya adalah pengeluaran cairan sebagai hasil filtrasi
dari plasma darah di glomelurus. Dari 180 liter darah yang masuk ke ginjal untuk
difiltrasi, hanya 1-2 liter saja yang dapat berupa urine, sebagian besar hasil filtrasi
akan diserap di tubulus ginjal untuk dimanfaatkan oleh tubuh.

1. Ginjal
Pada orang dewasa panjangnya kira-kira 11 cm dan lebarnya 5-7,5 cm dan
tebalnya 2,5 cm dan beratnya sekitar 150 gram. Organ ginjal berbentuk kurva
yang terletak diarea retroperitoneal, pada bagian belakang dinding abdomen
disamping depan vetebra, setinggi torakal 12 sampai ke lumbal 3. Ginjal
disikong oleh jaringan diaposa dan jaringan penyokong yang disebut fasia
gerota serta dibungkus oleh kapsul ginjal, yang berguna untuk
mempertahankan ginjal, pembuluh darah, dan kelenjar adrenal terhadap
adanya trauma. Ginjal terdiri atas 3 area, yaitu : korteks, medulla, dan pelvis.

1. Korteks, merupakan bagian paling luar ginjal, terletak dibawah kapsula


fibrosa sampai dengan lapisan medulla, tersusun atas nefron-nefron yang
jumlahnya lebih dari 1 juta. Semua glomerolus berada di korteks dan 90%
aliran darah menuju pada korteks.

2. Medulla, terdiri atas saluran saluran atau duktus pengumpul yang disebut
piramida ginjal yang tersusun antara 8-18 buah.

3. Pelvis, merupakan area yang terdiri atas kaliks minor yang kemudian
bergabung menjadi kaliks mayor. Empat sampai lima kaliks minor
bergabung menjadi kaliks mayor dan dua sampai tiga kaliks mayor
bergabung menjadi pelvis ginjal yang berhubungan dengan ureter bagian
proksimal.

2. Nefron

2
Nefron merupakan unit fungsional ginjal, dimana pada masing-masing
ginjal terdiri atas 1-4 juta nefron. Nefron terdiri atas komponen vaskular dan

3
3

tubular. Komponen vaskular atau pembuluh darah kapiler diantaranya adalah


arteriola afferen, glomerolus, arteriola eferen, dan kapiler peritubular.
Sedangkan komponen tubular merupakan penampung hasil filtrasi dari
glomerolus, terdiri atas kapsula bowman, tubulus kontortus proksimal, ansa
henle, tubulus kontortus distas, serta tubulus dan duktus pengumpul. Salah
satu komponen penting nefron adakah glomerolus yang merupakan cabang
dari arteriola aferen dan membentuk anyaman-anyaman kapiler. Di dalam
glomerolus inilah terjadi proses filtrasi.
3. Fungsi Ginjal
Ginjal merupakan organ penting dalan proses keseimbangan cairan tubuh
dan sebagai organ sekresi dari zat-zat yang sudah tidak dibutuhkan lagi.
Fungsi ginjal diantaranya :

1. Pengaturan volume dan komposisi darah. Ginjal berperan dalam


pengaturan volume darah dan komposisi darah melalui mekanisme
pembuangan atau sekresi cairan. Misalnya jika intake cairan melebihi
kebutuhan, maka ginjal akan membuang lebih banyak cairan yang keluar
dalam bentuk urine, sebaiknya jika kekurangan cairan maka ginjal akan
mempertahankan cairan yang keluar dengan sedikit urine yang
dikeluarkan. Jumlah cairan yang dikeluarkan dan yang dipertahankan
tubuh berpengaruh terhadap pengenceran dan pemekatan darah serta
volume darah. Di dalam ginjal juga diproduksi hormom eritroprotein yang
dapat menstimulasi pembent

2. ukan sel darah merah. Pada kondisi kekurangan darah, anemia, atau
hipoksia, maka akan lebih banyak diproduksi eritroprotein untuk
memperbanyak produksi sel darah merah.

3. Pengaturan jumlah dan konsentrasi elektrolit pada cairan ekstrasel, seperti


natrium, klorida, bikarbonat, kalsium, magnesium, fosfat, dan hidrogen.
Konsentrasi elektrolit ini mempengaruhi pergerakan cairan intrasel dan
ekstrasel. Bila terjadi pemasukan dannkehilangan ion-ion tersebut, maka
ginjal akan mengurangi sekresi ion-ion penting tersebut.

4. Membantu mempertahankan keseimbangan asam basa (pH) darah.


Pengendalian asam basa darah oleh ginjal dilakukan dengan sekresi urine
yang asam atau basa melalui pengeluaran ion hidrogen atau bikarbonat
dalam urine.

5. Pengaturan tekanan darah. Ginjal berperan dalam pengaturan tekanan


darah dengan menyekresi enzim renin yang mengafkan jalur renin-
angiotensin dan mengakibatkan pembuluh vasokonstriksi atau vasodilatasi
4

pembuluh darah sehingga dapat meningkatkan tekanan darah atau


menurunkan tekanan darah.

6. Pengeluaran dan pembersihan hasil metabolismebtubuh seperti urea, asam


urat, dan kreatinin yang jika tidak dikeluarkan dapat bersifat toksik
khususnya pada otak.

