Anda di halaman 1dari 34

ASUHAN KEPERAWATAN CKD PADA PASIEN NY DI RUANG IGD

RUMAH SAKIT ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG

NAMA KELOMPOK 3B :

1. DOTA ARDA SAS


2. DUWI SUMIYANTO
3. MAHARANI UTAMI BERUTU
4. WIDDYA
5. YOAN NISA MUTIARA

PRODI PROFESI NERS

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG

TAHUN 2019/2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kita  panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat Rahmat dan Hidayah – Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah
Keperawatan ini. Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak sekali
menemukan kesulitan dan hambatan, namun berkat bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini
tersusun berkat bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak. Untuk itu dalam
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-
besarnya .

Mudah-mudahan semua bimbingan, petunjuk dan bantuan yang telah


diberikan kepada penulis akan dapat diterima sebagai suatu amal baik dan
mendapat balasan dari Allah SWT. Penulis sadari bahwa makalah ini masih belum
sempurna dan banyak kekurangannya, walaupun demikian penulis mengharapkan
makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya dan pada penulis
pada khususnya.Penulis juga mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca
agar penulis dapat menghasilkan makalah yang lebih baik lagi. Permohonan maaf
penulis ucapkan jika ada kesalahan dalam penulisan makalah ini. Semoga
makalah ini dapat berguna bagi mahasiswa, para dosen dan pembaca lainnya.

2
DAFTAR ISI

3
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gagal ginjal adalah gagalnya ginjal membuang metabolit yang terkumpul dari
darah. Gagal ginjal merupakan penyakit sistemik dan merupakan jalur akhir
yang umum dari berbagai penyakit traktus urinarius dan ginjal. Gagal ginjal
mengakibatkan gangguan keseimbangan elektrolit, asam basa dan air. Gagal
ginjal di klasifikasikan menjadi gagal ginjal akut dan gagal ginjal kronis
(Smeltzer, 2008; Tambayong, 2001).

Keadaan dimana Penurunan cepat/tiba-tiba atau parah pada fungsi filtrasi


ginjal disebut gagal ginjal akut. Kondisi ini biasanya ditandai oleh
peningkatan konsentrasi kreatinin serum atau azotemia (peningkatan
konsentrasi BUN (blood Urea Nitrogen). Setelah cedera ginjal terjadi, tingkat
konsentrasi BUN kembali normal, sehingga yang menjadi patokan adanya
kerusakan ginjal adalah penurunan produksi urin, Sedangkan dimana ginjal
kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan volume dan komposisi
cairan tubuh yang berlangsung progresif, lambat, samar dan bersifat
irreversible (biasanya berlangsung beberapa tahun) di sebut dengan gagal
ginjal kronik.

Penyakit Ginjal Kronik atau Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan


masalah kesehatan dunia dengan peningkatan insidensi, prevalensi serta
tingkat morbiditas. Biaya perawatan penderita CKD mahal dengan “outcome”
yang buruk. Pada tahun 1995 secara nasional terdapat 2.131 pasien gagal
ginjal kronik dengan hemodialisis dengan beban biaya yang ditanggung
Askes besarnya adalah Rp 12,6 milyar. Pada tahun 2000 terdapat sebanyak
2.617 pasien dengan hemodialisis dengan beban yang ditanggung oleh Askes
sebesar Rp 32,4 milyar dan pada tahun 2004 menjadi 6.314 kasus dengan
biaya Rp 67,2 milyar. Di banyak negara termasuk negara berkembang seperti
Indonesia, angka kematian akibat CKD atau end stage renal disease (ESRD)
terus meningkat. Data di beberapa bagian nefrologi di Indonesia, diperkirakan

4
insidensi PGK berkisar 100-150 per 1 juta penduduk dan prevalensi mencapai
200-250 kasus per juta penduduk. Menurut data Perhimpunan Nefrologi
Indonesia (Pernefri) tahun 2000, glomerulonefritis merupakan 46,39%
penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialisis, sedangkan diabetes
melitus insidennya 18,65 % di susul obstruksi/ infeksi ginjal 12,85% dan
hipertensi 8,46% (Firmansyah, 2010; Hidayati et al., 2008; Sudoyo, 2009).

Jika penyakit ini tidak dilakukan penatalaksanaan yang tepat maka akan
mengarah pada kematian. Dan salah satu penatalaksanaan yang tepat dalam
menangani kasus ini yaitu dengan meninjau secara konservatif tentang fungsi
ginjal sedapat mungkin serta melakukan dialysis atau transplantasi ginjal
(Smeltzer, 2002).

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari GGK?
2. Apakah etiologi GGK?
3. Apakah manifestasi GGK?
4. Bagaimana patway GGK?
5. Apakah komplikasi GGK?
6. Bagaimana penatalaksanaan GGK?
7. Apakah pemeriksaan diaagnostik GGK?
8. Bagaimana asuhan keperawatan GGk?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari GGK
2. Untuk mengetahui etiologi GGK
3. Untuk mengetahui manifestasi GGK
4. Untuk mengetahui patway GGK
5. Untuk mengetahui komplikasi GGK
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan GGK
7. Untuk mengetahui pemeriksaan diaagnostik GGK
8. Untuk mengetahui asuhan keperawatan GGK

5
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Anatomi Fisiologi Sistem Perkemihan


Secara anatomi, kedua ginjal terletak pada sisi dari kolumna tulang belakang
antara T12 dan L3. Ginjal kiri terletak agak lebih superior dibanding ginjal
kanan. Permukaan anterior ginjal kiri diselimuti oleh lambung, pancreas,
jejunum, dan sisi fleksi kolon kiri. Permukaan superior setiap ginjal terdapat
kelenjar adreanal (Muttaqin, 2011).

Menurut Smeltzer (2008), organ ini terbungkus oleh jaringan ikat tipis yang
dikenal sebagai kapsula renis. Disebelah anterior, ginjal dipisahkan dari
kavum abdomen dan isinya oleh lapisan peritoneum. Di sebelah posterior,
organ tersebut dilindungi oleh dinding torak bawah. Darah dialirkan ke dalam
setiap ginjal melalui arteri renalis dan keluar dari dalam ginjal melalui vena
renalis. Arteri renalis berasal dari aorta abdominalis dan vena renalis
membawa darah kembali ke dalam vena kava inferior. Ginjal dengan efisien
dapat membersihkan bahan limbah dari dalam darah dan fungsi ini bisa
dilaksanakannya karena aliran darah yang melalui ginjal jumlahnya sangat
besar, 25% dari curah jantung. Bagian unit fungsional terkecil dari ginjal
adalah nefron. Ada sekitar 1 juta nefron pada setiap ginjal di mana apabila
dirangkai akan mencapai panjang 145 km (85 mil).

