Anda di halaman 1dari 27

CKD DAN UROLITHIASIS

OLEH :

KELOMPOK 4

1. I Made Sujana Yasa (18.321.2835)

2. Ni Made Maria Sari (18.321.2848)

3. Ni Putu Ary Manilawati (18.321.2853)

4. Ni Wayan Eka Subpremagni (18.321.2859)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA PPNI BALI

TAHUN AJARAN 2020/2021


KATA PENGANTAR

            Puji syukur kami panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, Karena berkat
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “CKD DAN
UROLITHIASIS”.           

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu. Makalah ini jauh dari
kata sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan makalah ini.

            Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat
untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Denpasar, 2 Maret 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………..i
DAFTAR ISI................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG………………………………………………………...1
1.2 RUMUSAN MASALAH……………………………………………………...2
1.3 TUJUAN………………………………………………………………………2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 CKD
2.1.1 DEFINISI CKD…………………………………………………………3
2.1.2 ETIOLOGI CKD………………………………………………………..3
2.1.3 PATOFISIOLOGI CKD………………………………………………...4
2.1.4 PATHWAY CKD……………………………………………………….6
2.1.5 MANIFESTASI KLINIS………………………………………………..7
2.1.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG……………………………………….8
2.1.7 PENATALAKSANAAN CKD…………………………………………9
2.1.8 DIAGNOSA KEPERAWATAN………………………………………..9
2.2 UROLITHIASIS
2.2.1 DEFINISI UROLITHIASIS…………………………………………...11
2.2.2 ETIOLOGI……………………………………………………………..11
2.2.3 MANIFESTASI KLINIS………………………………………………15
2.2.4 PATOFISIOLOGI……………………………………………………..16
2.2.5 PATHWAY……………………………………………………………17
2.2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG……………………………………...18
2.2.7 PENALAKSANAAN MEDIS…………………………………………18
2.2.8 DIAGNOSA KEPERAWATAN………………………………………21
BAB III PENUTUP  
3.1 KESIMPULAN………………………………………………………………22
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit ginjal kronis (CKD) merupakan masalah kesehatan masyarakat di


seluruh dunia dan sekarang dikenal sebagai kondisi umum yang dikaitkan dengan
peningkatan risiko penyakit jantung dan gagal ginjal kronis (CRF).

Gagal ginjal biasanya dibagi menjadi dua kategori yang luas yakni kronik dan akut.
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagl ginjal yang progresif dan lambat
(biasanya berlangsung beberapa tahun), sebaliknya gagal ginjal akut terjadi dalam
beberapa hari atau beberapa minggu. Pada kedua kasus tersebut, ginjal kehilangan
kemampuannya untuk mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dalam
keadaan asupan makanan normal. Meskipun ketidakmampuan fungsional terminal
sama pada kedua jenis gagal ginjal ini, tetapi gagal ginjal akut mempunyai gambaran
khas dan akan dibahas secara terpisah.

Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak massa
nefron ginjal. Sebagian besar penyakit ini merupakan penyakit parenkim ginjal difus
dan bilateral, meskipun lesi obstruktif pada traktus urinarius juga dapat menyebabkan
gagal ginjal kronik. Pada awalnya, beberapa penyakit ginjal terutama menyerang
glomerulus (glomerulonefritis), sedangkan jenis yang lain terutama menyerang tubuls
ginjal (pielonefritis atau penyakit polikistik ginajl) atau dapat juga mengganggu
perfusi darah pada parenkim ginjal (nefrosklerosis). Namun, bila proses penyakit
tidak dihambat, maka pada semua kasus seluruh nefron akhirnya hancur dan diganti
dengan jaringan parut.

Meskipun penyebabnya banyak, manifestasi klinis gagal ginjal kronik sangat mirip
satu sama lain karena gagal ginjal progresif dapat didefinisikan secara sederhana

1
sebagai defisiensi jumlah total nefron yang berfungsi dan kombinasi gangguan yang
tidak pasti tidak dapat dihindari lagi.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian ckd dan urolithiasis?