7. Pengeluaran komponen-komponen bading seperti pengeluaran obat,


pestidasi, dan zat-zat berhahaya lainnya.

Dari fungsi-fungsi diatas ginjsl melakukan tiga fungsi mekanik yaitu


filtrasi, rearbsorsi tubular, dan sekresi tubular.

a) Filtrasi glomelular
Filtrasi glomelular terjadi pada glomelurus di nefron, merupakan
langkah pertama produksi urine. Ultrafiltrasi terjadi dimana plasma
menembus barier dan membran endoliteum glomelorus kemudian
hasilnya masuk ke dalam ruang inta kapsul bowman. Normalnya
sekitar 20% atau sekitar 180 liter per hari plama masuk ke dalam
glomerolus untuk difiltrasi. Rata-rata 178,5 liter direarbsorpsi kembali
dan hanya 1-2 liter yang dieksresi menjadi urine. Filtrasi glomerular
terjadi akibat perbedaan tekanan filtrasi dengan tekanan yang melawan
filtrasi atau disebut dengan tekanan filtrasi efektif. Ada tiga tekanan
yang terjadi dalam proses filtrasi, yaitu : tekanan darah kapiler
glomerolus atau tekanan hidrostatik kapiler glomerolus, tekanan
osmotik koloid plasma, dan tekanan hidrostatik kapsula bowman.
Tekanan darah kapiler glomerolus, merupakan tekanan yang
cenderung mendorong, tekanan ini tergantung dari kontraksi atau kerja
jantung dan resistensi dari arteriola aferen dan arteriola eferen.
Besarnya tekanan ini sekitar 50 mmHg.
Tekanan osmotik koloid plasma, tekanan ini terjadi karena protein
plama yang cenderung menarik air dan garam-garam ke dalam
pembuluh darah kapiler. Tekanan ini bersifat melawan filtrasi,
besarnya sekitar 30 mmHg.
Tekanan hidrostatik kapsula bowman, yaitu tekanan yang terjadi
karena adanya cairan pada kapsula bowman yang cenderung melawan
filtrasi, besarnya sekitar 5 mmHg.
Dengan demikian kekuatan filtrasi atau tekanan filtrasi efektif
adalah kekuatan mendorong yaitu tekanan darah kapiler glomerolus
dikurangi dua kekuatan yang melawan filtrasi yaitu tekanan osmotik
koloid dan tekanan hidrostatik kapsula bowman, sehingga besarnya 50
mmaHg - (30 mmHg + 5 mmHg) = 15 mmHg.
5

Tidak semua zat dapat di filtrasi oleh glomerolus, misalnya sel


darah dan protein. Karna ukurannya yang besar, membran filtrasi
hanya dapat dilalui oleh plasma, garam-garam, glukosa, dan molekul-
molekul kecil lainnya. Besarnya volume plasma yang difiltrasi oleh
glomerolus permenit pada semua nefron disebut laju filtrasi glomerular
atau glomerular filtrasion rate (GFR). Besarnya GFR pada laki-laki
123 ml/menit atau 180 liter per 24 jam, sedangkan pada wanita sekitar
110 ml/menit.
Faktor-faktor yang memperngaruhi GFR diantaranya :

a. Tekanan filtrasi efektif. Makin besar tekanan yang dihasilkan


makin besar pula GFR nya. Tekanan filtrasi efektif dipengaruhi
oleh adanya autoregulasi dari ginjal termasuk karena stimulasi
saraf simpatis yang mempengaruhi kontriksi arteriola aferen
dan eferen, adanya obstruksi aliran urine serta menurunnya
protein plasma.

b. Permeabilitas dari glomerolus. Normalnya membran


glomerolus sangat permeabel sehingga filtrasi cepat terjadi.
Pada kondisi tertentu, seperti pada penyakit ginjal daoat
meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga meningkatkan
GFR.

Pengukuran GFR sangat penting dalam mengestimasi


pembersihan zat-zat, baik yang dikeluarkan maupun yang direabsorpsi
didalam nefron. Kemampuan ginjal untuk bersihan zat dari plasma
selama 1 menit disebut renal clearance. Dalam pengukuran ini, jumlah
dari suatu zat suatu urine yang di sekresikan dalam jangka waktu
tertentu dikaitkan dengan kadardalam plamsa digambar sebagai
persamaan :
Clearance = Kadar zat dalam urine dikalikan volume urine dalam
mililiter yang dieksresikan per menit dibagi kadar zat dalam plasma.
Atau

C = Clearance

U = Kadar zat dalam urine

V = Volume urine (ml) yang disekresikan per menit

P = Kadar zat dalam plasma


6

Zat yang paling penting untuk di sekresi adalah kreatinin, oleh


karnanya bersihan kreatinin merupakan acuan dalam fungsi renal
clearance. Filtrasi kreatinin tergantung dari GFR dan konsentrasi
kreatinin dalm plasma (P) dalam mg/ml atau filtrasi kreatinin = GFR x
P. sedangkan eksresi kreatin merupakan jumlah kreatinin yang
dikeluarkan, tergantung dari laju aliran uine (V) dalam ml/menit dan
konsentrasi kreatinin di urine mg/ml atau sekresi kreatinin = U x V.
Kreatinin merupakan hasil pemecahan kreatinin fosfat dalam
jaringan otot, normalnya dikeluarkan melalui urine. Kreatinin masuk
dan difiltrasi oleh glomerolus san tidak di rearbsopsi dalm jumlah yang
signifikan. Dengan memonitor kreatinin darah dan dalam jumlah yang
disekresi melalui urine selama 24 jam, GFR dapat diestimasi.