Ginjal tidak dapat membentuk nefron baru, oleh karena itu pada keadaan
trauma ginjal atau proses penuaan akan terjadi penurunan jumlah nefron
secara bertahap di mana jumlah nefron yang berfungsi akan menurun sekitar
10% setiap 10 tahun, jadi pada usia 80 tahun jumlah nefron yang berfungsi
40% lebih sedikit daripada usia 40 tahun. Nefron terdiri atas glomerulus yang
akan dilalui sejumlah cairan untuk difiltrasi dari darah dan tubulus yang
panjang di mana cairan yang difiltrasi diubah menjadi urine dalam
perjalanannya menuju pelvis ginjal (Muttaqin, 2011).

6
Kecepatan ekskresi berbagai zat dalam urine menunjukkan jumlah ketiga
proses ginjal yaitu filtrasi glomerulus, reabsorpsi zat dari tubulus renal ke
dalam darah, dan sekresi zat dari darah ke tubuluus renal. Pembentukan urine
dimulai dengan filtrasi sejumlah besar cairan yang bebas protein dari kapiler
glomerulus ke kapsula bowmen. Kebanyakan zat dalam plasma, kecuali untuk
protein, difiltrasi secara bebas sehingga konsentrasinya pada filtrat
glomerulus dalam kapsula bowmen hampir sama dengan dalam plasma.
Ketika cairan yang telah difiltrasi ini meninggalkan kapsula bowmen dan
mengalir melewati tubulus, cairan diubah oleh reabsorpsi air dan zat terlarut
spesifik yang kembali ke dalam darah atau oleh sekresi zat – zat lain dari
kapiler peritubulus ke dalam tubulus. Kemudian disekresi dari peritubulus ke
epitel tubulus dan menuju cairan tubulus. Sekresi merupakan proses penting
sebab filtrasi tidak mengeluarkan seluruh material yang dibuang dari plasma.

Menurut Nursalam (2009), ureter merupakan saluran retroperitoneum yang


menghubungakan ginjal dengan kandung kemih. Kandung kemih berfungsi
sebagai penampung urine. Oragan ini berbentuk seperti buah pir atau kendi.
Kandung kemih terletak di dalam panggul besar, di depan isi lainnya, dan di
belakang simpisis pubis. Sebagian besar dinding kandung kemih tersusun dari
otot polos yang dinamakan muskulus detrusor. Kontraksi otot ini terutama
berfungsi untuk mengosongkan kandung kemih pada saat buang air kecil
(urinasi). Uretra muncul dari kandung kemih , pada laki-laki uretra berjalan
lewat penis dan pada wanita bermuara tepat di sebelah anterior vagina. Pada
laki-laki, kelenjar prostat yang terletak tepat di bawwah leher kandung kemih
mengelilingi uretra di sebelah posterior dan lateral. Sfingter urinarius eksterna
merupakan otot volunter yang bulat untuk mengendalikan proses awal urinasi
(Smeltzer, 2002).

Menurut Smeltzer (2008), system urinarius secara fisiologis terdapat pada


fungsi utama ginjal yaitu mengatur cairan serta elektrolit dan komposisi asam
basa cairan tubuh, mengeluarkan produk akhir metabolik dari dalam darah

7
dan mengatur tekanan darah. Di bawah ini beberapa fungsi dari ginjal antara
lain adalah sebagai berikut :
1. Pengaturan ekskresi asam
Katabolisme atau pemecahan protein meliputi produksi senyawa-
senyawa yang bersifat asam, khususnya asam fosfat dan sulfat.
Disamping itu, bahan yang asam akan dikonsumsi dengan jumlah
tertentu setiap harinya. Berbeda dengan CO2, bahan ini merupakan asam
non-atsiri dan tidak dapat dieliminasi lewat paru. Karena akumulasinya
dalam darah akan menurunkan nilai PH (bersifat lebih asam) dan
menghambat fungsi sel, maka asam ini harus diekskresikan ke dalam
urin. Seseorang dengan fungsi ginjal yang normal akan mengekskresikan
kurang lebih 70 mEq asam setiap harinya. Ginjal dapat mngeksresikan
sebagian asam ini secaralangsung ke dalam urin sehingga mencapai
kadar yang akan menuunkan nilai pH urin sampai 4,5 yaitu 1000 kali
lebih asam daripada darah. Biasanya lebih banyak asam yang harus
dieliminasi dari dalam tubuh jika dibandingkan dengan jumlah yang
dapat diekskresikan langsung sebagai asam bebas dalam urin. Pekerjaan
ini dilaksanakan melalui ekskresi renal asam yang terikat pada zat
pendapar kimiawi. Asam (H+) disekresikan oleh sel-sel tubulus ginjal ke
dalam filtrat dan disini dilakukan pendaparan terutama oleh ion-ion fosfat
serta amonia (ketika didapar dengan asam, amonia akan berubah menjadi
amonium). Fosfat terdapat dalam filtrat glomerulus dan amonia
dihasilkan oleh sel-sel tubulus ginjal serta disekresikan ke dalam cairan
tubuler. Melalui proses pendaparan, ginjal dapat mngekskresikan
sejumlah besar asam dalam bentuk yang terikat tanpa menurunkan lebih
lanjut nilai pH urin.

2. Pengaturan ekskresi elektrolit


Natrium Jumlah elektrolit dan air yang harus dieksresikan lewat ginjal
setiap harinya sangat bervariasi menurut jumlah yang dikonsumsi.
Seratus delapan puluh liter filtrat yang terbentuk oleh glomerulus setiap
harinya mengandung sekitar 1100 gr natrium klorida. Seluruh elektrolit

8
dan air kecuali 2 liter air dan 6 hingga 8 gram natrium klorida, secara
normal direabsorbsi oleh ginjal. Air dan filtrat mengikuti natrium yang
direabsorbsi untuk mempertahankan keseimbangan osmotik. Kemudian
air, natrium klorida, elektrolit lain dan produk limbah diekskresikan
sebagai urin. Jadi, lebih dari 99% air dan natrium yang disaring pada
glomerulus direabsorbsi ke dalam darah pada saat urin meninggalkan
tubuh. Dengan mengatur jumlah natrium yang direabsorbsi (dan dengan
demikian air) ginjal dapat mengatur volume cairan tubuh. Jika natrium
diekskresikan dalam jumlah yang melebihi jumlah natrium yang
dikonsumsi maka pasien akan mengalami dehidrasi. Jika kalium
dieksresikan dalam jumlah yang kurang dari jumlah kalium yang
dikonsumsi pasien akan menahan cairan. Pengaturan jumlah natirum
yang dieksresikan tergantung pada aldosteron yatu hormon yang
disintesis dan dilepas oleh korteks adrenal. Dengan terjadinya
peningkatan kadar aldosteron dalam darah, jumlah natrium yang
diekskresikan ke dalam urin menjadi lebih sedikit mengingat aldoteron
meningkatkan reabsorbsi natrium dalam ginjal.

