Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

GAGAL GINJAL

DI SUSUN OLEH :

NAMA : DIAN PRATIWI AGUSTIKAWATI 519011045


NINIEK MARDIYANI 519011205
KELAS : B/2019
KELOMPOK : II (DUA)
MATA KULIAH : FARMAKOTERAPI 1
DOSEN : Apt. ANDI MUHAMMAD FARID., S.Si., M.Si

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PANCASAKTI
MAKASSAR
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
Rahmat, Inayah, Taufik dan Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.

Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan


dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk
maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.

Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman


yang kami miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para
pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.

Makassar. Mei 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................
DAFTAR ISI...............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...............................................................................................

B. Rumusan Masalah..........................................................................................

C. Tujuan............................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN
A. Struktur Ginjal................................................................................................

B. Fungsi Ginjal..................................................................................................

C. Cara Kerja Ginjal...........................................................................................

D. Gagal Ginjal...................................................................................................

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan....................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 27

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di negara maju, angka penderita gangguan ginjal cukup tinggi. Di
Amerika Serikat misalnya angka kejadian penyakit gagal ginjal meningkat
tajam dalam 10 tahun. Tahun 1996 terjadi 166.000 kasus. GGT (gagal ginjal
tahap akhir) dan pada tahun 2000 menjadi 372.000 kasus. angka ini
diperkirakan, masih akan terus naik. Pada tahun pada tahun 2010 jumlahnya
diperkirakan > 650.000 kasus.
Selain diatas, sekitar 6 juta hingga 20 juta individu di Amerika
diperkirakan mengalami GGK (gagal ginjal kronis) tahap awal. Hal yang
sama juga terjadi di Jepang di negeri Sakura itu, pada akhir tahun 1996 di
dapatkan sebanyak 167.000 penderita yang menerima, terapi pengganti ginjal.
Sedangkan tahun 2000 terjadi peningkatan > 200.000 penderita.
Di indonesia peningkatan penderita penyakit ini mencapai angka 20%.
Pusat data dan informasi Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia
(PDPERSI) menyatakan jumlah penderita gagal ginjal kronik diperkirakan
sekitar 50 orang per satu juta penduduk. berdasarkan data dari Indonesia
Renal Registry, suatu kegiatan registrasi dari perhimpunan nefrologi
Indonesia, pada tahun 2008 jumlah pasien hemodialisa (cuci darah) mencapai
2260 orang dari 2146 orang pada tahun 2007.
Bila seseorang mengalami penyakit ginjal kronik sampai pada stadium
5 atau telah mengalami penyakit ginjal kronik (gagal ginjal) dimana laju
filtrasi glomerulus (15 ml/menit) ginjal tidak mampu lagi menjalankan
seluruh fungsinya dengan baik maka dibutuhkan terapi untuk menggantikan
fungsi ginjal. Hingga saat ini dialisis dan transplantasi ginjal adalah tindakan
yang efektif sebagai terapi untuk gagal ginjal terminal. Oleh karena itu untuk
mengetahui lebih lanjut tentang penyakit gagal ginjal maka dibuatlah makalah
ini.

1
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana struktur ginjal?
2. Apa fungsi ginjal?
3. Bagaimana cara kerja ginjal?
4. Apa yang dimaksud dengan penyakit gagal ginjal akut?
5. Apa yang dimaksud dengan penyakit gagal ginjal kronis?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui struktur ginjal
2. Mengetahui fungsi ginjal
3. Mengetahui cara kerja ginjal
4. Mengetahui yang dimaksud dengan penyakit gagal ginjal akut.
5. Mengetahui yang dimaksud dengan penyakit gagal ginjal kronis.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Struktur Ginjal
Manusia biasanya memiliki dua ginjal. Ginjal manusia dewasa
seukuran kepalan tangan dan berbetuk seperti kacang. Ginjal terletak di
bawah tulang rusuk, satu di kedua sisi tulang belakang, dan mereka berada
di dekat bagian belakang tubuh. Ginjal memiliki bagian cekung yang
menghadapi lebih dekat dengan tulang belakang. Sebuah lelukan pada
bagian anatomi ginjal memegang sinus renalis, dan ureter, darah dan
pembuluh limfatik, saraf, dan ureter masuk ke sini.
Bagian atas ureter memasuki ginjal dan membentuk renal pelvis,
yang dibagi menjadi dua atau tiga tabung yang disebut calyces mayot.
Calyces mayor dibagi lagi menjadi calyces minor. Seiring dengan pelvis
renalis, ginjal berisi dua divisi utama lainnya. Salah satunya adalah medula
renalis, yang memegang piramida renalis. Bagian-bagian dari ginjal adalah
koleksi jaringan berbentuk kerucut, yang memiliki tubulus yang
menggerakkan urin dari bagian terluar dalam anatomi ginjal ke bagian
dalam dari calyces.

3
Keterangan struktur dari ginjal:
1. Piramida ginjal 9. Kapsul ginjal

2. Arteri interlobular 10. Kapsul ginjal Inferior

3. Arteri ginjal 11. Kapsul ginjal Superior

4. Vena Ginjal 12. Vena interlobular

5. Hilus ginjal 13. Nefron

6. Pelvis ginjal 14. Kelopak kecil

7. Ureter 15. Kelopak utama

8. Kelopak kecil 16. Papilla ginjal

17. Kolom ginjal

Struktur utama lain dalam anatomi ginjal adalah korteks renalis.


