Anda di halaman 1dari 26

REFERAT

URINALISIS

Pembimbimg :
Dr. Dewi Martalena, Sp.PD

Disusun oleh :
Adibah M. Rahman (201473000
Ariq Salsabila Zalfa (2014730011)
Ravena Maharawarman (2014730081)
Mutia Rahmawati (2014730066)
Tiffany Rachma Putri (2014730091)
Verga Baiqillah Torada (2014730096)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU [ENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA POMNDOK KOPI
PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2019

i
KATA PENGANTAR

Assalammu’alaikum wr wb,
Dengan memanjatkan puja dan puji syukur ke hadirat Allah SWT Tuhan Yang
Maha Esa karena atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya kami dapat
menyelesaikan penulisan referat mengenai “Urinalisis”.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan arahan demi
terselesaikannya referat ini khususnya kepada dr. Dewi Martalena, Sp.PD, selaku
pembimbing referat.
Kami sangat menyadari dalam proses penulisan referat ini masih jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun metode penulisan. Namun demikian, kami telah
mengupayakan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki. Kami dengan rendah
hati dan dengan tangan terbuka menerima segala bentuk masukan, saran dan usulan guna
menyempurnakan referat ini.
Kami berharap semoga referat ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang
membacanya.
Wassalammu’alaikum wr wb.

Jakarta, Juli 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 3


BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... 4
2.1. Anatomi dan Fisiologi Sistem Urinaria ...................................................................... 4
2.1.1. Ginjal .......................................................................................................... 4
2.1.2. Ureter .......................................................................................................... 6
2.1.3. Vesika Urinaria ........................................................................................... 7
2.1.4. Uretra .......................................................................................................... 7
2.2. Pembentukan Urin ......................................................................................................... 8
2.3. Komposisi Urin .............................................................................................................. 9
2.4. Pemeriksaan Urinalisis ............................................................................................... 10
2.4.1. Defisini & Indikasi ................................................................................... 10
2.4.2. Pemeriksaan Pra-analitik Urinalisis ......................................................... 11
2.4.3. Pemeriksaan Analitik Urinalisis ............................................................... 12
BAB III KESIMPULAN ................................................................................................ 23

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 24

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjadinya proses


penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh
dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak
dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih).1 Salah
satu organ yang berperan dalam pembentukan urin adalah ginjal, ginjal adalah organ
tubuh yang berperan dalam mempertahankan kestabilan volume, komposisi elektrolit,
dan osmolalitas cairan ekstra sel dengan melakukan penyesuaian jumlah air dalam tubuh
atau yang dikeluarkan melalui urin.2
Unit fungsional ginjal yang disebut nefron akan menjalankan fungsi ginjal sebagai
fungsi regulatorik dan ekskretoriknya. Proses dasar regulatorik dan ekskretorik tersebut
dibagi dalam tiga proses yaitu filtrasi glomerulus, reabsorbsi tubulus,dan sekresi tubulus.
Cairan yang sudah melewati proses filtrasi dan sekresi pada tubulus tetapi tidak diabsorpsi
kembali di tubulus akan dikeluarkan sebagai urin melalui sistem kemih yang lain.2 Terkait
dengan mekanisme tersebut maka kelainan pada urin dapat menjadi indikasi kerusakan
pada ginjal maupun sistem kemih lainnya.3
Terdapat beberapa pemeriksaan yang dapat mengidentifikasikan kerusakan ginjal,
salah satunya urinalisis. Urinalisis adalah pemeriksaan sampel urin secara fisik, kimia
dan mikroskopisk. Tes ini merupakan salah satu tes yang sering diminta oleh para klinisi.
Tes urin menjadi lebih populer karena dapat membantu menegakkan diagnosis ,
mendapatkan informasi mengenai fungsi organ dan metabolisme tubuh. Selain itu tes
urin dapat mendeteksi kelainan yang asimptomatik, mengikuti pejalanan penyakit dan
hasil pengobatan.4,5
Urinalisis merupakan pemeriksaan rutin ketiga yang paling sering dilakukan
setelah pemeriksaan darah rutin dan pemeriksaan kimia serum/plasma. Urinalisis juga
merupakan pemeriksaan kimia yang umum dilakukan pada anak-anak dan remaja.3

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi Sistem Urinaria


Sistem urinarius terdiri dari 2 ginjal (ren), 2 ureter, vesika urinaria dan uretra.
System urinarius berfungsi sebagai system ekskresi dari cairan tubuh. Ginjal berfungsi
untuk membentuk atau menghasilkan urin dan saluran kemih lainnya berfungsi untuk
mengekskresikan atau mengeliminasi urin. Sel-sel tubuh memproduksi zat-zat sisa seperti
urea, kreatinin dan ammonia yang harus diekskresikan dari tubuh sebelum terakumulasi
dan menyebabkan toksik bagi tubuh. Selain itu, ginjal juga berfungsi untuk regulasi
volume darah tubuh, regulasi elekterolit yang terkandung dalam darah, regulasi
keseimbangan asam basa, dan regulasi seluruh cairan jaringan tubuh. Saluran kemih
bagian atas adalah ginjal, sedangkan ureter, kandung kemih (vesika urinaria) dan uretra
merupakan saluran kemih bagian bawah.6

Gambar 1. Struktur Saluran Kemih Manusia


2.1.1. Ginjal
Ginjal terletak pada dinding posterior di belakang peritoneum pada kedua sisi
vertebra torakalis ke-12 sampai vertebra lumbalis ke-3. Bentuk ginjal seperti biji kacang.
Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri, karena adanya lobus hepatis dextra yang

4
besar.(4) Ginjal dibagi menjadi dua daerah yaitu korteks ginjal di bagian luar yang
berwarna coklat terang dan medula ginjal di bagian dalam yang berwarna coklat gelap.7

