Anda di halaman 1dari 43

MAKALAH

“GAGAL GINJAL KRONIS (GGK)”

Dosen Pengampu : Istianah Ners,. M.Kep


Disusun Oleh :

1. Ade Agustia Aariani 001STYC21


2. Ade Arjun 002STYC21
3. Algi Arif 010STYC21

4. Aulia Nurulhuda 018STYC21

5. Iin Hardianti Irawan 028STYC21

6. Dina Puspayanti 036STYC21


7. Eva Sukmawardani 044STYC21
8. Bayu Prasetya Nugroho 055STYC21

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGAM STUDI PENDIDIKAN NERS TAHAP AKADEMIK

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT. yang mana atas berkat, rahmat,
dan karunia-Nya penulis dapat menyusun makalah yang berjudul “GAGAL GINJAL
KRONIS” untuk menyelesaikan tugas mata kuliah keperawatan dewasa sistem
perkemihan.
Dalam penyusunan makalah ini, tidak lepas dari hambatan yang penulis hadapi,
namun penulis menyadari kelancaran dalam penyusunan makalah ini tidak lain
berkat dorongan, bantuan, dan bimbingan semua pihak, sehingga kendala-kendala
yang penulis hadapi dapat teratasi. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima
kasih kepada :
1. Istianah Ners ,.M.Kep selaku dosen mata kuliah keperawatan dewasa
2. Orang tua yang senantiasa mendukung terselesaikannya makalah ini
3. Rekan kelompok yang telah bekerjasama dalam penyusunan makalah ini
Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini tentunya masih banyak
kekurangan, mengingat akan keterbatasan kemampuan yang dimiliki oleh penulis.
Untuk itu kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan
penyusunan makalah yang akan datang.

Mataram, 23 Mei 2023

Penyusun kelompok 1

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................... ii
DAFTAR ISI..................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN …….......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..............................................................................1
BAB II PEMBAHASAN …............................................................................... 3
Konsep dasar penyakit …........................................................................... 3
2.1 Definisi gagal ginjal kronis …......................................................3
2.2 Anatomi fisiologi ginjal …............................................................4
2.3 Etiologi …........................................................................................... 8
2.4 Klasifikasi ….................................................................................... 9
2.5 Meninfestasi klinis …...................................................................12
2.6 patofisiologi …...............................................................................13
2.7 pathway …....................................................................................... 14
2.8 pemeriksaan penunjang …........................................................15
2.9 penatalaksanaan …........................................................................16
BAB III KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN ...........19
Analisa Jurnal ......................................................................................... 34
BAB IV PENUTUP …...................................................................................... 38
3.1 Kesimpulan…...................................................................................... 38
3.3 Saran ….................................................................................................. 38
DAFTAR PUSTAKA…............................................................................................... 39

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan gangguan pada ginjal. Penyakit
ini ditandai dengan abnormalitas struktur atau fungsi ginjal yang berlangsung
lebih dari tiga bulan. Penyakit ginjal kronik ditandai dengan satu atau lebih
tanda kerusakan ginjal yang meliputi albuminuria, abnormalitas pada
elektrolit, struktur ginjal, histologi, sedimen urin, ataupun riwayat
transplantasi ginjal. Selain itu juga disertai penurunan laju filtrasi glomerulus.
Ginjal merupakan bagian tubuh yang kompleks baik secara struktur
maupun fungsi. Fungsi ginjal dapat diukur melalui laju filtrasi glomerulus
(GFR), yang dilakukan dengan pengukuran creatine clearance berdasarkan
nilai serum kreatin. Penurunan nilai GFR dapat mengindikasikan adanya
gangguan fungsi ginjal (Cartet-Farnier dkk.,2017).
Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam
pembentukan  batu. Mukus meningkatkan viskositas empedu, dan unsur sel
atau bakteri dapat  berperan sebagai pusat presipitasi. Akan tetapi, infeksi
mungkin lebih sering timbul sebagai akibat dari terbentuknya batu empedu,
dibandingkan sebagai  penyebab terbentuknya batu empedu.

1.2 Rumusan Masalah

1.Apa yang dimaksud dengan gagal ginjal kronik ?

2.Apa etiologi yang ditimbulkan dari penyakit GGK?

3.Apa saja klasifikasi GGK?

1
4.Bagaimana fatofisiologi GGK?

5.Bagaimana penatalaksanaan dari penyakit GGK?

6.Apa saja pemeriksaan penunjang penyakit GGK?

7.Bagaimana asuhan keperawatan penyakit GGK?

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi gagal ginjal kronik


Penyakit Ginjal Kronik (PGK) atau Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah
kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan metabolisme serta
keseimbangan caran dan elektrolit akibat destruksi struktur ginjal yang
progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolic (toksik uremik) di
dalam darah (Arif Muttaqin, 2014)
Penyakit ginjal kronik adalah gangguan fungsi pada ginjal yang bersifat
progresif dan tidak dapat pulih kembali, dimana tubuh tidak mampu
memelihara metabolisme, keseimbangan cairan, dan elektrolit yang berakibat
pada peningkatan ureum (Purwanto, 2016 dalam Riana, 2021)Penyakit ginjal
kronik adalah ginjal kehilangan kemampuan dalam mempertahankan volume
dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan normal dengan oliguria (penurunan
jumlah berkemih) <400ml/24 jam (Tarwoto & Wartonah, 2015 dalam Riana,
2021).
Gagal Ginjal Kronik merupakan suatu kondisi dimana organ ginjal sudah
tidak mampu mengangkut sampah sisa metabolik tubuh berupa bahan yang
biasanya dieliminasi melalui urin dan menumpuk dalam cairan tubuh akibat
gangguan ekskresi renal dan menyebabkan gangguan fungsi endokrin dan
metabolik, cairan, elektrolit, serta asam basa (Abdul, 2015)

3
2.2 Anatomi fisiologi ginjal
1. Anatomi ginjal

Gambar 1.1 anatomi ginjal


Ginjal terletak dibagian belakang abdomen atas,dibelakang
peritonium, di depan dua kosta kosta terakhir dan tiga otot-otot besar
transversus abdominalis,kuadrat lumborum dan psoas mayor.Ginjal
dipertahankan dalam posisi tersebut oleh bantalan lemak yang tebal.
Disebelah posterior dilindungi oleh kosta dan otot-otot yang meliputi
kosta,sedangkan anterior dilindungi oleh bantalan usus yang tebal.
Pada orang dewasa ginjal panjangnya 12-13 cm,lebarnya 6 cm dan
beratnya antara 120-150gram. Ukurannya tidak berbeda menurut
bentuk dan ukuran tubuh. 95% orang dewasa memiliki jarak antara
katub ginjal antara 11-15 cm. Perbedaan panjang dari kedua ginjal lebih
lebih dari1,5 cm atau perubahan bentuk merupakan tanda yang penting