Suatu korteks renalis membungkus medula ginjal, dan mengisi ruang antara
piramida renalis. Daerah-daerah yang berkikir dikenal sebagai kolom
renalis. Korteks ini juga memegang bagian dari nefron.
Nefron adalah unit fungsional dari anatomi ginjal, dan sebagian besar
pekerjaan ginjal dilakukan oleh bagian nefron dalam struktur ginjal. Ada
sekitar satu juta nefron di setiap ginjal. Mereka mengandung sel-sel renalis,
terdiri dari kelompok kapiler darah yang disebut glomerulus.
Glomerulus membantu dalam penyaringan cairan, langkah awal
dalam pembentukan urin. Kapsul glomerular (juga dikenal sebagai kapsul
Bowman) menyelubungi glomerulus. Nefron juga mengandung tubulus

4
ginjal, yang merupakan tubulus yang mengalirkan cairan yang melewati saat
meninggalkan tubuh. Glomerulus adalah jaringan gabungkan kapiler yang
meningkatkan luas permukaan darah yang bersentuhan pada dinding
pembuluh darah.

B. Fungsi Ginjal
Adapun fungsi utama dari ginjal adalah sebagai berikut.
1. Tugas yang paling penting dari ginjal adalah mengekskeresikan bahan-
bahan yang tidak lagi dibutuhkan oleh tubuh ke dalam urin (fungsi
ekskesi), maka logislah mengukur kapasitas maksimal dari ginjal untuk
mengekskresi bahan- bahan tersebut. Sekarang ini beberapa bahan-bahan
seperti kreatinin atau insulin, (yaitu suatu karbohidrat asing yang berasal
dari tanaman), akan diekskresi seluruhnya oleh ultra filtrasi di alam
glomerulus. Bahan lain seperti asam urat atau antibiotik penisilin pada
dasarnya disekresi secara aktif oleh sel tubulus ginjal dan tidak melalui
proses filtrasi di glomerulus. Uji faal yang paling tepat adalah mengukur
ekskresi bahan-bahan di dalam urin yang hanya di filtrasi oleh
glomerulus dan sama sekali tidak direabsorbsi atau diekskresi oleh
tubulus.
Dalam prakteknya kita mengukur konsentrasi bahan tersebut yang
terdapat dalam 1 (satu) cc darah dan ekskresi dari bahan-bahan tersebut
di urin selama (1 menit). Untuk kreatinin telah diketahui bahwa ginjal
yang sehat dapat membersihkan semua kreatinin dari 110 cc darah di
dalam 1 menit. Ini disebut klirens kreatinin (creatinine clearance) yang
merupakan salah satu uji faal yang terbaik untuk menilai fungsi ekskresi
glomerulus ginjal.

2. Tugas penting lainnya ginjal sudah pernah dibicarakan dalam


pembicaraan tentang dehidrasi, yakni konservasi cairan atau pencegahan
pengeluaran cairan yang berlebih-lebihan. Setiap hari glomerulus
menyaring kira-kira 180 liter cairan, 179 liter dari cairan ini akan

5
direabsorbsi oleh tubulus. Ini merupakan pekerjaan yang berat dan
memerlukan banyak enersi (glukosa) dan hal ini berlangsung pada tubuli
proksimal.

C. Cara Kerja Ginjal


Ginjal memiliki tiga mekanisme dasar untuk memisahkan berbagai
komponen darah: filtrasi, reabsorpsi, dan sekresi. Ketiga proses ini terjadi
pada nefron, yang merupakan unit fungsional paling dasar dari ginjal.
Setiap ginjal mengandung sekitar satu juta unit fungsional ini. Nefron
mengandung sekelompok pembuluh darah yang dikenal sebagai
glomerulus , dikelilingi oleh kapsul Bowman yang berongga. Kapsul
glomerulus dan Bowman bersama-sama dikenal sebagai korpusula ginjal .
Kapsul Bowman mengarah ke tubul berbentuk U sel berbentuk membran
yang bermuara ke dalam duktus pengumpul. Duktus pengumpul dari
berbagai nefron bergabung bersama, dan akhirnya mengosongkan diri ke
dalam kandung kemih.
a. Penyaringan (filtrasi)
Proses pembentukan urin diawali dengan penyaringan darah yang
terjadi di kapiler glomerulus. Sel-sel kapiler glomerulus yang berpori
(podosit), tekanan dan permeabilitas yang tinggi pada glomerulus
mempermudah proses penyaringan. Selain penyaringan, di glomelurus
juga terjadi penyerapan kembali sel-sel darah, keping darah, dan sebagian
besar protein plasma. Bahan-bahan kecil yang terlarut di dalam plasma
darah, seperti glukosa, asam amino, natrium, kalium, klorida, bikarbonat
dan urea dapat melewati saringan dan menjadi bagian dari endapan. Hasil
penyaringan di glomerulus disebut filtrat glomerolus atau urin primer,
mengandung asam amino, glukosa, natrium, kalium, dan garam-garam
lainnya.

b. Penyerapan Kembali (reabsorbsi)

6
Bahan-bahan yang masih diperlukan di dalam urin pimer akan
diserap kembali di tubulus kontortus proksimal, sedangkan di tubulus
kontortus distal terjadi penambahan zat-zat sisa dan urea.nMeresapnya
zat pada tubulus ini melalui dua cara. Gula dan asam amino meresap
melalui peristiwa difusi, sedangkan air melalui peristiwa osmosis.
Penyerapan air terjadi pada tubulus proksimal dan tubulus distal.
Substansi yang masih diperlukan seperti glukosa dan asam amino
dikembalikan ke darah. Zat amonia, obat-obatan seperti penisilin,
kelebihan garam dan bahan lain pada filtrat dikeluarkan bersama urin.
Setelah terjadi reabsorbsi maka tubulus akan menghasilkan urin sekunder,
zat-zat yang masih diperlukan tidak akan ditemukan lagi. Sebaliknya,
konsentrasi zat-zat sisa metabolisme yang bersifat racun bertambah,
misalnya urea.