b) Rearbsopsi tubular
Dari 180liter per hari plasma yang dflitrasi, tidak semuanya
dikeluarkan dalam bentuk urine. Lebih banyak yang diserap kembali
atau direaarbsorpsi dalam tubulus ginjal tterutama zat-zat atau mineral
yang penting bagi tubuh dan hanya 1-2 liter yang dikeluarkan dalam
bentuk urine. Material yang direarbsorpsi masuk kembali ke darah
melalui kapiler peritubular. Persentase dari substansi yang reabsorpsi
dan di eksresi sebagai berikut.
Rarbsorbsi sebagian besar terjadi di tubulus prosimal (75%),
selebihnya terjadi di ansa henl, tubulus distal dan duktus kolingrnes.
Proses rearbsorbsi dilakukan melalui trasfer pasif dan transfer aktif.
Transfer pasif adalah pergerakan zat atau material melalui gradien
kimia dan listrik. Pergerakan pasif terjadi di area dengan konsentrasi
tinggi ke konsentrasi rendah. Misalnya rearbsorpsi pasif adalah air
pada tubulus distal, air dan urea dengan bantuan ADH di duktus
koligen, urea, airserta klor pada tbulus proksimal. Transpor aktif terjadi
degab membutuhkh energi ATP, misalnya rearbsorsi natrium, kalsium,
klor pada tubulus kontortus distal dan duktus koligen, transfer
glukoma, asam amino, natrium, kalium, fosfat, sulfat dan vitamin C
terjadi pada tubulus kontortus proksimal.

c) Sekresi tubular
Adalah kebalikan dari rerbsorsi, merupakan proses aktif yang
mrmindahkan zat keluar kapiler peritubular melewati epitel - epitel sel
tubular masuk ke lumen nefron untuk dikeluarkan dalam urine.
Substansi penting di sekresi oleh tubulus adalah hidroge, kalium,
anion dan kation organik, serta benda-benda asing dalam tubuh.
Sekresi ion hidrogen penting dalam keseimbangan asam-basa karna
7

pengeluaran ion hidroge tergantung dari keasaman cairan tubuh.


Ketika cairan tubuh asam, maka sekresi hidrogen meningkat, demikian
sebaliknya. Sekresi kalium terjadi di tubulus distal dan duktus
koligen ; sedangkan sekresi anion dan kation organik, termasuk
polutan lingkungan dan obat-obatan terjadi pada tubulus kontortus
proksimal
4. Ureter
Ureter adalah suatu saluran muskuler 79103 berbentuk silinder yang
menghantarkan urin dari ginjal menuju kandung kemih. Panjang ureter adalah
sekitar 20-30 cm dengan diameter maksimum sekitar 1,7 cm di dekat kandung
kemih dan berjalan dari hilus ginjal menuju kandung kemih. Ureter dibagi
menjadi pars abdominalis, pelvis,dan intravesikalis. Dinding ureter terdiri dari
mukosa yang dilapisi oleh sel-sel transisional, otot polos sirkuler dan
longitudinal yang dapat melakukan gerakan kontraksi guna mengeluarkan urin
ke buli-buli.
Ureter dibagi menjadi dua bagian yaitu; ureter pars abdominalis, berada
dari pelvis renalis sampai menyilang vasa iliaka dan ureter pars pelvika,
berada dari mulai persilangan vasa iliaka sampai masuk ke buli-buli. Secara
radiologis, ureter dibagi menjadi 3 bagian: (1) ureter 1/3 proksimal mulai dari
pelvis renalis dsampai batas atas sakrum (2) ureter 1/3 medial mulai dari batas
atas sakrum sampai batas bawah sakrum (3) ureter 1/3 distal mulai batas
bawah sakrum sampai masuk ke buli-buli.
5. Kandung Kemih
Kandung kemih, dalam anatomi mamalia, adalah organ tubuh yang
mengumpulkan air kencing yang dikeluarkan oleh ginjal sebelum dibuang. Air
kencing memasuki kandung kemih lewat ureter dan keluar lewat uretra.
Kandung kemih atau buli-buli merupakan organ berongga yang terdiri atas 3
lapisan otot detrusor yang saling beranyaman. Ia terletak tepat di belakang
pubis di dalam rongga pelvis. Kandung kemih dapat menyimpan urin orang
dewasa pada umumnya kurang lebih 500 ml. Secara anatomi kandung kemih
terdiri atas 3 permukaan, yaitu permukaan superior, permukaan inferiolateral
dan permukaan posterior.
Kandung kemih yang kosong pada orang dewasa terletak di dalam pelvis,
bila kandung kemih terisi maka dinding atasnya masuk ke daerah abdomen
(hipogastrium).
6. Uretra
Dalam anatomi, uretra adalah saluran yang menghubungkan kantung
kemih ke lingkungan luar tubuh. Uretra berfungsi sebagai saluran pembuang
baik pada sistem kemih atau ekskresi dan sistem seksual. Pada pria, berfungsi
juga dalam sistem reproduksi sebagai saluran pengeluaran air mani.
8