Gambar 2. Sayatan melintang memperlihatkan lokasi ginjal setinggi vertebra L1

Gambar 3. Antomi ginjal. (a) ginjal dari bagian depan. (b) Fitur anatomi utama

Korteks ginjal mengandung jutaan nefron yang berfungsi dalam penyaringan


darah. Setiap nefron terdiri dari glomerulus dan tubulus. Medula ginjal terdiri dari
beberapa massa triangular disebut piramida ginjal dengan basis menghadap korteks dan
bagian apeks yang menonjolke medial. Piramida ginjal berguna untuk mengumpulkan
hasil ekskresi yang kemudian disalurkan ke tubulus kolektivus menuju pelvis ginjal.7
Pelvis renalis berbentuk corong yang menerima urin yang diproduksi ginjal.
Terbagi menjadi dua atau tiga calices renalis majores yang masing-masing akan

5
bercabang menjadi dua atau tiga calices renalis minores. Struktur halus ginjal terdiri dari
banyak nefron yang merupakan unit fungsional ginjal. Diperkirakan ada 1 juta nefron
dalam setiap ginjal. Nefron terdiri dari glomerulus, tubulus proximal, ansa henle, tubulus
distal dan tubulus urinarius.7
Ginjal mendapatkan vaskularisasi dari arteri renalis yang merupakan percabangan
dari aorta abdominalis yang mensuplai masing-masing ginjal dan masuk ke hilus melalui
cabang anterior dan posterior. Kedua arteri tersebut menyebar sampai ke medulla ginjal,
yang terletak diantara piramid disebut arteri interlobaris. Dari arteri interlobaris, pada
bagian medula ada arteri yang melewati basis piramid disebut arteri arquata. 7
Arteri arquata bercabang menjadi arteri interlobularis yang berjalan tegak ke
dalam korteks. Arteriol aferen berasal dari arteri interlobularis. Satu arteriol aferen
membentuk 50 kapiler yang membentuk glomerulus. Arteriol eferen meninggalkan setiap
glomerulus dan membentuk jaringan kapiler peritubular yang mengelilingi tubulus
proksimal dan distal untuk memberi nutrien serta mengeluarkan zat-zat yang
direabsorpsi. Kapiler peritubular mengalir kedalam vena korteks yang kemudian menyatu
membentuk vena interlobularis. Vena arquata menerima darah dari vena interlobaris yang
bergabung dan bermuara ke dalam vena renalis yang kemudian akan mengalirkan darah
ke vena kava inferior.4
Ginjal mendapatkan persarafan dari fleksus renalis (vasomotor). Saraf ini
berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal, saraf ini berjalan
bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal.5
Sistem kemih khususnya ginjal berperan dalam mempertahankan keseimbangan
dalam tubuh yaitu dengan mengatur banyaknya zat-zat dalam plasma, khususnya
elektrolit dan airdengan cara menyerap kembali zat yang masih dibutuhkan tubuh dan
membuang sisa metabolik yang tidak dibutuhkan lagi oleh tubuh melalui pengeluaran
urin. 7
2.1.2. Ureter
Organ berbentuk tabung kecil untuk mengalirkan urine dari ginjal ke dalam vesika
urinaria. Terdiri dari 2 saluran pipa masing-masing bersambung dari ginjal ke vesika
urinaria. Panjangnya ±25-34 cm, dengan penampang 0,5 cm. Ureter sebagian terletak
pada rongga abdomen dan sebagian lagi terletak pada rongga pelvis. Lapisan dinding
ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltik yang mendorong urin masuk ke dalam

6
kandung kemih. Lapisan dinding ureter terdiri dari dinding luar jaringan ikat (jaringan
fibrosa) , Lapisan tengah lapisan otot polos, Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa. 8
2.1.3. Vesika Urinaria

Gambar 4. Anatomi vesika urinaria dan uretra

Vesika urinaria bekerja sebagai penampung urin. Organ ini berbentuk seperti buah
pir (kendi). Letaknya di belakang simfisis pubis di dalam rongga panggul. Vesika urinaria
dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet. Vesika urinasia dapat
menampung urin dengan kapasitas maksimal 300-450ml. Jika penuh, mampu mencapai
umbilicus di rongga abdominalis.8
2.1.4. Uretra
Merupakan saluran sempit yang berpangkal pada vesika urinaria yang berfungsi
menyalurkan air kemih ke luar. Pada laki-laki panjangnya kira-kira 13,7-16,2 cm, terdiri
dari uretra pars prostatika, uretra pars membranosa, uretra pars spongiosa. Uretra pada
wanita panjangnya kira-kira 3,7-6,2 cm. sphincter uretra terletak di sebelah atas vagina
(antara clitoris dan vagina) dan uretra disini hanya sebagai saluran ekskresi.7

7
2.2. Pembentukan Urin
Ginjal merupakan tempat yang digunakan untuk mengeluarkan zat sisa
metabolisme dalam bentuk urin. Proses pembentukan urin melalui tiga tahapan yaitu
melalui mekanisme filtrasi, reabsorpsi dan sekresi. Proses pertama dalam pembentukan
urin adalah proses filtrasi yaitu proses perpindahan cairan dari glomerulus menuju ke
kapsula bowman dengan menembus membrane filtrasi. Membran filtrasi terdiri dari tiga
bagian utama yaitu: sel endothelium glomerulus, membrane basiler, epitel kapsula
bowman.2 Glomerulus berfungsi sebagai filtrasi yaitu menahan sel darah dan protein agar
tidak ikut diekskresi.9 Setelah dapat melewati membran glomerulus, tekanan darah pada
kapiler akan menginduksi filtrasi glomerulus. Penyerapan darah yang tersaring adalah
bagian cairan darah kecuali protein. Cairan yang tersaring ditampung oleh Kapsul
Bowman yang terdiri dari glukosa, air, sodium, klorida, sulfat, bikarbonat yang akan
diteruskan ke tubulus ginjal. Cairan yang disaring ini disebut filtrat glomerulus.2