Pelepasan aldoteron dari korteks adrenal terutama dikendalikan oleh


angiotensin yang merupakan hormon peptida yang dibuat dalam hati dan
diaktifkan dalam paru. Kadar angiotensin lebih lanjut dikendalikan oleh
renin, yaitu hormon yang dilepaskan dari sel-sel ginjal. Sistem yang
kompleks ini akan diaktifkan ketika tekanan di arteriol renal turun hingga
di bawah nilai normal. Sistem yang kompleks ini akan diaktifkan ketika
tekanan dalam arteriol renal turun hingga di bawah normal seperti yang
terjadi pada keadaan syok dan dehidrasi. Pengaktivan sistem ini akan
menimbulkan efek peningkatan retensi air dan peningkatan volume
cairan intravaskuler. Hormon adrenokortikotropik juga menstimulasi
sekresi aldosteron tanpa tergantung pada perubahan cairan.

Kalium Elektrolit lain yang konsentrasinya dalam cairan tubuh diatur


oleh ginjal adalah kalium, yaitu ion dengan jumlah yang besar di dalam

9
sel. Ekskresi kalium oleh ginjal akan meningkat seiring dengan
meningkatnya kadar aldosteron sehingga berbeda dengan efek aldosteron
pada ekskresi natrium. Retensi kalium merupakan akibat yang paling
fatal dari gagal ginjal.

3. Pengaturan ekskresi air


Pengaturan jumlah air yang diekskresikan juga merupakan fungsi ginjal
yang penting. Akibat asupan air atau cairan yang besar, urin yang encer
harus diekskresikan dalm jumlah yang besar. Sebaliknya, jika asupan
cairannya sedikit, urin yang akan diekskresikan menjadi lebih pekat. 1)
Osmolalitas Derajat relatif pengenceran atau pemekatan urin dapat
diukur dalam pengertian osmolailtas. Istilah ini mrencerminkan jumlah
partikel (elektrolit dan molekul lainnya) yang larut dalam urin. Filtrat
dalam kapiler glomerulus normalnya memiliki osmolalitas yang sama
dengan darah dengan nilai kurang lebih 300 mOsm/L (300 mmol/L).
Ketika filtrat melewati tubulus dan saluran pengumpul osmolalitasnya
dapat berkisar dari 50-1200 mOsm/L yang mencerminkan kemampuan
pengenceran dan pemekatan yang maksimal dari ginjal. Osmolalitas
spesimen urin dapat diukur. Dalam pengukuran osmolalitas urin, yang
disebut larutan adalah komponen air dalam urin dan partikelnya yaitu
elektrolit serta produk akhir metabolisme. Apabila individu mengalami
dehidrasi atau kehilangan cairan maka dalam urin biasanya akan terdapat
lebih sedikit air dan secara proporsional lebih banyak partikel (yang
menunjukkan osmolalitas yang tinggi) yang membuat urin menjadi lebih
pekat. Kalau seseorang mengekskresikan air dengan jumlah yang besar
ke dalam urin, maka partikel-partikel tersebut akan diencerkan dan urin
akan tampak encer. Substansi tertentu dapat mengubah volume air yang
diekskresikan dan dinamakan sebagai substansi yang osmotik-aktif.
Apabila substansi ini tersaring, substansi tersebut akan menarik air lewat
glomerulus serta tubulus dan meningkatkan volume air. Glukosa dan
protein merupakan dua contoh molekul yang osmotik aktif. Osmolalitas
urin yang normal adalah 30-1100 mOsm/kg; sesudah terjadi retensi

10
cairan selama 12 jam, osmolalitas urin biasanya akan berkisar dari 500
hingga 850 mOsm/kg. Kisaran nilai-nilai normal yang luas ini membuat
pemeriksaan tersebut hanya berarti dalam situasi ketika kemampuan
ginjal untuk memekatkan dan mengencerkan terganggu. Berat jenis urin
Berat jenis urin tidak begitu tepat dibandingkan osmolalitas urin dan
mencerminkan kuantitas maupun sifat partikel. Oleh karena itu protein,
glukosa dan bahan kontras yang disuntikkan secara intravena akan
memberikan pengaruh yang lebih besar pada berat jenis daripada
osmolalitas. Berat jenis normal berkisar dari 1,015 – 1,025 (bila
asupannya normal).

Hormon Antidiuretik (ADH) Pengaturan ekskresi air dan pemekatan urin


dilaksanakan di dalam tubulus dengan memodifikasi jumlah air yang
direabsorbsi yang berhubungan dengan reabsorbsi elektrolit. Filtrat
glomerulus pada hakekatnya memiliki komposisi elektrolit yang sama
seperti dalam plasma darah tanpa protein. Jumlah air yag direabsorbsi
berada di bawah kendali hormon antidiuretik (ADH/ vasopresor). ADH
merupakan hormon yang disekresikan oleh bagian posterior kelenjar
hipofisis sebagai respon terhadap perubahan osmolalitas darah. Dengan
menurunnya asupan air, osmolalitas darah cenderung meningkat dan
menstimulasi pelepasan ADH. Kemudian ADH bekerja pada ginjal untuk
meningkatkan reabsorbsi air dengan demikian mengambalikan
osmolalitas darah ke keadaan normal. Dengan asupan air yang berlebihan
sekresi ADH oleh kelenjar hipofisis akan ditekan dan dengan demikian,
lebih sedikit air yang akan direabsorbsi oleh tubulus ginjal. Situasi yang
terakhir ini menyebabkan volume air meningkat (diuresis). Kehilangan
kemampuan untuk memekatkan dan mengencerkan urin merupakan
manifestasi penyakit ginjal yang paling dini. Pada keadaan ini akan
diekresikan urin yang encer dengan berat jenis yang tetap atau
osmolalitas yang tetap.