2. Bagaimana etiologi ckd dan urolithiasis?

3. Bagaimana manifestasi klinis ckd dan urolithiasis?

4. Bagaimana patofisiologi ckd dan urolithiasis?

5. Bagaimana pathway ckd dan urolithiasis ?

6. Bagaimana pemeriksaan penunjang ckd dan urolithiasis?

7. Bagaimana penatalaksaan medis ckd dan urolithiasis?

8. Bagaimana diagnosa keperawatan ckd dan urolithiasis?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian ckd dan urolithiasis

2. Untuk mengetahui etiologi ckd dan urolithiasis

3. Untuk mengetahui manifestasi klinis ckd dan urolithiasis

4. Untuk mengetahui patofisiologi ckd dan urolithiasis

5. Untuk mengetahui pathway ckd dan urolithiasis

6. Untuk pemeriksaan penunjang ckd dan urolithiasis

7. Untuk penatalaksaan medis ckd dan urolithiasis

8. Untuk mengetahui diagnosa keperawatan ckd dan urolithiasis

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 CKD
2.1.1 DEFINISI

Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan


sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan
glomerulus filtration rate (GFR) (Nahas & Levin,2010)

Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan
fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,menyebabkan
uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah).  (Brunner & Suddarth,
2001; 1448)

CKD atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal
mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif, irreversibel, dan samar
(insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan metabolisme,
cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi uremia atau azotemia (Smeltzer,
2009)

2.1.2 ETIOLOGI

1. Infeksi saluran kemih (pielonefritis kronis)

2. Penyakit peradangan (glomerulonefritis)

3. Penyakit vaskuler hipertensif (nefrosklerosis, stenosis arteri renalis)

4. Gangguan jaringan penyambung (lupus eritematosus sistemik, poliarteritis


nodusa, sklerosis sitemik progresif)

3
5. Penyakit kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus
ginjal)

6. Penyakit metabolik (DM, gout, hiperparatiroidisme)

7. Nefropati toksikmisalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbal.

8. Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma,


fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat,
striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.

2.1.3 PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk
glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa
nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume
filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan
penurunan GFR / daya saring.Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk
berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak.Beban bahan yang harus dilarut
menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis
osmotik disertai poliuri dan haus.Selanjutnya karena jumlah nefron yang
rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa.Titik
dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul
gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang
80% - 90%.Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin
clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.( Barbara C Long, ,
368). Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang
normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah.Terjadi
uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan
produk sampah maka gejala akan semakin berat.

4
Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 1448).
Klasifikasi
Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium :

 Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin serum


normal dan penderita asimptomatik.

 Stadium 2 : insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 % jaringan telah rusak,


Blood Urea Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum meningkat.

 Stadium 3 : gagal ginjal stadium akhir atau uremia.

 K/DOQI merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan stadium dari


tingkat penurunan LFG :

 Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan


LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2

 Stadium 2   : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara
60-89 mL/menit/1,73 m2

 Stadium 3    : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2

 Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2

 Stadium5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2 atau gagal


ginjal terminal.

Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance


Creatinin Test ) dapat digunakan dengan rumus : Clearance creatinin ( ml/
menit ) = (( 140-umur ) x berat badan ( kg )) / ( 72 x creatini serum )

5
2.1.4 PATHWAYS

6
2.1.5 MANIFESTASI KLINIK
1. Kardiovaskuler

 Hipertensi, gagal jantung kongestif, udema pulmoner, perikarditis

 Pitting edema (kaki, tangan, sacrum), edema periorbital

 Friction rub pericardial, pembesaran vena leher

2. Dermatologi

 Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering bersisik

 Pruritus, ekimosis

 Kuku tipis dan rapuh

 Rambut tipis dan kasar

3. Pulmoner

 Krekels, Sputum kental dan liat

 Pernafasan kusmaul

4. Gastrointestinal

 Anoreksia, mual, muntah, cegukan

 Nafas berbau ammonia

 Ulserasi dan perdarahan mulut

 Konstipasi dan diare

 Perdarahan saluran cerna

5. Neurologi

7
 Tidak mampu konsentrasi

 Kelemahan dan keletihan

 Konfusi/ perubahan tingkat kesadaran

 Disorientasi

 Kejang, Rasa panas pada telapak kaki

 Perubahan perilaku

6. Muskuloskeletal

 Kram otot, kekuatan otot hilang

 Kelemahan pada tungkai

 Fraktur tulang, foot drop

7. Reproduktif : amenore, atrofi testekuler


 (Smeltzer & Bare, 2001)