Gambar 5. Tahapan dasar pembentukan urin

8
Filtrat glomerulus memiliki zat-zat yang masih dibutuhkan oleh tubuh, sehingga
filtrat akan berpindah dari dalam tubulus ke plasma kapiler peritubulus. Perpindahan ini
disebut sebagai reabsorpsi tubulus, Reabsorpsi merupakan proses yang kedua setelah
terjadi filtrasi diglomerulus.10 Sel-sel tubulus renalis secara selektif mereabsorpsi zat-zat
yang terdapat pada urin primer dimana terjadi reabsorpsi tergantung dengan kebutuhan.
Zat-zat makanan yang terdapat di urin primer akan direabsorpsi secara keseluruhan,
sedangkan reabsorpsi garam-garam anorganik direabsorpsi tergantung jumlah garam-
garam anorganik di dalam plasma darah. Proses reabsorpsi terjadi dibagian tubulus
kontortus proksimal yang nantinya akan dihasilkan urin sekunder setelah
prosesreabsorpsi selesai. Proses reabsorpsi air di tubulus kontortus proksimal dan tubulus
kontortus distal. Proses reabsorpsi akan terjadi penyaringan asam amino, glukosa, asam
asetoasetat, vitamin, garam- garam anorganik dan air. Setelah pembentukan urin sekunder
maka di dalam urin sekunder sudah tidak memiliki kandungan zat-zat yang dibutuhkan
oleh tubuh lagi sehingga nantinya urin yang dibuang benar-benar memiliki kandungan
zat yang tidak dibutuhkan tubuh manusia.2
Urin sekunder yang dihasilkan tubulus proksimal dan lengkung Henle akan
mengalir menuju tubulus kontortus distal. Urin sekunder akan melalui pembuluh kapiler
darah untuk melepaskan zat-zat yang sudah tidak lagi berguna bagi tubuh. Selanjutnya,
terbentuklah urin yang sesungguhnya. Urin ini akan mengalir dan berkumpul di tubulus
kolektivus (saluran pengumpul) untuk kemud ian bermuara ke rongga ginjal.2
Urin merupakan suatu larutan yang kompleks dan mengandung bermacam-
macam bahan organik maupun anorganik. Komposisi urin tergantung dari bahan
makanan yang dimakan, keadaan metabolisme tubuh, dan kemampuan ginjal untuk
mengadakan seleksi. Sehingga komposisi urin dapat mencerminkan kemampuan ginjal
untuk menahan dan menyerap bahan-bahan yang penting untuk metabolisme dasar dan
mempertahankan homeostasis tubuh. Normalnya jumlah bahan yang terdapat dalam urin
selama 24 jam adalah 35 gram bahan organik dan 25 gram bahan anorganik.10

2.3. Komposisi Urin


Komposisi urin yang paling utama adalah terdiri dari air, urin pada kondisi normal
umumnya mengandung 90% air. Kandungan lainnya urea, asam urat dan ammonia yang
merupakan zat sisa dari pembongkaran protein, zat warna empedu yang membuat warna

9
urin kita menjadi kuning, bermacam-macam garam / NaCl, dan terdapat beberapa zat
yang beracun.11
Tabel 1. Komposisi Urin

2.4. Pemeriksaan Urinalisis


2.4.1. Defisini & Indikasi
Urinalisis adalah pemeriksaan sampel urin secara fisik, kimia dan mikroskopisk.
Tes ini merupakan salah satu tes yang sering diminta oleh para klinisi. Tes urin menjadi
lebih populer karena dapat membantu menegakkan diagnosis, mendapatkan informasi
mengenai fungsi organ dan metabolisme tubuh. Selain itu tes urin dapat mendeteksi
kelainan yang asimptomatik, mengikuti pejalanan penyakit dan hasil pengobatan.4,5
Pemeriksaan urin dapat dibagi menjadi tiga yaitu : 12

10
1. Periksaan makroskopis
Berupa pemeriksaan warna, kejernihan, berat jenis,dan bau urin.
2. Pemeriksaan mikroskopisk urin
Permintaan urinalisis diindikasikan pada pasien dengan evalusi kesehatan secara
umum, gangguan endokrin, gangguan pada ginjal atau traktus urinarius,
monitoring pasien dengan diabetes, kehamilan, kasus toksikologi atau over dosis
obat.
3. Pemeriksaan kimia
Untuk melihat kadar zat-zat dalam urin yaitu protein, glukosa, keton, eritrosit,
bilirubin, uribilinogen, nitrit, esterase leukosit, dan berat jenis spesifik.
2.4.2. Pemeriksaan Pra-analitik Urinalisis
Volume urin dapat dipengaruhi oleh jumlah cairan yang masuk dan keluar tubuh,
pengeluaran hormon antidiuretik, dan kebutuhan tubuh untuk mengeluarkan lebih banyak
zat terlarut seperti glukosa atau garam. Normalnya urin mengandung 90% air dan 10%
zat terlarut. Wadah penampung urin harus bersih dan kering. Bentuk yang baik dari
penampung urin berupa gelas bermulut lebar dan memiliki penutup. Urin yang sudah
ditampung diberi label tentang identitas pasien, waktu pengambilan urin, dan informasi
tambahan seperti nama pemeriksa. Jika hendak melakukan pemindahan urin dari satu
wadah ke wadah lainnya maka sebelum dipindahkan urin dikocok terlebih dahulu agar
setiap endapan ikut berpinda.4,12,13,14
Untuk pemeriksaan glukosa sebaiknya tidak dianjurkan untuk makan zat yang
dapat mereduksi seperti vitamin C, penisilin,streptomisin, kloral hidrat,dan salisilat yang
dapat menganggu hasil pemeriksaan. Obat yang memberikan warna pada urin dapat
mengganggu pembacaan hasil tes seperti piridium yang akan menyebabkan warna merah
pada urin dan dapat mengganggu pembacaan bilirubin. Urin yang dikumpulkan
hendaknya dihindari dari kotaminasi sekret vagina, smegma, rambut pubis, bedak,
minyak, lotion dan bahan yang berasal dari luar. Pada pasien anak, urin sebaiknya tidak
diambil dari diapers. 4,12,13,14
Urin yang sudah ditampung akan sangat mudah mengalami perubahan komposisi
sehingga pemeriksaan urin harus dilakukan secepatnya. Urin harus diperiksa sebelum
dua jam dari waktu pengumpulan urin dilakukan, jika tidak maka dapat dimasukkan ke
refrigerator pada suhu 2°C-8°C dan penudaan tidak lebih dari 8 jam. Penyimpanan urin