4. Otoregulasi tekanan darah

11
Pengaturan atau regulasi tekanan darah juga merupakan salah satu fungsi
sistem renal. Suatu homron yang dinamakan renin disekresikan oleh sel-
sel jukstaglomerular ketika tekanan darah turun. Suatu enzim akan
mengubah renin menjadi angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angiotensin II, yaitu senyawa vasokonstriktor paling kuat. Vasokonstriksi
menyebabkan peningkatan tekanan darah. Aldosteron disekresikan oleh
korteks adrenal sebagai reaksi terhadap stimulasi oleh kelenjar hipofisis
dan pelepasan ACTH sebagai reaksi terhadap perfusi yang jelek atau
peningkatan osmolalitas serum. Akibatnya adalah peningkatan tekanan
darah.

B. Definisi Gagal Ginjal Kronis


Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan
metabolism serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur
ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit (toksik
uremik) di dalam darah (Muttaqin, 2011).

Sedangkan menurut Smeltzer (2008), gagal ginjal kronis atau penyakit renal
tahap akhir (ERSD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolism dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia
(retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). Ini dapat disebabkan
oleh penyakit sistemik seperti diabetes mellitus; glomerulonefritis kronis;
pielonefritis; hipertensi yang tidak dapat dikontrol; obstruksi traktus
urinarius; lesi herideter, seperti penyakit ginjal polikistik; gangguan vaskuler;
infeksi; medikasi; atau agens toksik. Lingkungan dan agens berbahaya yang
mempengaruhi gagal ginjal kronis mencakup timah, cadmium, merkuri, dan
kromium. Dialysis atau transplantasi ginjal kadang-kadang diperlukan untuk
kelangsungan hidup pasien.

12
C. Klasifikasi Gagal Ginjal Kronis
Gagal ginjal kronik menurut Muttaqin (2011) selalu berkaitan dengan
penurunan progresif GFR. Stadium-stadium gagal ginjal kronik didasarkan
pada tingkat GFR yang tersisa dan meliputi hal-hal berikut :
1. Penurunan cadangan ginjal, yang terjadi apabila GFR turun 50% dari
normal.
2. Insufisinensi ginjal, yang terjadi apabila GFR turun menjadi 20-35% dari
normal. Nefron-nefron yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan
sendiri karena beratnya beban yang mereka terima.
3. Gagal ginjal, yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal. Semakin
banyak nefron yang mati.
4. Gagal ginjal terminal, yang terjadi apabila GFR menjadi kurang dari 5%
dari normal. Hanya sedikit nefron fungsional yang tersisa. Pada seluruh
ginjal ditemukan jaringan parut dan atrofi tubulus.

D. Etiologi Gagal Ginjal Kronis


Menurut Muttaqin (2011), banyak kondisi klinis yang bisa menyebabkan
terjadinya gagal ginjal kronik, akan tetapi, apapun sebabnya, respons yang
terjadi adalah penurunan fungsi ginjal secara progresif. Kondisi klinis yang
memungkinkan dapat mengakibatkan GGK bisa disebabkan dari ginjal dan
diluar ginjal :
1. Penyakit dari ginjal
a) Kista di ginjal: polcystis kidney
b) Penyakit pada saringan (glomerulus): glomerulonefritis
c) Infeksi kuman: pyelonefritis, ureteritis
d) Batu ginjal: nefrolitiasis
e) Trauma langsung pada ginjal
f) Keganasan pada ginjal
g) Sumbatan: batu, tumor, penyempitan/striktur.
2. Penyakit umum di luar ginjal
a) Penyakit sistemik: diabetes melitus, hipertensi, kolesterol tinggi.
b) Dyslipidemia

13
c) SLE
d) Infeksi: TBC, paru, sifilis, malaria, hepatitis
e) Preeklampsia
f) Kehilangan banyak cairan yang mendadak (luka bakar)
g) Obat-obatan :

E. Manifestasi Klinis Gagal Ginjal Kronis


Menurut Smeltzer (2008) manifestasi klinis gagal ginjal kronis adalah sebagai
berikut:
1. Sistem pernapasan (B1/ Breathing)
a) Krekels
b) Sputum kental
c) Napas dangkal
d) Pernapasan kusmaul
2. Sistem Kardiovaskuler (B2/ Blood)
a) Hipertensi
b) Pitting edema (kaki, tangan, sakrum)
c) Edema periorbital
d) Friction rub perikardial
e) Pembesaran vena leher
3. Sistem neurologi (B3/Brain)
a) Kelemahan dan keletihan
b) Konfusi
c) Disorientasi
d) Kejang
e) Kelemahan pada tungkai
f) Rasa panas pada telapak kaki
g) Perubahan perilaku
4. Sistem Perkemihan Ditemukan oliguria sampai anuria.
5. Sistem pencernaan
a) Napas berbau amonia
b) Ulserasi dan perdarahan pada mulut

14
c) Anoreksia, mual dan muntah
d) Konstipasi dan diare
e) Perdarahan dari saluran GI
6. Sistem integument (B6 /Integumen)
a) Warna kulit abu-abu, mengkilat
b) Kulit kering, bersisik
c) Pruritus
d) Ekimosis
e) Kuku tipis dan rapuh
f) Rambut tipis dan kasar
7. Sistem muskuloskeletal (B6 /Bone)
a) Kram otot
b) Kekuatan otot hilang
c) Fraktur tulang
d) Foot drop
8. Sistem resproduksi
a) Amenore
b) Atrofi testikuler

15
F. Patway Gagal Ginjal Kronis

Infeksi Vaskuler Zat toksik Obstruksi saluran kemih

Reaksi antigen Asterosklerosis Tertimbun di ginjal Retensi urine

Suplai darah ke ginjal

GFR (Bun & Kreatinin )

CKD MK: Resiko ketidakefektifan perfusi ginjal

Sekresi protein Retensi Na Eritropoetin


terganggu
Tekanan kapiler Hb
Uremia
Volume intersisial Pucat, fatigue, malaise
Pruritus
Edema MK: Intoleransi
MK: Gangguan Aktivitas
integritas kulit MK: Kelebihan
volume cairan

Insufisiensi ginjal Gangguan Pada paru


keseimbangan asam
Angiotensin I basa MK: Gangguan
pertukaran gas
Produksi asam
Angiotensin II
Asam lambung
Hipertensi