4
karena kebanyakan penyakit ginjal dimanefestasikan dengan perubahan
struktur. Permukaan anterior dan posterior katup atas dan bawah serta
pinggir lateral ginjal bentuk komveks sedangkan pinggir medialnya
berbentuk konkaf karena adanya hilus. Ada beberapa stuktur yang
masuk atau keluar ginjal melalui hilus antara lain arteri dan vena
renalis, saraf dan pembuluh getah bening. Ginjal diliputi oleh suatu
kapsul tribosa tipis mengkilat, yang berikatan longgar dengan jaringan
dibawahnya dan dapat dilepaskan dengan mudah dari permukaan ginjal
(Silvia & price, 2005).
2. Fisiologi Ginjal
Unit fungsional ginjal adalah nefron, yang pada manusia setiap
ginjal megandung 1-1,5 juta nefron. Setiap nefron terdiri atas
glomerulus yang mengandung kapsul bowmmen dan tubulus.Tubulus
terdiri dari tiga bagian yaitu tubulus proksimalis, lengkungan dan
tubulus distalis beberapa tubulus distalis akan bersatu membentuk
duktus kolektivus.Glomerulus proksimalis dan distalis terletak pada
korteks ginjal sedangkan lengkung Henley dan duktus kolektivus pada
medulla ginjal (siregar,2004).
Setiap nefron mempunyai dua kompenen utama :
a. Glomerulus ( kapiler glomerulus) yang dilalui sejumlah besar cairan
yang difiltrasi dari darah.
b. Tubulus yang panjang dimana cairan hasil filtrasi deiubah menjadi
urin dalam perljalanan menuju pelvis ginjal.
Meskipun setiap nefron mempunyai semua kompenen seperti
yang digambarkan diatas, tetapi tetap terdapat perbedaan,bergantung
pada berapa dalamnya letak nefron pada massa ginjal.nefron yang
memiliki glomerulus dan terletak di luar korteks disebut nefron

5
kortikal, nefron tersebut mempunyai anse Henle pendek yang hanya
menembus kedalam medulla dengan jarak dekat kira-kira 20-30%
nefron mempunyai glomerulus yang terletak dikorteks renal sebelah
dalam dekat medulla dan disebut nefron jukstaglomerulus. Nefron ini
mempunyai anse Hense yang panjang dan masuk sangat dalam
kemedulla, pad beberapa tempat semua berjalan menuju ujung papila
renal.
Kecepatan eksresi berbagai zat dalam urin menunjukkan jumlah
ketiga proses ginjal yaitu : filtrasi glomerulus,reabsorbsi zat dari
tubulus renal kedalam darah dan zat sekresi zat dari darah ketubulus
renal. Pembentukan urin dimulai dengan filtrasi sejumlah besar cairan
yang bebas protein dari kapiler glomerulus ke kapsul bowmen
(Guyton & Hall, 2001).
Sistem kemih terdiri dan organ pembentuk urin ginjal dan
struktur yang menyalurkan urin dari ginjal ke luar tubuli. Setiap ginjal
dipasok (dipedarahi) oleh arteri renalis dan vena renalis, yang masing-
masing masuk dan keluar ginjal dilakukan medial yang menyebakan
organ ini berbentuk seperti ginjal mengolah plasma yang mengalir
masuk kedalamnya untuk menghasilkan urin, menahan bahan-bahan
tertentu dan mengeliminasi bahan-bahan yang tidak diperlukan
kedalam urin. Setelah terbentuk urin mengalir kesebuah rongga
panggul sentral,dari situ urin disalurkan kedalam uretra, sebuah
duktus berbanding otot polos yang keluar dari batas medial dekat
dengan pangkal bagian proksimal arteri dan vena renalis. Terdapat
dua uretrer yang menyalurkan urin dari setiap ginjal kesebuah
kandungan kemih.
Kandungan kemih yang menyimpan urin secara temporar adalah

6
sebuah kantong berongga yang dapat derenggangkan dan volumenya
disesuikan dengan mengubah-ubah status kontraksi otot polos di
dindingnya. Secara berkala ,urin dikonsongkan dari kandunagan
kemih keluar tubuh melalui sebuah saluran uretra. Uretera pada
wanita berbentuk lurus dan pendek berjalan bsecara lansung dari
leher kandungan kemih keluar tubuh. Pada pria jauh lebih panjang dan
melekung dan kandungan kemih keluar tubuh melewati kelenjar
prostat dan penis.
Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan
komposisi cairan ekstra sel dikontrololeh filtrasi glomerulus
reabsorbsi dan sekresi tubulus. Zat-zat yang deifiltrasi di ginjal dibagi
dalam 3 kelas : elektrolit,nonelektrolit dan air. Beberapa jenis
elektrolit yang paling penting adalah (Na+),kalium (K+),klorida
(Cl),dan fosfat (Hp04), sedangkan non elektrolit yang penting
antaralain glukosa, asam amino dan metabolik yang merupakan
produk akhir dari proses metabolisme protein (Price, 2005).
Fungsi utama ginjal adalah :
1) Mengatur volume air (cairan) dalam tubuh.
Kelebihan air dalam tubuh akan diekresikan oleh ginjal sebagai urine
(kemih) yang encer dalam jumlah besar, kekurangan air (kelebihan
keringat) menyebabkan urine yang diekresi berkurang dan
konsentrasinya lebih pekat sehingga susunan dan volume cairan
tubuh dapat dipertahankan relatif normal.
2) Mengatur keseimbangan osmotik dan mempertahankan
keseimbangan ion yang optimal dalam plasma (keseimbangan
elektrolit). Bila terjadi pemasukan/ pengeluaran yang abnormal
ion-ion akibat pemasukan garam yang berlebihan/ penyakit