11
di refrigerator akan mengurangi pertumbuhan bakteri dan metabolisme dalam urin
tersebut . 4,12,13,14
Beberapa jenis urin yang digunakan saat pemeriksaan : 4,12,13,14
a. Urin sewaktu adalah urin yang dapat dikemihkan kapan saja dan digunakan untuk
pemeriksaan penyaring rutin.
b. Urin pagi adalah urin yang pertama kali dikeluarkan di pagi hari yang
konsentrasinya lebih pekat. Urin pagi digunakan untuk pemeriksaan sedimen urin,
berat jenis, protein,dan tes kehamilan.
c. Urin puasa (second morning after fasting) adalah urin yang dikemihkan setelah
urin pagidan setelah puasa. Urin puasa digunakan untuk memonitoring kadar
glukosa urin.
d. Urin postprandial adalah urin yang dikemihkan 2 jam setelah makan
e. Urin tampung 12 atau 24 jam adalah urin yang dikumpulkan selama 12 jam atau
24 jam menggunakan pengawet dan digunakan untuk pemeriksaan klirens
f. Urin tampung 3 gelas biasanya digunakan untuk diagnosis kelainan prostat. Setiap
gelas urin mempunyai tujuan pemeriksaan yang bebeda yaitu gelas urin 1 untuk
melihat sel dari pars anterior dan pars prostatica uretra, gelas urin 2 melihat
kandung kencing, dan gelasurin 3 khusus untuk pars prostatica dan getah prostat
Menurut cara pengambilannya, sampel urin dibagi menjadi :
a. Urin kateter adalah urin steril yang diambil dengan bantuan kateter yang
digunakan untuk kultur bakteri
b. Urin pancaran tengah adalah pengambilan urin yang paling mudah dan aman.
Sebelum pengambilan urin,gland penis atau labia harus dibersihkan terlebih
dahulu. Urin pancaran tengah digunakan untuk pemeriksaan penyaring dan kultur
bakteri
c. Urin aspirasi suprapubik untuk diagnosis infeksi pada saluran kemih, karena urin
yang diambil dengan prosedur ini adalah urin steril
2.4.3. Pemeriksaan Analitik Urinalisis
a. Tes Makroskopiss
Pemeriksaan makroskopiss urin meliputi volume urin, bau, buih, warna,
kejernihan, pH, dan berat jenis. 14,15,16,17,18,19
Warna16,17

12
- Urin normal memiliki warna khusus yang menunjukkan adanya penyakit atau
infeksi.
- Urin normal berwarna kuning karena pigmen urokrom dan urobilinogen.
- Urin encer hampir tidak berwarna
- Urin pekat berwarna kuning tua atau sawo matang
Beberapa keadaan warna urin dan penyebabnya adalah :
- Merah
Penyebab patologik : hemoglobin, myoglobin, porfobilinogen, porfirin. Penyebab
nonpatologik : banyak macam obat dan zat warna, bit, rhubab (kelembak), senna.
- Oranye
Penyebab patologik : pigmen empedu. Penyebab nonpatologik : obat untuk infeksi
saliran kemih (piridium), obat lain termasuk fenotiazin.
- Kuning
Penyebab patologik : urin yang sangat pekat, bilirubin, urobilinogen. Penyebab
nonpatologik : wotel, fenasetin, cascara, nitrofurantoin.
- Hijau
Penyebab patologik : biliverdin, bakteri (terutama Pseudomonas sp.). Penyebab
nonpatologik : preparat vitamin, obat psikoaktif, diuretik.
- Biru
Tidak ada penyebab patologik. Pengaruh obat : diuretik, nitrofuran.
- Coklat
Penyebab patologik : hematin asam, myoglobin, pigmen empedu. Pengaruh obat:
levodopa, nitrofuran, beberapa obat sulfa.
- Hitam atau hitam kecoklatan
Penyebab patologik : melanin, asam homogentisat, indikans, urobilinogen,
methemoglobin. Pengaruh obat : levodopa, cascara, kompleks besi, fenol.
Berat Jenis
Pengukuran berat jenis urin adalah dengan menggunakan alat yang disebut
urinometer. Urinometer adalah hidrometer untuk penentuan bobot jenis dari urin dan
ditera khusus untuk penentuan tersebut. Urinometer memiliki skala 1.000-1.060 (tiga
desimal) dan umumnya dipergunakan pada temperatur 60°F atau 15.5°C. 18,19