a) Uretra pada wanita


Pada wanita, panjang uretra sekitar 2,5 sampai 4 cm dan terletak di
antara klitoris dan pembukaan vagina.
Pria memiliki uretra yang lebih panjang dari wanita. Artinya,
wanita lebih berisiko terkena infeksi kantung kemih atau sistitis dan
infeksi saluran kemih.
b) Uretra pada pria
Pada pria, panjang uretra sekitar 20 cm dan berakhir pada
kepala/glans penis.
Uretra pada pria dibagi menjadi 4 bagian dan dinamakan sesuai
dengan letaknya:

 pars pra-prostatica, terletak sebelum kelenjar prostat.


 pars prostatica, terletak di prostat, Terdapat pembukaan kecil, dimana
terletak muara vas deferens.
 pars membranosa, sekitar 1,5 cm dan di lateral terdapat kelenjar
bulbouretralis.
 pars spongiosa/cavernosa, sekitar 15 cm dan melintas di corpus
spongiosum penis.
 pars bulbosa, pars spongiosa yang terlapisi otot bulbocavernosus dan
menempel pada tubuh karena tergantung oleh ligamantum
suspensorium penis.
 pars pendulosa, pars spongiosa yang tidak terlapisi otot dan
menggantung pada kondisi tidak ereksi.

B. Proses Berkemih
Urine diproduksi ginjal sekitar 1 ml/menit, tetapi dapat bervariasi antara 0,5-2
ml/menit. Aliran urine masuk ke kandung kemih dikontrol oleh gelombang
peristaltic yang terjadi setiap 10-150 detik. Aktivitas saraf parasimpatis
meningkatkan frekuensi peristaltik dan stimulasi simatis menurunkan frekuensi.
Banyaknya aliran urine pada uretra dipengaruhi oleh adanya refleks
uretrorenal. Refleks ini diaktifkan oleh adanya obstruksi karena konstriksi ureter
dan juga kontriksi arterior aferen yang berakibat pada penurunan produksi urine,
demikian juga pada adanya obstruksi ureter karena batu ureter.
Kandung kemih dipersarafi oleh saraf dari pelvis, baik sensorik maupun
motorik. Pengaktifan saraf parasimpatis menyebabkan kontraksi dari otot detrusor.
Normalnya, sfingter interna pada leher kandung kemih berkontraksi. Sedangkan
sfingter eksterna dikontrol berdasarkan keadaan (volunteer) dan dipersarafi oleh
nervus pudendal yang merupakan serat saraf somatik.
9

Refleks berkemih dimulai ketika terjadi pengisian kandung kemih. Jika ada
30-50 ml urine, maka terjadi peningkatan tekanan pada dinding kandung kemih.
Makin banyak urine yang terkumpul, makin besar pula tekanannya. Peningkatan
tekanan akan menimbulkan refleks peregangan oleh reseptor regang sensorik pada
dinding kandung kemih kemudian dihantarkan ke medulla spinalis segmen
sakralis melalui nervus pelvikus dan kemudian secara refleks kembali lagi ke
kandung kemih untuk menstimulasi otot detrusor untuk berkontraksi. Siklus ini
terus berulang sampai kandung kemih mencapai kontraksi yang kuat, kemudian
refleks akan melemah dan menghilang sehingga refleks berkemih berhenti. Hal ini
menyebabkan kandung kemih berelaksasi. Sementara itu jika terjadi kontraksi
yang kuat, maka akan menstimulasi nervus pudendal ke sfingter eksternus untuk
menghambatnya. Jika penghambatan sinyal kontriktor volunter ke sfingter
eksterna di otak kuat, maka terjadilah proses berkemih.
Proses berkemih juga dikontrol oleh saraf pusat. Ketika terjadi rangsangan
peregangan pada dinding otot detrusor akibat adanya pengisian urine dikandung
kemih, melalui serat saraf sensorik di nervus pelvis dihantarkan stimulus tersebut
ke hipotalamus. Dari hipotalamus kemudian dihantarkan ke korteks serebri,
selanjutnya korteks serebri merespon dengan mengirimkan sinyal ke sfingter
interna dan eksterna untuk relaksasi sehinga pengeluaran urine terjadi.
Proses berkemih juga difasilitasi oleh kontraksi dinding abdomen dengan
meningkatkan tekanan dalam kandung kemih sehingga mengakibatkan urine
masuk ke leher kandung kemih dan menimbulkan refleks berkemih.
Tidak semua urine dapat dikeluarkan dalam berkemih. Masih dapat tersisa
urine residu sekitar 10 ml.
10

Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan berkemih di antaranya:


a) Adekuatnya produksi urine pada nefron, hal ini sangat terkait fungsi
glomerulusdan GFR. Pada penyakit ginjal tertentu dapat meningkatkan
GFR sehingga produksi urine berlebih dan proses berkemih menjadi lebih
sering.
b) Adanya obstruksi saluran kemih, misalnya karena batu ginjal, batu ureter,
batu kandung kemih, hipertrofi prostat, dan struktur uretra, dapat
menghambat aliran urine ke luar.
c) Destruksi serat saraf sensorik dari kandung kemih ke medulla spinalis,
misalnya akibat trauma pada lumbal atau sacral dapat menghambat
transmisi sinyal regangan dari kandung kemih sehingga terjadi kehilangan
kontrol terhadap kandung kemih.
d) Adekuatnya otot sfingter interna dan eksterna, kemampuan kontriksi dan
relaksi sfingter interna dan eksterna memengaruhi pengeluaran urine. Pada
usia lansia, kemampuan control sfingter berkurang sehingga urine dapat
keluar tanpa disadari (inkontinensia urine).