7
pendarahan (diare, muntah0 ginjal akan meningkatkan ekresi ion-
ion yang penting (misal, Na, K, CL, Ca dan fosfat).
3) Mengatur keseimbangan asam basa bisa cairan tubuh tergantung
pada apa yang di makan, campuran makanan menghasilkan urine
yang bersifat agak asam, PH kurang dari 6 disebabkan hasil akhir
metabolisme protein. Apakah banyak makan sayur-sayuran, urine
akan bersifat basa. PH urine berpariasi antara 4,8-8,2. Ginjal
menyekresi urine sesuai dengan perubahan PH darah.
4) Ekresi sisa hasil metabolisme (ureum, asam urat, kreatinin) zat-zat
toksik, obat-obatan, hasil metabolisme hemoglobin dan bahan
kimia asing (pestisida)
5) Fungsi hormonal dan metabolisme. Ginjal menyekresi hormon
renin yang mempunyai peranan penting mengatur tekanan darah
(sistem renin angiotensin aldesteron) membentuk eritropoisi
mempunyai peranan penting untuk memproses pembentukan sel
darah merah (eritropoisis). (Syaifuddin, 2006)

2.3 Etiologi
Begitu banyak konsisi klinis yang bisa menyebabakan terjadinya gagal
ginjal kronis. Akan tetapi apapun sebabnya, respons yang terjadi adalah
penurunan fungsi ginjal secara progresif. Kondisi klinis yang memungkinkan
dan mengakibatkan GGK bisa disebabkan dari ginjal sendiri dan diluar ginjal.
(Arif Muttaqin, 2014).
1. Penyakit dari ginjal
a. Penyakit pada saringan (glomerulus): glomerulonephritis.
b. Infeksi kuman: pyelonephritis, ureteritis.
c. Batu ginjal: nefrolitiasis d.

8
d. Kista di ginjal: polcystis kidney
e. Trauma langsung pada ginjal.
f. Keganasan pada ginjal.
g. Sumbatan: batu, tumor, penyempitan/striktur.
2. Penyakit umum di luar ginjal
a. Penyakit sistemik: diabetes mellitus, hipertensi, kolesterol tinggi. \
b. Dyslipidemia.
c. SLE.
d. Infeksi di badan: TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis
e. Precklamsi
f. Obat-obatan.
g. Kehilangan banyak cairan yang mendadak (luka bakar)

Menurut (Lemone, Burke, & Bauldoff2016 dalam Riski & Yuanita,2019)


etiologi gagal ginjal kronik adalah:
1. Nefrosklerosis hipertensi
2. Nefropati diabetic
3. Pielonefritis kronik
4. Glomerulonephritis kronik
5. Eritematosa lupus sistemik
6. Penyakit ginjal polisistik

2.4 Klasifikasi
1. Klasifikasi GGK menurut KDOQI ada lima klasifikasi berdasarkan tingkat
penurunal LFG :
 Klasifikasi 1: kelainan ginjal yang di tandai dengan albuminaria persiten

9
dan LFG yang masih normal (>90ml/menit/1,73 m2)
 Klasifikasi 2: kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG
antara 60-89 ml/menit/1,73 m2)
 Klasifikasi 3: kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 ml/menit/1,73
m2.
 Klasifikasi 4: kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29 ml/menit/1,73
m2
 Klasifikasi 5: kelainan ginjal dengan LFG <15 ml/menit/1,73 m2 atau
gagal ginjal terminal.

2. Klasifikasi sesuai dengan test kreatinin klien,maka GGK dapat terbagi


menjadi:
- 100-76 ml/mnt disebut insufiensi ginjal berkurang
- 75-26 ml/mnt disebut insufiensi ginjal kronik
- 25-5 ml/mnt disebut GGK
- <5 ml/mnt disebut gagal ginjal terminal
3. Berdasarkan stadiumnya
 stadium 1: penurunan cadangan ginjal (GFR turun 50%)
- Tahap ringan dimana faal ginjal masih bagus
- Asimptomatik
10
- Kreatinin dan BUN (Blood Urea Nitrogen) dalam batas normal
- Gangguan dapat di lihat dengan: tes pemekatan urin dan GFR teliti
 Stadium 2 insufisiensi ginjal
- Tahap dimana dari 75% jaringan ginjal yang berfungsi telah rusak, yang
terjadi apabila GFR turun menjadi 20-35% dari normal. Nefron-nefron
yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan sendiri karena
beratnya beban yang mereka terima.
- Kreatinin dan BUN mulai meningkat diatas batas normal (tergantung
dari kadar protein diet pasien)
- Nokturia dan poliuria (dapat terjadi karena gagal untuk melakukan
pemekatan urin) Ada 3 derajat insufisiensi ginjal :
1) Ringan 40%-80% fungsi ginjal dalam keadaan normal
2) Sedang 15%-40% fungsi ginjal normal
3) Berat <20% fungsi ginjal normal
 Stadium 3 tahap akhir (GGK terminal) atau uremia
- GFR menjadi kurang dari 5% dari nommal. Hanya sedikit nefron
fungsional
- yang tersisa (sekitar 90% dari massa nefron telah hancur dan rusak).
Kreatinin dan BUN meningkat sangat mencolok sehingga penurunan
fungsi
- ginjal. Gejala parah karena ketidakmapuan ginjal menjaga homeostasis
cairan dan elektrolit tubuh
- Oliguria bisa terjadi (output urin kurang dari 500 ml/ hari karena
kegagalan glomerulus)
- Uremia terjadi. Pada seluruh ginjal ditemukan jaringan parut dan atrofi
tubulus.

11
2.5 Meninfestasi klinis
Manifestasi klinik gagal ginjal kronik menurut Baradero, Dayrit, & Siswadi
(2009) dan Kowalak, Welsh, & Mayer (2017) yaitu:
1. Sistem hematopoietic
Anemia eritropoietin menurun ,trombositopenia dikarenakan adanya
perdarahan, ekimosis dikarenakan trombositopenia ringan,
perdarahan dikarenakan koagulapati dan kegiatan trombosit
menurun.
2. Sistem kardiovaskular
Hipervolemia dikarenakan retensi natrium, hipertensi dikarenakan
kelebihan muatan cairan, takikardia, disritmia dikarenakan
hiperkalemia, gagal jantung kongestif dikarenakan hipertensi kronik.
perikarditis dikarenakan toksin uremik dalam cairan pericardium.
3. Sistem pernafasan
Takipnea, pernapasan kussmaul, halitosis uremik atau fetor. sputum
yang lengket, batuk disertai nyeri, suhu tubuh meningkat, hilar
pneumonitis, pleural friction rub. edema paru.
4. Sistem gastrointestinal
Anoreksia, mual dan muntah dikarenakan hiponatremia, perdarahan
gastrointestinal, distensi abdomen, diare dan konstipasi.
5. Sistem neurologi
Perubahan tingkat kesadaran (letargi, bingung, stupor, dan koma)
dikarenakan hiponatremia dan penumpukan zatzat toksik, kejang,
tidur terganggu, asteriksis.
6. Sistem skeletal Osteodistrofi ginjal, rickets ginjal. nyeri sendi
dikarenakan ketidakseimbangan kalsium-fosfor dan
ketidakseimbangan hormone paratiroid yang ditimbulkan