13
pH urin
pH urin adalah asam. pH urin diukur menggunakan pH universal yang dicelupkan
ke dalam urin. Perubahan warna paha pH universal disamakan pada skala pH yang ada
pada bungkus pH universal. Urin yang akan diperiksa harus memiliki pH asam karena
jika pH urin sudah basa maka bisa dikatakan bahwa urin tersebut sudah rusak karena
aktivitas mikroorganisme yang ada di dalam urin yang mengubah ureum menjadi
amoniak sehingga pH menjadi basa. Perubahan pH menjadi basa tersebut membutuhkan
waktu tidak lebih dari 2 menit, sehingga bisa dikatakan jika pH urin tersebut sudah
berubah menjadi basa maka senyawa-senyawa yang ada dalam urin tersebut juga sudah
berubah baik bentuk maupun struktur kimia (rusak, teroksidasi, kadar turun, dll) sehingga
tidak baik digunakan untuk digunakan sebagai sampel untuk pemeriksaan.18,19
Kejernihan
Kekeruhan biasanya terjadi karena kristalisasi atau pengendapan urat (dalam urin
asam) atau fosfat (dalam urin basa). Kekeruhan juga bisa disebabkan oleh bahan selular
berlebihan atau protein dalam urin. 18,19
Volume
Volume urin normal orang dewasa 600-2500 ml/hari. Jumlah ini tergantung pada
masukan air, suhu luar, makanan dan keadaan mental/fisik individu, produk akhir
nitrogen dan kopi, teh serta alkohol mempunyai efek diuretik. 19
Buih
Pada urin normal yang baru saja dikeluarkan tidak akan langsung menimbulkan
buih namun jika dikocok akan menimbulkan buih putih. Pada urin yang baru saja
dikeluarkan langsung membentuk buih putih maka urin tersebut mengandung protein.
Pada urin yang berbuih kuning maka urin tersebut mengandung bilirubin. 18,19
Bau
Urin normal beraroma seperti zat-zat yang sudah dimakan dan mengalami proses
pencernaan. 18
b. Tes Mikroskopiss
Tes mikroskopis berupa tes sedimen urin. Urin yang dipakai adalah adalah urin
segar, yaitu urin yang ditampung 1 jam setelah berkemih. Untuk mendapatkan sedimen
yang baik diperlukan urin pekat yaitu urin yang diperoleh pada pagi hari dengan berat
jenis ≥1,023 atau osmolalitas ›300 m osm/ kg dengan pH yang asam. 14,16,17,20,21

14
Cara pemeriksaan :
‐ Masukkan 10 – 15 ml urin kedalam tabung reaksi lalu urin tersebut disentrifuse
selama 5 menit pada 1500 – 2000 rpm.
‐ Buang cairan di bagian atas tabung sehingga volume cairan dan sedimen tinggal
kira-kira 0,5 – 1 ml.
‐ Kocok tabung untuk meresuspensikan sedimen.
‐ Letakkan 2 tetes suspensi tersebut di atas kaca objek lalu tutup dengan kaca
penutup.
‐ Periksa sedimen dibawah mikroskop dengan lensa objektif 10 x untuk Lapangan
Pandang Kecil (LPK) dilaporkan jumlah selinder., serta lensa objektif 40 x
untuk Lapangan Pandang Besar (LPB) dilaporkan jumlah unsur
lekosit,eritrosit,epitel, bakteri ,ragi, kristal dan protozoa
c. Pemeriksaan Kimia

Gambar 6. Warna Standar Carik Celup

Pemeriksaan kimia urin cukup banyak diminta oleh para klinisi. Tes carik celup
menggunakan reagen strip dimana reagen telah tersedia dalam bentuk kering siap pakai,
reagen relatif stabil, murah, volume urin yang dibutuhkan sedikit, bersifat siap pakai serta
tidak memerlukan persiapan reagen. Prosedurnya sederhana dan mudah. Penilaian secara
semikuantitatif dilakukan dengan melihat skala warna pada area tes yang kemudian
dibaca dengan alat semiotomatik atau urin analyzer seperti uriscan untuk penilaian secara
kuantitatif. 14,16,17,20,21

15
Bertujuan untuk menunjang diagnosis kelainan di luar ginjal seperti kelainan
metabolism karbohidrat, fungsi hati, gangguan keseimbangan asam basa, kelainan ginjal,
dan saluran kemih seperti infeksi traktus urinarius. Carik celup yang paling lengkap dapat
menguji 10 parameter pemeriksaan kimia urin sekaligus terdiri dari pH, berat jenis,
glukosa, bilirubin, urobilinogen, keton, protein, darah, leukosit esterase, dan
nitrit.14,16,17,20,21
Cara menggunakan carik celup :
- Sebelum melakukan pemeriksaan urin, carik celup harus dikontrol dengan bahan
control urin. Pemeriksaan dengan bahan control urin dimaksudkan untuk menilai
carik celup, alat pemeriksa yaitu pipet dan alat baca serta pemeriksa/orang yang
mengerjakan.
- Setelah pemeriksaan dengan bahan control sesuai dengan hasil yang seharusnya,
kemudian dilakukan pemeriksaan terhadap urin penderita. Bahan untuk
pemeriksaan kimia dengan carik celup, harus merupakan urin segardan
mempunyai jumlah minimal 10-12 ml.
- Setelah dicampur dengan cara membolak balik tabung urin agar homoge,
dilakukan pemeriksaan dengan carik celup.
- Carik celup dimasukkan ke dalam urin dalam waktu kurang dari 1 detik,
kemudian diangkat dan kelebihan urin dibersihkan dengan meletakkan carik
celup mendatar pada sisinya di kertas saring sehingga kelebihan urin yang
mengalir diserap dengan kertas serap,bertujuan untuk mencegah terjadinya carry
over antar pita reagen. Setelah 30-60 detik warna yang terjadi dibandingkan
dengan warna pada botol carik celup dapat secara visual. Hasil tes berdasarkan
perubahan warna yang terjadi.
Carik celup yang paling lengkap dapat menguji 10 parameter pemeriksaan kimia
urin sekaligus terdiri dari pH, berat jenis, glukosa, bilirubin, urobilinogen, keton, protein,
darah, leukosit esterase, dan nitrit. 14,16,17,20,21
1. Pemeriksaan pH
Pemeriksaan pH urin berdasarkan adanya indicator ganda (methyl red dan
bromthymol blue), dimana akan terjadi perubahan warna sesuai pH yang berkisar
dari jingga hingga kuning kehijauan dan hijau kebiruan. Rentang pemeriksaan pH
meliputi pH 5,0 sampai 8,5.

