Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN CHRONIC

KIDNEY DISEASE ( CKD )

OLEH :
KELOMPOK V KELAS B15 A

LUH GEDE THERRESSYA AJNA HAKINI RIASMA (223221312)


NI MADE AYUK SEPTIARI (223221334)
NI WAYAN EVA JUNIASTINI (223221328)
LUH PUTU VELINIA WIJAYANTI (223221364)
DEWA AYU ERNA SRI RAHAYU (223221302)
NI KADEK FEBRI FITRI YANTI (223221358)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA


STIKES WIRA MEDIKA DENPASAR
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas berkat rahmat dan
kasihnya penyusun dapat menyelesaikan makalah “Laporan Pendahuluan dan
Asuhan Keperawatan Chronic Kidney Disease” untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Keperawatan Dewasa Sistem Endokrin, Pencernaan, Perkemihan dan
Imunologi.
Penyusun menyadari masih banyak kekurangan dan hal-hal yang belum
sempurna pada makalah ini. Oleh karena itu penyusun mohon maaf, serta kritik dan
saran yang sifatnya membangun sangat penyusun harapkan.
Akhirnya penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu penyusunan makalah ini dan besar harapan penyusun semoga
makalah ini memberikan manfaat dan menambah pengetahuan.

Denpasar, 18 Desember 2022

Penyusun
LAPORAN PENDAHULUAN
CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

1. KONSEP DASAR PENYAKIT


A. DEFINISI

Gambar 1.1 Ginjal


Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan
sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan
glomerulus filtration rate (GFR) (Nahas & Levin, 2015). CKD atau gagal ginjal
kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal mengalami penurunan
fungsi secara lambat, progresif, irreversibel, dan samar (insidius) dimana
kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan metabolisme, cairan, dan
keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi uremia atau azotemia (Smeltzer, 2013)
Kegagalan ginjal kronis terjadi bila ginjal sudah tidak mampu mempertahankan
lingkungan internal yang konsisten dengan kehidupan dan pemulihan fungsi
tidak dimulai. Pada kebanyakan individu transisi dari sehat ke status kronis atau
penyakit yang menetap sangat lamban dan menunggu beberapa tahun. (Barbara
C Long, 2010). Gagal ginjal kronik merupakan kegagalan fungsi ginjal untuk
mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat
destruksi struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa
metabolit ( toksik uremik ) di dalam darah. (Arif Muttaqin, 2011).
Jadi bisa disimpulkan bahwa CKD adalah suatu kondisi dimana ginjal
mengalami penurunan fungsi untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa
penurunan glomerulus yang akan menyebabkan uremia.
B. ANATOMI FISIOLOGI
Ginjal merupakan organ yang berbentuk  seperti kacang, terdapat
sepasang (masing-masing satu di sebelah kanan dan kiri vertebra) dan
posisinya retroperitoneal. Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah (kurang
lebih 1 cm) dibanding ginjal kiri, hal ini disebabkan adanya hati yang
mendesak ginjal sebelah kanan. Kutub atas ginjal kiri adalah tepi atas iga 11
(vertebra T12), sedangkan kutub atas ginjal kanan adalah tepi bawah iga 11
atau iga 12. Adapun kutub bawah ginjal kiri adalah processus transversus
vertebra L2 (kira-kira 5 cm dari krista iliaka) sedangkan kutub bawah ginjal
kanan adalah pertengahan vertebra L3. Dari batas-batas tersebut dapat terlihat
bahwa ginjal kanan posisinya lebih rendah dibandingkan ginjal kiri.