Mual, muntah MK: Mual


MK: Resiko
penurunan curah
jantung Anoreksia

MK: Gangguan nutrisi


kurang dari
kebutuhan tubuh

16
G. Pemeriksaan Diagnostik
Mutaqin (2011) disebutkan ada pengkajian diagnostik pada pasien dengan
GGK yaitu :
1. Laboratorium
a. Laju endap darah : meninggi yang diperberat oleh adanya anemia dan
hipoalbuminemia. Anemia normositer normokrom dan jumlah
retikulosit yang rendah.
b. Ureum dan kreatinin : meninggi, biasanya perbandingan antara ureum
dan kreatinin kurang lebih 30 : 1. Ingat perbandingan bisa meninggi
oleh karena perdarahan saluran cerna, demam, luka bakar luas,
pengobatan steroid, dan obstruksi saluran kemih. Perbandingan ini
berkurang : ureum lebih kecil dari kreatinin pada diet rendah protein,
dan tes klirens kreatinin yang menurun.
c. Hiponatremi : umumnya karena kelebihan cairan.
d. Hiperkalemia : biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama
dengan menurunnya diuresis.
e. Hipokalsemia dan hiperfosfatemia : terjadi karena berkurangnya
sintesis vitamin D pada GGK.
f. Phosphate alkalin meninggi akibat gangguan metabolisme tulang ,
terutama isoenzim fosfatase lindi tulang.
g. Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia, umumnya disebabkan
gangguan metabolisme dan diet rendah protein.
h. Peningkatan gula darah akibat gangguan metabolisme karbohidrat
pada gagal ginjal (resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan
perifer).
i. Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan
peningkatan hormon insulin dan menurunnya lipoprotein lipase.
j. Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukkan Ph
yang menurun, BE yang menurun, PCO2 yang menurun, semuanya
disebabkan retensi asam-basa organik pada gagal ginjal.

17
2. Radiologi
a. Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (adanya batu
atau adanya suatu obstruksi). Dehidrasi akan memperburuk keadaan
ginjal oleh sebab itu penderita diharapkan tidak puasa.
b. Intra Vena Pielografi (IVP) untuk menilai sistem pelviokalises dan
ureter. Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada
keadaan tertentu misalnya usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati
asam urat.
c. USG untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal,
kepadatan parenkim ginjal , anatomi sistem pelviokalises, ureter
proksimal, kandung kemih dan prostat.
d. Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari
gangguan (vaskular, parenkim, ekskresi) serta sisa fungsi ginjal.
e. EKG untuk melihat kemungkinan : hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia).

H. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan
homeostasis selama mungkin. Seluruh faktor yang berperan pada gagal ginjal
tahap akhir dan faktor yang dapat dipulihkan (mis. Obstruksi) diidentifikasi
dan ditangani (Smeltzer, 2008).
1. Terapi Pengganti Ginjal (TPG)/ Replacement Renal Teraphy (RRT)
Dialysis merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan
cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu
melaksanankan proses tersebut (Smeltzer, 2008).
Menurut Muttaqin (2008) dialysis dapat dilakukan untuk mencegah
komplikasi gagal ginjal yand serius, seperti hyperkalemia, pericarditis,
dan kejang. Dialysis memperbaiki abnormalitas biokimia; menyebabkan
cairan, protein, dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas;
menghilangkan kecenderungan perdarahan; dan membantu penyembuhan
luka. Menurut Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/ SMF Ilmu Penyakit
Dalam (2008) bahwa dialysis dapat diberikan pada pasien gagal ginjal

18
dengan stadium 5 yaitu GFR < 15 dan jika ada uremia. Pemberian
dialysis juga diklasifikasikan oleh Smeltzer (2008) menurut waktu
pemberiannya yaitu dialysis akut dan dialysis kronik. 1) Dialysis akut
Dialysis akut diperlukan bila kadar kalium yang tinggi atau yang
meningkat (kalium serum > 6 mEq/L), klebihan muatan cairan atau
edema pulmoner yang mengancam, asidosis yang meningkat, perikarditis
atau konfusi berat. Tindakan ini juga digunakan untuk menghilangkan
obat-obat tertentu atau toksin lain (keracunan atau dosis obat yang
berlebihan).

2. Dialysis Kronik
Sedangkan dialysis kronik dibutuhkan pada GGK (penyakit ginjal
stadium terminal) dalam keadaan sebagai berikut : terjadinya tanda-tanda
dan gejala uremia (ureum darah > 200 mg/L) yang mengenai seluruh
sistem tubuh (mual, serta muntah, anoreksia berat, peningkatan letargi,
konfusi mental), kadar kalium serum meningkat (> 6 mEq/L), muatan
cairan berlebih yang tidak responsif terhadap terapi diuretik serta
pembatasan cairan, dan penurunan status kesehatan yang umum.
Disamping itu terdengarnya pericardial friction rub melalui auskultasi
merupakan indikasi yang mendesak untuk dilakukan dialisis.
Berdasarkan metode, dialysis dibagi menjadi dua yaitu (smeltzer, 2008) :
1) Hemodialysis (HD)
Hemodialisis adalah sebuah terapi yang menghilangkan sampah dan
cairan berlebih dari darah. Selama hemodialisis, darah dipompa
melalui selang lembut ke mesin dialisis yang akan menuju fliter
khusus yang disebut dialyzer (juga disebut ginjal buatan). Saat darah
difiltrasi, darah akan dikembalikan ke aliran darah. Untuk dapat
disambungkan dengan mesin dialisis, pasien harus mempunyai akses
atau pintu masuk ke aliran darah. Terapi ini biasanya dilakukan 3 kali
seminggu. Tiap terapi berlangsung selama 3-5 jam. Hemiodialisis
dapat dilakukan di rumah atau di pusat HD. Pusat HD berlokasi di
dalam rumah sakir atau layanan kesehatan. Syarat melakukan HD di

