OLEH :
KELOMPOK V KELAS B15 A
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas berkat rahmat dan
kasihnya penyusun dapat menyelesaikan makalah “Laporan Pendahuluan dan
Asuhan Keperawatan Chronic Kidney Disease” untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Keperawatan Dewasa Sistem Endokrin, Pencernaan, Perkemihan dan
Imunologi.
Penyusun menyadari masih banyak kekurangan dan hal-hal yang belum
sempurna pada makalah ini. Oleh karena itu penyusun mohon maaf, serta kritik dan
saran yang sifatnya membangun sangat penyusun harapkan.
Akhirnya penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu penyusunan makalah ini dan besar harapan penyusun semoga
makalah ini memberikan manfaat dan menambah pengetahuan.
Penyusun
LAPORAN PENDAHULUAN
CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)
1. Anatomi ginjal
Saluran kemih terdiri dari ginjal yang terus menerus menghasilkan
urin, dan berbagai saluran reservoir yang dibutuhkan untuk membawa
urin keluar tubuh. Ginjal merupakan organ berbentuk seperti kacang yang
terletak di kedua sisi columna vertebralis (Price dan Wilson, 2012). Dua
ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, di luar rongga
peritoneum. Setiap ginjal pada orang dewasa beratnya kira-kira 150
gram. Sisi medial setiap ginjal merupakan daerah lekukan yang
disebut hilum tempat lewatnya arteri dan vena renalis, cairan limfatik,
suplai saraf, dan ureter yang membawa urin akhir dari ginjal ke
kandung kemih, tempat urin disimpan hingga dikeluarkan. Ginjal
dilingkupi oleh kapsul fibrosa yang keras untuk melindungi struktur
dalamnya yang rapuh. Jika ginjal dibagi dua dari atas ke bawah, dua
daerah utama yang dapat digambarkan yaitu korteks di bagian luar
dan medulla di bagian dalam. Medula ginjal terbagi menjadi
beberapa massa jaringan berbentuk kerucut yang disebut piramida
ginjal. Dasar dari setiap piramida dimulai pada perbatasan antara
korteks dan medula serta berakhir di papila, yang menonjol ke dalam
ruang pelvis ginjal, yaitu sambungan dari ujung ureter bagian atas
yang berbentuk corong. Batas luar pelvis terbagi menjadi kantong-
kantong dengan ujung terbuka yang disebut kalises mayor, yang meluas
ke bawah dan terbagi menjadi kalises minor, yang mengumpulkan urin
dari tubulus setiap papila. Dinding kalises, pelvis, dan ureter terdiri
dari elemen-elemen kontraktil yang mendorong urin menuju
kandung kemih, tempat urin disimpan sampai dikeluarkan. Masing-
masing ginjal manusia terdiri dari kurang lebih 1 juta nefron,
masing-masing mampu membentuk urin. Setiap nefron terdiri dari:
glomerulus (sekumpulan kapiler glomerulus) yang dilalui sejumlah
besar cairan yang difiltrasi dari darah. Kapiler glomerulus dilapisi
oleh sel-sel epitel dan keseluruhan glomerulus dibungkus dalam
Kapsula Bowman dan tubulus yang panjang tempat cairan hasil filtrasi
diubah menjadi urin dalam perjalanannya menuju pelvis ginjal. Berikut
bagian – bagian ginjal yang dapat dijabarkan :
a. Glomerulus
Glomerulus merupakan anyaman pembuluh darah kapiler,
yang merupakan cabang dari arteriol aferen. Glomerulus berupa suatu
ruang yang dibungkus oleh Kapsul tipis berupa kapsula Bowman yang
dimasuki oleh pembuluh darah kapiler yang berisi darah kotor untuk
dicuci diruang ini.
b. Kapsula Bowman
Kapsula Bowman merupakan epitel berdinding ganda. Lapisan
luar kapsula Bowman terdiri atas epitel selapis gepeng, dan lapisan dalam
tersusun atas sel-sel khusus yang disebut podosit (sel kaki) yang letaknya
meliputi kapiler glomerulus. Antara kedua lapisan tersebut terbentuk
rongga kapsul Bowman. Sel-sel podosit, membrana basalis, dan sel-sel
endotel kapiler membentuk lapisan (membran) filtrasi yang berlubang-
lubang yang memisahkan darah yang terdapat dalam kapiler dengan
ruang kapsuler.
c. Korpuskula Ginjal
Kesatuan antara glomelurus dengan kapsula Bowman
membentuk korpuskula renalis (disebut juga badan Malphigi). Korpuskula
renalis berlanjut menjadi tubulus kontortus proksimal. Setiap korpuskula
mengandung gulungan kapiler darah yang disebut glomerulus yang berada
dalam kapsula Bowman.