Gambar 1.2 Anatomi Ginjal

1. Anatomi ginjal
Saluran kemih terdiri dari ginjal yang terus menerus menghasilkan
urin, dan berbagai saluran reservoir yang dibutuhkan untuk membawa
urin keluar tubuh. Ginjal merupakan organ berbentuk seperti kacang yang
terletak di kedua sisi columna vertebralis (Price dan Wilson, 2012). Dua
ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, di luar rongga
peritoneum. Setiap ginjal pada orang dewasa beratnya kira-kira 150
gram. Sisi medial setiap ginjal merupakan daerah lekukan yang
disebut hilum tempat lewatnya arteri dan vena renalis, cairan limfatik,
suplai saraf, dan ureter yang membawa urin akhir dari ginjal ke
kandung kemih, tempat urin disimpan hingga dikeluarkan. Ginjal
dilingkupi oleh kapsul fibrosa yang keras untuk melindungi struktur
dalamnya yang rapuh. Jika ginjal dibagi dua dari atas ke bawah, dua
daerah utama yang dapat digambarkan yaitu korteks di bagian luar
dan medulla di bagian dalam. Medula ginjal terbagi menjadi
beberapa massa jaringan berbentuk kerucut yang disebut piramida
ginjal. Dasar dari setiap piramida dimulai pada perbatasan antara
korteks dan medula serta berakhir di papila, yang menonjol ke dalam
ruang pelvis ginjal, yaitu sambungan dari ujung ureter bagian atas
yang berbentuk corong. Batas luar pelvis terbagi menjadi kantong-
kantong dengan ujung terbuka yang disebut kalises mayor, yang meluas
ke bawah dan terbagi menjadi kalises minor, yang mengumpulkan urin
dari tubulus setiap papila. Dinding kalises, pelvis, dan ureter terdiri
dari elemen-elemen kontraktil yang mendorong urin menuju
kandung kemih, tempat urin disimpan sampai dikeluarkan. Masing-
masing ginjal manusia terdiri dari kurang lebih 1 juta nefron,
masing-masing mampu membentuk urin. Setiap nefron terdiri dari:
glomerulus (sekumpulan kapiler glomerulus) yang dilalui sejumlah
besar cairan yang difiltrasi dari darah. Kapiler glomerulus dilapisi
oleh sel-sel epitel dan keseluruhan glomerulus dibungkus dalam
Kapsula Bowman dan tubulus yang panjang tempat cairan hasil filtrasi
diubah menjadi urin dalam perjalanannya menuju pelvis ginjal. Berikut
bagian – bagian ginjal yang dapat dijabarkan :
a. Glomerulus
Glomerulus merupakan anyaman pembuluh darah kapiler,
yang merupakan cabang dari arteriol aferen. Glomerulus berupa suatu
ruang yang dibungkus oleh Kapsul tipis berupa kapsula Bowman yang
dimasuki oleh pembuluh darah kapiler yang berisi darah kotor untuk
dicuci diruang ini.
b. Kapsula Bowman
Kapsula Bowman merupakan epitel berdinding ganda. Lapisan
luar kapsula Bowman terdiri atas epitel selapis gepeng, dan lapisan dalam
tersusun atas sel-sel khusus yang disebut podosit (sel kaki) yang letaknya
meliputi kapiler glomerulus. Antara kedua lapisan tersebut terbentuk
rongga kapsul Bowman. Sel-sel podosit, membrana basalis, dan sel-sel
endotel kapiler membentuk lapisan (membran) filtrasi yang berlubang-
lubang yang memisahkan darah yang terdapat dalam kapiler dengan
ruang kapsuler.
c. Korpuskula Ginjal
Kesatuan antara glomelurus dengan kapsula Bowman
membentuk korpuskula renalis (disebut juga badan Malphigi). Korpuskula
renalis berlanjut menjadi tubulus kontortus proksimal. Setiap korpuskula
mengandung gulungan kapiler darah yang disebut glomerulus yang berada
dalam kapsula Bowman.
d. Tubulus Convulatus Proksimal ( TCP)
Tubulus convulatus proksimal merupakan saluran panjang
yang berkelok-kelok mulai pada korpuskula renalis berlanjut menjadi
lengkung Henle (loop of Henle). Tubulus kontortus proksimal (TKP) biasa
ditemukan pada potongan melintang korteks. TKP dibatasi oleh epitel kubus
selapis dengan apeks sel menghadap lumen tubulus memiliki banyak
mikrofili membentuk brush border. Permukaan mikrovili brush border
berperan membantu reabsorbsi berbagai zat yang terdapat dalam cairan
ultrafiltrat.
e. Loop of Henle ( Lengkung Henle)
Lengkung henle merupakan bagian lanjutan dari tubulus
proksimal yang bermuara di tubulus distal. juga berfungsi menjaga gradien
osmotik dalam pertukaran lawan arus yang digunakan untuk filtrasi.
f. Tubulus Convulatus Distal ( TCD)
Tubulus kontortus distal yang merupakan nefron terminal. Di
tubulus kontortus distal, terjadi pertukaran ion. Bila aldosteron bekerja,
natrium direabsorbsi dan ion kalium diekskresi oleh tubulus kontortus
proksimal yang merupakan tempat mekanisme pengawasan garam total dan
air.
g. Aparatus Jukstaglomerulus
Dekat dengan badan ginjal, tunika media ateriol aferen
mengalami modifikasi dan terdiri atas sel-sel yang mempunyai bentuk seperti
sel-sel epiteloid, bukan otot polos seperti lazimnya arteriol.
Terdapat sel-sel yang dinamakan sel jukstaglomelurus yang
mempunyai inti seperti rokok dan sitoplasmanya berwarna gelap yang
dipenuhi dengan granula. Sel-sel jukstaglomelurus berfungsi menghasilkan
enzim renin. Renin berperan mengubah protein plasma yang dinamakan
angiotensinogen menjadi angiotensin I.

