OLEH :
KELOMPOK 6 /A12-A
Puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmatnya, kami dapat menyelesaikan makalah ini. Harapan kami semoga
makalah ini dapat membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
pembaca supaya kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini
sehingga kedepanya dapat lebih baik lagi dan semoga makalah ini dapat
dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk, maupun pedoman bagi pembaca
dalam administrasi pendidikan. Makalah ini kami sadari masih banyak
kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat kurang. Oleh karena itu,
kami harapkan kepada pembaca untuk memberikan masukan-masukan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, untuk
itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya
membangun. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................
DAFTAR ISI.......................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan...................................................................................................................
3.2 Saran.............................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah Wet Cup Theraphy.
2. Untuk mengetahui konsep dari Wet Cup Theraphy.
3. Untuk mengetahui biofisiologi dari Wet Cup Theraphy.
4. Untuk mengetahui teknik refleksi dari Wet Cup Theraphy.
5. Untuk mengetahui indikasi dan kontraindikasi dari Wet Cup
Theraphy.
6. Untuk mengetahui evaluasi dari Wet Cup Theraphy.
BAB II
PEMBAHASAN
1.1 Sejarah
Cupping therapy sudah dikenal bangsa-bangsa purba sejak kerajaan
Sumeria berdiri, sekitar 4.000 tahun sebelum Masehi. Lalu cupping therapy
berkembang di Babilonia, Mesir, Saba’, dan Persia. Sumeria adalah daerah
yang masuk wilayah Irak, yaitu negeri yang dialiri Sungai Eufrat dan Sungai
Tigris. Pada saat itu para tabib menggunakan cupping therapy untuk
pengobatan para raja. Tabib-tabib termasyhur hanya menurunkan ilmu
pengobatannya kepada murid-murid terpilih. Cupping therapy di Cina
berkembang sekitar 2.500 tahun sebelum Masehi, sebelum berkuasanya Kaisar
Yao dan berkembang dengan berdasarkan titik-titik akupunktur (Qureshi et al.,
2017).
Terdapat banyak relief yang mengilustrasikan cupping therapy di
bangunan-bangunan ibadah Dinasti Pharaoh (Fir’aun). Setiap bangsa memiliki
metode cupping therapy yang berbeda-beda. Sejak dahulu hingga sekarang,
beberapa suku menggunakan tanduk hewan sebagai alat menghisap darah,
dengan cara melubangi ujung tanduk, menghisap udara dari dalam dan
menyumbatnya dengan pasta. Mereka menyebutnya horn therapy (terapi
tanduk) (Qureshi et al., 2017).
Bangsa Romawi dan Yunani menggunakan gelas kaca untuk praktik
cupping therapy. Mereka menyalakan api di dalam gelas yang telah diisi
dengan secarik kain guna melakukan penghisapan. Banyak masyarakat awam
yang masih menggunakan metode ini sampai sekarang. Sebagian orang
menggunakan peralatan tertentu yang terhubung dengan tabung berisi air dan
pipa kaca. Mereka memanasi air tersebut sehingga mengeluarkan uap air dan
udara dari dalam gelas (Ziyin, S. & Zelin, 2014).
Sejak tahun 1550 sebelum Masehi, bekam sudah dikenal sebagai
pengobatan tradisional yang sangat populer dan vital oleh masyarakat Mesir.
Hal ini dibuktikan oleh adanya dokumentasi teknik bekam pada lembar
papyrus yang ditemukan di dekat Sungai Nil. Terapi bekam berkembang dan
menyebar secara tradisi sampai ke Yunani dan Roma. Bahkan pengelompok
bekam menjadi bekam basah dan kering telah dilakukan oleh Hippocrates yang
dikenal sebagai bapak kedokteran modern (Ziyin, S. & Zelin, 2014).
Di wilayah Asia, metode pengobatan Bekam juga dikenal dalam tradisi
kesehatan. Bekam sudah digunakan sejak tahun 2 sebelum Masehi di China. Di
dalam sebuah buku tua tulisan Bo Shu yang hidup pada zaman Dinasti Han
pada 1973 tercantum juga tulisan mengenai metode pengobatan Bekam. Sekitar
abad 18-19 Masehi, bekam kemudian berkembang sampai ke Barat dan benua
Amerika. Bekam digunakan oleh dokter untuk mengobati berbagai kondisi
pasien sampai dengan tahun 1860. Popularitas bekam mulai menurun setelah
tahun 1860 tetapi tidak menghilang sama sekali. Bekam menyebar sampai ke
daerah Timur Tengah dan kemudian disyariatkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Risalah bekam kemudian menyebar ke seluruh dunia seiring dengan
menyebarnya ajaran Islam. Beberapa hadits yang berkaitan dengan bekam
antara lain: “Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya pada bekam itu
terkandung kesembuhan." (HR. Muslim). “Dari Jabir bin Abdillah ra bahwa dia
berkata kepada orang sakit yang dijenguknya,”Tidak akan sembuh kecuali
dengan berbekam. Sungguh aku mendengar Rasulullah SAW berkata bahwa
pada berbekam itu ada kesembuhan. (HR Bukhari dan Muslim). “Kesembuhan
bisa diperoleh dengan 3 cara yaitu: sayatan pisau bekam, tegukan madu,
sundutan api. Namun aku tidak menyukai berobat dengan sundutan api” (HR.
Muslim).