2.1.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Laboratorium

o Laboratorium darah : BUN, Kreatinin, elektrolit (Na, K, Ca,


Phospat), Hematologi (Hb, trombosit, Ht, Leukosit), protein,
antibody (kehilangan protein dan immunoglobulin) 

o Pemeriksaan Urin : Warna, PH, BJ, kekeruhan, volume, glukosa,


protein, sedimen, SDM, keton, SDP, TKK/CCT

2. Pemeriksaan EKG : Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda


perikarditis, aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia)

8
3. Pemeriksaan USG : Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal,
kepadatan parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter
proksimal, kandung kemih serta prostate

4. Pemeriksaan Radiologi : Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde


Pyelography, Renal Aretriografi dan Venografi, CT Scan, MRI, Renal
Biopsi, pemeriksaan rontgen dada, pemeriksaan rontgen tulang, foto polos
abdomen

2.1.7 PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan terhadap CKD meliputi :

1. Restriksi konsumsi cairan, protein, dan fosfat.

2. Obat-obatan : diuretik untuk meningkatkan urinasi; alumunium hidroksida


untuk terapi hiperfosfatemia; anti hipertensi untuk terapi hipertensi serta
diberi obat yang dapat menstimulasi produksi RBC seperti epoetin alfa bila
terjadi anemia.

3. Dialisis

4. Transplantasi ginjal

2.1.8 DIAGNOSA KEPERAWATAN

Menurut Doengoes (1999) dan Lynda Juall (2000), diagnosa keperawatan


yang muncul pada pasien CKD adalah:

1. Penurunan curah jantung

2. Kelebihan volume cairan

9
3. Resiko gangguan nutrisi

4. Gangguan pertukaran gas

5. Gangguan integritas kulit

6. Intoleransi aktivitas

7. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan tindakan medis

10
2.2 Urolithiasis
2.2.1 Definisi 
Batu saluran kemih adalah suatu keadaan terjadinya penumpukan
oksalat, calculi (batu ginjal) pada ureter atau pada daerah ginjal. Ureterolithiasis
terjadi bila batu ada di dalam saluran perkemihan.  Batu itu sendiri disebut
calculi. Pembentukan batu mulai dengan kristal yang terperangkap di suatu
tempat sepanjang saluran perkemihan yang tumbuh sebagai pencetus larutan
urin. Calculi bervariasi dalam ukuran dan dari fokus mikroskopik sampai
beberapa centimeter dalam diameter cukup besar untuk masuk dalam pelvis
ginjal. Gejala rasa sakit yang berlebihan pada pinggang, nausea, muntah,
demam, hematuria. Urine berwarna keruh seperti teh atau merah. (Brunner and
Suddarth, 2002).
Batu Saluran Kemih  adalah benda zat padat yang dibentuk oleh presipitasi
berbagai zat terlarut dalam urine pada saluran kemih. Batu dapat berasal dari
kalsium oksalat (60%), fosfat sebagai campuran kalsium, amonium, dan
magnesium fosfat (batu tripel fosfat akibat infeksi) (30%), asam urat (5%), dan
sistin (1%).( Pierce A. Grace & Neil R. Borley 2006).
Batu saluran kemih adalah Kristal padat dari larutan mineral urine, biasa
ditemukan di dalam ginjal atau ureter. Penyakit ini dikenal juga dengan
sebutan nephrolithiasis, urolithiasis, atau renal calculi.