c. Augmentasi
Augmentasi adalah proses penambahan zat sisa dan urea yang
mulai terjadi di tubulus kontortus distal. Dari tubulus-tububulus ginjal,
urin akan menuju rongga ginjal, selanjutnya menuju kantong kemih
melalui saluran ginjal. Jika kantong kemih telah penuh terisi urin, dinding
kantong kemih akan tertekan sehingga timbul rasa ingin buang air kecil.
Urin akan keluar melalui uretra. Komposisi urin yang dikeluarkan
melalui uretra adalah air, garam, urea dan sisa substansi lain, misalnya
pigmen empedu yang berfungsi memberi warna dan bau pada urin.

D. Gagal Ginjal
Gagal ginjal adalah kondisi dimana ginjal kehilangan kemampuan
untuk menyaring cairan dan sisa-sisa makanan. Gagal ginjal bisa terjadi dari
situasi akut yang melukai ginjal atau dari penyakit kronis yang secara
bertahap menyebabkan ginjal berhenti berfungsi. Penyakit gagal ginjal dibagi
menjadi 2 yaitu gagal ginjal akut dan gagal ginjal kronis.
1. Gagal ginjal akut

7
1) Definisi
Gagal ginjal akut (Acute Renal Failure/ARF) secara luas
didefinisikan sebagai penurunan laju filtrasi glomerulus (Glomerular
Filtration Rate/GFR) yang terjadi selama beberapa jam hingga beberapa
minggu, disertai dengan terjadinya akumulasi produk buangan,
termasuk urea dan kreatinin. Tenaga medis menggunakan kombinasi
nilai kreatinin serum (Scr) dengan perubahan pada Ser atau pengeluaran
urin (Urine Output/UOP) sebagai kriteria primer untuk mendiagnosis
ARF.
Definisi dan sistem klasifikationh diajukan dan masih dalam
proses validasi. Komponen dari sistem termasuk GFR dan UOP
ditambah dua hasil klinik (Scr dan UOP). Definisi ini didasarkan atas
keparahan dari ginjal, mulai dari risiko disfungsi (Risk), kerusakan
(Injury), kegagalan fungsi ginjal (Failure), kehilangan fungsi (Loss),
dan gagal ginjal stadium akhir (End Stage Renal Disease/ESRD) yang
semuanya termasuk dalam akronim RIFLE.

2) Patofisiologi
ARF dapat dikategorikan sebagai pra-renal (terjadi akibat
perfusi renal), intrinsik (terjadi akibat kerusakan struktural dari ginjal),
pasca-renal (terjadi akibat obstruksi aliran urin dari tubulus ginjal ke
uretra), dan fungsional (terjadi akibat perubahan hemodinamik pada
glomerulus tanpa penurunan perfusi atau kerusakan struktural).

3) Manifestasi Klinis
Gejala klinis yang sering timbul pada gagal ginjal akut adalah
jumlah volume urine berkurang dalam bentuk oligouri bila produksi
urine > 40 ml/hari, anuri bila produksi urin < 50 ml/hari, jumlah urine >
1000 ml/hari tetapi kemampuan konsentrasi terganggu, dalam keadaan
ini disebut high output renal failure. Gejala lain yang timbul adalah
uremia dimana BUN di atas 40 mmol/l, edema paru terjadi pada

8
penderita yang mendapat terapi cairan, asidosis metabolik dengan
manifestasi takipnea dan gejala klinik lain tergantung dari faktor
penyebabnya.

4) Diagnosis
Melalui riwayat medis dan riwayat penggunaan obat,
pemeriksaan fisik penilaian pada hasil laboratorium dan jika diperlukan,
studi pencitraan (imaging Scr dan kadar studies) nitrogen juga dapat
urea digunakan darah (Blood dalam Urea diagnosis Nitrogen/BUN)
ARF. Tidak dapat digunakan parameter sabagai tersebut parameter
tidak sensitif tunggal terhadap dalam diagnosis perubahan ARF GFR
karena dan kedua tidak menggambarkan fungsi ginjal yang sebenarnya.

5) Klasifikasi
Tabel 1. Klasifikasi RIFLE
Kategori Kriteria Kreatinin Serum Kriteria UO
RIFLE
(A) The Acute Dialysis Quality Initiative (ADQI) criteria for the definition and
classification of AKI

(i.e RIFLE criteria)


Risk Kenaikan kreatinin serum < 0.5 mL/kg/jam for ≥ 6/jam

1.5x nilai dasar atau
penurunan GFR ≥ 25%
Injury Kenaikan kreatinin serum ≥ <0.5 mL/kg/ jam atau ≥
2.0x 5x nilai daar 12/jam
atau
penurunan GFR ≥50%
Failure 5x nilai dasar atau penurunan <0.3 mL/kg/ jam ≥ 24

9
GFR ≥ 75% or an jam Anuria ≥ 12 jam
Nilai absolut kreatinin serum
≥4
mg dengan
peningkatan
mendadak minimal 0.5 mg
AKIN criteria Kriteria kreatinin serum Kriteria UO

6) Terapi
Tujuan utama terapi adalah untuk mencegah ARF. Apabila terjadi ARF,
tujuan terapi adalah untuk menghindari dan meminimalisasi kerusakan
ginjal lebih lanjut yang dapat menghambat pemulihan dan untuk
menyediakan fungsi penunjang sampai fungsi ginjal kembali normal.