12
7. Kulit Pucat dikarenakan anemia, pigmentasi, pruritus dikarenakan
uremic frost, ekimosis, lecet.
8. Sistem perkemihan
Haluaran urine berkurang, berat jenis urine menurun, proteinuria,
fragmen dan sel urine, natrium dalam urine berkurang semuanya
dikarenakan kerusakan nefron.
9. Reproduksi
Iinerfilitas dikarenakan abnormalitas hormonal, libido menurun,
disfungsi ereksi, amenorea.

2.6 Patofisiologi
Gagal ginjal kronik disebabkan oleh berbagai kondisi, seperti gangguan
metabolic (DM), infeksi (Pielonefritis), Obstruksi Traktus Urinarius, Gangguan
Imunologis, Hipertensi, Gangguan tubulus primer (nefrotoksin) dan Gangguan
kongenital yang menyebabkan GFR menurun.
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagai nefron (termasuk glomerulus
dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh).
Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang
meningkat disertai reabsorbsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR/daya
saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai 4 dari
nefron-nefron rusak. Behan bahanyang harus dilarut menjadi lebih besar
daripada yang bisa di reabsorbsi berakibat dieresis osmotic disertai poliuri dan
haus.
Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak timbul
disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien
menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan
muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah

13
hilang 80%-90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian lebih rendah itu.
(Barbara C Long).
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolism protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap system tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah
maka gejala akan semakin berat (Smeltzer dan Bare, 2011)
2.7 Pathway
2.8

14
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut Padilla (2012), adalah sebagai berikut :
a) Urin
1) Volume biasanya kurang dari 400/24 jamatau tidak ada (anuria)
2) Warna: secara abnormal urin keruh kemungkinan disebabkan oleh pus,
bakteri, lemak, fosfat atau urat sedimen kotor, kecoklatan
menunjukkan adanya darah, Hb, mioglobin dan porfirin
3) Berat jenis kurang dari 1.010 menunjukkan kerusakan ginjal berat
4) Natrium : lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu
mengabsorbsi natrium
5) Protein: derajat tinggi proteinuria (34) Secara kuat menunjukkan
kerusakan glomerulus bila sdm dan fragmen juga ada.
b) Darah
a. BUN (Blood Ureum Natrium) / kreatinin meningkat, kadar kreatinin
10mg/dl diduga tahap akhir
b. Hemoglobin menurun pada adanya anemia, Hb biasanya kurang dari 7-
8gr/dl
c. Sel darah merah: menurun, defisiensi eritropoitin
d. Kalsium: menurun
e. Kalium: meningkat
f. Protein (albumin): menurun
g. Osmolalitas serum (pengukuran kemampuan larutan untuk
menciptakan tekanan osmotik dengan demikian mempengaruhi
gerakan air).
c) Pielografi intravena

15
a. Menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter.
b. Pielografi dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang reversibel.
c. Arteriogram ginjal (mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskuler massa).
d. Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengindentifikasi ekstravaskuler massa.
d) Sistouretrogram berkemih
Menunjukkan ukuran kandung kemih, refluks kedalaman, ureter, retensi.
e) Biopsi ginjal
Mungkin dilakukan secara endoskopi untuk menemukan sel jaringan untuk
diagnosis histologi.
f) Endoskopi ginjal nefroskopi
Dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal: keluar batu, hematuria dan
pengangkatan tumor efektif.
g) EKG (Elektro Kardiography)
Mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam
baja. aritmia, hipertrofi ventrikel dan tanda tanda perikarditis.

2.9 Penatalaksanaan
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5
yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa
hemodialisis, Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) dan
transplantasi ginjal.
1. Hemodialisis
Saat ini terapi pengganti pada penyakit ginjal kronik yang banyak
dipilih yaitu hemodialisis. Hemodialisis berfungsi untuk mengatasi
ketidakseimbangan cairan dan membantu mengendalikan penyakit
16
ginjal serta meningkatkan kualitas hidup pasien cronik kidney disease
(CKD) (Armiyati et al., 2019). Pasien penyakit ginjal kronik yang
menjalani hemodialisa untuk mencegah timbulnya penyakit
kardiovaskuler, hipertensi, edema paru akut dan gagal jantung
kongestif, maka pasien harus melakukan pembatasan cairan agar
mencegah terjadinya kelebihan cairan (Girsang & Barus, 2019).
Pembatasan cairan ini dapat menimbulkan beberapa efek pada tubuh,
seperti keracunan hormonal, munculnya rasa haus dan gejala berupa
mulut kering akibat produksi kelenjar ludah berkurang (xerostomia)
(Bambang Utoyo, Podo Yuwono, 2016),
2. CAPD
Dapat digunakan sebagai terapi alternatif dialisis untuk penderita
ESRD dengan 3-4 kali pertukaran cairan per hari. Pertukaran cairan
terakhir dilakukan pada jam tidur sehingga cairan peritoneal dibiarkan
semalam. Terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien dialisis
peritoneal. Indikasi dialisis peritoneal yaitu pasien anak-anak dan
orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah
menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang
cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis.
kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT
(gagal ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup dan pasien
nefropati diabetik disertai comorbidity dan co-mortality.
3. Transplantasi ginjal
Merupakan cara pengobatan yang lebih disukai untuk pasien gagal
ginjal stadium akhir. Namun kebutuhan transplantasi ginjal jauh
melebihi jumlah ketersediaan ginjal yang ada dan biasanya ginjal yang
cocok dengan pasien adalah yang memiliki kaitan keluarga dengan

17
pasien. Sehingga hal ini membatasi transplantasi ginjal sebagai
pengobatan yang dipilih oleh pasien. Transplantasi ginjal memerlukan
dana dan peralatan yang mahal serta sumber daya manusia yang
memadai. Transplantasi ginjal ini juga dapat menimbulkan komplikasi
akibat pembedahan atau reaksi penolakan tubuh.