2. Fungsi Ginjal
a. Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau
racun,
b. Mempertahankan keseimbangan cairan tubuh,
c. Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan
tubuh,
d. Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum,
kreatinin dan amoniak.
e. Mengaktifkan vitamin D untuk memelihara kesehatan tulang.
f. Produksi hormon yang mengontrol tekanan darah.
g. Produksi Hormon Erythropoietin yang membantu pembuatan sel darah
merah.
Tahap - Tahap Pembentukan Urine adalah sebagai berikut:
1. Filtrasi Glomerular
Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma pada glomerulus,
seperti kapiler tubuh lainnya, kapiler glumerulus secara relatif bersifat
impermiabel terhadap protein plasma yang besar dan cukup permabel
terhadap air dan larutan yang lebih kecil seperti elektrolit, asam amino,
glukosa, dan sisa nitrogen. Aliran darah ginjal (RBF = Renal Blood
Flow) adalah sekitar 25% dari curah jantung atau sekitar 1200 ml/menit.
Sekitar seperlima dari plasma atau sekitar 125 ml/menit dialirkan melalui
glomerulus ke kapsula bowman. Ini dikenal dengan laju filtrasi
glomerulus (GFR = Glomerular Filtration Rate). Gerakan masuk ke
kapsula bowman’s disebut filtrat. Tekanan filtrasi berasal dari perbedaan
tekanan yang terdapat antara kapiler glomerulus dan kapsula bowman’s,
tekanan hidrostatik darah dalam kapiler glomerulus mempermudah
filtrasi dan kekuatan ini dilawan oleh tekanan hidrostatik filtrat dalam
kapsula bowman’s serta tekanan osmotik koloid darah. Filtrasi
glomerulus tidak hanya dipengaruhi oleh tekanan-tekanan koloid diatas
namun juga permeabilitas dinding kapiler.
Gambar 1.3 Anatomi Glomerolus

2. Reabsorpsi
Zat-zat yang difilltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu : non elektrolit,
elektrolit dan air. Setelah filtrasi langkah kedua adalah reabsorpsi selektif
zat-zat tersebut kembali lagi zat-zat yang sudah difiltrasi.
3. Sekresi
Sekresi tubular melibatkan transfor aktif molekul-molekul dari aliran
darah melalui tubulus kedalam filtrat. Banyak substansi yang disekresi
tidak terjadi secara alamiah dalam tubuh (misalnya penisilin). Substansi
yang secara alamiah terjadi dalam tubuh termasuk asam urat dan kalium
serta ion-ion hidrogen. Pada tubulus distalis, transfor aktif natrium sistem
carier yang juga telibat dalam sekresi hidrogen dan ion-ion kalium
tubular. Dalam hubungan ini, tiap kali carier membawa natrium keluar
dari cairan tubular, cariernya bisa hidrogen atau ion kalium kedalam
cairan tubular “perjalanannya kembali” jadi, untuk setiap ion natrium
yang diabsorpsi, hidrogen atau kalium harus disekresi dan
sebaliknya.Pilihan kation yang akan disekresi tergantung pada
konsentrasi cairan ekstratubular (CES) dari ion-ion ini (hidrogen dan
kalium).Pengetahuan tentang pertukaran kation dalam tubulus distalis ini
membantu kita memahami beberapa hubungan yang dimiliki elektrolit
dengan lainnya. Sebagai contoh, kita dapat mengerti mengapa bloker
aldosteron dapat menyebabkan hiperkalemia atau mengapa pada awalnya
dapat terjadi penurunan kalium plasma ketika asidosis berat dikoreksi
secara theurapeutik.
C. KLASIFIKASI
Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju
Filtration Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73m 2
dengan rumus Kockroft – Gault sebagai berikut :

Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1.73m2)

1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ≥ 90


2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau 60-89


ringan

3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau 30-59


sedang

4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau berat 15-29

5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis

Sumber : Sudoyo, 2013 Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta : FKUI

D. ETIOLOGI

Penyebab dari gagal ginjal kronik antara lain:

1. Infeksi Saluran kemih ( pielonefritis kronis)


2. Penyakit peradangan ( glomerulonephritis)
3. Penyakit vaskuler hipertensi ( nefrosklerosis, stenosisarteri renalis)
4. GAngguan jaringan penyambung ( SLE, polyarteritis nodusa,
sclerosis sistemik)
5. Penyakit kongenital dan herediter ( penyakit ginjal polikistik, asidosis
tubulus ginjal)
6. Penyakit metabolic ( DM, Gout, Hiperparatiroidisme)
7. Nefropatitoksik
8. Nefropati obstruktif ( batu saluran kemih)
Penyebab gagal ginjal kronik dapat juga dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu :

1. Penyakit Parenkim Ginjal


a. Penyakit ginjal primer : Glomerolunefritis, Miclonefritis,
Ginjal, Ginjal polikistik, TB Ginjal
b. Penyakit Ginjal Sekunder : Nefritis Lupus, Nefropati,
Amilordosis ginjal, Poliarteritis Nodusa, Sclerosis Sistemik
progresif, Gout, DM.
2. Penyakit Ginjal obstruktif
Secara garis besar penyebab gagal ginjal dapat dikategorikan
infeksi yang berulang dan nefron yang memburuk. Dimana
penyebabnya antara lain pembesaran prostat, batu saluran
kemih, Refluks ureter, Obstruksi Saluran kemih, Destruksi
pembuluh darah akibat Diabetes dan Hipertensi yang lama,
Scar pada jaringan dan trauma langsung pada ginjal.