7) Pencegahan gagal ginjal akut


Faktor risiko ARF diantaranya peningkatan usia, infeksi akut,
gangguan pernafasan atau kardiovaskular kronik yang sudah ada
sebelumnya, dehidrasi, dan gagal ginjal kronik (Chronic Kidney
Disease/CKD). Penurunan perfusi ginjal yang menyertai operasi bypass
abdominal atau koroner, kehilangan darah akut akibat trauma, dan
nefropati asam urat juga dapat meningkatkan risiko.
Pemberian zat nefrotoksik (seperti media kontras) sedapat
mungkin dihindari. Apabila pasien memerlukan pewarna kontras dan
memiliki risiko nefropati terinduksi media kontras, perfusi renal
sebaiknya dimaksimalkan melalui strategi seperti memastikan
pemberian cairan yang cukup menggunakan larutan saline normal atau
natrium bikarbonat dan pemberian asetilsistein secara oral sebanyak
600 mg setiap 12 jam dalam empat dosis. Pengaturan kadar gula secara
ketat dengan insulin pada pasien diabetes juga dapat mengurangi
perkembangan ARF.
Nefrotoksisitas amfoterisin B dapat dikurangi dengan

10
mengurangi laju pemberian menjadi 24 jam, atau pada pasien berisiko,
dapat dilakukan penggantian amfoterisi B liposomal. Beberapa strategi
lain yang umum dilakukan tidak ditunjang dengan bukti yang kuat,
diantaranya pemberian manitol, diuretik kuat, dopamin, dan
fenoldopam.

8) Penanganan gagal ginjal akut


Belum ada obat yang ditemukan yang dapat membantu
pemulihan ARF. Meskipun begitu, pasien yang mengalami ARF harus
ditunjang dengan pendekatan terapi farmakologi dan non-farmakologi
selama mengalami ARF.
 Terapi non farmakologi
Tujuan terapi penunjang yang dilakukan diantaranya
mempertahankan curah jantung dan tekanan darah yang cukup
untuk mengoptimalkan perfusi jaringan ketika fungsi renal
dikembalikan ke baseline pra-ARF. Pengobatan yang terkait
penurunan aliran darah renal harus dihentikan. Penggantian cairan
secara tepat sebaiknya diinisiasi. Menghindari penggunaan zat
nefrotoksik penting dilakukan pada pengaturan kondisi pasien yang
mengalami ARF.
Terapi penggantian ginjal (Renal Replacement
Therapy/RRT), seperti hemodialisis dan dialisis peritoneal,
berfungsi untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan
elektrolit saat dilakukan ekskresi produk buangan untuk indikasi
bagi RRT pada penderita ARF. Akibatnya, optimasi dari pilihan
terapi (seperti dialisis efisiensi rendah dan perpanjangan dialisis
harian) dikembangkan agar diperoleh keuntungan dari keduanya.
RRT dengan jeda (intermitten) seperti hemodialisis
memiliki keuntungan yakni ketersediaan yang meluas dan
kenyamanan yang berlangsung 3 sampai 4 jam. Kerugian terapi ini
adalah sulitnya akses dialisis vena pada pasien hipotensi dan

11
terjadinya hipotensi akibat pengeluaran cairan dalam jumlah
banyak secara cepat. Beberapa variasi RRT kontinu telah
dikembangkan. RRT kontinu, dilakukan sebagai hemodialisis
kontinu, hemofiltrasi kontinu, atau keduanya, menjadi sangat
umum. RRT kontinu mengeluarkan cairan dengan toleransi yang
lebih baik pada pasien kritis. Kerugian metode ini adalah
ketersediaan yang terbatas, perlu perawatan penuh selama 24 jam,
mahal, dan tata cara pengaturan dosis yang belum sempurna.

 Terapi farmakologi
Diuretik Ioop belum menunjukkan peningkatan pemulihan
pada pasien ARF atau meningkatkan hasil pada pasien. Meskipun
begitu, diuretic dapat menfasilitasi pengaturan kelebihan cairan .
diuretic yang paling efektif adalah mannitol dan diuretic Ioop
(Furosemid).
Manitol 20% biasanya mulai diberikan pada dosis 12,5
sampai 25 g secara IV selama 3 sampai 5 menit. Kerugiannya
termasuk pemberian harus dilakukan secara IV, risiko
hiperosmolaritas, dan kebutuhan yang tinggi akan pengawasan
karena manitol dapat berkontribusi pada terjadinya ARF.
Dosis ekuipoten dari diuretik loop (furosemidhumetanid,
torsemid, asam etakrinat) memiliki efikasi yang mirip. Asam
etakrinat digunakan khusus untuk pasien dengan alergi obat
golongan sulfa. Pemberian diuretik secara kontinu melalui infus
terlihat lebih efektif dan memiliki efek samping yang lebih sedikit
dibandingkan pemberian bolus secara intermiten. Dosis permulaan
(loading dose) IV (setara dengan 40-80 mg furosemidsebaiknya
diberikan sebelum memulai pemberian infus kontinu (setara
dengan pemberian furosemide0 mg/jam).
Beberapa strategi dapat dilakukan untuk mengatasi
permasalahan umum pada pasien ARF yakni resistansi diuretik

12
(Tabel 90.5). Obat-obatan dari berbagai golongan farmakologi,
seperti diuretik yang bekerja pada tubulus distal (tiazida) atau pada
duktus pengumpul (amilorida, triamteren, spironolakton), dapat
bekerja secara sinergis apabila digunakan bersamaan dengan
diuretik loop. Metolazon umum digunakan karena berbeda dengan
tiazida lain. Metolazone dapat memberikan hasil diuresis yang
positif pada pasien dengan GFR kurang dari 20 mL/menit.