19
rumah antara lain pasien harus memiliki cukup ruangan untuk
peralatan dan cukup air dan listrik untuk mengoperasikan mesin
dialisis dan mesin purifikasi. Pasien juga membutuhkan pendamping
saat dialisis. Indikasi Hemodialisis Menurut Perhimpunan Dokter
Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (2006) umumnya indikasi dialisa
pada GGK adalah bila laju filtrasi glomerulus (LFG < 15 ml/ menit)
sehingga dialisis baru dianggap perlu dimulai bila dijumpai salah satu
dari hal di bawah ini :
a) Keadaan umum buruk dan gejala klinin nyata
b) Kalium serum > 6 mEq/L
c) Ureum darah > 200 mg/L
d) Ph darah < 7,1
e) Anuria berkepanjangan (> 5 hari) f) Fluid overloaded g) dan
peritoneal dialysis (PD).
Akses Hemodialisis Jika pasien memilih HD, pasien perlu memiliki
akses permanen atau pintu masuk ke aliran darah. Ini dilakukan
dengan pembedahan minor, biasanya pada lengan. Ada dua jenis akses
vascular permanen :
a) Fistula Sebuah fistula direkomendasikan sebagai akses. Ini dibuat
dengan menggabungkan artei ke vena di dekatnya di bawah kulit
untuk membuat vaskuler yang lebih besar. Tipe ini dipilih karena
mengakibatkan masalah yang sedikit dan bertahan lama. Pasien harus
dievaluasi oleh bedah vaskuler minimal 6 bulan sebelum memulai
dialisis. Dokter akan melakukan pemeriksaan ultrasound untuk
melihat pembuluh darah yang ideal untuk fistula. Tindakan ini disebut
dengan “vessel mapping”. Fistula harus disiapkan terlebih dahulu
(beberapa bulan sebelum dimuali dialisis), sehingga ada waktu untuk
penyembuhan dan siap untuk digunakan HD.
b) Graft Jika pembuluh darah tidak sesuai untuk dilakukan fistula,
graft dapat dilakukan. Tindakan ini menggabungkan arteri dan vena
didekatnya dengan selang lembut dari sintetik. Graft ini dimasukkan
di bawah kulit

20
2) Transplantasi Ginjal
Dijelaskan dalam Smeltzer (2008) bahwa transplantasi ginjal telah
menjadi terapi pilihan bagi mayoritas pasien dengan penyakit renal
tahap akhir. Pasien memilih transplantasi ginjal dengan berbagai
alasan, seperti keinginan untuk menghindari dialisis atau untuk
memperbaiki perasaan sejahtera dan harapan hidup untuk hidup
secara normal. Selain itu, biaya transplantasi ginjal yang sukses
dibandingkan dialisis adalah sepertiganya. Transplantasi ginjal
melibatkan menanamkan ginjal dari donor hidup yang sesuai dan
cocok bagi pasien (mereka dengan antigen ABO dan HLA yang
cocok) akan lebih baik daripada transplan yang berasal dari donor
kadaver. Nefrektomi terhadap ginjal asli pasien dilakukan untuk
transplantasi. Ginjal transplan diletakkan di fosa iliaka anterior
sampai krista iliaka pasien. Ureter dari ginjal transplan ditanamkan
ke kandung kemih atau dianastomosikan ke ureter resipien.

3) Diet rendah protein dan tinggi kalori Asupan protein dibatasi 0,6-0,8
gram/kgBB/hari.
Rata-rata kebutuhan protein sehari pada penderita GGK adalah 20-40
gram. Kebutuhan kalori minimal 35 kcal/kgBB/hari. Diet rendah
protein tinggi kalori akan memperbaiki keluhan mual, menurunkan
BUN dan akan memperbaiki gejala. Selain itu diet rendah protein
akan menghambat progresivitas penurunan faal ginjal (PDDT, 2008).
Sedangkan menurut keluarga sehat hospital, diet rendah protein
diberikan untuk pasien penyakit ginjal kronik sebelum hemodialisis
(pre-dialisis) dengan jumlah protein yang boleh dikonsumsi adalah
0,6-0,75 g/kgberat badan/hari. Asupan garam yang dianjurkan
sebelum dialysis antara 2,5 – 5 gr garam/hari, pembatasan asupan
kalium dianjurkan bila kadar kalium dalam darah > 5,5 meq dan
asupan kalium yang dianjurkan adalah 40 mg/kgBB/hari. Bahan
makanan yang tinggi kalium berupa umbi, buah-buahan, kacang-

21
kacangan, tidak dianjurkan mengkonsumsi : kentang, alpokat, pisang,
mangga, tomat, daun singkong, rebung, bayam.

I. Komplikasi Gagal Ginjal Kronis


Komplikasi gagal ginjal kronis yang perlu menjadi perhatian perawat dan
memerlukan pendekatan kolaboratif untuk perawatan meliputi :
1. Hiperkalemia akibat penurunan ekskresi, metabolisme asidosis,
katabolisme, dan asupan yang berlebihan (diet, obat-obatan, cairan).
2. Perikarditis pada PD, efusi perikardial, dan tamponade perikardial karena
retensi produk limbah uremic dan dialisis tidak memadai.
3. Hipertensi akibat retensi natrium dan air dan kerusakan sistem renin-
angiotensinaldosteron system.
4. Anemia akibat penurunan produksi erythropoietin, penurunan RBC
umur, perdarahan di saluran pencernaan dari racun menjengkelkan dan
pembentukan ulkus, dan kehilangan darah selama hemodialysis.
5. Penyakit tulang dan kalsifikasi metastatik dan vaskular karena retensi
fosfor, kalsium serum rendah tingkat, metabolisme vitamin D abnormal,
dan tinggi tingkat aluminium.

22
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

I. Pengkajian
A. Identitas Klien
Nama klien : Ny. Nurhayati
Usia : 75 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal masuk : 11-10-2019
Diagnose medic : CKD

B. Keluhan Utama / Alasan Masuk RS


Klien masuk ke rumah sakit tanggal 11-10-2019 dibawa keluarga.
Keluarga mengatakan klien dibawa ke rumah sakit karena mengalami
penurunan kesadaran sejak 1 minggu yang lalu, disertai dengan muntah,
lemas dan sesak napas, dengan tanda-tanda vital TD 110/70 mmHg, nadi
102 kali/menit, RR 28 kali/menit, suhu 36,8 C, SPO2 84 %.

C. Pengkajian Primer
Airway
Sumbatan : terdengar bunyi lender dijalan napas dan disertai muntah.
Breathing
Sesak dengan RR 28 kali/menit irama tidak teratur dan kedalaman
dangkal, terdapat retraksi dinding dada dan terdengar suara gargling.
Circulation
Klien mengalami penurunan kesadaran, nadi 102 kali/menit irama teratur
denyut nadi kuat, TD 110/70 mmHg, ekstremitas dingin waarna kulit
pucat serta terdapat edema pada ekstremitas.
Disability
Jika dipanggil klien tidak berespon, , tidak ada respon motoric dan respon
verbal, nilai GCS 3.