18
BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
GAGAL GINJAL KRONIK (GGK)
1.) Pengkajian
Pengkajian merupakan dasar utama proses perawatan yang akan
membantu dalam penentuan status kesehatan dan pola pertahanan
pasien, mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan pasien serta
merumuskan diagnose keperawatan (Smeltezer and Bare, 2011: Kinta,
2012).
1. Identitas pasien
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, umur, tempat lahir,
asal suku bangsa. nama orang tua, pekerjaan orang tua.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
keluhan utama yang didapat biasanya berfariasi, mulai dari
urine output sedikit sampe tidak dapat BAK, gelisah sampai
penurunan kesadaran, tidk selera makan (anoreksia), dan gatal
pada kulit pada
b. Riwayat kesehatan sekarang
Kaji onset penurunan urine output, penurunan kesadaran,
perubahan pola nafas, kelemahan fisik, adanya perubahan kulit,
adanya nafas berbau amonia, dan perubahan pemenuhan nutrisi.
kaji sudah kemana saja klien meminta pertolongan untuk
mengatasi masalahnya dan mendapatkan pengobatan apa.
c. Riwayat kesehatan masa lalu
Kaji riwayat adanya gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih,
payah jantung, penggunaan obat-obatan nefrotoksik, BPH, dan
prostatektomi, kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih,

19
infeksi sistem perkemihan, infeksi sistem perkemihan yang
berulang, penyakit DM, penyakit hipertensi pada masa
sebelumnya yang menjadi prediposisi penyebab, penting untuk
dikaji mengenai pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya
riwayat alergi terhadap jenis obat kemudian dokumentasikan.
d. Riwayat kesehtan keluarga
Gagal ginjal kronis bukan penyakit menular dan menurun,
sehingga silsilah keluarga tidak terlalu berdampak pada
penyakit ini. Namun pencetus sekunder seperti DM dan
hipertensi memiliki pengaruh terhadap kejadian penyakit
gagal ginjal kronis, karena penyakit tersebut bersifat herediter.
3. Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual
Dalam pengkajian kebiasaan sehari –hari atau kebutuhan
dasar, penulis menggunakan konsep dasar menurut Virginia
Handersoon yaitu:
a. Kebutuhan respirasi
Pengumpulan data tentang pernapasan klien, apakah
mengalami gangguan pernapasan atau tidak
b. Kebutuhan nutrisi
Pada pola nutrisi yang akan ditanyakan adalah bagaiaman
nafsu makan klien, jumlah makan atau minum serta cairan yang
masuk, ada tidaknya mual dan muntah dan kerusakan pada saat
menelan.
c. Kebutuhan eliminasi
Pada pola eliminasi yang perlu ditanykan adalah jumlah
kebiasaan defekasi perhari, ada atau tidaknya konstipasi, diare,
kebiasaan berkemih, ada tidaknya disuria, hematuri, retensi dan

20
inkontenensia.
d. Kebutuhan istirahat tidur
Pada pola ini yang perlu ditanyakan adalah jumlah jam tidur
pada malam hari, pagi, dan siang hari. Apakah klien merasa
tenang sebelum tidur, masalah selama tidur, adanya insomnia.
e. Kebutuhan aktifitas
Pada pengumpulan data ini yang peerlu ditanyakan adalah
kemampuan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, apakah
klien mampu melakukannya sendiri secra mandiri atau di bantu
oleh keluarga maupun perawat
f. Kebutuhan rasa aman dan nyaman
Biasanya ditanyakan bagaiman kenyamanan klien,
pengkajian nyeri dengan menggunakan PQRST. Dimana , P
(provokatif) yaitu penyebab nyeri yang biasanya disebabkan oleh
meningkatnya tekanan intra luminal sehingga suplai darah
terganggu dan mengakibatkan terjadinya hipoksia jaringan.Q
(kualitas) yaitu apakah kualitas nyeri ringan, sedang, berat,
apakah rasa nyeri seperti ditusuk-tusuk benda tajam atau trauma
tumpul. R (region) yaitu daerah terjadinya/ perjalanan nyeri (0-
10) atau (0-5). T (time) waktu klien merasakan nyari, apakah
terus menerus atau klien merasakn nyari pada waktu pagi hari,
siang, sore, atau malam.

g. Pengaturan Suhu Tubuh


harus mengetahui fisiologis panas dan bisa mendorong
kearah tercapainya keadaan panas maupun dingin dengan
mengubah temperatur, kelembapan atau pergerakan udara atau

21
dengan memotivasi klien untuk meningkatkan atau mengurangi
aktivitasnya.
h. Kebutuhan bekerja
dalam perawatan maka dalam penilaian terhadap
interprestasi terhadap kebutuhan klien sangat penting, dimana
sakit bisa lebih ringan apabila seseorang dapat terrus bekerja
i. Kebutuhan berpakaian
bagaimna kebiasaan klien dalam dalam berpakaian dan
beberapa kali klien mengganti baju dalam sehari
j. Kebutuhan personal hygiene
pada pemgumpulan data ini yang perlu ditanyakan adalah
berapa kali klien mandi,menyikat gigi,keramas dan memotong
kuku, perlu juga ditanyakan penggunaan sabun mandi, pasta gigi,
dan sampo. Namun hal tersebut tergantung keadaan klien dan
gaya hidup klien, tetapi pada umumnya kebutuhan personal
hygiene dapat terpengaruhi miskipun hanya bantuan keluarga.
k. Kebutuhan berkomunikasi dengan orang lain
pada data ini yang perlu ditanyakan adalah
bagaimnahubungan klien dengan keluarga dan orang lain dan
bagaimana cara klien berkomunikasi dan bersosialisasi dengan
orang lain.
l. Kebutuhan bermain dan rekreasi
Pada pengumpulan data ini biasanya klien ditanya mengenai
kebiasaan klien dalam menggunakan waktu senjang, kebiasaan
bermain atau berekreasi dan tempat yang dikunjungi. Umumnya
kebutuhan bermain dan berekreasi tidak bisa dilaksanakan
sebagaimana halnya orang sakit, bagi orang sakit biasanya