2. Gagal ginjal kronik


1) Definisi
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan
etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang
progresif, dan umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya,
gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan
penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang
memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau
transplantasi ginjal. Dan ditandai dengan adanya uremia ( retensi urea
dan sampah nitrogen lainnya dalam darah).

2) Kriteria
Kriteria Penyakit Ginjal Kronik (NKF-KDOQI, 2002)
 Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan
struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi
glomerulus (LFG), dengan manifestasi:
- Kelainan patologis
- Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam
komposisi darah atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan
(imaging tests)
 Laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m 2 selama 3
bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal.
3) Klasifikasi

13
Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit
Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1,73m2)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ≥ 90

2 Kerusakan ginjal dengan LFG ringan 60 – 89


3 Kerusakan ginjal dengan LFG sedang 30 – 59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG berat 15 – 29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis

4) Etiologi
Dua penyebab utama penyakit gagal ginjal kronis adalah
diabetes melitus tipe 1 dan tipe 2 (44%) dan hipertensi (27%). Diabetes
melitus adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan kadar glukosa
dalam darah sehingga menyebabkan kerusakan pada organ-organ vital
tubuh seperti ginjal dan jantung serta pembuluh darah, saraf dan mata.
Sedangkan hipertensi merupakan keadaan dimana terjadi peningkatan
tekanan darah yang jika tidak terkontrol akan menyebabkan serangan
jantung, stroke, dan penyakit ginjal kronik. Gagal ginjal kronik juga
dapat menyebabkan hipertensi. Kondisi lain yang dapat menyebabkan
gangguan pada ginjal antara lain :
- Penyakit peradangan seperti glomerulonefritis (10%), dapat
menyebabkan inflamasi dan kerusakan pada unit filtrasi ginjal.
Merupakan penyakit ketiga tersering penyebab gagal ginjal
kronik
- Penyakit keturunan seperti penyakit ginjal polikistik (3%)
menyebabkan pembesaran kista di ginjal dan merusak jaringan
sekitar, dan asidosis tubulus.
- Malformasi yang didapatkan oleh bayi pada saat berada di dalam
rahim si ibu. Contohnya, penyempitan aliran urin normal
sehingga terjadi aliran balik urin ke ginjal. Hal ini menyebabkan
infeksi dan kerusakan pada ginjal.

14
- Lupus dan penyakit lain yang memiliki efek pada sistem imun
(2%)

- Penyakit ginjal obstruktif seperti batu saluran kemih, tumor,


pembesaran glandula prostat pada pria danrefluks ureter.
- Infeksi traktus urinarius berulang kali seperti pielonefritis kronik.

Penggunaan analgesik seperti acetaminophen (Tylenol) dan ibuprofen


(Motrin, Advil) untuk waktu yang lama dapat menyebabkan neuropati
analgesik sehingga berakibat pada kerusakan ginjal.
- Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis dan stenosis
arteri renalis.
- Penyebab lainnya adalah infeksi HIV, penyakit sickle cell,
penyalahgunaan heroin, amyloidosis, gout, hiperparatiroidisme
dan kanker.

5) Faktor resiko
Faktor resiko gagal ginjal kronik diantara lain : pasien dengan
diabetes melitus atau hipertensi, obesitas atau perokok, berusia lebih
dari 50 tahun, individu dengan riwayat diabetes melitus, hipertensi dan
penyakit ginjal dalam keluarga serta kumpulan populasi yang memiliki
angka tinggi diabetes atau hipertensi.

6) Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung
pada penyakit yang mendasari, tetapi dalam perkembangan selanjutnya
proses yang terjadi kurang lebih sama. Pada gagal ginjal kronik terjadi
pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan
fungsional nefron yang masih tersisa. Hal ini mengakibatkan terjadinya
hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran
darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya
diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih

15
tersisa.
Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang
progresif. Perubahan fungsi neuron yang tersisa setelah kerusakan
ginjal menyebabkan pembentukan jaringan ikat, sedangkan nefron yang
masih utuh akan mengalami peningkatan beban eksresi sehingga terjadi
lingkaran setan hiperfiltrasi dan peningkatan aliran darah glomerulus.
Demikian seterusnya, keadaan ini berlanjut menyerupai suatu siklus
yang berakhir dengan Gagal Ginjal Terminal (GGT) atau End Stage
Renal Disease (ESRD). Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-
angiotensin- aldosteron intrarenal, hipertensi sistemik, nefrotoksin dan
hipoperfusi ginjal, proteinuria, hiperlipidemia ikut memberikan
kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis, dan progresifitas
tersebut.
Dengan adanya penurunan LFG maka akan terjadi :
- Anemia
Gangguan pembentukan eritropoietin di ginjal
menyebabkan penurunan produksi eritropoietin sehingga tidak
terjadi proses pembentukan eritrosit menimbulkan anemia ditandai
dengan penurunan jumlah eritrosit, penurunan kadar Hb dan diikuti
dengan penurunan kadar hematokrit darah. Selain itu GGK dapat
menyebabkan gangguan mukosa lambung (gastripati uremikum)
yang sering menyebabkan perdarahan saluran cerna. Adanya toksik
uremik pada GGK akan mempengaruhi masa paruh dari sel darah
merah menjadi pendek, pada keadaan normal 120 hari menjadi 70 –
80 hari dan toksik uremik ini dapat mempunya efek inhibisi
eritropoiesis.
- Asidosis

Pada gagal ginjal kronik, asidosis metabolik dapat terjadi


akibat penurunan kemampuan ginjal untuk mengeksresikan ion H+
disertai dengan penurunan kadar bikarbonat (HCO3) dan pH