E. MANIFESTASI KLINIS/ TANDA DAN GEJALA


Menurut Brunner & Suddart (2013) setiap sistem tubuh pada gagal ginjal
kronis dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan menunjukkan
sejumlah tanda dan gejala. Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian
dan tingkat kerusakan ginjal, usia pasien dan kondisi yang mendasari. Tanda dan
gejala pasien gagal ginjal kronis adalah sebagai berikut :
a. Manifestasi kardiovaskuler
Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem
renin-angiotensin-aldosteron), pitting edema (kaki,tangan,sakrum), edema
periorbital, Friction rub perikardial, pembesaran vena leher.
b. Manifestasi dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus, ekimosis,
kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
c. Manifestasi Pulmoner
Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan Kussmaul
d. Manifestasi Gastrointestinal
Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut, anoreksia,
mual,muntah, konstipasi dan diare, pendarahan saluran gastrointestinal
e. Manifestasi Neurologi
Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan tungkai,
panas pada telapak kaki, perubahan perilaku
f. Manifestasi Muskuloskeletal
Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop
g. Manifestasi Reproduktif
Amenore dan atrofi testikuler

F. KOMPLIKASI
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami
beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Suwitra (2014) antara lain
adalah :
1. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme, dan
masukan diit berlebih.
2. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium
serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan
kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik.
6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.

G. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk
glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa
nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume
filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan
penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk
berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut
menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis
osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang
rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik
dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul
gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang
80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin
clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang
normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi
uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan
produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia
membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2002 ).
Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi tiga
stadium yaitu:
a. Stadium 1 (penurunan cadangan ginjal)
Ditandai dengan kreatinin serum dan kadar Blood Ureum Nitrogen
(BUN) normal dan penderita asimtomatik.
b. Stadium 2 (insufisiensi ginjal)
Lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (Glomerulo filtration
Rate besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini Blood Ureum Nitrogen
mulai meningkat diatas normal, kadar kreatinin serum mulai meningklat
melabihi kadar normal, azotemia ringan, timbul nokturia dan poliuri.
c. Stadium 3 (Gagal ginjal stadium akhir / uremia)
Timbul apabila 90% massa nefron telah hancur, nilai glomerulo filtration
rate 10% dari normal, kreatinin klirens 5-10 ml permenit atau kurang.
Pada tahap ini kreatinin serum dan kadar blood ureum nitrgen meningkat
sangat mencolok dan timbul oliguri.
H. PATHWAY
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal.
1. Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan
adanya massa kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagianatas.
2. Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan
untuk diagnosis histologis.
3. Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
4. EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan
asam basa.
b. Foto Polos Abdomen
Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau obstruksi lain.
c. Pielografi Intravena
Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan faal ginjal
pada usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat.
d. USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal , anatomi sistem
pelviokalises, dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi
sistem pelviokalises dan ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.
e. Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri , lokasi gangguan (vaskuler, parenkhim)
serta sisa fungsi ginjal
f. Pemeriksaan Radiologi Jantung
Mencari adanya kardiomegali, efusi perikarditis
g. Pemeriksaan radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi (terutama pada falangks /jari) kalsifikasi metatastik
h. Pemeriksaan radiologi Paru
Mencari uremik lung yang disebabkan karena bendungan.
i. Pemeriksaan Pielografi Retrograde
Dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang reversible
j. EKG
Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia)
k. Biopsi Ginjal
dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal kronis atau
perlu untuk mengetahui etiologinya.
l. Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal ginjal
1) Laju endap darah
2) Urin
Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine tidak ada
(anuria).
Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh pus /
nanah, bakteri, lemak, partikel koloid,fosfat, sedimen kotor, warna
kecoklatan menunjukkan adanya darah, miglobin, dan porfirin.
Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat).
Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular,
amrasio urine / ureum sering 1:1.
3) Ureum dan Kreatinin
Ureum:
Kreatinin: Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10 mg/dL
diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5).
4) Hiponatremia
5) Hiperkalemia
6) Hipokalsemia dan hiperfosfatemia
7) Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia
8) Gula darah tinggi
9) Hipertrigliserida
10) Asidosis metabolik

J. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama penatalaksanaan pasien GGK adalah untuk mempertahankan
fungsi ginjal yang tersisa dan homeostasis tubuh selama mungkin serta
mencegah atau mengobati komplikasi (Smeltzer, 2013). Terapi konservatif tidak
dapat mengobati GGK namun dapat memperlambat progres dari penyakit ini
karena yang dibutuhkan adalah terapi penggantian ginjal baik dengan dialisis
atau transplantasi ginjal.
Lima sasaran dalam manajemen medis GGK meliputi :
1. Untuk memelihara fungsi renal dan menunda dialisis dengan cara mengontrol
proses penyakit melalui kontrol tekanan darah (diet, kontrol berat badan dan
obat-obatan) dan mengurangi intake protein (pembatasan protein, menjaga
intake protein sehari-hari dengan nilai biologik tinggi < 50 gr), dan
katabolisme (menyediakan kalori nonprotein yang adekuat untuk mencegah
atau mengurangi katabolisme)
2. Mengurangi manifestasi ekstra renal seperti pruritus , neurologik, perubahan
hematologi, penyakit kardiovaskuler;
3. Meningkatkan kimiawi tubuh melalui dialisis, obat-obatan dan diet;
4. Mempromosikan kualitas hidup pasien dan anggota keluarga
(Black & Hawks, 2015)
Penatalaksanaan konservatif dihentikan bila pasien sudah memerlukan
dialisi tetap atau transplantasi. Pada tahap ini biasanya GFR sekitar 5-10 ml/mnt.
Dialisis juga diiperlukan bila :
 Asidosis metabolik yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
 Hiperkalemia yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
 Overload cairan (edema paru)
 Ensefalopati uremic, penurunan kesadaran
 Efusi perikardial
 Sindrom uremia ( mual,muntah, anoreksia, neuropati) yang memburuk.

Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :


a) Konservatif
- Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
- Mengobservasi balance cairan
- Mengobservasi adanya odema
- Membatasi cairan yang masuk
b) Dialysis
- Peritoneal dialysis
Biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency.
Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang
tidak bersifat akut adalah CAPD (Continues Ambulatori
Peritonial Dialysis)
- Hemodialisis
Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan
untuk mengeluarkan cairan dan produk limbah dalam tubuh
kita, ginjal tidak mampu melaksanakan proses tersebut.
Hemodialisa berasal dari kata “hemo” artinya pemisahan zat-
zat terlarut. Hemodialisis berarti proses pembersihan darah
dari zat – zat sampah, melalui penyaringan di luar tubuh.
Hemodialisis menggunakan ginjal buatan berupa mesin
dialysis hemodialisis dikenal secara awam dengan istilah cuci
darah
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk
mencegah gejala toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi
dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang belum
tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG). Secara
khusus, indikasi HD adalah:
1. Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK
dan GGA untuk sementara sampai fungsi ginjalnya pulih.
2. Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa
apabila terdapat indikasi:
a. Hiperkalemia > 17 mg/lt
b. Asidosis metabolik dengan pH darah < 7.2
c. Kegagalan terapi konservatif
d. Kadar ureum > 200 mg % dan keadaangawatpasien uremia,
asidosismetabolikberat, hiperkalemia, perikarditis, efusi,
edema paru ringan atauberat atau kreatinin tinggi dalam
darah dengan nilai kreatinin> 100 mg %
e. Kelebihan cairan
f. Mual dan muntah hebat
g. BUN > 100 mg/ dl (BUN = 2,14 x nilaiureum )
h. preparat (gagal ginjal dengan kasus bedah )
i. Sindrom kelebihan air
Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui daerah femoralis namun
untuk mempermudah maka dilakukan :
- AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
- Double lumen : langsung pada daerah jantung (vaskularisasi ke
jantung)
c) Operasi
 Pengambilan batu : Batu ginjal dengan ukuran 5mm biasanya
bisa disembuhkan tanpa operasi, operasi sangat dibutuhkan
untuk mengeluarkan batu tersebut. Batu ginjal dapat tumbuh
sebesar bola golf. Batu ini akan tinggal didalam ginjal dan
akan menyebabkan kerusakan pada ginjal. Bila pasien
mengalami kondisi yang cukup serius maka operasi batu ginjal
harus dilakukan.
 Transplantasi Ginjal : terapi penggantian ginjal yang
melibatkan pengcangkokan ginjal dari orang hidup atau mati
kepada orang yang membutuhkan. Transplantasi ginjal
menjadi terapi pilihan untuk sebagian besar pasien dengan
gagal ginjal dan penyakit ginjal stadium akhir. Transplantasi
ginjal menjadi pilihan untuk meningkatkan kualitas hidup
pasien.