C. Karakteristik dan Komposisi Urine


a) Karakteristik urine
Urine noemal mempunyai karakteristik sebagai berikut.
1) Volume. Pada orang dewasa rata-rata urine yang dikeluarkan setiap
berkemih berkisar 250-400 ml, tergentung dari intake dan kehilangan
cairan. Jika pengeluaran urine kurang dari 30 ml/jam, kemungkinan terjadi
tidak adekuatnya fungsi ginjal.
11

2) Warna. Urine normal warnanya kekuning-kuningan jernih, warna ini


terjadi akibat adanya urobilin. Warna lain seperti kuning gelap atau kuning
coklat dapat terjadi pada dehidrasi. Obat-obatan juga dapat mengubah
warna urine seperti warna merah atau oranye gelap
3) Bau bervariasi tergantung komposisi. Bau urine aromatik yang menyengat
atau memusingkan timbul karena mengandung ammonia.
4) pH sedikit asam antara 4,5—8 atau rata-rata 6,0. Namun demikian, pH
dipengaruhi oleh intake makanan. Misalnya urine vegetarian menjadi
sedikit basa.
5) Berat jenis 1.003—1.030.
6) Komposisi air 93—97%.
7) Osmolaritas (konsentrasi osmotik) 855—1.335 mOsm/liter
8) Bakteri tidak ada.
b) Komposisi urine
Lebih dari 99% dari 180 liter filtrate difiltrasi oleh glomerulus dan kemudian
direabsorpsi kembali dalam darah. Komposisi dan konsentrasi urine
sesungguhnya menggambarkan kemampuan dari aktivitas filtrasi, absorpsi,
dan sekresi nefron.
Urine mempunyai komposisi di antaranya adalah sebagai berikut.
1) Zat buangan nitrogen seperti urea yang merupakan hasil determinasi asam
amino oleh hati dan ginjal; keratinin yang merupakan pemecahan keratinin
fosfat dalam otot rangka; ammonia yang merupakan pemecahan deaminasi
oleh hati dan ginjal; asam urat merupakan pemecahan dari purin; serta
urobilin dan bilirubin yang merupakan pemecahan dari hemoglobin.
2) Hasil nutrient dan metabolism seperti karbohidrat, keton, lemak, dan asam
amino.
3) Ion-ion seperti natrium, klorida, kalium, kalsium, dan magnesium.
Zat-zat yang dikeluarkan bersama dengan urine merupakan bahan-bahan
yang tidak dibutuhkan oleh tubuh bahkan dapat bersifat racun. Sedangkan
bahan-bahan yang difiltrasi oleh glomerulus tetapi masih digunakan
kembali oleh tubuh akan di reabsorpsi sehingga tidak disekresi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi urine
1) Pertumbuhan dan perkembangan
Usia dan berat badan dapat mempengaruhi jumlah pengeluaran urine. Pada
usia lanjut, volume kandung kemih berkurang; demikian juga wanita hamil
sehingga frekuensi berkemih juga akan lebih sering.
2) Sosiokultural
Budaya masyarakat di mana sebagian masyarakat hanya dapat miksi pada
tempat tertutup, dan sebaliknya ada masyarakat yang dapat miksi pada
lokasi terbuka.
3) Psikologis
Pada keadaan cemas dan stress akan meningkatkan stimulasi berkemih.
4) Kebiasaan seseorang
12

Misalnya seseorang hanya berkemih di toilet, sehingga ia tidak dapat


berkemih dengan menggunakan pot urine.
5) Tonus otot
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot kandung kemih, otot abdomen,
dan pelvis untuk berkontraksi. Jika ada gangguan tonus, otot dorongan
untuk berkemih juga akan berkurang.
6) Intake cairan dan makanan
Alkohol menghambat antidiuretic hormone (ADH) untuk meningkatkan
pembuangan urine. Kopi, teh, coklat, dan kola yang mengandung kafein
dapat meningkatkan pembuangan dan ekskresi urine.
7) Kondisi penyakit
Pada pasien yang demam akan terjadi penurunan produksi urine karena
banyak cairan yang dikeluarkan melalui kulit. Peradangan dan iritasi organ
kemih menimbulkan retensi urine.
8) Pembedahan
Penggunaan anestesi menurunkan filtrasi glomerulus sehingga produksi
urine akan menurun.
9) Pengobatan
Penggunaan diuretik meningkatkan output urine; antikolinergik dan
antihipertensi menimbulkan retensi urine.
10) Pemeriksaan diagnostic
Pielogram intravena di mana pasien dibatasi intake sebelum prosedur
untuk mengurangi output urine. Sitoskopi dapat menimbulkan edema lokal
pada uretra dan spasme pada sfingter kandung kemih sehingga dapat
menimbulkan urine.