2.2.2   Etiologi
Terbentuknya batu secara garis besar dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan faktor
ekstrinsik.
1)      Faktor Intrinsik
Faktor intrinsik adalah faktor yang berasal dari dalam individu sendiri. Termasuk
faktor intrinsik adalah umur, jenis kelamin, keturunan, riwayat keluarga.
a.    Heriditer/ Keturunan

11
Salah satu penyebab batu ginjal adalah faktor keturunan misalnya Asidosis
tubulus ginjal (ATG). ATG menunjukkan suatu gangguan ekskresi H+ dari
tubulus ginjal atau kehilangan HCO3 dalam air kemih, akibatnya timbul asidosis
metabolic. Riwayat batu saluran kemih bersifat keturunan, menyerang beberapa
orang dalam satu keluarga. Penyakit-penyakit heriditer yang menyebabkan batu
saluran kemih antara lain:
1. Dent’s disease yaitu terjadinya peningkatan 1,25 dehidroksi vitamin D
sehingga penyerapan kalsium di usus meningkat, akibat hiperkalsiuria,
proteinuria, glikosuria, aminoasiduria dan fosfaturia yang akhirnya
mengakibatkan batu kalsium oksalat dan gagal ginjal.
2. Sindroma Barter, pada keadaan ini terjadi poliuria, berat jenis air kemih
rendah hiperkalsiuria dan nefrokalsinosis.

b.    Umur
Batu saluran kemih banyak terdapat pada golongan umur 30-60 tahun.
c.    Jenis kelamin
Kejadian batu saluran kemih berbeda antara laki-laki dan wanita. Pada laki-
laki lebih sering terjadi dibanding wanita 3:1. Khusus di Indonesia angka
kejadian batu saluran kemih yang sesuangguhnya belum diketahui, tetapi
diperkirakan paling tidak terdapat 170.000 kasus baru per tahun. Serum
testosteron menghasilkan peningkatan produksi oksalat endogen oleh hati.
Rendahnya serum testosteron pada wanita dan anak-anak menyebabkan
rendahnya kejadan batu saluran kemih pada wanita dan anak-anak.
2)      Faktor Ekstrinsik
Faktor ekstrinsik adalah faktor yang berasal dari lingkungan luar individu
seperti geografi, iklim, serta gaya hidup seseorang.
a.    Geografi

12
Prevalensi batu saluran kemih tinggi pada mereka yang tinggal di daerah
pegunungan, bukit atau daerah tropis. Letak geografi menyebabkan perbedaan insiden
batu saluran kemih di suatu tempat dengan tempat yang lain. Faktor geografi
mewakili salah satu aspek lingkungan seperti kebiasaan makan di suatu daerah,
temperatur, kelembaban yang sangat menentukan faktor intrinsik yang menjadi
predisposisi batu saluran kemih.
b.        Faktor Iklim dan cuaca
Faktor iklim dan cuaca tidak berpengaruh secara langsung namun ditemukan
tingginya batu saluran kemih pada lingkungan bersuhu tinggi. Selama musim panas
banyak ditemukan batu saluran kemih. Temperatur yang tinggi akan meningkatkan
keringat dan meningkatkan konsentrasi air kemih. Konsentrasi air kemih yang
meningkat akan meningkatkan pembentukan kristal air kemih. Pada orang yang
mempunyai kadar asam urat tinggi akan lebih berisiko terhadap batu saluran kemih
c.         Jumlah air yang diminum
Dua faktor yang berhubungan dengan kejadian batu saluran kemih adalah
jumlah air yang diminum dan kandungan mineral yang berada di dalam air minum
tersebut. Pembentukan batu juga dipengaruhi oleh faktor hidrasi. Pada orang dengan
dehidrasi kronik dan asupan cairan kurang memiliki risiko tinggi terkena batu saluran
kemih. Dehidrasi kronik menaikkan gravitasi air kemih dan saturasi asam urat
sehingga terjadi penurunan pH air kemih. Pengenceran air kemih dengan banyak
minum menyebabkan peningkatan koefisien ion aktif setara dengan proses kristalisasi
air kemih. Banyaknya air yang diminum akan mengurangi rata-rata umur
kristal pembentuk batu saluran kemih dan mengeluarkan komponen tersebut dalam
air kemih.