16
2. Pemeriksaan Berat Jenis
Pemeriksaan berat jenis dalam urin berdasarkan pada perubahan pKa
(konstantadisosiasi) dari polielektrolit (methylvinyl ether/maleic anhydride).
Polielektrolit terdapat pada carik celup akan mengalami ionisasi, menghasilkan
ion hydrogen (H+).Ion H+ yang dihasilkan tergantung pada jumlah ion yang
terdapat dalam urin. Pada urin dengan berat jenis yang rendah, ion H+ yang
dihasilkan sedikit sehingga pH lebih ke arah alkalis. Perubahan pH ini akan
terdeteksi oleh indikator bromthymol blue. Bromthymol blue akan berwarna biru
tua hingga hijau pada urin dengan berat jenis rendah dan berwarna hijau
kekuningan jika berat jenis urin tinggi.

3. Pemeriksaan Glukosa
Pemeriksaan glukosa dalam urin berdasarkan pada glukosa oksidase yang
akan menguraikan glukosa menjadi asam glukonat dan hydrogen peroksida.
Kemudian hydrogen peroksida ini dengan adanya peroksidase akan mengkatalisa
reaksi antara potassium iodide dengan hydrogen peroksida menghasilkan H2O
dan On (O nascens). O nascens akan mengoksidasi zat warna potassium iodide
dalam waktu 10 detikmembentuk warna biru muda, hijau sampai coklat. Pada cara
ini, kadar glukosa urindilaporkan sebagai negative, trace (100 mg/dl), +1 (250
mg/dl), +2 (500mg/dl), +3(1000 mg/dl), +4 (>2000 mg/dl). Sensitivitas
pemeriksaan ini adalah 100 mg/dl, danpemeriksaan ini spesifik untuk glukosa.
Hasil negative palsu pada pemeriksaan ini dapat disebabkan oleh bahan
reduktordalam urin seperti vitamin C (lebih dari 40 mg/dl), asam homogentisat,
aspirin sertabahan yang mengganggu reaksi enzimatik seperti levodova,
gluthation, dan obatobatansepertidiphyrone.
Selain menggunakan carik celup, pemeriksaan glukosa urin dapat
menggunakan :
a. Metode Fehling
Prinsip : Dengan pemanasan urin dalam suasana alkali, glukosa akan
mereduksi cupri sulfat menjadi cupro oksida. Pengendapan cupri
hidroksida dicegah dengan penambahan kalium natrium tartrate.
b. Metode Benedict

17
Prinsip : Glukosa dalam urin akan mereduksi garam-garam kompleks yang
terdapat pada pereaksi benedict (ion cupri direduksi menjadi cupro) dan
mengendap dalam bentuk CuO dan Cu2O.
Interpretasi hasil pada metode Fehling dan Benedict:
(-) : tetap biru, biru kehijauan.
(+1) : hijau kuning dan keruh (sesuai dengan 0,5 – 1 % glukosa)
(+2) : kuning keruh (1 – 1,5 % glukosa)
(+3) : jingga atau warna lumpur keruh (2 – 3,5 % glukosa)
(+4) : merah bata (lebih dari 3,5 % glukosa)

18
4. Pemeriksaan Bilirubin
Bilirubin secara normal tidak terdapat dalam urin, namun dalam jumlah
yang sangat sedikit dapat berada dalam urin, tanpa terdeteksi melalui pemeriksaan
rutin. Bilirubin terbentuk dari penguraian hemoglobin dan ditranspor menuju hati,
tempat bilirubin berkonjugasi atau tak langsung bersifat larut dalam lemak, serta
tidak dapat diekskresikan ke dalam urin. Bilirubinuria mengindikasikan
kerusakan hati atau obstruksiempedu dan kadarnya yang besar ditandai dengan
warna kuning. Pemeriksaan bilirubin urin berdasarkan reaksi antara garam
diazonium dengan bilirubin dalam suasana asam kuat yang menimbulkan
kompleks yang berwarna coklat muda hingga merah coklat dalam waktu 30 detik.
Hasilnya dilaporkan sebagai negative, +1 (0,5 mg/dl), +2 (1 mg/dl) atau +3 (3
mg/dl). Sensitivitas pemeriksaan ini adalah 0,2 – 0,4 mg/dl. Hasil yang positif
harus dikonfirmasi dengan test Harrison dimana bilirubin telah diendapkan oleh
Barium chloride akan dioksidasi dengan reagen Fouchet menjadi biliverdin yang
berwarna hijau. Hasil positif pada tes Harisson,ditandai dengan filtrate yang
berwarna hijau pada kertas saring.
5. Pemeriksaan Urobilinogen
Empedu yang sebagian besar dibentuk dari bilirubin yang terkonjugasi
mencapai area duodenum, tempat bakteri dalam usus mengubah bilirubin menjadi
urobilinogen.Sebagian besar urobilinogen berkurang dalam feses dan sejumlah
besar kembali ke hati melalui aliran darah. Kemudian urobilinogen diproses ulang
menjadi empedu kira-kira sejumlah 1% diekskresi oleh ginjal di dalam urin.
Spesimen urin harus segera diperiksa dalam setengah jam karena urobilinogen
urin dapat teroksidasi menjadi urobilin. Pemeriksaan urobilinogen dalam urin
berdasarkan reaksi antara urobilinogen dengan reagen Ehrlich
(paradimethylaminobenzaldehyde, serta buffer asam). Intensitas warna yang
terjadi dari jingga hingga merah tua, dibaca dalam waktu 60 detik, warna yang
timbul sesuai dengan peningkatan kadar urobilinogen dalam urin. Urin yang
terlalu alkalis menunjukkan kadar urobilinogen yang lebih tinggi, sedangkan urin
yang terlalu asam menunjukkan kadar urobilinogen yang lebih rendah dari
seharusnya. Kadar nitrit yang tinggi juga menyebabkan hasil negative palsu.