Menurut Sunarya, penatalaksanaan dari CKD berdasarkan derajat LFG nya,


yaitu:

2.KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN
1. Demografi.
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga yang
mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh berbagai hal
seperti proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan sebagainya. CKD
dapat terjadi pada siapapun, pekerjaan dan lingkungan juga mempunyai
peranan penting sebagai pemicu kejadian CKD. Karena kebiasaan kerja
dengan duduk/berdiri yang terlalu lama dan lingkungan yang tidak
menyediakan cukup air minum/mengandung banyak senyawa/zat logam dan
pola makan yang tidak sehat.
2. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM, glomerulo
nefritis, hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih,
dan traktus urinarius bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan
terjadinya CKD.
3. Pola nutrisi dan metabolik.
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam kurun
waktu 6 bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi
dan air naik atau turun.
4. Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidakseimbangan antara output dan input.
Tandanya adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi
peningkatan suhu dan tekanan darah atau tidak singkronnya antara tekanan
darah dan suhu.
5. Pengkajian fisik
a. Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran
pasien dari compos mentis sampai coma.
b. Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi
meningkat dan reguler.
c. Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi,
atau terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.
d. Kepala.
Rambut kotor, mata kuning/kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran
telinga, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum,
bibir kering dan pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
e. Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
f. Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat
otot bantu napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara
tambahan pada paru (rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung,
terdapat suara tambahan pada jantung.
g. Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut
buncit.
h. Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi,
terdapat ulkus.
i. Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan
tulang, dan Capillary Refill lebih dari 1 detik.
j. Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan
mengkilat/uremia, dan terjadi perikarditis.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hipervolemia berhubungan dengan penurunan haluran urin dan retensi cairan
dan natrium.
2. Gangguan peertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi
perfusi, perubahan membrane alveolus kapiler.
3. Defisit nutrisi berhubungan dengan anoreksia mual muntah.
4. Perfusi perifer tak efektif berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan
nutrisi ke jaringan sekunder.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialysis.
6. Nausea berhubungan dengan gangguan metabolic, gangguan keseimbangan
asam basa
7. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidak seimbangan
cairan mempengaruhi sirkulasi, kerja miokardial dan tahanan vaskuler sistemik,
gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung (ketidak seimbangan elektrolit
8. Gangguan integritas kulit/ jaringan berhubungan dengan gangguan
metabolic, edema, pruritus, kulit kering.
9. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan asam laktat, nyeri sendi
C. Rencana Asuhan Keperawatan

NO Diagnosa Keperawatan Tujuan & KH Intervensi Keperawatan


1. Hipervolemia b.d penurunan Tujuan: Manajemen Hipervolemia
haluaran urin dan retensi Setelah dilakukan asuhan keperawatan Observasi
cairan dan natrium. selama 3x24 jam keseimbangan cairan 1. Periksa tanda dan gejala hypervolemia ( edema, dyspnea,
meningkat dengan Kriteria Hasil: suara nafas tambahan)
1. Asupan cairan meningkat 2. Monitor intake dan output cairan
2. Haluaran urine meningkat 3. Monitor jumlah dan warna urine
3. Edema menurun Terapeutik
4. Tekanan darah membaik 1. Batasi asupan cairan dan garam
5. Turgor kulit membaik 2. Tinggikan kepala tempat tidur
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan cairan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian antideuretik
2. kolaborasi penggantian kalium akibat deuretik
3. Kolaborasi pemberian continuous renal replacement
therapy ( CRRT), jika perlu
2 Defisit nutrisi b.d anoreksia Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen Nutrisi
mual muntah. selama 3x24 jam status nutrisi Observasi
seimbang dan adekuat dengan Kriteria 1. Identifikasi status nutrisi
Hasil: 2. Identifikasi makanan yang disukai

− Nafsu makan meningkat 3. Monitor asupan makanan

− Asupan makanan dan cairan 4. Monitor berat badan


tercukupi 5. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien

− Masukan nutrisi adekuat Terapeutik


1. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
2. Sajikan makanan secara menarik dan suhu ya g sesuai
3. Berikan makanan tinggi serat untuk mecegah konstipasi
4. Fasilitasi menentukan pedoman diet
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
2. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient yang dibutuhkan, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan
3 Gangguan peertukaran gas Setelah dilakukan asuhan keperawatan Pemantauan Respirasi
berhubungan dengan selama 1x24 jam pertukaran gas Observasi
ketidakseimbangan ventilasi meningkat dengan Kriteria Hasil: 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya nafas
perfusi, perubahan 1. Tanda vital dalam rentang normal 2. Monitor pola nafas ( seperti bradypnea, takipnea,
membrane alveolus kapiler. 2. Dispnea menurun hiperventilasi, Kussmaul, chayne stokes, biot, ataksik)
3. Bunyi nafas tambahan menurun 3. Monitor saturasi oksigen
4. Pola nafas membaik 4. Monitor nilai AGD
5. Kadar PCO2 dan O2 membaik 5. Auskultasi bunyi nafas
6. Tingkat kesadaran membaik Terapeutik
1. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil pemantauan
3. Berikan oksigen tambahan, jika perlu
Edukasi
1. Jelasakan tujuan dan prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan
Kolaborasi
1. Kolaborasi penentuan dosis oksigen