d.        Diet/Pola makan
Diperkirakan diet sebagai faktor penyebab terbesar terjadinya batu
saluran kemih. Diet berbagai makanan dan minuman mempengaruhi tinggi

13
rendahnya jumlah air kemih dan substansi pembentukan batu yang berefek signifikan
dalam terjadinya batu saluran kemih.
e.          Jenis pekerjaan
Kejadian batu saluran kemih lebih banyak terjadi pada pegawai administrasi
dan orang-orang yang banyak duduk dalam melakukan pekerjaannya karena
mengganggu proses metabolisme tubuh1.
f.     Stres
Diketahui pada orang-orang yang menderita stres jangka panjang, dapat
meningkatkan kemungkinan terjadinya batu saluran kemih. Secara pasti mengapa
stres dapat menimbulkan batu saluran kemih belum dapat ditentukan secara pasti.
Tetapi, diketahui bahwa orang-orang yang stres dapat mengalami hipertensi, daya
tahan tubuh rendah, dan kekacauan metabolisme yang memungkinkan kenaikan
terjadinya batu saluran kemih.
g.    Olah raga
Secara khusus penelitian untuk mengetahui hubungan antara olah raga dan
kemungkinan timbul batu belum ada, tetapi memang telah terbukti batu saluran
kemih jarang terjadi pada orang yang bekerja secara fisik dibanding orang yang
bekerja di kantor dengan banyak duduk.
h.     Kegemukan (Obesitas)
Obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan peningkatan lemak tubuh baik
diseluruh tubuh maupun di bagian tertentu. Pada penelitian kasus batu kalsium
oksalat yang idiopatik didapatkan 59,2% terkena kegemukan. Hal ini disebabkan
pada orang yang gemuk pH air kemih turun, kadar asam urat, oksalat dan kalsium
naik
i.      Kebiasaan menahan buang air kemih
Kebiasaan menahan buang air kemih akan menimbulkan stasis air kemih yang
dapat berakibat timbulnya Infeksi Saluran Kemih (ISK). ISK yang disebabkan kuman
pemecah urea sangat mudah menimbulkan jenis batu struvit. Selain itu dengan
adanya stasis air kemih maka dapat terjadi pengendapan kristal.

14
j.      Tinggi rendahnya pH air kemih
Hal lain yang berpengaruh terhadap pembentukan batu adalah pH air kemih
( pH 5,2 pada batu kalsium oksalat)

2.2.3   Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis penyakit batu saluran kemih bergantung pada adanya
obstruksi, infeksi, dan edema. Ketika batu menghambat aliran urine, terjadi obstruksi
yang dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi
piala ginjal serta ureter proksimal. Namun, beberapa batu jika ada gejala tetapi hanya
sedikit dan secara perlahan akan merusak inti fungsional (nefron) ginjal, dan gejala
lainnya adalah nyeri yang luar biasa (kolik). Gejala klinis dari batu saluran kemih
yang dapat dirasakan adalah :
1.         Rasa Nyeri
Lokasi rasa nyeri tergantung dari letak batu. Bila nyeri mendadak menjadi akut,
disertai nyeri tekan diseluruh area kostovertebral tidak jarang disertai mual dan
muntah, maka dapat disimpulkan pasien tersebut sedang mengalami kolik ginjal. Batu
yang berada di ureter dapat menyebabkan nyeri yang luar biasa, akut, dan kolik yang
menyebar ke paha dan genitalia. Pasien yang mengalami kolik ureter akan sering
ingin merasa berkemih, namun hanya sedikit urine yang keluar, dan biasanya air
kemih disertai dengan darah.
2.         Demam
Demam ini dapat terjadi karena adanya kuman yang beredar di dalam darah
sehingga menyebabkan suhu badan meningkat melebihi batas normal..
3.         Infeksi
Batu saluran kemih jenis apapun seringkali berhubungan dengan infeksi
sekunder akibat obstruksi dan statis di proksimal dari sumbatan. Infeksi yang terjadi
di saluran kemih karena kuman Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobacter,
Pseudomonas, dan Staphylococcus.
4.         Hematuria dan Kristaluria

15
Diagnosis adanya penyakit batu saluran kemih dapat dibantu dengan adanya
hematuria dan kristaluira. Hematuria adalah terdapatnya sel darah merah di dalam air
kemih, sedangkan kristaluria adalah air kemih yang berpasir.
5.         Mual dan Muntah
Obstruksi saluran kemih bagian atas, ginjal dan ureter, seringkali menyebabkan
mual dan muntah.