D. Masalah-Masalah Eliminasi Urine


1. Retensi urine
Merupakan penumpukan urine dalam kandung kemih dan ketidakmampuan
kandung kemih untuk mengosongkan kandung kemih. Penyebab distensi
kandung kemih adalah urine yang terdapat dalam kandung kemih melebihi
400 ml. normalnya adalah 250—400 ml.
2. Inkontinensia urine
Adalah ketidakmampuan otot sfingter eksternal sementara atau menetap untuk
mengontrol ekskresi urine. Ada dua jenis inkontinensia. Pertama,
inkontinensia stress, yaitu stress yang terjadi pada saat tekanan intraabdomen
meningkat seperti pada saat batuk atau tertawa. Kedua, inkontinensia
urgensi, yaitu inkontinensia yang terjadi saat klien terdesak ingin berkemih,
hal ini akibat infeksi saluran kemih bagian bawah atau spasme kandung
kemih.
3. Enuresis
13

Merupakan ketidaksanggupan menahan kemih (mengompol) yang diakibatkan


ketidakmampuan untuk mengendalikan sfingter eksterna. Biasanya terjadi
pada anak-anak atau pada orang jompo.

2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Urinasi Dan Eliminasi Fekal


A. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Eliminasi Urine
1. Pertumbuhan dan perkembangan
Usia dan berat badan dapat mempengaruhi jumlah pengeluaran urine. Pada
usia lanjut, volume kandung kemih berkurang, demikian juga wanita hamil
sehingga frekuensi berkemih juga akan lebih sering.
2. Sosiokultural
Budaya masyarakat di mana sebagian masyarakat hanya dapat miksi pada
tempat tertutup, dan sebaliknya ada masyarakat yang dapat miksi pada
lokasi terbuka.
3. Psikologis
Pada keadaan cemas dan stress akan meningkat stimulasi berkemih.
4. Kebiasaan seseorang
Misalnya seseorang hanya bisa berkemih di toilet, sehingga ia tidak dapat
berkemih dengan menggunakan pot urine.
5. Tonus otot
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot kandung kemih, otot abdomen,
dan pelvis untuk berkontraksi. Jika ada gangguan tonus, otot dorongan
untuk berkemih juga akan berkurang.
6. Intake cairan dan makanan
Alkohol menghambat antidiuretic hormone (ADH) untuk meningkatkan
pembuangan urine.Kopi, teh, cokelat, dan kola yang mengandung kafein
dapat meningkatkan pembuangan dan ekskresi urine.
7. Kondisi penyakit
Pada pasien yang demam akan terjadi penurunan produksi urine karena
banyak cairan yang dikeluarkan melalui kulit. Peradangan dan iritasi organ
kemih menimbulkan retensi urine.
8. Pembedahan
Penggunaan anestesi menurunkan filtrasi glomerulus sehingga produksi
urine akan menurun.
9. Pengobatan
Penggunaan diuretik meningkatkan output urine; antikolinergik dan
antihipertensi menimbulkan retensi urine.
10. Pemeriksaan diagnosik
Pielogram intravena di mana pasien dibatasi intake sebelum prosedur
untuk mengurangi output urine. Sitoskopi dapat menimbulkan edema local
pada uretra dan spasme pada sfinger kandung kemih sehingga dapat
menimbulkan urine.
14

B. Faktor-faktor yang mempengaruhi Eliminasi Fekal


1. Perkembangan
Bayi yang baru lahir, batita, anak-anak, dan lansia adalah kelompok
yang anggotanya memiliki kesamaan dalam pola eliminasi.
a. Bayi yang baru lahir
Meconium, adalah materi fases pertama yang dikeluarkan oleh bayi
baru lahir, normalnya terjadi dalam 24 jam pertama setelah lahir. Bayi
sering mengeluarkan fases, sering kali setiap sesudah makan.Karena
usus belum matur, air tidak diserap dengan baik dan feses menjadi
lunak, cair, dan sering dikeluarkan.Apabila usus telah matur, flora
bakteri meningkat.Setelah makanan padat diperkenalkan, feses
menjadi lebih keras dan frekuensi defekasi berkurang.
b. Batita
Sedikit control defekasi telah mulai dimiliki pada usia 1½ sampai 2
tahun. Pada saat ini anak-anak telah belajar berjalan dan sistem saraf
serta sistem otot telah terbentuk cukup baik untuk meningkatkan
control defekasi. Keinginan untuk mengontrol defekasi si siang hari
dan untuk menggunakan toilet secara umum dimulai pada saat anak
menyadari ketidaknyamanan yang disebabkan oleh popok yang kotor
dan sensasi yang menunjukkan kebutuhan untuk defekasi. Control di
siang hari umumnya diperoleh pada usia 2½ tahun, setelah sebuah
proses pelatihan eliminasi.
c. Anak
Anak usia sekolah dan remja memiliki kebiasaan defekasi yang
sama dengan kebiasaan mereka saat dewasa. Pola defekasi beragam
dalam hal frekuensi, kuantitas, dan konsistensi. Beberapa anak usia
sekolah dapat menunda defekasi karena aktifitas seperti bermain.
d. Lansia
Konstipasi adalah masalah umum pada populasi lansia.Ini sebagian
akibat pengurangan tingkat aktifitas, ketidakcukupan jumlah asupan
cairan dan serat, serta kelemahan otot.Banyak lansia percaya bahwa
“keteraturan” berarti melakukan defekasi setiap hari.Mereka yang
tidak memenuhi kriteria ini sering kali mencari obat yang dijual bebas
untuk meredakan kondisi yang mereka yakini sebagai
konstipasi.Lansia harus dijelaskan bahwa pola normal eliminasi fekal
sangat beragam.
2. Diet
Bagian massa (selulosa, serat) yang besar di dalam diet dibutuhkan
untuk memberikan volume fekal. Diet lunak dan diet rendah serat
berkurang memiliki massa dan oleh karena itu kurang menghasilkan sisa
dalam produk buangan untuk menstimulasi reflek defekasi. Makanan
15