23
D. Pengkajian Sekunder
Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien mengalami penurunan kesadaran sejak 1 minggu yang lalu, disertai
muntah, lemas dan sesak napas, TD 110/70 mmHg, nadi 102 kali/menit,
suhu 36,8 C, RR 28 kali/menit.
Riwayat Kesehatan Lalu
Keluarga mengatakan keluarga sebelumnya menderita penyaakit diabetes
dan gastritis.
Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga mengatakan tidak ada yang menderita penyakit berat seperti
klien.
Anamnesa Singkat
Keluarga mengatakan klien tidak ada alergi obat dan makanan, klien
tidak ada nyeri sertaa tidak ada luka dan perdarahan.
Pemeriksaan Head To Toe
- Kepala
Bentuk kepala simetris, rambut beruban, tidak ada luka dan tidak ada
kerontokan.
- Mata
Mata selalu menutup, konjungtiva anemis, sclera bening, pupil
normal, terdapat reflek pupil terhadap cahaya.
- Telinga
Bentuk telinga simetris, bersih serta tidak ada benjolan.
- Hidung
Tidak ada secret yang menganggu dihidung.
- Mulut
Tidak mengalami bibir sumbing, bagian dalam mulut tampak kotor
karenaa ada muntahan serta mukosa mulut kering.
- Leher
Bentuk leher simetris tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada
pembesaran limfoid serta tidak ada pembesaran JVP.
- Dada

24
Tidak ada lesi, terdapat retraaksi dinding dada, terdapat suara ronchi,
tidak ada asites pada abdomen, perkusi abdomen timpani, tidak ada
nyeri serta tidak ada massa abnormal dalam abdomen.
- Ekstremitas
Terdapat kelemahan pada ekstremitas atas dan bawah, terdapat
edema pada ekstremitas atas dan bawah, serta tidak ada nyeri.
- Kulit / integument
Mukosa kulit lembab, turgor kulit baik, serta tidak terdapat bintik
merah pada kulit dan warna kulit pucat.

E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan EKG : sinus takikardi
Pemeriksaan Lab:

No parameter Hasil Nilai rujukan satuan


1. Darah lengkap
Hemoglobin 9,9 11,5-16,5 g/dl
Leokosit 9900 4550-11.000 /ul
Eritrosit 3,5 3,8-5,8 Juta/ul
Hematocrit 31 37-47 %
Trombosit 354.000 154.000-386.000 /ul
MCV 90 76-96 fL
MCH 29 27-32 pg
MCHC 32 30-35 g/dl
Hitung jenis
Basophil 0 0-1 %
Eosinophil 0 2-4 %
Batang 0 3-5 %
Segmen 78 50-70 %
Limfosit 8 25-40 %
Monosit 14 2-8 %
GOT 9 0,0-3,5 U/L
GPT 12 0,0-4,5 U/L

25
GDS 93 60-140 Mg/dl
Ureum 230 <50 Mg/dl
Kreatinin 5,14 0,7-1,3 Mg/dl
Natrium 123 136-146 Mmol/L
Kalium 3,6 mEq/L
Kalsium 5,2 mEq/L
chlorida 89 mEq/L

Pemeriksaan Radiologi
CT scan
Ronsen thorak

F. Penatalaksanaan
a. Medis
D40 1 flash IV
Ceftriaxone 1 gr IV
OMZ 10 mg IV
b. Keperawatan
Infus RL 20 tpm
Infus NacL 0,9 % 500 cc/8 jam
Infus ca gluconas 1 ampul
Posisi semi fowler
Pemasangan OPA
Dilakukan suction
Pemasangan oksigen 4,5 L
Pemasangan kateter

II. Analisa Data

26
N Data Fokus Masalah Etiologi
o
1 Ds: Ketidakefektifan Sisa sekresi yang
Do: bersihan jalan tertahan pada
- Terdengar suara gargling napas saluran
- Terdengar bunyi lender pernapasan
dijalan napas
- Muntah
- Irama napas tidak teratur
- Tampak sulit untuk
bernapas
- RR 28 kali/menit
2 Ds: Gangguan perfusi Edema atau
Do: jaringan serebral hematoma dan
Kelemahan pada ekstremitas perdarahan diotak
Terdapat edema pada ekstremitas
Klien mengalami penurunan
kesadaran
Tidak ada respon motoric dan
respon verbal
TD 110/70 mmHg
HB 9,9 g/dl
3 Ds: Ketidakefektifan Penurunan suplai
Do: pola napas oksigen
Klien mengalami sesak napas
Irama napas tidak teratur
RR 28 kali/menit
SPO2 84 %
Terdapat suara gargling

III. Diagnosa Keperawatan

27
No Tanggal Diagnosa Keperawatan Sesuai Prioritas
1 Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d Sisa sekresi
yang tertahan pada saluran pernapasan
2 Gangguan perfusi jaringan serebral b.d Edema atau
hematoma dan perdarahan diotak
3 Ketidakefektifan pola napas b.d Penurunan suplai
oksigen

IV. Rencana Keperawatan

N Diagnosa Kep Tujuan Rencana intervensi


o
1 Ketidakefektifa Setelah dilakukan tindakan 1. Posisikan pasien untuuk
n bersihan jalan keperawatan selama 3x24 memaksimalkan
napas b.d Sisa jam diharapkan jalan napas ventilasi
sekresi yang yang paten dengan 2. Identifikasi pasien
tertahan pada bersihan jalan napas yang perlunya pemasangan
saluran efektif dengan kriteria alat jalan napas
pernapasan hasil: 3. Keluarkan secret dengan
Menunjukkan jalan napas batuk atau suction
yang paten 4. Auskultasi suara napas,
Mampu mengidentifikasi catat adanya suara napas
dan mencegah faktor yang tambahan
dapat menghambat jalan 5. Atur intake untuk cairan
napas mengoptimalkan
keseimbangan
6. Monitor respirasi dan
status O2
2 Gangguan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji keluhan, observasi
perfusi jaringan keperawatan selama 3x24 ttv tiap 2-4 jam dan
serebral b.d jam diharapkan gangguan kesadaran klien
Edema atau perfusi jaringan serebral 2. Kaji capillary refiil,
hematoma dan dapat teratasi dengan gcs,warna dan
perdarahan kriteria hasil: kelembapan kulit

28
diotak Kesadaran pasien 3. Kaji tanda peningkatan
composmentis TIK (kaku kuduk,
Ttv dalam batas normal muntah proyektil dan
Pasien tampaak rileks penurunan kesadaran)
4. Berikan klien posisi
semifowler
5. Anjurkan keluarga untuk
bicara dengan klien
walaupun hanya lewat
sentuhan
6. Kolaborasi dengan
dokter pemberian obat-
obatan neurologis
3 Ketidakefektifa Setelah dilakukan tindakan 1. Bersihkan mulut
n pola napas b.d keperawatan selama 3x24 hidung dan secret trakea
Penurunan jam diharapkan 2. Pertahankan jalan
suplai oksigen ketidakefektifan pola napas napas yang paten
dapat teratasi dengan 3. Atur peralatan
kriteria hasil: oksigenasi
Mendemonstrasikan batuk 4. Monitor aliran
efektif dan suara napas oksigen
yang bersih, tidak ada 5. Pertahankan posisi
sianosis dan dyspnea pasien
Menunjukkan jalan napas 6. Monitor ttv
yang paten
Ttv dalam rentang normal