2.2.4  Patofisiologi
Mekanisme terbentuknya batu pada saluran kemih atau dikenal dengan
urolitiasis belum diketahui secara pasti. Namun ada beberapa faktor predisposisi
terjadinya batu antara lain : Peningkatan konsentrasi larutan urin akibat dari intake
cairan yang kurang dan juga peningkatan bahan-bahan organik akibat infeksi saluran
kemih atau stasis urin menyajikan sarang untuk pembentukan batu.
Supersaturasi elemen urin seperti kalsium, fosfat, oxalat, dan faktor lain
mendukung pembentukan batu meliputi : pH urin yang berubah menjadi asam,
jumlah solute dalam urin dan jumlah cairan urin. Masalah-masalah dengan
metabolisme purin mempengaruhi pembentukan batu asam urat. pH urin juga
mendukung pembentukan batu. Batu asam urat dan batu cystine dapat mengendap
dalam urin yang asam. Batu kalsium fosfat dan batu struvite biasa terdapat dalam urin
yang alkalin. Batu oxalat tidak dipengaruhi oleh pH urin.
Imobilisasi yang lama akan menyebabkan pergerakan kalsium menuju tulang
akan terhambat. Peningkatan serum kalsium akan menambah cairan yang akan
diekskresikan. Jika cairan masuk tidak adekuat maka penumpukan atau
pengendapansemakin bertambah dan pengendapan ini semakin kompleks sehingga
terjadi batu.
Batu yang terbentuk dalam saluran kemih sangat bervariasi, ada batu yang
kecil dan batu yang besar. Batu yang kecil dapat keluar lewat urin dan akan
menimbulkan rasa nyeri, trauma pada saluran kemih dan akan tampak darah dalam

16
urin. Sedangkan batu yang besar dapat menyebabkan obstruksi saluran kemih yang
menimbulkan dilatasi struktur, akibat dari dilatasi akan terjadi refluks urin dan akibat
yang fatal dapat timbul hidronefrosis karena dilatasi ginjal. 
Kerusakan pada struktur ginjal yang lama akan mengakibatkan kerusakan
pada organ-organ dalam ginjal sehingga terjadi gagal ginjal kronis karena ginjal tidak
mampu melakukan fungsinya secara normal.

2.2.5  Pathway

17
2.2.6   Pemeriksaan Penunjang
a.   Urinalisa : warna kuning, coklat gelap, berdarah. Secara umum menunjukkan
adanya sel darah merah, sel darah putih dan kristal serta serpihan, mineral, bakteri,
pus, pH urine asam.
b.     Urine (24 jam) : kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat atau sistin
meningkat.
c.     Kultur urine : menunjukkan adanya infeksi saluran kemih.

18
d.    Survei biokimia : peningkatan kadar magnesium, kalsium, asam urat, fosfat,
protein dan elektrolit.
e.  Kadar klorida dan bikarbonat serum : peningkatan kadar klorida dan penurunan
kadar bikarbonat menunjukkan terjadinya asidosis tubulus ginjal.
f.     Darah lengkap :
Sel darah putih : meningkat menunjukkan adanya infeksi.
Sel darah merah : biasanya normal.
Hb, Ht : abnormal bila pasien dehidrasi berat atau polisitemia.
g.  Foto rontgen : menunjukkan adanya kalkuli atau perubahan anatomik pada area
ginjal dan sepanjang ureter.
h.   IVP : memberikan konfirmasi cepat urolithiasis, seperti penyebab nyeri
abdominal atau panggul.
i.        USG Ginjal : untuk menentukan perubahan obstruksi, lokasi batu.