16
plasma. Patogenesis asidosis metabolik pada gagal ginjal kronik
meliputi penurunan eksresi amonia karena kehilangan sejumlah
nefron, penurunan eksresi fosfat, kehilangan sejumlah bikarbonat
melalui urin. Derajat asidosis ditentukan oleh penurunan pH
darah. Apabila penurunan pH darah kurang dari 7,35 dapat
dikatakan asidosis metabolik. Asidosis metabolik dpaat
menyebabkan gejala saluran cerna seperti mual, muntah,
anoreksia dan lelah. Salah satu gejala khas akibat asidosis
metabolik adalah pernapasan kussmaul yang timbul karena
kebutuhan untuk meningkatkan eksresi karbon dioksida untuk
mengurangi keparahan asidosis
- Hipertensi
Disebabkan karena ada kerusakan pada unit filtrasi ginjal
sehingga menyebabkan penurunan perfusi ginjal akhirnya menjadi
iskemik ginjal. Hal tersebut menyebabkan terjadinya pelepasan
renin yang terdapat di aparatus juxtaglomerulus sehingga
mengubah angiotensinogen menjadi angitensin I. Lalu oleh
converting enzyme, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II.
Angiotensin II memiliki efek vasokonstriksi kuat sehingga
meningkatkan tekanan darah.
- Hiperlipidemia
Penurunan GFR menyebabkan penurunan pemecahan asam
lemak bebas oleh ginjal sehingga menyebabkan hiperlipidemia.
- Hiperurikemia
Terjadi gangguan eksresi ginjal sehingga asam urat
terakumulasi di dalam darah (hiperurikemia). Kadar asam urat
yang tinggi akan menyebabkan pengendapan kristal urat dalam
sendi, sehingga sendi akan terlihat membengkak, meradang dan
nyeri
- Hiponatremia
Peningkatan eksresi natrium dapat disebabkan oleh

17
pengeluaran hormon peptida natriuretik yang dapat menghambat
reabsorpsi natrium pada tubulus ginjal. Bila fungsi ginjal terus
memburuk disertai dengan penurunan jumlah nefron, natriuresis
akan meningkat. Hiponatremia yang disertai dengan retensi air
yang berlebihan akan menyebabkan dilusi natrium di cairan
ekstraseluler. Keadaan hiponetremia ditandai dengan gangguan
saluran pencernaan berupa kram, diare dan muntah.

- Hiperfosfatemia
Penurunan fungsi ginjal mengakibatkan penurunan eksresi
fosfat sehingga fosfat banyak yang berada dalam sirkulasi darah.
Jika kelarutannya terlampaui, fosfat akan bergabung deng Ca2+
untuk membentuk kalsium fosfat yang sukar larut. Kalsium fosfat
yang terpresipitasi akan mengendap di sendi dan kulit ( berturut-
turut menyebabkan nyeri sendi dan pruritus)
- Hipokalsemia

Disebabkan karena Ca2+ membentuk kompleks dengan


fosfat. Keadaan hipokalsemia merangsang pelepasan PTH dari
kelenjar paratiroid sehingga memobilisasi kalsium fosfat dari
tulang. Akibatnya terjadi demineralisasi tulang (osteomalasia).
Biasanya PTH mampu membuat konsentrasi fosfat di dalam
plasma tetap rendah dengan menghambat reabsorbsinya diginjal.
Jadi meskipun terjadi mobilisasi kalsium fosfat dari tulang,
produksinya di plasma tidak berlebihan dan konsentrasi Ca2+ dapat
meningkat. Namun pada insufisiensi ginjal, eksresinya melalui
ginjal tidak dapat ditingkatkan sehingga konsentrasi fosfat di
plasma meningkat. Selanjutnya konsentrasi CaHPO4 terpresipitasi
dan konsentrasi Ca2+ di plasma tetap rendah.

Oleh karena itu, rangsangan untuk pelepasan PTH


tetap berlangsung. Dalam keadaan perangsangan yang terus-

18
menerus ini, kelenjar paratiroid mengalami hipertrofi bahkan
semakin melepaskan lebih banyak PTH. Kelaina yang berkaitan
dengan hipokalsemia adalah hiperfosfatemia, osteodistrofi renal
dan hiperparatiroidisme sekunder. Karena reseptor PTH selain
terdapat di ginjal dan tulang, juga terdapat di banyak organ lain
( sistem saraf, lambung, sel darah dan gonad), diduga PTH
berperan dalam terjadinya berbagai kelainan di organ tersebut.

Pembentukan kalsitriol berkurang pada gahal ginjal juga


berperan dalam menyebabkan gangguan metabolisme mineral.
Biasanya hormon ini merangsang absorpsi kalsium dan fosfat di
usus. Namun karena terjadi penurunan kalsitriol, maka
menyebabkan menurunnya absorpsi fosfat di usus, hal ini
memperberat keadaan hipokalsemia
- Hiperkalemia
Pada keadaan asidosis metabolik dimana konsentrasi ion
H+ plasma meningkat, maka ion hidrogen tersebut akan
berdifusi ke dalam sel –sel ginjal sehingga mengakibatkan
kebocoran ion K+ ke dalam plasma. Peningkatan konsentrasi ion
H+ dalam sel ginjal akan menyebabkan peningkatan sekresi
hidrogen, sedangkan sekresi kalium di ginjal akan berkurang
sehingga menyebabkan hiperkalemia. Gambaran klinis dari
kelainan kalium ini berkaitan dengan sistem saraf dan otot
jantung, rangka dan polos sehingga dapat menyebabkan
kelemahan otot dan hilangnya refleks tendon dalam, gangguan
motilitas saluran cerna dan kelainan mental.
- Proteinuria
Proteinuria merupakan penanda untuk mengetahui
penyebab dari kerusakan ginjal pada GGK seperti DM,
glomerulonefritis dan hipertensi. Proteinuria glomerular berkaitan
dengan sejumlah penyakit ginjal yang melibatkan glomerulus.