d. Tubulus Convulatus Proksimal ( TCP)
Tubulus convulatus proksimal merupakan saluran panjang
yang berkelok-kelok mulai pada korpuskula renalis berlanjut menjadi
lengkung Henle (loop of Henle). Tubulus kontortus proksimal (TKP) biasa
ditemukan pada potongan melintang korteks. TKP dibatasi oleh epitel kubus
selapis dengan apeks sel menghadap lumen tubulus memiliki banyak
mikrofili membentuk brush border. Permukaan mikrovili brush border
berperan membantu reabsorbsi berbagai zat yang terdapat dalam cairan
ultrafiltrat.
e. Loop of Henle ( Lengkung Henle)
Lengkung henle merupakan bagian lanjutan dari tubulus
proksimal yang bermuara di tubulus distal. juga berfungsi menjaga gradien
osmotik dalam pertukaran lawan arus yang digunakan untuk filtrasi.
f. Tubulus Convulatus Distal ( TCD)
Tubulus kontortus distal yang merupakan nefron terminal. Di
tubulus kontortus distal, terjadi pertukaran ion. Bila aldosteron bekerja,
natrium direabsorbsi dan ion kalium diekskresi oleh tubulus kontortus
proksimal yang merupakan tempat mekanisme pengawasan garam total dan
air.
g. Aparatus Jukstaglomerulus
Dekat dengan badan ginjal, tunika media ateriol aferen
mengalami modifikasi dan terdiri atas sel-sel yang mempunyai bentuk seperti
sel-sel epiteloid, bukan otot polos seperti lazimnya arteriol.
Terdapat sel-sel yang dinamakan sel jukstaglomelurus yang
mempunyai inti seperti rokok dan sitoplasmanya berwarna gelap yang
dipenuhi dengan granula. Sel-sel jukstaglomelurus berfungsi menghasilkan
enzim renin. Renin berperan mengubah protein plasma yang dinamakan
angiotensinogen menjadi angiotensin I.
2. Fungsi Ginjal
a. Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau
racun,
b. Mempertahankan keseimbangan cairan tubuh,
c. Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan
tubuh,
d. Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum,
kreatinin dan amoniak.
e. Mengaktifkan vitamin D untuk memelihara kesehatan tulang.
f. Produksi hormon yang mengontrol tekanan darah.
g. Produksi Hormon Erythropoietin yang membantu pembuatan sel darah
merah.
Tahap - Tahap Pembentukan Urine adalah sebagai berikut:
1. Filtrasi Glomerular
Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma pada glomerulus,
seperti kapiler tubuh lainnya, kapiler glumerulus secara relatif bersifat
impermiabel terhadap protein plasma yang besar dan cukup permabel
terhadap air dan larutan yang lebih kecil seperti elektrolit, asam amino,
glukosa, dan sisa nitrogen. Aliran darah ginjal (RBF = Renal Blood
Flow) adalah sekitar 25% dari curah jantung atau sekitar 1200 ml/menit.
Sekitar seperlima dari plasma atau sekitar 125 ml/menit dialirkan melalui
glomerulus ke kapsula bowman. Ini dikenal dengan laju filtrasi
glomerulus (GFR = Glomerular Filtration Rate). Gerakan masuk ke
kapsula bowman’s disebut filtrat. Tekanan filtrasi berasal dari perbedaan
tekanan yang terdapat antara kapiler glomerulus dan kapsula bowman’s,
tekanan hidrostatik darah dalam kapiler glomerulus mempermudah
filtrasi dan kekuatan ini dilawan oleh tekanan hidrostatik filtrat dalam
kapsula bowman’s serta tekanan osmotik koloid darah. Filtrasi
glomerulus tidak hanya dipengaruhi oleh tekanan-tekanan koloid diatas
namun juga permeabilitas dinding kapiler.
Gambar 1.3 Anatomi Glomerolus
2. Reabsorpsi
Zat-zat yang difilltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu : non elektrolit,
elektrolit dan air. Setelah filtrasi langkah kedua adalah reabsorpsi selektif
zat-zat tersebut kembali lagi zat-zat yang sudah difiltrasi.