2.2.7   Penatalaksanaan Medis
.Tujuan dasar penatalaksanaan medis batu saluran kemih adalah untuk
menghilangkan batu, menentukan jenis batu, mencegah kerusakan nefron,
mengendalikan infeksi, dan mengurangi obstruksi yang terjadi.  Batu     dapat  
dikeluarkan     dengan            cara medikamentosa, pengobatan medik selektif dengan
pemberian obat-obatan, tanpa operasi, dan pembedahan terbuka.
a.         Medikamentosa
Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang berukuran lebih kecil
yaitu dengan diameter kurang dari 5 mm, karena diharapkan batu dapat keluar
tanpa intervensi medis. Dengan cara mempertahankan keenceran urine dan diet
makanan tertentu yang dapat merupakan bahan utama pembentuk batu ( misalnya
kalsium) yang efektif mencegah pembentukan batu atau lebih jauh meningkatkan
ukuran batu yang telah ada. Setiap pasien batu saluran kemih harus minum paling
sedikit 8 gelas air sehari.

19
Diet atau pengaturan makanan sesuai jenis batu yang ditemukan :
1.      Batu kalsium oksalat
Makanan yang harus dikurangi adalah jenis makanan yang mengandung
kalsium oksalat seperti bayam, daun seledri, kacang-kacangan, kopi, teh, dan
coklat. Sedangkan batu kalsium fosfat : mengurangi makanan yang mengandung
kalsium tinggi seperti : ikan laut, kerang, daging, sarden, keju dan sari buah.
2.      Batu asam urat
Makanan yang dikurangi : daging, kerang, gandum, kentang, tepung-
tepungan, saus dan lain-lain.
3.    Batu struvite
Makanan yang dikurangi : keju, telur, buah murbai, susu dan daging.
4.      Batu cystin
Makanan yang dikurangi : sari buah, susu, kentang. Anjurkan pasien
banyak minum : 3-4 liter/hari serta olahraga yang teratur.
b.         Pengobatan Medik Selektif dengan Pemberian Obat-obatan
Analgesik dapat diberikan untuk meredakan nyeri dan mengusahakan
agar batu dapat keluar sendiri secara spontan. Opioid seperti injeksi morfin
sulfat yaitu petidin hidroklorida atau obat anti inflamasi nonsteroid seperti
ketorolac dan naproxen dapat diberikan tergantung pada intensitas nyeri.
Propantelin dapat digunakan untuk mengatasi spasme ureter. Pemberian
antibiotik apabila terdapat infeksi saluran kemih atau pada pengangkatan batu
untuk mencegah infeksi sekunder. Setelah batu dikeluarkan, batu saluran
kemih dapat dianalisis untuk mengetahui komposisi dan obat tertentu dapat
diresepkan untuk mencegah atau menghambat pembentukan batu berikutnya.
c.         ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy
Merupakan tindakan non-invasif dan tanpa pembiusan, pada tindakan
ini digunakan gelombang kejut eksternal yang dialirkan melalui tubuh untuk
memecah batu. Alat ESWL adalah pemecah batu yang diperkenalkan pertama
kali oleh Caussy pada tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu

20
ureter proximal, atau menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga mudah
dikeluarkan melalui saluran kemih. ESWL dapat mengurangi keharusan
melakukan prosedur invasif dan terbukti dapat menurunkan lama rawat inap
di rumah sakit.