19
Beberapa mekanisme menyebabkan kenaikan permeabilitas
glomerulus dan memicu terjadinya glomerulosklerosis. Sehingga
molekul protein berukuran besar seperti albumin dan
immunoglobulin akan bebas melewati membran filtrasi. Pada
keadaan proteinuria berat akan terjadi pengeluaran 3,5 g protein
atau lebih yang disebu dengan sindrom nefrotik.
- Uremia
Kadar urea yang tinggi dalam darah disebut uremia.
Penyebab dari uremia pada GGK adalah akibat gangguan fungsi
filtrasi pada ginjal sehingga dapat terjadi akumulasi ureum dalam
darah. Urea dalam urin dapat berdifusi ke aliran darah dan
menyebabkan toksisitas yang mempengaruhi glomerulus dan
mikrovaskularisasi ginjal atau tubulus ginjal. Bila filtrasi
glomerulus kurang dari 10% dari normal, maka gejala klinis
uremia mulai terlihat. Pasien akan menunjukkan gejala iritasi
traktus gastrointestinal, gangguan neurologis, nafas seperti
amonia (fetor uremikum), perikarditis uremia dan pneumonitis
uremik. Gangguan pada serebral adapat terjadi pada keadaan
ureum yang sangat tinggi dan menyebabkan koma uremikum.

7) Diagnosis
 Gejala klinis
Pada gagal ginjal kronik, gejala – gejalanya berkembang
secara perlahan. Pada awalnya tidak ada gejala sama sekali,
kelainan fungsi ginjal hanya dapat diketahui dari pemeriksaan
laboratorium. Sejalan dengan berkembangnya penyakit, maka
lama kelamaan akan terjadi peningkatan kadar ureum darah
semakin tinggi (uremia). Pada stadium ini, penderita
menunjukkan gejala – gejala fisik yang melibatkan kelainan
berbagai organ seperti :
- Kelainan saluran cerna : nafsu makan menurun, mual, muntah

20
dan fetor uremik

- Kelainan kulit : urea frost dan gatal di kulit

- Kelainan neuromuskular : tungkai lemah, parastesi, kram


otot, daya konsentrasi menurun, insomnia, gelisah
- Kelainan kardiovaskular : hipertensi, sesak nafas, nyeri dada,
edema
- Gangguan kelamin : libido menurun, nokturia, oligouria
Pada stadium yang paling dini penyakit ginjal kronik,
terjadi kehilangan daya cadang ginjal, pada keadaan mana basal
LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara
perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang
progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan
kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60 % pasien masih
belum merasakan keluhan (asimptomatik), tapi sudah terjadi
peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG
sebesar 30 % mulai terjadi keluhan pada seperti nokturia, badan
lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan.
Sampai pada LFG kurang 30 % pasien memperlihatkan
gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan
tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium,
pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah
terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran
nafas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan
keseimbangan air seperti hipo atau hipervolumia, gangguan
keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada
LFG di bawah 15 % akan terjadi gejala dan komplikasi yang
lebih serius dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti
ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau
transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai
pada stadium gagal ginjal.

21
 Gambaran laboratorium
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi :
a) Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya
b) Penurunan fungsi ginjal berupa peningakatan kadar ureum
dan kreatinin serum, dan penurunan LFG
c) Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar
hemoglobin, peningkatan kadar asam urat, hiper atau
hipokalemia, hiponatremia, hiper atau hipokloremia,
hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis metabolik
d) Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuria,
leukosuria, cast, isostenuria

 Gambaran radiologi
Pemeriksaan radiologis penyakit ginjal kronik meliputi :
a) Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio – opak
b) Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering
tidak bisa melewati filter glomerulus, disamping
kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras
terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan
c) Pielografi antegrad atau retrograd sesuai indikasi
d) Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal
yang mengecil, korteks yang menipis, adanya hidronefrosis
atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi
e) Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi bila ada
indikasi

8) Komplikasi
Gagal ginjal kronik dapat menyebabkan berbagai komplikasi sebagai
berikut :
- Hiperkalemia

22
- Asidosis metabolik
- Komplikasi kardiovaskuler ( hipertensi dan CHF )
- Kelainan hematologi (anemia)
- Osteodistrofi renal
- Gangguan neurologi ( neuropati perifer dan ensefalopati)
- Tanpa pengobatan akan terjadi koma uremik

9) Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi :
Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
Waktu yang tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum
terjadinya penurunan LFG. Bila LFG sudah menurun sampai 20-
30% dari normal, terapi terhadap penyakit dasar sudah tidak
banyak bermanfaat.
Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid

Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan


penurunan LFG untuk mngetahui kondisi komorbid yang dapat
memperburuk keadaan pasien.
Memperlambat perburukan fungsi ginjal
Terapi farmakologi
Untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus. Pemakaian obat
antihipertensi (ACE inhibitor) disamping bermanfaat untuk
memperkecil resiko kardiovaskular juga sangat penting untuk
memperlambat perburukan kerusakan nefron dengan mengurangi
hipertensi intraglomerular dan hipertrofi glomerulus.
Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular
Dengan cara pengendalian DM, pengendalian hipertensi,
pengedalian dislipidemia, pengedalian anemia, pengedalian
hiperfosfatemia dan terapi terhadap kelebihan cairan dan
gangguan keseimbangan elektrolit.