19
6. Pemeriksaan Keton
Badan keton diproduksi untuk menghasilkan energy saat karbohidrat tidak
dapat digunakan seperti pada keadaan asidosis diabetic serta kelaparan /
malnutrisi. Ketika terjadi kelebihan badan keton, akan menimbulkan keadaan
ketosis dalam darah sehingga menghabiskan cadanagn basa (misal: bikarbonat)
dan menyebabkan status asidotik. Ketonuria (badan keton dalam urin) terjadi
sebagai akibat ketosis. Berdasarkan reaksi antar asam asetoasetat dengan senyawa
nitroprusida. Warna yang dihasilkan adalah coklat muda bila tidak terjadi reaksi,
dan ungu untuk hasil yang positif. Hasilnya dilaporkan sebagai negative, trace (5
mg/dl), +1 (15 mg/dl), +2 (40 mg/dl), +3 (80 mg/dl) atau +4 (160 mg/dl). Hasil
positif palsu dapat terjadi apabila urin banyak mengandung pigmen atau metabolit
levodopa serta phenylketones. Urin yang mempunyai berat jenis tinggi, pH yang
rendah, dapat memberikan reaksi hingga terbaca hasil yang sangat sedikit
(5mg/dl).
7. Pemeriksaan Protein
Proteinuria biasanya disebabkan oleh penyakit ginjal akibat kerusakan
glomerulus dan atau gangguan reabsorpsi tubulus ginjal. Pemeriksaan protein
dalam urin berdasarkan pada prinsip kesalahan penetapan pH oleh adanya
protein. Sebagai indikator digunakan tertrabromphenol blue yang dalam suatu
system buffer akan menyebabkan pH tetap konstan. Akibat kesalahan penetapan
pH oleh adanya protein, urin yang mengandung albumin akan bereaksi dengan
indikator menyebabkan perubahan warna hijau muda sampai hijau. Indikator
tersebut sangat spesifik dan sensitiF terhadap albumin. Perubahan warna yang
terjadi dalam waktu 60 detik. Hasilnya dilaporkan sebagai negative, +1 (30
mg/dl), +2 (100 mg/dl), +3 (300 mg/dl atau +4 (2000 mg/dl).
8. Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan darah samar dalam urin berdasarkan hemoglobin dan
mioglobin akan mengkatalisa oksidasi dari indikator 3,3’5,5’–
tetramethylbenzidine, menghasilkan warna berkisar dari kuning kehijau-hijauan
hingga hijau kebitu-biruan dan biru tua. Hasilnya dilaporkan sebagai negative,
trace (10 eri/µL), +1 (25 eri/ µL), +2 (80eri/ µL), atau +3 (200 eri/ µL). vitamin C

20
serta protein kadar tinggi dapat menyebabkan hasil negative palsu. Hasil positif
palsu kadang-kadang dapat dijumpai apabila dalam urin terdapat bakteri.
9. Pemeriksaan Esterase Leukosit
Pemeriksaan ini berdasarkan adanya reaksi esterase yang merupakan
enzim pada granula azurofil atau granula primer dari granulosit dan monosit.
Esterase akan menghidrolisis derivate ester naftil. Naftil yang dihasilkan bersama
dengan garam diazonium akan menyebabkan perubahan warna dari coklat muda
menjadi warna ungu. Banyaknya esterase menggambarkan secara tidak langsung
jumlah leukosit di dalam urin. Apabila urin tidak segar, pH urin menjadi alkalis,
neutrofil mudah lisis sehingga jumlah neutrofil yang dijumpai dalam sedimen urin
berkurang dibandingkan dengan derajat positifitas pemeriksaan esterase leukosit.
Hasilnya dilaporkan sebagai negative, trace (15 leu/µL), +1 (70 leu/µL), +2 (125
leu/µL), atau +3 (500 leu/µL). jika terdapat glukosa dan protein dalam konsentrasi
tinggi atau pada urin dengan berat jenis tinggi, dapat terjadi hasil negative palsu,
karena leukosit mengkerut dan menghalangi penglepasan esterase.
10. Pemeriksaan Nitrit
Test nitrit urin adalah test yang dapat digunakan untuk mengetahui ada
tidaknya bakteriuri. Test ini berdasarkan kenyataan bahwa sebagian besar bakteri
penyebab infeksi saluran kemih dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit. Penyebab
utama infeksi saluran kemih yaitu E.coli, Pseudomonas, Staphylococcus dapat
merubah nitrat menjadi nitrit.
Hasilnya dilaporkan sebagai positif bila pita dalam 40 detik menjadi merah
atau kemerahan yang berarti air kemih dianggap mengandung lebih dari 105
kuman per ml. negative bila tidak terdapat nitrit maka warna tidak berubah. Warna
yang terbentuk tidaklah sebanding dengan jumlah bakteri yang ada. Sensitivitas
pemeriksaan ini adalah 0,075 mg/dl nitrit.
Hasil negative palsu dapat disebabkan oleh vitamin C dengan kadar lebih
dari 75 mg/dl dalam urin yang mengandung sejumlah kecil nitrit (0,1 mg/dl atau
kurang), kuman yang terdapat dalam urin tidak mereduksi nitrat menjadi nitrit
seperti Streptococcus, Enterococcus atau urin hanya sebentar berada dalam
kandung kemih. Selain itu juga dipengaruhi oleh diet yang tidak mengandung

21
nitrat, antibiotika yang menghambat metabolism bakteri dan reduksi nitrit menjadi
nitrogen.