d.        Endourologi
Tindakan endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk
mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan
kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukan
langsung kedalam saluran kemih. Alat tersebut dimasukan melalui uretra atau
melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Beberapa tindakan endourologi
tersebut adalah :
a)    PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) adalah usaha mengeluarkan
batu yang berada di dalam saluran ginjal dengan cara memasukan alat
endoskopi ke sistem kalies melalui insisi pada kulit. Batu kemudian
dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil.
b)   Litotripsi adalah memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan
memasukan alat pemecah batu (litotriptor) ke dalam buli-buli.
c)    Ureteroskopi atau uretero-renoskopi adalah dengan memasukan alat
ureteroskopi per-uretram. Dengan memakai energi tertentu, batu yang
berada di dalam ureter maupun sistem pelvikalises dapat dipecah melalui
tuntunan ureteroskopi/ureterorenoskopi ini.
d)   Ekstrasi Dormia adalah mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya
melalui alat keranjang Dormia.
e.       Tindakan Operasi
Penanganan batu saluran kemih, biasanya terlebih dahulu diusahakan untuk
mengeluarkan batu secara spontan tanpa pembedahan/operasi. Tindakan bedah
dilakukan jika batu tidak merespon terhadap bentuk penanganan lainnya. Ada

21
beberapa jenis tindakan pembedahan, nama dari tindakan pembedahan tersebut
tergantung dari lokasi dimana batu berada, yaitu :
a)    Nefrolitotomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil batu yang
berada di dalam ginjal
b)   Ureterolitotomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil batu yang
berada di ureter
c)    Vesikolitomi merupakan operasi tebuka untuk mengambil batu yang berada
di vesica urinaria
d)   Uretrolitotomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil batu yang
berada di uretra

2.2.8 Diagnosa Keperawatan 


1. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan frekuensi / dorongan kontraksi
ureteral, trauma jaringan.
2. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan stimulasi kandung kemih oleh batu,
iritasi ginjal atau ureteral, obstruksi mekanik
3.  Resti kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual / muntah
4. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan, salah interpretasi
informasi, sikap acuh terhadap interpretasi.
BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
A. Gagal ginjal kronik (GGK) adalah kerusakan faal ginjal yang hampir selalu tak
dapat pulih, dan dapat disebabkan berbagai hal. Istilah uremia telah dipakai sebagai
nama keadaan ini selama lebih dari satu abad, walaupun sekarang kita sadari bahwa
gejala gagal ginjal kronik tidak seluruhnya disebabkan retensi urea dalam darah.

22
Adapun kriteria penyakit ginjal kronik adalah :
1.  Kerusakan ginjal yang terjadi selama 3 bulan atau lebih, berupa kelainan
struktur atau fungsi ginjal, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi
glomerulus (LGF), berdasarkan :
·    Kelainan patologik atau
·    Pertanda kerusakan ginjal, termasuk kelainan pada komposisi darah atau
urin, atau kelainan pada pemerikasaan pencitaraan.
2.   LFG <60 ml/menit/1,73 m2 yang terjadi selama 3 bulan atau lebih, dengan atau
tanpa kerusakan ginjal.
Banyak hal yang dapat menyebabkan gagal ginjal kronik. Banyak penyakit
ginjal yang mekanisme patofisiologinya bermacam-macam tetapi semuanya
sama-sama menyebabkan destruksi nefron yang progresif pada tabel dibawah
dapat dilihat dua golongan utama penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan
gagal ginjal kronik.

B. Batu saluran kemih merupakan keadaan patologis karena adanya masa keras
seperti batu yang terbentuk disepanjang saluran kencing dan dapat menyebabkan
nyeri, perdarahan, atau infeksi pada saluran kencing. Masalah keperawatan yang
sering dialami pada batu saluran kemih ialah nyeri akut, gangguan pola eliminasi
urin, resiko tinggi kekurangan volume cairan dan defisiensi pengetahuan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.


Jakarta : EGC

2. Corwin, E.J. Handbook of pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U.


Jakarta: EGC; 2011 (Buku asli diterbitkan tahun 1996)

23
3. Doenges E, Marilynn, dkk. (2012). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman
UntukPerancanaandan PendokumentasianPerawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta :
EGC

4. Long, B C. (2011). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses


Keperawatan) Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan

5. Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (2012). Patofisiologi Konsep Kllinis


Proses-prosesPenyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC

6. Reeves, C.J., Roux, G., Lockhart, R. Medical – surgical nursing. Alih bahasa :
Setyono, J. Jakarta: Salemba Medika; 2012 (Buku asli diterbitkan tahun 20)

24

Anda mungkin juga menyukai