3. Sekresi
Sekresi tubular melibatkan transfor aktif molekul-molekul dari aliran
darah melalui tubulus kedalam filtrat. Banyak substansi yang disekresi
tidak terjadi secara alamiah dalam tubuh (misalnya penisilin). Substansi
yang secara alamiah terjadi dalam tubuh termasuk asam urat dan kalium
serta ion-ion hidrogen. Pada tubulus distalis, transfor aktif natrium sistem
carier yang juga telibat dalam sekresi hidrogen dan ion-ion kalium
tubular. Dalam hubungan ini, tiap kali carier membawa natrium keluar
dari cairan tubular, cariernya bisa hidrogen atau ion kalium kedalam
cairan tubular “perjalanannya kembali” jadi, untuk setiap ion natrium
yang diabsorpsi, hidrogen atau kalium harus disekresi dan
sebaliknya.Pilihan kation yang akan disekresi tergantung pada
konsentrasi cairan ekstratubular (CES) dari ion-ion ini (hidrogen dan
kalium).Pengetahuan tentang pertukaran kation dalam tubulus distalis ini
membantu kita memahami beberapa hubungan yang dimiliki elektrolit
dengan lainnya. Sebagai contoh, kita dapat mengerti mengapa bloker
aldosteron dapat menyebabkan hiperkalemia atau mengapa pada awalnya
dapat terjadi penurunan kalium plasma ketika asidosis berat dikoreksi
secara theurapeutik.
C. KLASIFIKASI
Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju
Filtration Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73m 2
dengan rumus Kockroft – Gault sebagai berikut :
Sumber : Sudoyo, 2013 Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta : FKUI
D. ETIOLOGI
F. KOMPLIKASI
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami
beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Suwitra (2014) antara lain
adalah :
1. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme, dan
masukan diit berlebih.
2. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium
serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan
kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik.
6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.
G. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk
glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa
nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume
filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan
penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk
berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut
menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis
osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang
rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik
dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul
gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang
80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin
clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang
normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi
uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan
produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia
membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2002 ).
Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi tiga
stadium yaitu:
a. Stadium 1 (penurunan cadangan ginjal)
Ditandai dengan kreatinin serum dan kadar Blood Ureum Nitrogen
(BUN) normal dan penderita asimtomatik.
b. Stadium 2 (insufisiensi ginjal)
Lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (Glomerulo filtration
Rate besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini Blood Ureum Nitrogen
mulai meningkat diatas normal, kadar kreatinin serum mulai meningklat
melabihi kadar normal, azotemia ringan, timbul nokturia dan poliuri.
c. Stadium 3 (Gagal ginjal stadium akhir / uremia)
Timbul apabila 90% massa nefron telah hancur, nilai glomerulo filtration
rate 10% dari normal, kreatinin klirens 5-10 ml permenit atau kurang.
Pada tahap ini kreatinin serum dan kadar blood ureum nitrgen meningkat
sangat mencolok dan timbul oliguri.
H. PATHWAY
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal.
1. Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan
adanya massa kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagianatas.
2. Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan
untuk diagnosis histologis.
3. Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
4. EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan
asam basa.
b. Foto Polos Abdomen
Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau obstruksi lain.
c. Pielografi Intravena
Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan faal ginjal
pada usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat.
d. USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal , anatomi sistem
pelviokalises, dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi
sistem pelviokalises dan ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.
e. Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri , lokasi gangguan (vaskuler, parenkhim)
serta sisa fungsi ginjal
f. Pemeriksaan Radiologi Jantung
Mencari adanya kardiomegali, efusi perikarditis
g. Pemeriksaan radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi (terutama pada falangks /jari) kalsifikasi metatastik
h. Pemeriksaan radiologi Paru
Mencari uremik lung yang disebabkan karena bendungan.
i. Pemeriksaan Pielografi Retrograde
Dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang reversible
j. EKG
Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia)
k. Biopsi Ginjal
dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal kronis atau
perlu untuk mengetahui etiologinya.
l. Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal ginjal
1) Laju endap darah
2) Urin
Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine tidak ada
(anuria).
Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh pus /
nanah, bakteri, lemak, partikel koloid,fosfat, sedimen kotor, warna
kecoklatan menunjukkan adanya darah, miglobin, dan porfirin.
Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat).
Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular,
amrasio urine / ureum sering 1:1.
3) Ureum dan Kreatinin
Ureum:
Kreatinin: Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10 mg/dL
diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5).
4) Hiponatremia
5) Hiperkalemia
6) Hipokalsemia dan hiperfosfatemia
7) Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia
8) Gula darah tinggi
9) Hipertrigliserida
10) Asidosis metabolik
J. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama penatalaksanaan pasien GGK adalah untuk mempertahankan
fungsi ginjal yang tersisa dan homeostasis tubuh selama mungkin serta
mencegah atau mengobati komplikasi (Smeltzer, 2013). Terapi konservatif tidak
dapat mengobati GGK namun dapat memperlambat progres dari penyakit ini
karena yang dibutuhkan adalah terapi penggantian ginjal baik dengan dialisis
atau transplantasi ginjal.