22
bermain/ berekreasi dengan membaca, berbincang-bincang tetapi
tergantung individu.
m. Kebutuhan sepiritual
Bagaimana keyakinan klien pada agamanya, bagaimana cara
klien mendekatkan diri kepada tuhan dan pantangan dalam
agama selama klien sakit.
n. Kebutuhan belajar
Bagaimana persepsi klien terhadap dirinya mengenai
masalah-masalah yang ada. Kebutuhan belajar ini biasanya
tergantung dari individu itu sendiri dan tergantung dari tingkat
pendidikan klien.
4. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik sistem perkemihan meliputi inspeksi,akultasi,
palpasi dan perkusi.
1. Mata
Sering ditemukan warna konjungtiva yang pucat/putih,
edema preorbial.
2. Muka
Apakah ada muka tampak sembab atau tidak, Muka sembab
disebabkan karena udem.
3. Leher
Sering terjadi peningkatan vena jugularis sebagai akibat dari
peningkatan tekanan pengisian pada atrium kanan pada
kondisi gagal jantung kanan.
4. Pemeriksaan Ginjal
Kaji daerah abdomen pada garis midklavikula kiri dan kanan
atau dacrah costovertebral angle (CVA), normal keadaan

23
abdomen simetris, tidak tampak masa dan tidak ada pulsasi,
bila tampak ada masa pulsasi kemungkinan ada polikistik,
hidronefrosis ataupun nefroma. Apakah adanya bunyi
vaskuler aorta maupun arteri renalis, bila ada bunyi desiran
kemungkinan adanya RAS (Renal Arteri Stenosis), nefro
scelerotic. Bila terdengar desiran, jangan melakukan palpasi,
cedera pada suatu ancurisme di bawah kulit terjadi sebagai
akibatnya tes CVA bila adanya nyeri tekan di duga adanya
implamasi akut. Keadaan nommal, ginjal tidak teraba. Apabila
teraba membesar dan kenyal, kemungkinan adanya polikistik
maupun hidroneprosis.
5. Pemeriksaan Kandung Kemih
Di daerah supra pubis dipalpasi apakah ada distensi.
Normalnya kandung kemih terletak di bawah sympisis pubis,
tetapi setelah membesar organ ini dapat terlihat distensi pada
supra pubis, pada kondisi normal yang berarti urine dapat
dikeluarkan secara lengkap dari bendung kemih, kandung
kemih tidak teraba. Bila ada obstuksi di bawah dan prodiksi
urine normal maka urine tidak dapat dikeluarkan, hal ini
mengakibatkan distensi kandung kemih.
Menurut (Muttaqin, 2012:171-172), pemeriksaan fisik pada
pasien dengan gagal ginjal kronis adalah sebagai berikut:
1. Bl (Breathing)
Klien bernapas engan bau urine (feter urenik) sering
didapatkan pada fase ini. Respons uremia didipatakan
adanya pernapasan kussmaul. Pola napas cepat dan dalam
merupakan upaya untuk melakukan pembuangan karbon

24
dioksida yang menumpuk di sirkulasi.
2. B2 (Blood) Pada kondisi uremia berat, tindakan auksultasi
perawatat akan menemukan adanya frictionrub yang
merupakan tanda khas efusi perikardial. Didapatkan tanda
dan gejala gagal jantung kongestif. TD meningkat, akral
dingin, CRT >3 detik, palpitasi, nyeri dada atau angina dan
sesak napas, gangguan irama jantung, edema penurunan
perfusi perifer sekunder dari penurunan curah jantung
akibat hiperkalemi, dan gangguan konduksi elektrikal otot
ventrikel. Pada sistem hematologi sering didapatkan
anemia. Anemia sebagai akibat dari penurunan produksi
eripoetin, lesi gastrointestinal uremik, penurunan usia sel
darah merah, dan kehilangan darah.
3. B3 (Brain)
Didapatkan pemurunan tingkat kesadaran, disfungsi
serebral, seperti perubahan proses pikir dan disoreintasi.
Klien sering didapatkan adanya kejang, adanya neuropati
perifer, kram otot dan nyeri
4. B4 (Bladder)
Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap
lanjut). Abdomen kembung. diare, atau konstipasi.
Perubahan wama urine, contoh kuning pekat, merah,
coklat, berawan. Oliguria, dapat menjadi anuria.
5. B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia dan diare
sekunder dari bau mulut amonia, peradangan mukosa
mulut, dan ulkus saluran cerna sehingga sering didapatkan

25
penurunan intake nutrisi dari kebutuhan. Didapatkan
adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki
(memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/berulangnya
infeksi, demam (sepsis, dehidrasi), petekie, fraktur tulang,
jaringan lunak, dan sendi keterbatasan gerak sendi.
6. B6 (Bone)
Didapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot,
nyeri kaki (memburuk saat malam hari), kulit gatal,
ada/berulangnya infeksi, demam (sepsis, dehidrasi),
petekie, fraktur tulang, jaringan lunak, dan sendi
keterbatasan gerak sendi.

2.) Diagnosa keperawatan


1. Nyeri akut b.d trauma jaringan infeksi
2. Hypervolemia b.d gangguan mekanisme regulasi
3. Deficit nutrisi b.d mual muntah
4. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.d penurunan
kemampuan filtrasi ginjal
5. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d intake yang
tidak adekuat
6. Gangguan mobilitas fisik b.d ketidak bugaran fisik

3.) Intervensi keperawatan


No SDKI SIKI SLKI
Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil interevnsi
1 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Observasi
selama 3x24 jam diharapkan a. identifikasi lokasi,

26
tingkat nyeri menurun dengan karakteristik, durasi,
kriteria hasil : frekuensi, kualitas,
a. keluhan nyeri menurun intensitas nyeri
b. Meringis b. identifikasi skala
c. Sikap protektif menurun nyeri
d. gelisah menurun c. identifikasi respon
e. kesulitan tidur menurun nyeri non verbal
f. Menarik diri menurun d. identifikasi faktor
g. berfokus pada diri sendiri yang memperberat
meningkat dan
h. diaforesia menurun memperingankan
i. perasaan depresi nyeri
(tertekan) menurun e. identifikasi
j. perasaan takut mengalami pengetahuan dan
cedera berulang menurun keyakinan tentang
k. anoreksi menurun nyeri
l. perineum terasa tertekan f. Identifikasi
menurun pengaruh budaya
m. ketegangan otot menurun terhadap respons
n. pupil dilatasi menurun nyeri
o. muntah menurun g. Identifikasi pengaruh
p. mual menurun nyeri pada kualitas
q. frekuensi nadi membaik hidup
r. tekanan darah membaik h. Monitor keberhasilan
s. proses berfikir membaik terapi komplementer
t. focus membaik yang sudah diberikan
u. fungsi berkemih membaik i. Monitor efek