4 Perfusi perifer tak efektif Setelah dilakukan asuhan keperawatan Perawatan Sirkulasi
berhubungan dengan selama 3x24 jam perfusi perifer Observasi
penurunan suplai O2 dan 1. Periksa sirkulasi perifer ( mis. Nadi perifer, edema,
nutrisi ke jaringan sekunder. meningkat dengan Kriteria Hasil: pengisian kapiler, warna, suhu)
1. Denyut nadi perifer meningkat 2. Monitor perubahan kulit
2. Warna kulit pucat menurun 3. Monitor panas, kemerahan, nhyeri atau bengkak
3. Kelemahan otot menurun 4. Identifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi
4. Pengisian kapiler membaik Terapeutik
5. Akral membaik 1. Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di area
6. Turgor kulit membaik keterbatasan perfusi
2. Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstremitas
dengan keterbatasan perfusi
3. Lakukan pencegahan infeksi
4. Lakukan perawatan kaki dan bahu
Edukasi
1. Anjurkan berhenti merokok
2. Anjurkan berolahraga rutin
3. Anjurkan menggunakan obat penurun tekanan darah,
antikoagulan, dan penurun kolestrerol, jika perlu
4. Anjurkan minum obat pengontrol tekanan darah secara
teratur
5. Anjurkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi ( mis.
Rendah lemak jenuh, minyak ikan omega 3)
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian kortikosteroid

Intoleransi aktivitas Manajemen Energi


5 berhubungan dengan Setelah diberikan asuhan keperawatan Observasi
keletihan anemia, retensi selama 3x… toleransi aktivitas 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang menyebabkan
produk sampah dan meningkat dengan kriteria hasil : kelelahan
prosedur dialysis. 1. Keluhan Lelah menurun 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
2. Frekuensi nadi dalam rentang 3. Monitor pola dan jam tidur
normal ( 60-100 kali/menit) Terapeutik
3. Frekuensi nafas membaik 1. Lakukan latihan rentang gerak pasif/ aktif
4. Saturasi oksigen meningkat 2. Sediakan lingkungan yang nyaman dan rendah stimulus
5. Dispnea saat beraktivitas dan ( mis. Cahaya, suara, kunjungan)
setelah beraktivitas menurun 3. Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
Edukasi
1. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
2. Anjurkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan
asupan makanan

Nausea berhubungan Manajemen mual


6 dengan gangguan metabolic, Setelah diberikan asuhan keperawatan Observasi
gangguan keseimbangan selama 3x…tingkat nausea menurun 1. Identifikasi pengalaman mual
asam basa dengan kriteria hasil : 2. Identifikasi faktor penyebab mual
1. Nafsu makan membaik 3. Monitor mual ( mis. Frekuensi, durasi, dan tingkat
2. Keluhan mual menurun keparahan)
3. Pucat membaik 4. Monitor asupan nutrisi dan kalori
4. Takikardi membaik (60-100 Terapeutik
kali/menit) 1. Kendalikan faktor lingkungan penyebab mual ( mis. Bau
tak sedap, suara, dan rangsanganm visual yang tidak
menyenangkan)
2. Kurangi atau hilangkan penyebab mual ( mis. Kecemasan,
ketakutan, kelelahan)
3. Berikan makanan dalam jumlah kecil dan menarik
Edukasi
1. Anjurkan istirahat dan tidur yang cukup.
2. Anjurkan sering membersihkan mulut kecuali jika
merangsang mual
3. Ajarkan penggunaan teknik non farmakologis untuk
mengurangi mual ( mis. Biofeedback, hipnosis, relaksasi,
terapi musik. Akupresur)
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian antiemetik, jika perlu