22
BAB III
KESIMPULAN

Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjadinya proses


penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh
dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Namun, ada kalanya ginjal
akan mengalami gangguan atau kerusakan baik secara struktural maupun fungsional.
Terdapat beberapa pemeriksaan yang dapat mengidentifikasikan kerusakan ginjal,
salah satunya urinalisis. Tes urin menjadi lebih populer karena dapat membantu
menegakkan diagnosis, mendapatkan informasi mengenai fungsi organ dan metabolisme
tubuh.
Ada beberapa manfaat pemeriksaan urinalisis antara lain untuk diagnostik infeksi
saluran kemih, pemeriksaan batu ginjal, pemeriksaan ginjal, skrining kesehatan, evaluasi
berbagai penyakit ginjal, ataupun memantau perkembangan penyakit ginjal.
Pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan pra-analitik dan analitik.
Pemeriksaan analitik meliputi tes makroskopis, tes mikroskopis, dan pemeriksaan kimia.
Pada pemeriksaan makroskopis dilakukan pemeriksaan warna, berat jenis, pH urin,
kejernihan, volume, buih, dan bau. Tes mikroskopis meliputi tes sedimen urin. Tes
pemeriksaan kimia urin meliputi pemeriksaan pH urin, berat jenis, glukosa, bilirubin,
urobilinogen, keton, protein, pemeriksaan darah, esterase leukosit, dan nitrit.

23
DAFTAR PUSTAKA

1 Speakman M. J. 2008. Lower Urinary Tract Symptom Suggestive of Benign Prostate


Hyperplasia (LUTS/BPH) : More Than Treating Symptoms. European Urology
Supplements 7th Edition. 680-589.
2 Lauralee, S. 2011. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Edisi 6. Edited by N.
Yesdelita. Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran.
3 Coppen A, Speeckaert M, dan Delanghe J. 2010. The preanalytical challenges of
routine urinalysis. Acta Clinica Belgica. 65 (3) : 182–9.
4 Wirawan R : Pemantapan Kualitas Pemeriksaan Kimia Intralaboratorium
Menggunakan Carik Celup , Buku Kumpulan Makalah Lokakarya Aspek Praktis
Urinalisis, editor Marzuki S, Pendidikan Berkesinambungan Patoligi Klinik , Jakarta,
2004,hal 31-43.
5 Gandasoebrata R : Urinalisis, Penuntun Laboratorium Klinik, Cetakan ke 10, Dian
Rakyat, Jakarta, 2001, 69-121.
6 Scanlon, V.C & Sanders, T. Essential of Anatomy and Physiology 5th edition.
Philadelpia: FA Davis Company. 2007: 420-32.
7 Tortora, G. J. and Derrickson. 2009. Principle of Anatomy and Physiology. Edisi 12.
Asia: Wiley.
8 Barry M. J., Mc.Vary K. T., Gonzales C. M., Wei J. T. 2011. AUA Guideline on
Management of Benign Prostate Hyperplasia. The Journal of Urology, Vo1.185.
9 Sudiono, H., Iskandar, I., Halim, S.L., Santoso, R. Dan Sinsanta. 2006. Urinalisis.
Jakarta : Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran UKRIDA.
10 Ma’arufah. 2004. Perbedaan antara hasil carik celup dengan metode mikroskopiss
sebagai indikator adanya sel darah merah dalam urin. Akademis Analis Kesehatan
Malang. 2(2): 1-12.
11 Pearce, E.C., 2009. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Paramedis, Jakarta:PT. Gramedia
Pustaka Utama.
12 Strasinger, S. K. and Lorenzo, M. S. D. 2008. Urinalysis and Body Fluid.Edisi 5.
Philadelphia: F. A. Davis Company.
13 Gandasoebrata R. 2007. Penuntun Laboratorium Klinik. Dian Rakyat. Jakarta.

24
14 Harry H Marsh MD, Collection and Transportation of Single-Collection Urin
Specimens,Volume 5 number 7, 151-167.
15 Jane Vincent Corbett RN EdD,. 2004. Routine Urinalysis and Other Urin Tests,
Laboratory Test and Diagnostic Procedures with Nursing Diagnoses, 6th Edition, 61-
86.
16 Mundt, Lillian A. 2011. Graff’s Textbook of Urinalysis and Body Fluids 2nd Edition.
17 Robets, MD. Urine Dipstick Testing You Need to Know. 2015.
18 Wirawan R,.2004. Pemeriksaan dan Pelaporan Sedimen Urin Metode Semikuantitatif
dan Kuantitatif, Buku Kumpulan Makalah Lokakarya Aspek Praktis Urinalisis,editor
Marzuki S. Pendidikan Berkesinambungan Patologi Klinik,9-21.
19 Hohenberger, E. F. dan Kimling, H. 2004. Compendium Urinalysis With Test Strips.
Canada : Roche Diagnostics GmbH.
20 Mundt, A. L. dan Shanahan, K. 2011. Graff's Textbook of Routine Urinalysis and
Body Fluids. Edisi 2. Philadelphia : Lippincott Williams and Wilkins.
21 Effendi, I.dan Markum. 2014. Pemeriksaan penunjang pada penyakit ginjal. Dalam :
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4. Jakarta: Interna Publishing.hlm 2159-65.

25

Anda mungkin juga menyukai