tertentu sulit atau tidak mungkin untuk dicerna oleh beberapa


orang.Ketidakmampuan ini menyebabkan masalah pencernaan dan dalam
beberapa keadaan dapat menghasilkan feses yang encer.
3. Cairan
Bahkan jika asupan cairan atau haluaran (misalnya urine atau muntah)
cairan berlebihan karena alasan tertentu, tubuh terus akan menyerap
kembali cairan dari kime saat bergerak di sepanjang kolon. Kime jadi lebih
kering dibandingkan normal, mengahasilkan feses yang keras.Selain itu
pengurangan asupan cairan memperlambat perjalanan kime sepanjang
usus, makin meningkatkan penyerapan kembali cairan dari kime.
4. Aktifitas
Aktifitas menstimulasi peristalsis, sehingga memfasilitasi pergerakan
kime disepanjang kolon.Otot abdomen dan panggul yang lemah sering kali
tidak efektif dalam meningkatkan tekanan intra abdomen selama defekasi
atau dalam mengontrol defekasi.
5. Faktor psikologi
Beberapa orang yang merasa cemas atau marah mengalami
peningkatan aktifitas peristaltik dan selanjutnya mual dan
diare.Sebaliknya, beberapa orang yang mengalami depresi dapat
mengalami perlambatan motilitas usus, yang menyebabkan
konstipasi.Bagaimana seseorang merespons terhadap keadaan emosional
ini adalah hasil dari perbedaan individu dalam respons sistem saraf enterik
terhadap vagal dari otak.
6. Kebiasaan defekasi
Pelatihan defekasi sejak dini dapat membentuk kebiasaan defekasi
pada waktu yang teratur. Banyak orang yang melakukan defekasi setelah
sarapan, saat reflek gastrokolik menyebabkan gelombang peristaltik massa
di usus besar.
7. Obat-obatan
Beberapa orang memiliki efek samping yang dapat mengganggu
eliminasi normal.Beberapa obat menyebabkan diare, seperti obat penenang
tertentu dalam dosis besar dan pemberian morfin dan kodein secara
berulang, menyebabkan konstipasi karena obat tersebut menurunkan
aktifitas gastrointestinal melalui kerjanya pada sistem saraf pusat.
8. Proses diagnostic
Sebelum prosedur diagnostik tertentu seperti visualisasi kolon, klien
dilarang mengonsumsi makanan atau minuman.Bilas enema dapat
dilakukan pada klien sebelum pemeriksaan. Dalam kondisi ini, defekasi
normal biasanya tidak akan terjadi sampai klien mengonsumsi makanan
kembali.
9. Anastesia dan pembedahan
16

Anestesi umum menyebabkan pergerakan kolon normal berhenti atau


melambat dengan stimulasi saraf parasimpatis ke otot kolon.Klien yang
mendapatkan anastesia regional atau spinal kemungkinan lebih jarang
mengalami masalah ini. Pembedahan yang melibatkan penanganan usus
secara langsung dapat menyebabkan penghentian pergerakan usus secara
sementara.Kondisi ini disebut ileus.
10. Kondisi patologis
Cedera medula spinalis dan cedera kepala dapat menurunkan stimulasi
sensorik untuk defekasi.Hambatan mobilitas dapat membatasi kemampuan
klien untuk merespons terhadap desakan dan klien dapat mengalami
konstipasi atau seorang klien dapat mengalami inkontinensia fekal karena
buruknya fungsi sfingternal.
11. Nyeri
Klien yang tidak mengalami ketidaknyamanan saat defekasi sering
menekan keinginan akibat defekasinya untuk menghindari
nyeri.Akibatnya klien tersebut dapat mengalami konstipasi.Klien yang
meminum analgesic narkotik untuk mengatasi nyeri dapat juga mengalami
konstipasi sebagai efek samping obat tertentu.