Lima sasaran dalam manajemen medis GGK meliputi :
1. Untuk memelihara fungsi renal dan menunda dialisis dengan cara mengontrol
proses penyakit melalui kontrol tekanan darah (diet, kontrol berat badan dan
obat-obatan) dan mengurangi intake protein (pembatasan protein, menjaga
intake protein sehari-hari dengan nilai biologik tinggi < 50 gr), dan
katabolisme (menyediakan kalori nonprotein yang adekuat untuk mencegah
atau mengurangi katabolisme)
2. Mengurangi manifestasi ekstra renal seperti pruritus , neurologik, perubahan
hematologi, penyakit kardiovaskuler;
3. Meningkatkan kimiawi tubuh melalui dialisis, obat-obatan dan diet;
4. Mempromosikan kualitas hidup pasien dan anggota keluarga
(Black & Hawks, 2015)
Penatalaksanaan konservatif dihentikan bila pasien sudah memerlukan
dialisi tetap atau transplantasi. Pada tahap ini biasanya GFR sekitar 5-10 ml/mnt.
Dialisis juga diiperlukan bila :
Asidosis metabolik yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
Hiperkalemia yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
Overload cairan (edema paru)
Ensefalopati uremic, penurunan kesadaran
Efusi perikardial
Sindrom uremia ( mual,muntah, anoreksia, neuropati) yang memburuk.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hipervolemia berhubungan dengan penurunan haluran urin dan retensi cairan
dan natrium.
2. Gangguan peertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi
perfusi, perubahan membrane alveolus kapiler.
3. Defisit nutrisi berhubungan dengan anoreksia mual muntah.
4. Perfusi perifer tak efektif berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan
nutrisi ke jaringan sekunder.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialysis.
6. Nausea berhubungan dengan gangguan metabolic, gangguan keseimbangan
asam basa
7. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidak seimbangan
cairan mempengaruhi sirkulasi, kerja miokardial dan tahanan vaskuler sistemik,
gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung (ketidak seimbangan elektrolit
8. Gangguan integritas kulit/ jaringan berhubungan dengan gangguan
metabolic, edema, pruritus, kulit kering.
9. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan asam laktat, nyeri sendi
C. Rencana Asuhan Keperawatan
4 Perfusi perifer tak efektif Setelah dilakukan asuhan keperawatan Perawatan Sirkulasi
berhubungan dengan selama 3x24 jam perfusi perifer Observasi
penurunan suplai O2 dan 1. Periksa sirkulasi perifer ( mis. Nadi perifer, edema,
nutrisi ke jaringan sekunder. meningkat dengan Kriteria Hasil: pengisian kapiler, warna, suhu)
1. Denyut nadi perifer meningkat 2. Monitor perubahan kulit
2. Warna kulit pucat menurun 3. Monitor panas, kemerahan, nhyeri atau bengkak
3. Kelemahan otot menurun 4. Identifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi
4. Pengisian kapiler membaik Terapeutik
5. Akral membaik 1. Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di area
6. Turgor kulit membaik keterbatasan perfusi
2. Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstremitas
dengan keterbatasan perfusi
3. Lakukan pencegahan infeksi
4. Lakukan perawatan kaki dan bahu
Edukasi
1. Anjurkan berhenti merokok
2. Anjurkan berolahraga rutin
3. Anjurkan menggunakan obat penurun tekanan darah,
antikoagulan, dan penurun kolestrerol, jika perlu
4. Anjurkan minum obat pengontrol tekanan darah secara
teratur
5. Anjurkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi ( mis.
Rendah lemak jenuh, minyak ikan omega 3)
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian kortikosteroid
E. EVALUASI
Evaluasi adalah sebagian yang direncanakan dan diperbandingkan yang sistematis
pada status kesehatan klien. Dengan mengukur perkembangan klien dalam mencapai
suatu tujuan. Evaluasi ini dilakukan dengan menggunakan format evaluasi SOAP
meliputi data subyektif, data obyektif, data analisa dan data perencanaan (Nursalam,
2009).
No Dx Evaluasi
S : Subjective (Data dari pasien sendiri)
O : Objective (Data dari observasi)
A : Assesment (Masalah sudah teratasi apa belum)
P : Planning (Rencana yang akan dilakukan)
DAFTAR PUSTAKA