OLEH :
KELOMPOK 5
KELAS : A12-A
NAMA KELOMPOK :
1
2021
2
KATA PENGANTAR
Om Swastyastu
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga kami mampu
menyelesaikan makalah ini yang berjudul “ Asuhan Keperawatan Teori
Ikontinensia Urine Pada Lansia ” ini tepat pada waktunya. Adapun makalah ini
merupakan salah satu tugas dari Keperawatan Bencana.
Denpasar, 15 November 2021
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
sebelum mencapai kamar kecil penderita telah membasahkan celananya. Jenis
inkontinensia ini dikenal karena gangguan neuropatik pada kandung kemih.
Sistitis yang sering kambuh, juga kelainan anatomik yang dianggap sebagai
penyebab inkontinensia stres, dapat menyebabkan inkontinensia desakan. Sering
didapati inkontinensia stres dan desakan secara bersamaan.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menjelaskan tentang Asuhan Keperawatan pasien
dengan inkontinensia urin.
1.3.2 Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu :
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan ikontinensia urine ?
2. Untuk mengetahui bagaimana klasifikasi ikontinensia urine
3. Untuk mengetahui apa saja etiologi dari ikontinensia urine?
4. Untuk mengetahui apa saja tanda dan gejala dari ikontinensia urine?
5. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi ikontinensia urine?
6. Untuk mengetahui apa saja pemeriksaan penunjang dari ikontinensia
urine?
7. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan dari ikontinensia urine ?
8. Untuk mengetahui bagaimana ASKEP ikontinensia urine?
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Inkontinensia urine merupakan eliminasi urine dari kandung kemih yang
tidak terkendali atau terjadi diluar keinginan (Brunner and Suddarth, 2002).
Inkontinensia urine didefinisikan sebagai keluarnya urine yang tidak terkendali
pada waktu yang tidak dikehendaki tanpa memperhatikan frekuensi dan
jumlahnya,yang mengakibatkan masalah social dan higienis penderitanya (FKUI,
2006).
2.2 Klasifikasi
Klasifikasi Inkontinensia Urine menurut (H. Alimun Azis, 2006)
a. Inkontinensia Dorongan
b. Inkontinensia Total
c. Inkontinensia Stres
3
d. Inkontinensia refleks
e. Inkontinensia fungsional
2.3 Etiologi
Etiologi Inkontinensia Urine menurut (Soeparman & Waspadji Sarwono,
2001) :
a. Poliuria, nokturia
b. Gagal jantung
d. Lebih banyak terjadi pada lansia wanita dari pada pria hal ini
disebabkan oleh :
3) Obesitas
1) Inkontinensia Dorongan
4
a) Sering miksi
2) Inkontinensia total
3) Inkontinensia stres
c) Sering miksi.
4) Inkontinensia refleks
5) Inkontinensia fungsional
2.5 Patofisiologi
Inkontinensia urine dapat terjadi dengan berbagai manifestasi, antara lain:
5
berkemih dirasakan. Ketika keinginan berkemih atau miksi terjadi pada
otot detrusor kontraksi dan sfingter internal dan sfingter ekternal
relaksasi,yang membuka uretra. Pada orang dewasa muda hampir
semua urine dikeluarkan dengan proses ini. Pada lansia tidak semua
urine dikeluarkan, tetapi residu urine 50 ml atau kurang dianggap
adekuat. Jumlah yang lebih dari 100 ml mengindikasikan adanya retensi
urine. Perubahan yang lainnya pada peroses penuaan adalah terjadinya
kontrasi kandung kemih tanpa disadari. Wanita lansia, terjadi
penurunan produksi esterogen menyebabkan atrofi jaringan uretra dan
efek akibat melahirkan mengakibatkan penurunan pada otot-otot dasar
(Stanley M & Beare G Patricia, 2006).
6
a. Elektrolit, ureum, creatinin, glukosa, dan kalsium serum dikaji untuk
menentukan fungsi ginjal dan kondisi yang menyebabkan poliuria. Tes
laboratorium tambahan seperti kultur urin, blood urea nitrogen,
creatinin, kalsium glukosasitol.
b. Catatan Berkemih dilakukan untuk mengetahui pola berkemih. Catatan
ini digunakan untuk mencatat waktu dan jumlah urin saat mengalami
inkontinensia urine dan tidak inkontinensia urine, dan gejala berkaitan
denga inkontinensia urine. Pencatatan pola berkemih tersebut
dilakukan selam 1-3 hari. Catatan tersebut dapat digunakan untuk
memantau respons terapi dan juga dapat dipakai sebagai intervensi
terapeutik karena dapat menyadarkan pasien faktor pemicu.