V. Implementasi

No Tanggal Implementasi

29
Dx
1 12-10- 1. Memposisikan pasien untuuk memaksimalkan ventilasi
2019 2. Mengidentifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan
napas
3. Mengeluarkan secret dengan batuk atau suction
4. Mengauskultasi suara napas, catat adanya suara napas
tambahan
5. Mengatur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan
6. Memonitor respirasi dan status O2
2 12-10- 1. Menngkaji keluhan, observasi ttv tiap 2-4 jam dan
2019 kesadaran klien
2. Mengkaji capillary refiil, gcs,warna dan kelembapan kulit
3. Mengkaji tanda peningkatan TIK (kaku kuduk, muntah
proyektil dan penurunan kesadaran)
4. Memberikan klien posisi semifowler
5. Menganjurkan keluarga untuk bicara dengan klien
walaupun hanya lewat sentuhan
6. Mengkolaborasi dengan dokter pemberian obat-obatan
neurologis
3 12-10- 1. Membersihkan mulut hidung dan secret trakea
2019 2. Mempertahankan jalan napas yang paten
3. Mengatur peralatan oksigenasi
4. Memonitor aliran oksigen
5. Mempertahankan posisi pasien
6. Memonitor ttv

No Tanggal Implementasi
Dx
1 14-10- 7. Memposisikan pasien untuuk memaksimalkan ventilasi

30
2019 8. Mengidentifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan
napas
9. Mengeluarkan secret dengan batuk atau suction
10. Mengauskultasi suara napas, catat adanya suara napas
tambahan
11. Mengatur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan
12. Memonitor respirasi dan status O2
2 14-10- 7. Menngkaji keluhan, observasi ttv tiap 2-4 jam dan
2019 kesadaran klien
8. Mengkaji capillary refiil, gcs,warna dan kelembapan kulit
9. Mengkaji tanda peningkatan TIK (kaku kuduk, muntah
proyektil dan penurunan kesadaran)
10.Memberikan klien posisi semifowler
11.Menganjurkan keluarga untuk bicara dengan klien
walaupun hanya lewat sentuhan
12. Mengkolaborasi dengan dokter pemberian obat-obatan
neurologis
3 14-10- 7. Membersihkan mulut hidung dan secret trakea
2019 8. Mempertahankan jalan napas yang paten
9. Mengatur peralatan oksigenasi
10. Memonitor aliran oksigen
11. Mempertahankan posisi pasien
12. Memonitor ttv

No Tanggal Implementasi
Dx
1 15-10- 13. Memposisikan pasien untuuk memaksimalkan ventilasi
2019 14. Mengidentifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan

31
napas
15. Mengeluarkan secret dengan batuk atau suction
16. Mengauskultasi suara napas, catat adanya suara napas
tambahan
17. Mengatur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan
18. Memonitor respirasi dan status O2
2 15-10- 13. Menngkaji keluhan, observasi ttv tiap 2-4 jam dan
2019 kesadaran klien
14.Mengkaji capillary refiil, gcs,warna dan kelembapan kulit
15.Mengkaji tanda peningkatan TIK (kaku kuduk, muntah
proyektil dan penurunan kesadaran)
16.Memberikan klien posisi semifowler
17.Menganjurkan keluarga untuk bicara dengan klien
walaupun hanya lewat sentuhan
18. Mengkolaborasi dengan dokter pemberian obat-obatan
neurologis
3 15-10- 13. Membersihkan mulut hidung dan secret trakea
2019 14. Mempertahankan jalan napas yang paten
15. Mengatur peralatan oksigenasi
16. Memonitor aliran oksigen
17. Mempertahankan posisi pasien
18. Memonitor ttv

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

32
Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan
metabolism serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur
ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit (toksik
uremik) di dalam darah. Salah satu penatalaksanaan gagal ginjal kronis adalah
hemodialisi, hemodialisis adalah sebuah terapi yang menghilangkan sampah
dan cairan berlebih dari darah. Selama hemodialisis, darah dipompa melalui
selang lembut ke mesin dialisis yang akan menuju fliter khusus yang disebut
dialyzer (juga disebut ginjal buatan). Saat darah difiltrasi, darah akan
dikembalikan ke aliran darah. Untuk dapat disambungkan dengan mesin
dialisis, pasien harus mempunyai akses atau pintu masuk ke aliran darah.
Terapi ini biasanya dilakukan 3 kali seminggu.

B. Saran
1. Bagi mahasisiwa supaya memberikan asuhan keperawatan yang tepat
pada pasien CKD sesuai dengan perkembangan ilmu’
2. Bagi institusi agar dapat mengembangkan konsep asuhan keperawatan
pada pasien CKD
3. Bagi tenaga kesehatan agar menerapkan asuhan keperawatan yang tepat
pada pasien CKD sesuai dengan perkembangan ilmu.

DAFTAR PUSTAKA

Mutaqien & Kumaka. 2011. Asuhan Keperawataan Gangguan Sistem


Perkemihan. Salemba Medika: Jakarta
Nursalam, 2009. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Sistem Perkemihan.

33
Salemba Medika: Jakarta
Smeltzer, Suzenne C & Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical
Bedah. EGC: Jakarta
Tambayong. 2001. Anatomi dan fisiologi untuk keperawatan. EGC : Jakarta
Sudoyo, A. W, dkk. 2009. Penyakit ginjal kronik. Buku ajar ilmu penyakit dalam.
Jilid II edisi V. pusat penerbitan IPD FK UI: Jakarta
Hidayati et al. 2008. Hubungan antara hipertensi merokok dan suplemen energy
dan kejadian penyakit ginjal kronik. Berita kedokteran masyarakat.
Volume 24 no 2. http://berita-kedokteran-
masyarakat.org/index.php/BKM/article/view/139/64.
Firmansyah, Adi. 2010. Usaha memperlambat perburukan penyakit ginjal kronik
ke penyakit ginjal stadium akhir. PDDS. Penyakit dalam fakultas
kedokteran fakultas Indonesia: jakarta

34

Anda mungkin juga menyukai