27
v. prilaku membaik samping penggunaan
w. nafsu makan membaik analgetik
x. pola tidur membaik
Terapeutik
a. Berikan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri (mis. TENS,
Hipnosis, Akupresur,
terapi musik,
biofeedback, terapi
pijat, aromaterapi,
teknik imajinasi
terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi
bermain)
b. Kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan, pncahayaan,
kebisingan)
c. Fasilitas istirahat
tidur
d. Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi meredakan

28
nyeri

Edukasi
a. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
b. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
c. Anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri
d. Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat e. Anjurkan
teknik
nonfarnakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri

Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
2 Hypervolemia Setelah dilakukan tindakan Observasi
selama 3x8 jam maka a. Identifikasi
hypervolemia meningkat dengan penyebab
kriteria hasil : hipertermi

29
1. Asupan cairan b. Monitor suhu tubuh
meningkat c. Monitor kadar
2. Haluan urin elektrolit
meningkat d. Monitor komplikasi
3. Edema menurun akibat hipertermi
4. Tekanan darah
membaik Terapeutik
5. Turgor kulit membaik a. Sediakan
lingkungan yang
dingin
b. Longgarkan atau
lepaskan pakaian
c. Hindari pemberian
antipiretik atau
aspirin
d. Berikan oksigen,
jika perlu

Edukasi
a. Anjurkan tirah
baring

Kolaborasi
a. Kolaborasi
pemberian cairan
dan elektrolit
intravena, jika perlu

30
3 Resiko Setelah dilakukan tindakan Observasi
ketidak selama 3x24 jam keseimbangan a. Periksa tanda dan
seimbangan cairan meningkat dengan kriteria gejala hypervolemia
cairan hasil : (edema, dyspnea,
a. Asupan cairan meningkat suara nafas
b. Kelembaban mukosa tambahan)
meningkat b. Monitor intake dan
c. Dehidrasi menurun output cairan
d. Membran mukosa c. Monitor jumlah dan
membaik warna urin
e. Turgor kulit membaik
f. Mata cekung membaik Terapeutik
a. Batasi asupan
cairan
b. Tinggikan kepada
tempat tidur

Kolaborasi
a. Kolaborasi
pemberian diuretic
b. Kolaborasi
penggantian
kehilangan kalium
akibat diuretic
c. Kolaborasi
pemberian
continuous renal

31
replacement
therapy (CRRT),
jika perlu
3 Deficit nutrisi Setelah dilakukan tindakan Observasi
keperawatan selama 3x8 jam i. Identifikasi status
diharapkan pemenuhan nutrisi
kebutuhan nutrisi pasien ii. Identifikasi makanan
tercukupi dengan kriteria hasil : yang disukai
1. Intake nutrisi tercukupi iii. Monitor asupan
2. Asupan makanan dan makanan
cairan tercukupi iv. Monitor berat badan

Terapeutik
a. Lakukan oral
hygiene sebelum
makan, jika perlu
b. Sajikan makanan
tinggi serat untuk
mencegah konstipasi

Edukasi
a. Anjurkan posisi
duduk, jika mampu
b. Ajarkan diet yang
diprogramkan

Kolaborasi

32
a. Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori

4.) Implementasi
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan mencapai tujuan
yang spesifik (nursalam, 2008).
Jenis tindakan dalam tahap pelaksanaan:
1. Mandiri (independen)
Tindakan yang diprakarsai sendiri oleh perawat untuk membantu
pasien dalam mengatasi masalahnya seperti merawat kebersihan
daerah kewanitaan agar tidak terjadi imfeksi
2. Saling ketergantungan/ kolaborasi ( interdependen)
Tindakan keperawatan atas dasar kerjasama sesama perawat atau
dengan tim kesehatan atau dengan tim kesehatan lainnya seperti
dokter, fisioterapi, analisis kesehatan, misalnya dalam hal memberi
obat-obatan.
3. Rujukan/ketergantungan (dependen)
Tindakan atas dasar rujukan dari profesi lain seperti, pemberian
makan pada pasien. Sesuai dengan diwet dan latihan fisik (mobilisasi
fisik) sesuai dengan anjuran bagian fisioterapi.
5.) Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses

33
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan,
rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai
(nursalam,2001)
Evaluasi adalah tahap kelima dan terahir dalam proses keperwatan,
dimana keperawatan dapat menilai pencapaian tujua serta mengkaji ulang
rencana keperawatan selanjutnya.
Pada tahap ini ada dua evaluasi yang dapat dilaksanakan oleh perawat
yaitu :
1. Evaluasi formatif adalah evaluasi yang bertujuan untuk menilai
hasil implementasi secara bertahap sesuai dengan kegiatan yang
dilakukan sesuai kontrak pelaksanaan.
2. Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang bertujuan menilai secara
keseluruhan terhadap pencapaian diagnosis keperawatan apakah
rencana diteruskan, diteruskan sebagian, diteruskan dengan
perubahan intervensi atau dihentikan.
Tolak ukur yang digunkan untuk mencapai tujuan pada tahap evaluasii
ini adalah kriteria-kriteria yang telah dibuat pada tahap perencanaan dengan
patokan pada kriteria tersebut, di nilai apaka maslah teratasi atau bahkan
timbul maslah baru sehingga intervensi keperawatan di ubah atau
dimodifikasi. Penilaian dan kesimpulan tersebut di tuangkan dalam catatan
perkembangan klien dan diuraikan berdasarkan urutan SOAPIER, dimana:
S : Subjektif
O : Objektif
A : Analisa terhadap pencapaian tujuan
P : Plaining
I : Intervensi
E : Evaluasi ulang

34
R : Revisi tindakan ( Hidayat,2002 )
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang
kesehatan pasie dengan tujuan yang telah ditetapkan dilakukan dengan cara
berkesinambungan dengan melibatkan pasien, , keluarga, dan tenaga
kesehatan lainya. ( Imam, 2005).