Asal mula cupping therapy masih menjadi kontroversi. Ilmuwan China
melaporkan dalam literatur mereka bahwa cupping therapy adalah bagian dari
pengobatan tradisional Cina sejak 2000 tahun yang lalu. Di Timur Tengah,
penulis Arab melaporkan bahwa cupping therapy sudah ada sejak 3500 SM,
dimana orang-orang Asyur adalah populasi Arab pertama yang menggunakan
alat dari tanduk binatang atau batang bambu untuk cupping therapy di mana
dokter China, Jee Hong (381-281 SM) merupakan tokoh dalam seni
pengobatan tersebut.
Peradaban Arab menyebut cupping therapy dengan al-hijâmah (dalam
bahasa Arab berarti mengembalikan ke ukuran semula), yang digunakan dalam
mengobati hipertensi, polisitemia, sakit kepala, migrein dan keracunan obat.
Masyarakat Mesir kuno dilaporkan mempraktikkan cupping therapy lebih dulu
dari peradaban tua mana pun, di mana cupping therapy merupakan salah satu
terapi kedokteran yang diketahui paling tua di Mesir kuno. Laporan pertama
penggunaaan cupping therapy di Mesir kuno pada tahun 1550 SM, ditemukan
pada gambar-gambar di lembaran papyrus Mesir dan candi Mesir kuno. Hal ini
menunjukkan bahwa bangsa Mesir telah maju dalam pengobatan menggunakan
cupping therapy. Cupping therapy juga digunakan dalam pengobatan kuno
bangsa Yunani.
Pada tahun 400 SM, Herodotus menemukan bahwa dokter-dokter Mesir
kuno yang merekomendasikan penggunaan dari mangkok hisap di tubuh sudah
menggunakan baik cupping therapy basah maupun kering. Penyakit-penyakit
yang diobati adalah nyeri kepala, kurang nafsu makan, gangguan penyerapan
makanan, pingsan, evakuasi abses, dan narcolepsy (keinginan tidur yang
berulang). Pada tahun 3300 SM, di Macedonia, cupping therapy telah
digunakan sejak masa prasejarah untuk mengobati penyakit-penyakit dan
gangguan kesehatan.
Kontraindikasi
Menurut Hasan, et al. (2014), terapi bekam tidak boleh digunakan
untuk mengobati sakit pinggang atau perut pada 24 orang hamil, karena
akan mempengaruhi sistem saraf otonom dan merangsang kontraksi rahim
sehingga dapat menimbulkan resiko tinggi pada kehamilan. Sayed, et al
(2014), mengatakan “tidak ada kontraindikasi absolut untuk terapi bekam
basah. Kontraindikasi yang relatif umum meliputi, anemia berat, kondisi
perdarahan aktif seperti hemofili, kegagalan sirkulasi (shock), luka bakar,
dan kehamilan”.
3.1 Kesimpulan
1. Cupping therapy adalah proses penghisapan kulit, penyayatan, dan
mengeluarkan darah dari permukaan kulit yang kemudian ditampung
dalam gelas yang berguna mengeluarkan zat beracun (detoksifikasi) dari
tubuh dengan menciptakan tekanan negatif dalam cangkir
2. Cupping Therapy sangat bermanfaat untuk digunakan dalam berbagai
penyakit diantaranya hiperkolesterol, hipertensi, nyeri tengkuk dan nyeri
pada bahu.
3.2 Saran
Melakukan penelitian lanjut terkait cupping therapy dan dapat menerapkan
cupping therapy pada berbagai kasus mengingat manfaat yang dapat
ditimbulkan oleh cupping therapy.
DAFTAR PUSTAKA
Chi, L.-M., Lin, L.-M., Chen, C.-L., Wang, S.-F., Lai, H.-L., & Peng, T.-C. (2016). The
Effectiveness of Cupping Therapy on Relieving Chronic Neck and Shoulder Pain: A
Randomized Controlled Trial. Evidence-Based Complementary and Alternative
Medicine : eCAM, 2016(1), 7358918. https://doi.org/10.1155/2016/7358918
El Sayed SM, Al-quliti, A.-S., Salah Mahmoud, H., Baghdadi, H., A. Maria, R.,
Mohamed Helmy Nabo, M., & Hefny, A. (2014). Therapeutic Benefits of Al-hijamah: in
Light of Modern Medicine and Prophetic Medicine. American Journal of Medical and
Biological Research, 2(2), 46–71. https://doi.org/10.12691/ajmbr-2-2-3
Lestari, Y. A., Hartono, A., & Susanti, U. (2017). Pengaruh terapi bekam terhadap
perubahan tekanan darah pada penderita hipertensi di dusun tambak rejo desa gayaman
mojokerto, 6(2), 14–20.
Lindquist, R., Snyder, M., & Tracy, M. F. (2014). Complementary And Alternative
Therapies In Nursing (7th ed.). New York: Spiringer Publishing Company.
Lowe, D. T. (2017). Cupping therapy: An analysis of the effects of suction on skin and
the possible influence on human health. Complementary Therapies in Clinical Practice,
29, 162–168. https://doi.org/10.1016/j.ctcp.2017.09.008
Qureshi, N. A., Ali, G. I., Abushanab, T. S., El-Olemy, A. T., Alqaed, M. S., El-Subai, I.
S., & Al-Bedah, A. M. N. (2017). History of cupping (Hijama): a narrative review of
literature. Journal of Integrative Medicine, 15(3), 172–181.
https://doi.org/10.1016/S2095-4964(17)60339-X