23
Pencegahan dan terapi terhadap penyakit komplikasi
- Anemia
Evaluasi terhadap anemia dimulai saaat kadar hemoglobin <
10 g% atau hematokrit < 30% meliputi evaluasi terhadap
status besi ( kadar besi serum/serum iron, kapasitas ikat besi
total/ total iron binding capacity, feritin serum), mencari
sumber perdarahan morfologi eritrosit, kemungkinan adanya
hemolisis,dll. Pemberian eritropoitin (EPO) merupakan hal
yang dianjurkan. Sasaran hemoglobin adalah 11 – 12 g/dl.
- Osteodistrofi renal
Penatalaksaan osteodistrofi renal dapat dilakukan melalui :
i. Mengatasi hiperfosfatemia
 Pembatasan asupan fosfat 600 – 800 mg/hari
 Pemberian pengikat fosfat, seperti garam, kalsium,
alluminium hidroksida, garam magnesium. Diberikan
secara oral untuk menghambat absorpsi fosfat yang
berasal dari makanan. Garam kalsium yang banyak
dipakai adalah kalsium karbonat (CaCO3) dan
calcium acetate
 Pemberian bahan kalsium memetik, yang dapat
menghambta reseptor Ca pada kelenjar paratiroid,
dengan nama sevelamer hidrokhlorida.
ii. Pemberian kalsitriol
Pemakaian dibatasi pada pasien dengan kadar fosfat darah
normal dan kadar hormon paratiroid (PTH) > 2,5 kali
normal karena dapat meningkatkan absorpsi fosfat dan
kaliun di saluran cerna sehingga mengakibatkan
penumpukan garam calcium carbonate di jaringan yang
disebut kalsifikasi metastatik, disamping itu juga dapat
mengakibatkan penekanan yang berlebihan terhadap
kelenjar paratiroid.

24
iii.Pembatasan cairan dan elektrolit
Pembatasan asupan cairan untuk mencegah terjadinya
edema dan kompikasi kardiovaskular sangat perlu
dilakukan. Maka air yang masuk dianjurkan 500 – 800 ml
ditambah jumlah urin. Elektrolit yang harus diawasi
asuapannya adalah kalium dan natrium. Pembatasan
kalium dilakukan karena hiperkalemia dapat
mengakibatkan aritmia jantung yang fatal. Oleh karena itu,
pemberian obat – obat yang mengandung kalium dan
makanan yang tinggi kalium (seperti buah dan sayuran)
harus dibatasi. Kadar kalium darah dianjurkan 3,5 – 5,5
mEq/lt. Pembatasan natrium dimaksudkan untuk
mengendalikan hipertensi dan edema. Jumlah garam
natrium yang diberikan, disesuaikan dengan tingginya
tekanan darah dan derajat edema yang terjadi.
Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal
Dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada
LFG < 15 ml/mnt. Berupa hemodialisis, peritoneal dialisis atau
transplantasi ginjal.

25
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Gagal ginjal adalah kondisi dimana ginjal kehilangan kemampuan
untuk menyaring cairan dan sisa-sisa makanan. Gagal ginjal bisa terjadi dari
situasi akut yang melukai ginjal atau dari penyakit kronis yang secara
bertahap menyebabkan ginjal berhenti berfungsi. Penyakit gagal ginjal dibagi
menjadi 2 yaitu gagal ginjal akut dan gagal ginjal kronis.
Gagal ginjal akut (GGA) merupakan suatu sindrom klinik akibat
adanya gangguan fungsi ginjal yang terjadi secara mendadak (dalam
beberapa jam sampai beberapa hari) yang menyebabkan retensi sisa
metabolisme nitrogen (urea/creatinin) dan non nitrogen, dengan atau
tanpa disertai oligouri. Gejala klinis dari gagal ginjal akut yang tampak
adalah adanya oligouri, anuria, high output renal failure BUN, dan
kreatinin serum yang meningkat. Tujuan utama dari pengelolaan GGA
adalah mencegah terjadinya kerusakan ginjal, mempertahankan hemostasis,
melakukan resusitasi, mencegah komplikasi metabolik dan infeksi, serta
mempertahankan pasien tetap hidup sampai faal ginjalnya sembuh secara
spontan.
Gagal ginjal kronik adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan
penurunan fungsi ginjal yang progresif dan ireversibel, pada suatu derajat
yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau
transplantasi ginjal. Dan ditandai dengan adanya uremia ( retensi urea dan
sampah nitrogen lainnya dalam darah). Penatalaksanaan penyakit ginjal
kronik meliputi terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya, pencegahan dan
terapi terhadap kondisi komorbid, memperlambat perburukan fungsi ginjal,
pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular, pencegahan dan
terapi terhadap penyakit komplikasi, terapi pengganti ginjal berupa dialisis
atau transplantasi ginjal.

26
DAFTAR PUSTAKA

Primahadi Andhika. 2016. Gagal Ginjal Kronik. Jakarta : Universitas


Tarumanagara. Makalah.

Rahmania Asri, dkk. 2018. Gagl Ginjal Akut. Jakarta : Universitas Yarsi.
Makalah.

Rahmawati Ayu, dkk. 2017. Penyakit Gagal Ginjal. Lampung : Universitas


lampung. Makalah.

Sukandar Elin Yulinah, dkk. 2011. Iso Farmakoterapi Buku 2. Jakarta : Ikatan
Apotejer Indonesia.

27

Anda mungkin juga menyukai