Analisa jurnal
N Nama Peneliti, Jenis dan Metode Hasil Penelitian
o Tahun, Judul Penelitian
Penelitian
1 Elis Anggeria, Jenis penelitian yang Hasil penelitian ini menunjukkan
Marsia Resmita dilakukan adalah bahwa tidak ada hubungan yang
(2019)Hubunga penelitian analitik signifikan antara dukungan
n dukungan dengan desain keluarga dengan kecemasan
keluarga dengan korelatif. pasien gagal ginjal kronik di ruang
kecemasan Metode penelitian hemodialisa Rumah Sakit Royal
pasien Gagal yang digunakan Prima Medan. Mayoritas
Ginjal Kronik di dalam penelitian ini responden (91,1%) memiliki
ruang adalah metode dukungan keluarga yang baik dan
hemodialisa analitik dengan mayoritas pasien (69,6%)
rumah sakit desain korelatif. memiliki kecemasan sedang.
royal prima Populasi dalam Metode penelitian yang digunakan
medan penelitian ini adalah adalah metode analitik dengan
pasien gagal ginjal desain korelatif, dengan teknik
kronik yang ada di sampling yang digunakan adalah
ruang hemodialisa sampling jenuh. Sumber data
Rumah Sakit Royal dalam penelitian ini adalah data

35
Prima pada primer yang diperoleh langsung
November 2017 dari responden dengan
sebanyak 56 orang. menggunakan kuesioner dan data
Teknik sampling sekunder yang diperoleh dari
yang digunakan ruang hemodialisa Rumah Sakit
adalah sampling Royal Prima Medan. Analisis data
jenuh, yaitu semua dalam penelitian ini mencakup
populasi dijadikan analisis univariat dan analisis
sampel. Sumber data bivariat dengan menggunakan uji
dalam penelitian ini korelasi spearman rho pada taraf
adalah data primer kepercayaan 95% (p<0,05).
yang diperoleh
langsung dari
responden dengan
menggunakan
kuesioner yang
memuat beberapa
pertanyaan yang
mengacu pada
kerangka konsep
penelitian. Selain itu,
penelitian ini juga
menggunakan data
sekunder yang
diperoleh dari ruang
hemodialisa Rumah
Sakit Royal Prima

36
Medan. Analisis data
dalam penelitian ini
mencakup analisis
univariat dan analisis
bivariat dengan
menggunakan uji
korelasi spearman
rho pada taraf
kepercayaan 95%
(p<0,05).
2 Gresty N M Masi Penelitian cross Hasil penelitian menunjukkan
Rina Kundre sectional bahwa sebagian besar kelompok
Perbandingan usia pasien penderita penyakit ginjal
kualitas hidup Metode penelitian kronik yang menjalani hemodialisis
pasien gagal observasional analitik adalah 41-50 tahun.
ginjal kronik
dengan comorbid Responden yang Kesimpulan : Terdapat perbandingan
faktor diabetes berkomunikasi dengan cukup signifikan antara kualitas
melitus dan baik dan kooperatif hidup pasien gagal ginjal kronik
hipertensi di yaitu Pasien yang denga comorbid hipertensi dan
ruangan mengalami gagal diabetes melitus.
hemodialisa rsup. ginjal kronik dengan
Prof. Dr. R. D. comorbid faktor
Kandou diabetes. Pasien yang
Manado mengalami gagal
ginjal kronik dengan
comorbid faktor

37
hipertensi.
3 Vika Maris Penelitian purpo- Hasil penelitian didapatkan
Nurani1, Sulis sive sampling pasien GGK yang berada pada
Mariyanti masa dewasa muda, mereka
metode penelitian mengalami keter- batasan secara
Gmbaran makna kualitatif. fisik berupa sakit kronis dan
hidup pasien harus menjalani terapi HD secara
gagal ginjal rutin. Pasien yang menjalani HD
kronik yang menunjukkan perilaku stres dan
menjalani cemas yang lebih besar terhadap
hemodialisa kematian dan keterbatasan yang
dimilikinya karena sakit.

Kesimpulan : Ketiga subjek


termasuk kedalam usia de- wasa
muda dari segi fisik, masa dewasa
adalah masa puncak
perkembangan fisik. Sedangkan
dari segi emosional adalah masa
dimana motivasi untuk meraih
sesuatu sangat besaryang

38
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penyakit Ginjal Kronik(PGK) atau Gagal Ginjal Kronik(GGK) adalah
kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan metabolisme serta
keseimbangan caran dan elektrolit akibat destruksi struktur ginjal yang
progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolic (toksik
uremik) di dalam darah(Arif Muttaqin, 2014). Begitu banyak konsisi
klinis yang bisa menyebabakan terjadinya gagal

ginjal kronis. Akan tetapi apapun sebabnya, respons yang terjadi


adalah penurunan fungsi ginjal secara progresif. Kondisi klinis yang
memungkinkan dan mengakibatkan GGK bisa disebabkan dari ginjal
sendiri dan diluar ginjal. Pemantauan penurunan filtrasi ginjal dalam
laju filtrasi glomerulus digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui
besarnya kerusakan ginjal karena filtrasi glomerulus merupakan tahap
awal dari fungsi nefron. Besarnya laju filtrasi glomerulus sama dengan
klirens suatu bahan yang difiltrasi secara bebas oleh glomerulus, tidak
direabsorbsi dan tidak disekresi oleh tubulus

3.2 Saran

dengan dibuatnya makalah ini diharapkan mahasiswa dan para


pembaca dapat memahami dan mengerti isi dari makalah ini, mulai
dari definisi kolesistitis, hingga asuhan keperawatan yang diberikan.

39
DAFTAR PUSTAKA

Ariani Purwanti Sri. dkk. (2020). Intervensi Edukasi Kesehatan Pada


Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis. Jurnal
Health Sains. Vol. 1, no. 5. Diakses pada tanggal 22 agustus 2021

Dewi, Riana & Mustofa, Akhmad. (2021). Penurunan Intensitas Rasa Haus
Pasien Penyakit Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisa Dengan
Menghisap Es Batu. Ners Muda, Vol 2 No 2. Di akses pada tanggal 21
Agustus 2021.

Dila, RR & Panma, Yuannita, 2019. Asuhan Keperawatan Pada Klien


Dengan Gagal Ginjal Kronik RSUD Kota Bekasi. Buletin
Kesehatan.vol.3 no.1. diakses pada tanggal 21 agustus 2021.

TIM POKJA SDKI,SIKI,SLKI DPP PPNI, (2018). Standar diagnose


keperawatan Indonesia edisi.1, cetakan.3. Jakarta : DPP PPNI
TIM POKJA SDKI,SIKI,SLKI DPP PPNI, (2018). Standar intervensi
keperawatan Indonesia edisi,1. Cetakan 2 Jakarta : DPP PPNI
TIM POKJA SDKI,SLKI,SIKI DPP PPNI, (2019), standar luaran keperawatan
Indonesia edisi,1. Cetakan,2. Jakarta: DPP PPNI.

40

Anda mungkin juga menyukai