2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan inkontinensia urin adalah untuk mengurangi faktor resiko,
mempertahankan homeostasis, mengontrol inkontinensia urin, modifikasi
lingkungan, medikasi, latihan otot pelvis dan pembedahan.
7
diperpanjang secara bertahap sampai lansia ingin berkemih setiap 2-3 jam.
Membiasakan berkemih pada waktu-waktu yang telah ditentukan sesuai
dengan kebiasaan lansia. Promted voiding dilakukan dengan cara mengajari
lansia mengenal kondisi berkemih mereka serta dapat memberitahukan
petugas atau pengasuhnya bila ingin berkemih. Teknik ini dilakukan pada
lansia dengan gangguan fungsi kognitif (berpikir). Melakukan latihan otot
dasar panggul dengan mengkontraksikan otot dasar panggul secara
berulang-ulang.
c. Terapi farmakologi
d. Terapi pembedahan
8
e. Modalitas lain
1. Pengkajian
Adapun data-data yang akan dikumpulkan dikaji pada asuhan
keperawatan klien dengan diagnosa medis Inkontinensia Urine :
1) Identitas Klien
2) Keluhan Utama
9
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Apakah ada penyakit keturunan dari salah satu anggota keluarga yang
menderita penyakit Inkontinensia Urine, adakah anggota keluarga
yang menderita DM, Hipertensi.
6) Pemeriksaan Fisik
a) B1 (breathing)
b) B2 (blood)
c) B3 (brain)
d) B4 (bladder)
10
menandakan disuria akibat dari infeksi, apakah klien terpasang
kateter sebelumnya. Palpasi : Rasa nyeri di dapat pada daerah
supra pubik / pelvis, seperti rasa terbakar di uretra luar sewaktu
kencing / dapat juga di luar waktu kencing.
e) B5 (bowel)
f) B6 (bone)
9. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan tidak adanya sensasi
untuk berkemih dan kehilangan kemampuan untuk menghambat
kontraksi kandung kemih
10. Intervensi
1) Diagnosa 1
11
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien akan bisa
melaporkan suatu pengurangan / penghilangan inkontinensia Kriteria Hasil :
Intervensi :
3. Bila masih terjadi inkontinensia kurangi waktu antara berkemih yang telah
direncanakan
4. Instruksikan klien batuk dalam posisi litotomi, jika tidak ada kebocoran,
ulangi dengan posisi klien membentuk sudut 45, lanjutkan dengan klien
berdiri jika tidak ada kebocoran yang lebih dulu.
12
2) Diagnosa 2
Kriteria Hasil :
Intervensi :
13
5. Lakukan tindakan untuk memelihara asam urine.
3) Diagnosa 3
Kriteria Hasil :
• Suhu 37° C.
Intervensi :
14
R: Peningkatan berat urine dapat merusak segel periostomal,
memungkinkan kebocoran urine. Pemajanan menetap pada kulit
periostomal terhadap asam urine dapat menyebabkan kerusakan kulit
dan peningkatan resiko infeksi.
4) Diagnosa 4
Intervensi
1. Awasi TTV
15
11. Evaluasi
Evaluasi keperawatan terhadap gangguan inkontinensia dapat dinilai dari
adanya kemampuan dalam :
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Inkontinensia urine merupakan masalah kesehatan cukup sering dijumpai
pada lansia. Pada wanita lebih banyak dibandingkan laki-laki, terutama pada
wanita yang sudah tua, banyak anak, pernah mengalami operasi di daerah
panggul. yang menderita penyakit kencing manis atau penyakit saraf.
Inkontinensia urine adalah ketidakmampuan menahan air kencing.
Gangguan ini lebih sering terjadi pada wanita yang pernah melahirkan dari pada
yang belum pernah melahirkan (nulipara). Diduga disebabkan oleh perubahan
otot dan fasia di dasar panggul. Kebanyakan penderita inkontinensia telah
menderita desensus dinding depan Vagina disertai sisto-uretrokel. Tetapi
kadang-kadang dijumpai penderita dengan prolapsus total uterus dan vagina
dengan kontinensia urine yang baik.
3.2 Saran
Dengan adanya penjabaran tentang askep ikontinensia diharapkan agar kita
dapat lebih mengatahui seluk beluk beluk keadaan kegawatdaruratan ini sehingga
kita sebagai perawat dapat menangani pasien kontusio pulmonal dengan baik
17
DAFTAR PUSTAKA
Stanley, Mickey dan Patricia G. Beare. 2007. Buku Ajar Keperawatan Gerontik
Edisi 2. Jakarta: EGC
18