Resiko penurunan curah Perawatan Jantung


7 jantung berhubungan Setelah diberikan asuhan keperawatan Observasi
dengan ketidak seimbangan selama 3x….curah jantung meningkat 1. Identifikasi tanda dan gejala primer penurunan curah
cairan mempengaruhi dengan kriteria hasil: jantung ( mis. Dispnea, kelelahan)
sirkulasi, kerja miokardial 1. Kekuatan nadi perifer meningkat 2. Monitor tekanan darah
dan tahanan vaskuler 2. Dispnea menurun 3. Monitor intake dan output cairan
sistemik, gangguan 3. Takikardi menurun 4. Monitor saturasi oksigen
frekuensi, irama, konduksi 4. Tekanan darah membaik 5. Monitor EKG 12 sadapan
jantung (ketidak 5. Lelah menurun Terapeutik
seimbangan elektrolit 1. Posisikan pasien posisi semi fowler atau fowler dengan
kaki kebawah atau posisi nyaman
2. Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stress
3. Beikan diet jantung yang sesuai ( mis. Batasi asupan
kafein, natrium , kolesterol, dan makanan tinggi lemak)
4. Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen
> 94%
Edukasi
1. Ajarkan beraktivitas fisik sesuai toleransi
2. Ajarkan pasien dan keluarga mengukur intake dan output
cairan harian
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian aritmia, jika perlu

Gangguan integritas kulit/


jaringan berhubungan Setelah dilakukan asuhan keperawatan Perawatan Integritas Kulit
dengan gangguan metabolic, selama 3x….integritas kulit/ jaringan Observasi
8 edema, pruritus, kulit meningkat dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit ( mis.
kering. 1. Elastisitas kulit meningkat Perubahan sirkulasi, perubahan status nutrisi, penurunan
2. Hidrasi kulit meningkat kelembaban, suhu lingkungan ekstrim, penurunan mobilitas)
3. Suhu kulit membaik Terapeutik
4. Pigmentasi abnormal menurun 1. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
5. Perfusi jaringan membaik 2. Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang
3. Gunakan produk berbahan ringan / alami dan
hipoalergenik pada kulit sensitif
Edukasi
1. Anjurkan menggunakan pelembab
2. Anjurkan minum air yang cukup
3. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
4. Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya
5. Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem

Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen Nyeri


dengan peningkatan asam selama 3x….tingkat nyeri menurun Observasi
9 laktat, nyeri sendi dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
1. Keluhan nyeri menurun intensitas nyeri
2. Frekuensi nadi membaik 2. Identifikasi skala nyeri
3. Pola nafas membaik 3. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
4. Meringis menurun nyeri
5. Tekanan darah membaik Terapeutik
1. Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri ( mis. Hipnosis, akupresur,terapi musik, terapi pijat)
2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri ( mis.
Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
1. Jelaskan strategi meredakan nyeri
2. Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi nyeri
3. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik
D. IMPLEMENTASI
Implementasi keperawatan adalah melaksanakan intervensi keperawatan. Implementasi
merupakan komponen dari proses keperawatan yaitu kategori dari perilaku keperawatan
dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan kriteria hasil yang diperlukan
dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Implementasi mencakup melakukan
membantu dan mengarahkan kerja aktivitas kehidupan sehari-hari.Implementasi keperawatan
sesuai dengan intervensi yang telah dibuat.

E. EVALUASI
Evaluasi adalah sebagian yang direncanakan dan diperbandingkan yang sistematis
pada status kesehatan klien. Dengan mengukur perkembangan klien dalam mencapai
suatu tujuan. Evaluasi ini dilakukan dengan menggunakan format evaluasi SOAP
meliputi data subyektif, data obyektif, data analisa dan data perencanaan (Nursalam,
2009).

No Dx Evaluasi
S     : Subjective (Data dari pasien sendiri)
O    : Objective (Data dari observasi)
A    : Assesment (Masalah sudah teratasi apa belum)
P     : Planning (Rencana yang akan dilakukan)
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC


Doengoes, M.E, Moorhouse, M.F & Geissler, A.C. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan
(Terjemahan) Edisi 3. Jakarta : EGC.
Infodatin. 2017. Situasi Penyakit Ginjal Kronis. Jakarta Selatan: Kemenkes RI
Nahas, Meguid El & Adeera Levin. 2010. Chronic Kidney Disease: A Practical Guide to
Understanding and Management. USA : Oxford University Press.
Price, Sylvia A. & Lorraine M. Wilson. 2012. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta : EGC
Price, Sylvia A and Willson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
penyakit, Edisi empat, EGC, Jakarta
PSIK FK-UGM, 2006. Asuhan Keperawatan pada Pasien CKD. Yogyakarta: PSIK FK-UGM
Smeltzer, S. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Volume 2
Edisi 8. Jakarta : EGC.
Smeltzer, S. 2009. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Volume 2
Edisi 8. Jakarta : EGC.
Sudoyo. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Black, Joyce M. & Jane Hokanson Hawks. Medical Surgical Nursing Clinical Management
for Positive Outcome Seventh Edition. China : Elsevier inc. 2015
Nahas, Meguid El & Adeera Levin. Chronic Kidney Disease: A Practical Guide to
Understanding and Management. USA : Oxford University Press. 2015
Smeltzer, S. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Volume 2 Edisi
8. Jakarta : EGC. 2013
Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2013

Anda mungkin juga menyukai