2.3 Perubahan Dalam Eliminasi Urine, Dan Masalah Defekasi Yang Umum
A. Perubahan Pola Berkemih
1. Frekuensi: Meningkatnya frekuensi berkemih tanpa intake cairan yang
meningkat, biasanya terjadi pada sistitis, stress, dan wanita hamil.
2. Urgensi: Perasaan ingin segera berkemih dan biasanya terjadi pada anak-anak
karena kemampuan sfingter untuk mengontrol berkurang.
3. Disuria: rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih misalnya pada infeksi
saluran kemih, trauma, dan struktur uretra.
4. Poliuria (dieresis): produksi urine melebihi normal tanpa peningkatan intake
cairan, misalnya pada pasien diabetes mellitus.
5. Urinary suppression: keadaan dimana ginjal tidak memproduksi urine secara
tiba-tiba. Anuria (urine kurang dari 100 ml/24 jam) dan oliguria (urine
berkisar 100—500 ml/24 jam).
B. Proses Defekasi
Defekasi adalah proses pembuangan atau pengeluaran sisa metabolism berupa
feses dan flatus yang berasal dari saluran pencernaan melalui anus. Dalam proses
defekasi terjadi dua macam refleks berikut.
1. Refleks defeaksi intrinsik
Refleks ini berawal dari feses yang masuk ke rektum sehingga terjadi
distensi rektum, yang kemudian menyebabkan rangsangan pada fleksus
mesentrikus dan terjadilah gerakan peristaltic. Setelah feses sampai di
anus, secara sistematis sfingter interna relaksasi, maka terjadilah defekasi.
17

2. Refleks defekasi parasimpatis


Feses yang masuk ke rektum akan merangsang saraf rektum yang
kemudian diteruskan ke jaras spinal (spinal cord). Dari jaras spinal
kemudian dikembalikan ke kolon desenden, sigmoid, dan rektum yang
menyebabkan intensifnya peristaltik, relaksasi sfingter internal, maka
terjadilah defekasi.
Dorongan feses juga dipengaruhi oleh kontraksi otot abdomen, tekanan
diafragma, dan kontraksi otot elevator. Defekasi dipermudah oleh fleksi otot
femur dan posisi jongkok. Gas yang dihasilkan dalam proses pencernaan
normalnya 7—10 liter/24 jam. Jenis gas yang terbanyak adalah CO 2, metana, H2S,
O2, dan nitrogen.
Feses terdiri atas 75% air dan 25% materi padat. Feses normal berwarna
coklat karena pengaruh sterkobilin, mobilin, dan aktivitas bakteri. Berbau khas
karena pengaruh dari mikroorganisme. Konsistensinya lembek, namun berbentuk.
C. Masalah Defekasi Yang Umum
1. Konstipasi: Gangguan eliminasi yang diakibatkan adanya feses yang
kering dank eras melalui usus besar. Biasanya disebabkan oleh pola
defekasi yang tidak teratur, penggunaan laksatif dalam jangka waktu yang
lama, stress psikologis, obat-obatan, kurang aktivitas, dan usia.
2. Impaksi fekal (fecal imfaction): Massa feses yang keras di lipatan rektum
yang diakibatkan oleh retensi dan akumulasi material feses yang
berkepanjangan. Biasanya disebabkan oleh konstipasi, intake cairan yang
kurang, kurang aktivitas, diet rendah serat, dan kelemahan tonus otot.
3. Diare: Keluarnya feses cairan dan meningkatnya frekuensi buang air besar
akibat cepatnya kimus melewati usus besar, sehingga usus besar tidak
mempunyai waktu yang cukup untuk menyerap air. Diare dapat
disebabkan karena stress fisik, obat-obatan, alergi, penyakit kolon, dan
iritasi intestinal.
4. Inkontinensia alvi: hilangnya kemampuan otot untuk mengontrol
pengeluaran feses dan gas yang melalui sfingter anus akibat kerusakan
fungsi sfingter atau persarafan di daerah anus. Penyebabnya karena
penyakit-penyakit neuromuskular, trauma spinal cord, atau tumor sfingter
anus eksterna.
5. Kembung: Flatus yang berlebihan di daerah intestinal sehingga
menyebabkan distensi interstinal, dapat disebabkan karena konstipasi,
penggunaan obat-obatan (barbiturate, penurunan ansietas, penurunan
aktivitas intestinal), mengonsumsi makanan yang banyak mengandung gas
dapat berefek anestesi.
6. Hemoroid: Pelebaran vena di daerah anus sebagai akibat peningkatan
tekanan di daerah tersebut. Penyebabnya adalah konstipasi kronis,
peregangan maksimal saat defekasi, kehamilan, dan obesitas.
18
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Eliminasi materi sampah merupakan salah satu dari proses metabolic tubuh.
Produk sampah dikeluarkan melalui paru-paru, kulit, ginjal dan pencernaan.
Paru-paru secara primer mengeluarkan karbondioksida, sebuah bentuk gas yang
dibentuk selama metabolisme pada jaringan. Hamper semua karbondioksida dibawa
keparu-paru oleh system vena dan diekskresikan melalui pernapasan. Kulit
mengeluarkan air dan natrium / keringat.
Ginjal merupakan bagian tubuh primer yang utama untuk mengekskresikan
kelebihan cairan tubuh, elektrolit, ion-ion hydrogen, dan asam.
Usus mengeluarkan produk sampah yang padat dan beberapa cairan dari tubuh.
Pengeluaran sampah yang padat melalui evakuasi usus besar biasanya menjadi sebuah
pola pada usia 30 sampai 36 bulan.

19
DAFTAR PUSTAKA

Tarwoto dan Wartonah.2011.Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses


Keperawatan.Jakarta:Salemba Medika

20

Anda mungkin juga menyukai